You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemakaian Balok Tinggi pada konstruksi makin banyak digunakan, tetapi
pemakaian dan penggunaannya hanya didesain dengan pemakaian tulangan
minimum saja baik untuk tulangan lentur maupun tulangan geser.
Perilaku dan karakteristik dari balok tinggi sangat berbeda dari perilaku dan
karakteristik balok yang mempunyai perbandingan normal. Dan pada desainnya
memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus didalam analisis, perencanaan dan
detail-detail tulangan.
Balok Tinggi pada beton bertulang sering digunakan pada konstruksi beton
bertulang antara lain : balok penghubung, struktur lepas pantai (caisson, dermaga),
dinding geser, dinding penahan, system pondasi (roof foundation), serta balok
diafragma, kriteria dan persyaratan balok tinggi secara umum jika rasio antara
bentang geser dan tinggi efektif balok tidak melebihi nilai 1. Bentang geser yang
dimaksud adalah bagian dari panjang balok yang menerima tegangan geser pada
arah yang sama akibat beban-beban yang bekerja.
Penggunaan balok tinggi yang ada selama ini belum menyentuh pada fungsi
dan peran dari balok tersebut, misalnya ada balok yang menerima gaya dari kolom
diatasnya sedangkan balok tersebut lebih difungsikan sebagai balok terlentur, bukan
sebagai balok yang difungsikan untuk menerima beban geser yang besar.
Pemanfaatan balok-balok pracetak diafragma pada jembatan yang justru
diberi aksial dengan sistem prategang, akan menyebabkan fungsi geser menjadi
berkurang. Persyaratan dimensi panjang dan penampang balok yang menyebabkan
kurang kakunya balok tinggi tersebut, sehingga jika salah pemakaian justru akan
membuat keruntuhan balok sebelum dibebani. Hal-hal tersebut yang sebenarnya
ingin ditelaah lebih jauh pada penelitian ini, sehingga pemakaian balok tinggi
benar-benar dapat optimal dan efisien serta sesuai penggunaannya. Besaran-besaran
seperti kekakuan balok, kemampuan balok ultimit serta displasemen balok akan
menjadi ukuran untuk menyatakan balok tinggi yang didesain cukup aman dengan

parameter-parameter yang diberikan seperti penulangan geser yang cukup, dimensi


yang tepat serta pembebanan yang sesuai.
Pada balok tinggi akan dominan terjadi keruntuhan akibat tegangan geser.
Untuk itu perencanaan tulangan geser menjadi amat penting pada desain balok
tinggi. Tulangan geser tidak hanya meningkatkan kapasitas geser balok, tetapi juga
daktilitasnya sehingga tulangan geser mereduksi resiko terjadi keruntuhan getas.
Selain sengkang yang menahan gaya geser maka pada penelitian ini dicoba
divariasikan dengan menggunakan tulangan geser longitudinal yang diharapkan
dapat menyumbangkan tahanan terhadap kapasitas geser balok tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pemberian tulangan geser longitudinal terhadap
kapasitas geser dan kekakuan geser balok tinggi yang diberi dua titik
beban?
1.3 Batasan Masalah
Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi dan masalah yang akan
timbul dalam sebuah penelitian, agar terarah dan memperoleh hasil pengujian yang
sesuai, maka kami perlu membatasi ruang lingkup pembahasan sebagai berikut :
1.

Balok Tinggi yang diuji terbuat dari beton bertulang.

2.

Skala Pemodelan yang digunakan adalah Buckinghams Phi


Theorem dan tidak dibahas lebih lanjut.

3.

Dimensi Balok uji berdasarkan pemodelan adalah (130x400x1000)


mm, dengan 410 sebagai tulangan tarik, 210 untuk tulangan tekan,
6-100 sebagai sengkang dan 6 untuk tulangan geser longitudinal yang
jumlahnya bervariasi dari 1 3 tulangan.

4.

Rasio a/d yang digunakan adalah 0.6 , 0.8 , dan 1.0

5.

Pembebanan benda uji dengan dua titik beban (two point loading).

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tulangan


geser longitudinal terhadap kapasitas geser dan kekakuan geser balok tinggi.
1.5 Manfaat Penelitian
a.

Manfaat Teoritis :
-

Ikut

memberikan

kontribusi

bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi


beton.
-

Untuk menambah pengetahuan tentang


perilaku balok khususnya balok tinggi beton bertulang.

b.

Manfaat Praktis :
-

Dapat memberikan manfaat bagi para


praktisi untuk menghasilkan balok tinggi beton bertulang dengan
kuat geser tertentu.

Dapat menambah alternatif pemasangan


tulangan geser dalam hal ini adalah tulangan

geser longitudinal

dalam balok tinggi beton bertulang.


-

Mampu

memberikan

solusi

aplikasi dilapangan khususnya di bidang teknik bangunan.

terhadap

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI
2.1. TINJAUAN PUSTAKA
Pemakaian serat karbon polimer (CFRP) yang ditempel pada sisi samping balok
tinggi sebagai perkuatan geser dapat meningkatkan kapasitas geser 50 sampai 100%
untuk balok dengan satu titik beban ditengah bentang, sedangkan peningkatan 40
sampai 66 % diperoleh pada dua titik beban. Demikian juga penempatan posisi atau
arah CRFP juga mempengaruhi kapasitas geser balok tinggi, yakni peningkatan terbesar
terjadi pada posisi CFRP 45 derajat terhadap sumbu balok, pada CFRP arah 90 0 (arah
vertikal) kapasitas geser meningkat 78% untuk satu titik beban dan 44% untuk dua titik
beban, sedangkan pada sudut mendatar tidak berpengaruh (hanya terjadi peningkatan
sebesar 3%). Peningkatan daktilitas juga terjadi pada balok tinggi yang diberi CFRP
pada arah 450 dan arah vertikal hingga 2 kalinya (Zhang, etc., 2004,Daftar Pustaka :4).
Usulan perhitungan untuk balok tinggi yang berlobang pada bagian badan telah
dibuat dengan mengacu pada model strut-and-tie yang sederhana dimana pengaruh
kemiringan penulangan geser menjadi pertimbangan utama. Penulangan geser yang
miring berfungsi untuk menahan retak diagonal yang terjadi pada balok tinggi (Tan,
etc., 2004, Daftar Pustaka: 5).
Penyelidikan keruntuhan tekan geser telah dilakukan pada balok tinggi dengan
mengambil variasi rasio bentang geser dan tinggi efektif balok (a/d) antara 1,0 sampai
2,5 dengan beban single dan double pada balok. Dijelaskan bahwa mutu beton, rasio
penulangan utama, rasio penulangan geser pada rasio a/d

1,0 sampai 2,5 akan

mempengaruhi keruntuhan tekan geser pada balok tinggi (Zararis, 2003, Daftar
Pustaka : 6).
Desain dengan metode CIRIA pada balok tinggi dengan memakai beton normal
dan mutu tinggi telah dilakukan revisi untuk memperkirakan geser ultimit yang terjadi.
Parameter yang bervariasi diberikan pada penyelidikan tersebut antara lain ; rasio a/d
antara 0,27 sampai 2,7 ; jumlah penulangan utama (1,23 sampai 5,80%), jumlah

penulangan geser dan mutu beton yang digunakan antara 25 sampai 100 MPa (Leong
and Tan, 2003, Daftar Pustaka : 7).
Perkiraan daerah dan dimensi keruntuhan tekan geser juga dapat dilakukan pada
balok tinggi dengan memakai metode AE, yang mengukur besarnya energi lokal dari
sensor-sensor yang diberikan pada permukanan beton. Evaluasi daerah keruntuhan
dapat diketahui dari pengujian tekan uniaxial pada balok berdasarkan amplitudo
maksimum yang diukur dari tegangan maksimum. Panjang daerah keruntuhan balok
hasil pengujian ternyata lebih dari 30% dari hasil pengukuran sensor yang dilakukan
dari berbagai bentuk dan ukuran benda uji (Watanabe, 2002, Daftar Pustaka : 8).
Pengaruh letak beban dengan penulangan geser yang berbeda pada balok tinggi
dengan beton mutu tinggi (fc > 55 MPa) juga telah diteliti, dimana dilakukan pengujian
dengan beban seluruhnya terletak pada tepi atas balok, dan semua pada tepi bawah
balok serta kombinasi tepi atas dan tepi bawah balok dengan ratio Ptop/Pbottom masingmasing 1:1 dan 2:1. Sedangkan variasi penulangan geser yang diteliti antara lain balok
tinggi dengan tulangan utama yang dimiringkan, tulangan geser vertikal serta kombinasi
tulangan geser vertikal dan horizontal. Penelitian ini juga menjelaskan bidang defleksi
balok, lebar retak yang terbentuk, pola retak, model keruntuhan, beban retak diagonal,
kekuatan layan dan ultimit (Tan and Wei, 1999, Daftar Pustaka : 9).
Perbaikan kerusakan pada balok tinggi dapat dilakukan dengan memberikan
sistem perkuatan clamping stirrup externally (jepitan sengkang pada bagian luar
balok), baik untuk balok tinggi konvensional maupun balok tinggi prategang dimana
sistem ini dapat merubah mekanisme peralihan gaya dalam balok tinggi sehingga dapat
menerima beban lebih dari semestinya. Performance dan kekuatan balok tinggi dapat
dikembalikan secara penuh sepanjang kerusakan tersebut adalah keruntuhan geser
diagonal secara splitting (sobekan) dan kurva beban-lendutan akan berkurang 15% pada
balok yang rusak dan diberi perkuatan terhadap balok yang utuh. Jumlah penulangan
geser tidak banyak berpengaruh pada kekuatan bentang geser yang diberi clamp
stirrup. Penempatan perkuatan yang paling baik adalah pada bagian tengah-tengah
bentang geser (Teng, 1996, Daftar Pustaka : 10).
2.2. LANDASAN TEORI
2.2.1 Umum

Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban seperti balok
biasa, tetapi mempunyai rasio tinggi terhadap lebar yang relatif besar. Balok tinggi
dengan struktur beton bertulang banyak ditemukan pada balok pembagi (transfer
girder), dinding penahan dan dinding geser. Balok tinggi memiliki parameter dimensi
yang berbeda dengan balok konvensional, dimana pada balok yang konvensional
perbandingan tinggi dan lebar balok berkisar antara 1,5 sampai 2. Balok tinggi memiliki
parameter yang diukur dari rasio perbandingan bentang geser terhadap tinggi balok
(a/d), yang biasanya berkisar antara 1 sampai 2,5 . Sedangkan balok dengan rasio a/d
lebih besar dari 2,5 sudah dikategorikan sebagai balok lentur yang konvensional. Balok
tinggi didefinisikan juga sebagai balok yang memiliki rasio bentang bersih terhadap
tinggi efektif (ln/d) kurang dari 5 untuk balok yang diberi beban merata pada sisi atas
atau sisi tekan balok sederhana serta mempunyai bidang geser kurang dari dua kali
tinggi balok. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan jenis struktur
balok tinggi (Nawy, 1990 dan Winter, 1991, Daftar Pustaka : 3&11) adalah sebagai
berikut :
1.

Rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok (a/d) < 2.5 untuk balok dengan
beban terpusat atau rasio bentang bersih terhadap tinggi efektif (ln/d) < 5 untuk
beban merata.

2.

Panjang bidang geser (a) harus kurang dari 2 kali tinggi balok

3.

Tinggi balok jauh besar dari lebar balok.

2.2.2 Kuat Geser Balok


Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas geser balok tinggi antara lain :

Kuat beton bertambah akibat meningkatnya aksi pasak, ikatan antar agregat dan
daerah tekan.

Rasio penulangan s bertambah akibat meningkatnya aksi pasak


bd

dan ikatan antar agregat. Jika meningkat maka lebar retak akan berkurang oleh
karena itu ikatan antar agregat akan bertambah.

Kekuatan penulangan longitudinal hanya memberikan sedikit pengaruh


terhadap kapasitas geser.

Tipe agregat mempengaruhi kemampuan ikatan antar agregat. Dengan

begitu kuat geser beton ringan akan lebih kecil dari beton normal walaupun
keduanya memiliki kuat tekan yang mungkin sama.
Ukuran balok khususnya tinggi balok, memainkan peranan penting

dalam kapasitas geser. Balok yang lebih lebar secara proporsional lebih lemah dari
balok yang lebih ramping. Hal ini disebabkan karena ikatan antar agregat yang
dilewati tidak dapat bertambah secara proposional pada ukuran balok.
M
av

V .d
d

Rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok,

mempengaruhi jenis keruntuhan geser dan ketahanan geser pada balok, dimana :
-

Balok dengan rasio 1,5 < a/d < 7, gagal geser biasanya lebih dahulu terjadi
sebelum tercapai gagal lentur.

Ketahanan geser yang paling minimum diperoleh pada rasio a/d

2,5

Untuk rasio a/d < 2,5 aksi lengkung secara signifikan meningkatkan kuat geser.

Menurut ACI code, kuat geser balok tinggi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Vu = ( Vc + Vs ) ..................................................................................(2.1)

3,5 2,5

Vc =

Mu
Vu d
1,9 f c' 2500 w
bw d
Vu d
Mu

..................................................

(2.2)

Avv 1 ln / d Avh 11 ln / d

f d...........................................(2.3)
12 sh
12 y

Vs =

sv
dimana :

= faktor reduksi geser

Mu , Vu = gaya momen dan geser pada penampang kritis (N-mm, N)


f c ' = kuat tekan beton (MPa)

w = jumlah penulangan lentur (%)


As / bwd = rasio luas tulangan terhadap luas penampang beton
Avv,Avh = luas tulangan geser vertikal dan horizontal (mm2),
untuk Avv tidak boleh kurang dari 0,0015 bw sv
untuk Avh tidak boleh kurang dari 0,0025 bw sv
ln = bentang bersih balok (mm)
sv, sh = jarak antar tulangan geser vertikal dan horizontal (mm), sv tidak boleh
melebihi 1/5 d dan sh tidak melebihi 1/3 d atau 450 mm.

2.2.3 Perilaku Balok Dengan Tulangan Geser


Kuat geser nominal pada balok tinggi dihitung seperti pada balok biasa
dengan berdasarkan pada persamaan SK SNI T15-1991-03 pasal 3.4.1.1 :
Vu Vn............................................................................(2.4)
Dimana : Vu = gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau
Karena penulangan geser pada penampang kritis dipakai
sebagai pedoman utnuk perencanaan penulangan, maka Vu
ditentukan cukup pada satu tempat saja seperti yang
ditentukan pada SK SNI T15-1991-03 yaitu :
a. untuk beban merata, x = 0.15 ln d
b. untuk beban terpusat, x = 0.5 a , dimana a adalah bentang
geser.
Vn = kuat geser nominal
= Vc + Vs
Dimana : Vc =

kuat geser nominal beton

Vs = kuat geser nominal tulangan geser


Untuk

memperhitungkan

kuat

geser

beton

nominal

SK

SNI

T15-1991-03

memperbolehkan menggunakan cara sederhana dengan menganggap sama seperti pada


balok biasa,
1
6

Vc

f 1c bw d ...................................................................(2.5)

Atau dengan menggunakan cara yang lebih terinci sebagai berikut :

M 1
Vc 3,5 2,5 u
Vu d 7

Dimana : Mu

f 1c 120 w

Vu d
bw d ....................(2.6)
M u

= momen terfaktor yang terjadi bersamaan dengan


gaya geser terfaktor maksimum Vu pada
penampang kritis.

3,5 2,5
1
2

Vc

Mu
2,50 ................................................................(2.7)
Vu d

f 1c bw d ...................................................................(2.8)

Sedangkan untuk menghitung besar Vs, adalah menggunakan rumus :

Av 1 d

Vs
s 12

n
d
12

Avh
s2

11

fy.d

..................................(2.9)

Dimana :
Av
s

luas penampang tulangan geser vertikal

0.0015 bw s

jarak tulangan geser vertikal

syarat s : s 1/5 d 500 mm


Avh
s2

luas penampang tulangan geser horizontal

0.0025 bw s2

jarak tulangan geser vertikal

syarat s2 : s2 1/3 d 500 mm


Tulangan geser yang dipakai untuk menahan geser yaitu berupa
sengkang dengan arah vertical.
Pada balok, sebelum terjadinya retak, sengkang praktis bebas dari
tegangan tetapi setelah terjadinya retak diagonal sengkang ini berfungsi
memperbesar daya pikul geser dari suatu gelagar dalam empat cara terpisah,
antara lain :
a.

sebagian besar dari gaya geser dipikul oleh sengkang yang


memotong suatu retak tertentu.

b.

Adanya sengkang yang membatasi perkembangan retak diagonal


dan mengurangi perambatan retak tersebut kedalam daerah tekan

c.

Sengkang juga melawan melebarnya retak, sehingga kedua


permukaan retak tetap menempel secara dekat

d.

Sengkang disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengikat


tulangan memanjang menjadi satu kesatuan dengan beton. Hal ini
memberi sedikit sumbangan terhadap kemungkinan terbelahnya
beton sepanjang tulangan memanjang dan meningkatkan bagian
dari gaya geser yang dipikul melalui mekanisme pasak.
Menurut Nawy, G. Edward 1990 hal 134, untuk menyediakan kekuatan

geser dengan jalan memperbolehkan suatu redistribusi dari gaya-gaya dalam

yang menyebrangi retak miring yang mungkin terjadi maka penulangan geser
mempunyai tiga fungsi utama :
1. Memikul sebagian dari geser Vs
2. Melawan pertumbuhan dari retak miring dan ikut menjaga
terpeliharanya lekatan antara agregat ( atau perpindahan geser antara
muka retak ) Va
3. Mengikat batang tulangan memanjang untuk tetap ditempatnya dan
dengan demikian meningkatkan kapasitas pasak.
2.2.4

Defleksi dan Kekakuan Balok Tinggi ( Stiffnes Deep Beam )


Defleksi di suatu titik pada balok bergantung pada beban w, panjang
bentang pada balok L, dan berbanding terbalik dengan kekakuan K balok.
Kekakuan merupakan besaran yang tergantung pada jenis material yang
digunakan dalam hal ini adalah Modulus Elastisitas E dan besaran penampang
melintang atau Momen Inersia I.
K

EI
....................................................................................(2.10)
L

Dengan demikian, lendutan bergantung pada w, L, 1/I, 1/E. Hubungan


yang berlaku adalah :
Apabila

bertambah, maka bertambah

Apabila

bertambah, maka bertambah

Apabila

bertambah, maka berkurang

Apabila

bertambah, maka bertambah

(Struktur : 1995, hal 273)


Apabila elemen struktur melendut lebih besar daripada yang dibatasi,
maka elemen tersebut dipandang tidak dapat diterima atau digunakan. Jika
demikian halnya, kita harus memperbesar kekakuan (memperbesar I, momen
inersia) meskipun tegangannya menjadi jauh lebih kecil daripada tegangan izin.
Kita dapat saja menggunakan kriteria defleksi ini untuk mencari I secara
langsung, yaitu dengan menyamakan lendutan yang terjadi dengan lendutan izin.
Untuk diingat bahwa penentuan batas lendutan biasanya berdasarkan pada faktor
kenyamanan, yang tentunya bergantung pada kondisi kultur pada lokasi
bangunan tersebut.

Letak garis netral


b.c 3
n. As.c n. As.d 0 ................................................................(2.11)
2

Inersia pada saat retak


Icr

b.c 3
n. As.( d c ) 2 ...................................................................(2.12)
3

Defleksi balok diantara dua titik pembebanan

P.a
3.L 2 4.a 2 ...................................................................(2.13)
24.E.I

Kekakuan yang terjadi pada balok tinggi dapat diambil dari hasil
perbandingan pembebanan dengan defleksi yang terjadi pada saat terjadi crack
pertama kali. Kekakuan geser (Kg) dapat dianalisa pada saat crack geser pertama
terjadi.
Kg

Pgeser
geser

..............................................................................(2.14)

Dimana :
Pgeser

pembebanan pada saat terjadinya crack geser

geser

defleksi yang terjadi saat crack geser

Kekakuan menandakan bahwa balok sudah tidak dapat menahan gaya


tarik yang ada, tegangan tarik beton lebih besar daripada tegangan tekan yang
ada.
Bertambahnya kekakuan sehubungan dengan dijepitnya ujung balok,
ataupun dengan membuatnya menerus diatas banyak tumpuan, merupakan hal
yang sangat menguntungkan dalam mengurangi lendutan sehingga hal ini sangat
sering dilakukan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dimulai pada minggu pertama bulan Juni 2006 sampai akhir
Agustus 2006 dengan mengambil lokasi di Laboratorium Struktur Universitas
Merdeka Malang pada tahap persiapan sampai pengecoran dan Laboratorium
Struktur Universitas Muhammadiyah Malang pada tahap pengujian. Benda Uji
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 beton silinder dengan dimensi (15 x
30) cm dan balok tinggi yang berukuran (130x400x1000)mm sebanyak 12 benda
uji dengan spesifikasi sebagai berikut :
1. 3 (tiga) balok tanpa tulangan geser longitudinal , two point loading
2. 3 (tiga) balok dengan tulangan tulangan geser longitudinal 1 6 mm, two
point loading
3. 3 (tiga) balok dengan tulangan tulangan geser longitudinal 2 6 mm, two
point loading
4. 3 (tiga) balok dengan tulangan tulangan geser longitudinal 3 6 mm, two
point loading
a

h
Ln

Gambar 3.1 : Setting Pembebanan Balok dengan two point loading

Tabel Spesifikasi Benda Uji

Jumlah Tul.
Benda Uji

BTTB-0
BTTB-1
BTTB-2
BTTB-3

Dimensi (cm)

Geser

13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100

Longitudinal
0
0
0
1
1
1
2
2
2
3
3
3

Rasio Bentang

Jumlah Benda

Geser (a/d)

Uji

0.6
0.8
1
0.6
0.8
1
0.6
0.8
1
0.6
0.8
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
= 12

6-100 mm

210 mm

BTTB-0

410 mm

40 cm

100 cm
13 cm

6-100 mm

210 mm
26 mm

BTTB-1

40 cm

410 mm

100 cm
13 cm
210 mm

6-100 mm

BTTB-2

46 mm

40 cm

100 cm
13 cm
210 mm

6-100 mm

66 mm

BTTB-3

40 cm

100 cm
13 cm

Gambar 3.2 : Penulangan pada Balok-uji


3.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Beton fc 25 MPa dengan volume 0,9 m3, dengan agregat maksimum 20 mm,
nilai slump 15 mm, fas 0,52.
2. Baja tulangan dengan diameter 6 mm dan diameter 10 mm
3. Form work (bekisting) balok uji dari multipleks 10 mm dengan rangka dari
kayu meranti 3/5
4. Kawat bendrat untuk baja tulangan
5. Cat dari kapur putih / kapur padam
6. Solar
7. Karung Goni
3.3 Instrumen Penelitian
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan pada pelaksanaan penelitian ini antara
lain :
1. Loading Frame dengan kapasitas 25 ton

2. Hidraulic Jack dan Hidraulic Pump yang berkapasitas 50 ton


3. Load Cell, kapasitas 30 ton
4. Load Indicator type digital dengan ketelitian 5 kg
5. Dial Gauge, maksimal pembacaan 30 mm dengan tingkat ketelitian 0,01 mm
6. Dial Holder type magnetic
7. Cetakan Silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm
8. Compression Testing Machine, kapasitas 200 ton
9. Kerucut Slump
10. Vibrator
11. Lup
12. Electrical Strain Gauges
13. Digital Strain Indicator dengan tingkat ketelitian 10-6 in/in
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1

Persiapan
Dalam melaksanakan penelitian, diperlukan adanya tahapan tahapan
pekerjaan yang berguna untuk mendukung kelancaran penelitian tersebut.
Aadapun tahapan tahapan pekerjaan yang dimaksud dimulai dari tahap
persiapan yang meliputi :
1. Persiapan Bahan
Pada tahap ini bahan bahan yang akan kita gunakan sebagai material
penyusun beton diuji kelayakannya apakah memenuhi standar yang
ditetapkan atau tidak. Pemilihan material yang mempunyai kualitas yang
baik akan berpengaruh baik juga terhadap kualitas beton yang dihasilkan.
Selain pengujian juga ditentukan kebutuhan tiap bahan guna mencapai
volume yang direncanakan dalam hal ini adalah sebesar 0,9 m3.
2. Persiapan Alat
Tahapan ini meliputi pengenalan alat baik dari segi kapasitas alat, cara kerja
alat dan tingkat ketelitian alat yang akan digunakan selain untu mengetahui
tingkat kelayakan pakai alat tersebut.
3. Persiapan Tenaga Kerja

Persiapan tenaga kerja juga penting selain persiapan alat terutama untuk
penelitian beton yang memerlukan tenaga yang banyak untuk menekan biaya
dan waktu penelitian.
3.4.2

Pengujian Tulangan
Pengujian tulangan yang dilakukan adalah uji tarik yang tujuannya
adalah untuk mengetahui mutu baja tulangan yang akan digunakan dalam hal ini
adalah baja tulangan dengan diameter 6 mm dan 10 mm.

3.4.3

Pembuatan Benda Uji


Pembuatan benda uji meliputi beberapa tahap pekerjaan, yaitu :
1. Pembuatan Form Work / Bekisting
Form Work atau yang lebih dikenal dengan Bekisting adalah cetakan yang
digunakan untuk membuat beton. Bahan dan alat yang digunakan adalah :
a. Multipleks 9 mm
b. Usuk 3/5
c. Paku
d. Gergaji
e. Palu
f. Meteran
g. Penggaris Siku
h. Pensil
i. Ketam
2. Pembesian
Pembesian adalah pekerjaan perakitan tulangan baik untuk tulangan pokok,
tulangan geser longitudinal dan sengkang. Bahan dan alat yang digunakan
antara lain :
a.

Baja tulangan 10 mm

b.

Baja tulangan 6 mm

c.

Gergaji Besi

d.

Pleser atau pembengkok tulangan

e.

Tang / Catut, untuk mengencangkan bendrat

f.

Paku, untuk mengencangkan bendrat

g.

Bendrat, sebagai pengikat tulangan

h.

Meteran

i.

Kapur Tulis

3. Pembuatan tumpuan dan angkur tumpuan.


Benda uji ini menggunakan tumpuan sederhana yaitu sendi dan rol, dimana
untuk sendi digunakan pipa besi yang dilas pada plat besi berukuran (10x13)
cm. Pemasangan tumpuan pada balok adalah dengan menggunakan angkur
tumpuan berbentuk U dari tulangan 10 mm.
4. Pemasangan Strain Gauge
Strain Gauge adalah suatu komponen eksternal yang dipasang pada tulangan,
baik itu tulangan pokok, tulangan geser longitudinal ataupun sengkang yang
digunakan untuk mengukur regangan tulangan yang digunakan pada saat
benda uji menerima beban.
5. Pengecoran
Setelah pembuatan bekisting dan pembesian selesai, maka tahap selanjutnya
adalah pengecoran. Adapun bahan dan peralatan yang digunakan adalah :
a.

Pasir

b.

Kerikil

c.

Semen

d.

Air

e.

Molen, kapasitas 0.125 m3

f.

Bucket ( tampungan), digunakan untuk menampung beton segar yang


dituang dari molen

g.

Ember

h.

Cangkul

i.

Sekop

j.

Vibrator

k.

Kerucut Abraham ( slump test ), untuk mengetahui tingkat


kekentalan dan kelecakan beton

l.

Cetakan silinder, ( 15 x 30 ) cm

6. Perawatan

Perawatan beton dilakukan dimulai minimal 1 (satu) hari setelah pengecoran


sampai pada beton berumur 28 hari. Ada beberapa cara yang dilakukan
dalam perawatan ini salah satunya adalah dengan menyelimuti beton dengan
karung goni basah.
7. Pembongkaran Form Work (Bekisting)
Pembongkaran Form Work dilakukan 14 (empat belas) hari setelah
pengecoran.
8. Pengecatan atau Pengapuran Benda Uji
Pengecatan atau pengapuran benda uji bertujuan agar permukaan benda uji
menjadi putih sehingga diharapkan dapat mempermudah pengamatan
terhadap retak yang terjadi pada saat benda uji dibebani.

3.4.4

Alur Penelitian
Mulai

Perencanaan Balok Tinggi :


- Perhitungan dimensi
- Perhitungan jumlah tulangan
- Analisa penampang

Persiapan Bahan dan Alat


Pembuatan Bekisting, Pembesian dan Pemasangan Strain Gauge
Pengecoran
Pelepasan Bekisting umur 7 hari

Tidak

Cek apakah
benda uji
mengalami
keropos

Perawatan Benda Uji

pengujian
Ya

Analisa Data

grouting
Selesai
Gambar 3.3 : Diagram Alir Penelitian

Actuator Frame

3.4.5

Setting Pengujian

Hidraulic Jack

Load Cell
Balok Uji

Pin Supporting

Load Indicator

Dial
gauge
Loading Frame

Hidraulic Pump
L

Gambar 3.4 : Setting Pengujian Balok dengan Loading Frame


Setting Pengujian
Pengujian balok uji dilakukan dengan memakai loading frame seperti terlihat
pada gambar 3.4. Pembacaan yang dilakukan pada pengujian adalah data beban yang
diberikan setiap kenaikan 250 kg, beban saat retak awal balok, beban saat kondisi
ultimit tercapai, displacemen pada titik beban ( tepi atas dan tepi bawah balok).
Pengamatan yang dilakukan adalah pola retak yang terjadi mulai retak awal, retak
diagonal sampai beban pasca retak balok. Pengujian balok dilakukan pada setiap variasi
penulangan geser dengan a/d mulai 0,6 ; 0,8 dan 1,0 dengan pemberian dua titik beban
pada balok seperti terlihat pada gambar 3.1.
3.4.6

Kendala dan Hambatan


Dalam pelaksanaan

penelitian,

ditemui

beberapa kendala

yang

menghambat mulai dari tahap persiapan sampai pada pengujian. Beberapa


kendala yang penulis maksud antara lain :
1.

Terbatasnya sarana Laboratorium Struktur Laboratorium


Universitas Merdeka Malang terutama dalam pengadaan alat-alat pengujian
material dan pengujian benda uji itu sendiri.

2.

Kurangnya kontrol pada saat pelaksanaan pengecoran yang


menyebabkan perhitungan hasil mix design tidak dapat benar-benar
diaplikasikan.

3.

Bagi penulis, penelitian ini tergolong baru dan cukup berat


jika diukur dari besar dan beratnya benda uji dan dari segi pemahaman
penulis sendiri

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Hasil Pengujian
TABEL DATA HASIL PENGUJIAN SILINDER BETON
Kuat Tekan
No. Benda Uji
Berat
Ppuncak
Kuat Tekan
(fc')
Rata-rata
(Kg)
KN
Mpa
(fc')
A .I.1
13
435
24.63
24.20
A.I.2
13,9
420
23.78
A.II.1
13
430
24.35
A.II.2
13
465
26.33
25.34
A.III.1
12.9
405
22.93
A.III.2
13
445
25.19
24.35
A.III.3
13.2
440
24.91
A.IV.1
13
420
23.78
A.IV.2
13.5
480
27.18
25.19
A.IV.4
13.2
435
24.63
A.V.1
13.2
490
27.74
A.V.2
13.5
470
26.61
26.61
A.V.3
13.3
450
25.48
A.VI.1
12.8
470
26.61
A.VI.2
13.2
435
24.63
25.01
A.VI.3
13
420
23.78
Rata-rata
13.12
25.12
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton yang tercapai maka ditetapkan bahwa
nilai :
fc'
=
25
Mpa
berat jenis beton

2474

kg/m3

Tabel Hasil Pengujian Balok Tinggi


Bentang

Pfirst-

Jumlah Tulangan

Geser

crack

Ppuncak

Geser Longitudinal

(a/d)

(KN)

(KN)

BTTB-0

0
0
0

0.6
0.8
1

11445
11270
6890

16935
13340
9635

BTTB-1

1
1
1

0.6
0.8
1

13985
12300
7730

20210
16850
10915

624

125

BTTB-2

2
2
2

0.6
0.8
1

17360
12575
8350

22560
19490
14010

1053

BTTB-3

3
3
3

0.6
0.8
1

18930
13950
12920

24562
24440
16610

1614

Benda Uji

Regangan Maksimum
Geser
Tulangan Pokok
(x 0.000001)
251
146
101

Longitudinal
(x 0.000001)

Defleksi
Sengkang
(x 0.000001)
9094
1573
1375

(mm)
pada Pu
5.69
1.74
1.34

Defleksi
(mm)
pada Pcr
2.68
1.25
1

1103

4.88
6.33
6.82

2.53
4.17
3.96

256

742

4.62
7.77
5.98

4.23
4.32
2.48

347

686

8.28
4.25
9.58

5.18
1.75
5.66

4.2 Perhitungan Kapasitas Geser Nominal (Vn) Balok Tinggi


Perhitungan Kapasitas Geser Nominal (Vn) BTTB-0
Data :
dimensi balok tinggi :
H
=
B
=
Ln
=
tul. Utama
=
tul. GL
=
jml. Tul. GL
=
sengkang
=
d'
=
d
=
f'c
=
fy
=
qbs
=
Qbs
=

400
130
1000
10
6
0
6
30
340
25
493
124.8
1248

mm
mm
mm
mm
mm
lonjor
mm, dengan s =
mm
mm
MPa
MPa
kg/m
N

a. untuk a/d
=
a=

0.6
204

mm

1. Kuat Geser Beton (Vc)

M 1
Vc 3,5 2,5 u
Vu d 7

f 1c 120 w

Vu d
bw d
M u

dari hasil pengujian didapatkan :


=
85299
N
Vu
=
1/2 Vu. a
Mu
=
8700498
N mm
8700498
Mu
=
85299
x
Vu.d
=
0.3
Check :
3.5 - 2.5

Mu
Vu.d
2.75

2.5

2.5

340

100

mm

Not OK!!
jadi digunakan nilai :
=

=
=
=

Vu.d
Mu

2.5
As
b.d
130
0.007111

4*1/4..102
x

85299

340
340

8700498

=
3.33
dengan menggunakan rumus umum Vc diatas, maka didapat :
Vc
=
123826.5 N
dengan syarat :
Vc
123826.53

(1/2*f'c^0.5)*bw*d
552500 N
OK!!

dipakai nilai Vc =
123826.5 N
2. Kuat Geser Tulangan Geser (Vs)

Av 1 d

Vs
s 12

Av

11
Avh
d

s2
12

=
=
=

fy.d

luas tulangan vertikal (sengkang)


2*1/4..6^2
56.57

mm2

syarat minimum :
Av

0.0015 bw.s

56.57 mm2

19.5 mm2
OK!!
karena tidak terdapat tul geser longitudinal, maka kuat geser hanya dipikul oleh sengkang
sebesar :
Vs
=
31143.51
N
jadi, Kapasitas Geser Nominal Balok (Vn) sebesar :
Vn =
Vc
+
Vs
= 123826.5
+
31143.5
=
154970
N
Tabel Rekapitulasi Vn pada BTTB-0
rasio a/d
Vn
0.6
154970.04 N
0.8
143745.56 N
1
126424.13 N

Rekapitulasi Nilai Kapasitas Geser dari semua Balok Uji


rasio
0.6
% peningkatan Vn

BTTB-0
154970.04
0.00

BTTB-1
197424.39
27.40

BTTB-2
282333.07
82.19

BTTB-3
409696.10
164.37

Dari grafik diatas terlihat bahwa pada rasio penulangan yang sama yaitu a/d =
0.6 terjadi peningkatan nilai Kapasitas Geser Nominal Balok Tinggi sebesar 27.4%,
82.19% dan 164.37% berturut-turut mulai dari BTTB-1, BTTB-2 dan BTTB-3 dimana
nilai peningkatan maksimum terjadi pada tipe balok BTTB-3.
rasio
0.8
% peningkatan Vn

BTTB-0
143745.5551
0

BTTB-1
186199.8980
29.53

BTTB-2
271108.5837
88.60

BTTB-3
398471.6122
177.21

Demikian juga halnya yang terlihat pada a/d = 0.8, nilai maksimum terjadi pada
tipe balok dengan penambahan 3 tulangan geser longitudinal di tiap sisi memanjangnya
memberikan peningkatan nilai Vn sebesar 177.21% diikuti dengan peningkatan sebesar
88.6% dan 29.53% untuk balok dengan jumlah penulangan geser 2 dan 1.

BTTB-0
BTTB-1
BTTB-3

rasio
1.0
% peningkatan Vn

BTTB-0
126424.1265
0

BTTB-1
168878.4694
33.58

BTTB-2
253787.1551
100.74

BTTB-3
381150.1837
201.49

Pada rasio penulangan a/d = 1, terlihat peningkatan yang sangat signifikan


terjadi pada balok tipe BTTB-3 dan BTTB-2 dimana prosentase kenaikan Vn melebihi
100%, tepatnya 201.49% dan 100.74% sedangkan

BTTB-1 terlihat kenaikan Vn

sebesar 33.58%.
Kesimpulan dari ketiga grafik diatas adalah : bahwa dengan adanya variasi jumlah
tulangan geser longitudinal, akan berpengaruh pada besar Vs dan pada akhirnya akan
memberikan nilai Vn yang besar pula. Vn maksimum terdapat pada tipe balok BTTB-3
dengan 3 tulangan geser longitudinal.

4.3 Grafik Hubungan Pu dengan Defleksi pada tiap balok dengan a/d yang sama

Dari ketiga grafik diatas, tidak terlihat jelas hubungan antara besar Pu terhadap
Defleksi pada masing-masing balok dengan a/d yang sama. Hal ini dimungkinkan
karena kurangnya ketelitian pada saat pengujian.

4.4 Perhitungan Kekakuan Geser (Kg) Pada Balok Tinggi


Rumus umum :
Kg

Pgeser
geser

diambil contoh pada BTTB-0, dengan a/d = 0.6


dari pengujian, didapat hasil :
Pgeser
=
96350
N/mm
geser
=
1.34
mm
Pgeser
Kg
=
geser
=
35951.49 N/mm
perhitungan Kg dengan menggunakan rumus empiris :
Data Perencanaan :
L
=
1000
mm
b
=
130
mm
h
=
400
mm
d
=
340
mm
a
=
340
mm
tul
=
10
mm

f'c
fy
Ec
Es
n
As

=
=
=
=
=
=
=

25
524
4700.f'c^0.5
23500
210000
Es/Ec
8.93617

4*1/4..d2

314.29

Mpa
MPa
Mpa
Mpa

mm2

Letak garis netral


b.c3
+ n. As.c - n.As.d = 0
2
130.c3
2
c
Icr

+ 89,362 . 314,29 .c - 89,362 . 314,29 .340 = 0


=
=
=

50.038
b.c3
3
5476850

defleksi balok diantara dua titik beban :


P.a

=
24.Ec.Icr
=
13455.93
Pgeser
Kg
=
geser
=
3580.20

mm
+ n. As.(d - c)2
mm4

(3L2 - 4a2)
mm

N/mm

untuk mempermudah, perhitungan dilakukan dengan cara


pentabelan data

Balok

BTTB-0

BTTB-1

BTTB-2

BTTB-3

a
mm
204
272
340
204
272
340
204
272
340
204
272
340

BTTB-2
BTTB-3
Tabel Perhitungan Kekakuan Geser Balok Tinggi
n

As

P/2

Ec

Icr

emp

exp

Kgemp

Kgexp

8.94
8.94
8.94
8.94
8.94
8.94
8.94
8.94
8.94
8.94
8.94
8.94

mm
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04
50.04

mm2
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29
314.29

N
169350
133400
96350
202100
168500
109150
225600
194900
140100
245620
244400
166100

N
84675
66700
48175
101050
84250
54575
112800
97450
70050
122810
122200
83050

Mpa
23500
23500
23500
23500
23500
23500
23500
23500
23500
23500
23500
23500

mm4
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13
5476850.13

mm
15.85
15.88
13.46
18.91
20.06
15.24
21.11
23.20
19.57
22.98
29.10
23.20

mm
5.69
1.74
1.34
4.88
6.33
6.82
4.62
7.77
5.98
8.28
4.25
9.58

kN/mm
5343.81
4199.76
3580.20
5343.81
4199.76
3580.20
5343.81
4199.76
3580.20
5343.81
4199.76
3580.20

kN/mm
14881.37
38333.33
35951.49
20706.97
13309.64
8002.20
24415.58
12541.83
11714.05
14832.13
28752.94
8669.10

%
perbedaan
64.09
89.04
90.04
74.19
68.45
55.26
78.11
66.51
69.44
63.97
85.39
58.70

rasio
BTTB-0
0.6
14881.37
peningkatan Kgexp
%
0

BTTB-1
20706.97

BTTB-2
24415.58

BTTB-3
14832.13

39.15

64.07

-0.33

rasio
BTTB-0
0.8
38333.3
penurunan Kgexp
%
0

BTTB-1
13309.6

BTTB-2
12541.8

BTTB-3
28752.9

65.28

67.28

24.99

rasio
BTTB-0
1.0
35951.49
penurunan Kgexp
%
0

BTTB-1
8002.20

BTTB-2
11714.05

BTTB-3
8669.10

77.74

67.42

75.89

Secara teori, nilai kekakuan akan berbanding lurus dengan penambahan jumlah
tulangan geser longitudinal. Sama seperti pada point 4.3 yaitu pada grafik hubungan Pu
dengan Defleksi , nilai kekakuan yang ditunjukkan pada ketiga grafik diatas pada tiap
balok dengan Pu masing-masing pada a/d yang sama juga tidak menunjukkan hubungan
yang jelas dikarenakan kurangnya ketelitian dalam pengujian.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian mengenai Balok Tinggi yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Dari hasil perhitungan kapasitas geser pada bab sebelumnya, pengaruh
penambahan tulangan geser longitudinal sangat jelas terlihat dengan adanya
peningkatan Kapasitas Geser (Vn) dimana peningkatan yang maksimum terjadi

pada tipe balok BTTB-3. Hal ini dikarenakan semakin banyak penambahan
tulangan geser, tegangan geser yang pada awalnya hanya dipikul sengkang,
didistribusikan ke tulangan-tulangan geser yang menyebabkan peningkatan
kapasitas geser balok itu sendiri terhadap beban yang bekerja diatasnya.
2. Penambahan jumlah tulangan geser longitudinal akan mengubah perilaku balok
tinggi tersebut menjadi balok lentur, yang ditunjukkkan dengan peningkatan
regangan pada tulangan pokok (410) yang ditunjukkan pada hasil pembacaan
Strain Gauges pada a/d = 0.8 yaitu sebesar 146s pada BTTB-0, 624s pada
BTTB-1, 1053s pada BTTB-2 dan 1614s pada BTTB-3.
3. Nilai kekakuan geser yang didapat dari hasil eksperimen lebih besar bila
dibandingkan dengan nilai kekakuan geser secara empiris, hanya saja baik
secara eksperimen maupun empiris hasil perhitungan tersebut tidak dapat
memperlihatkan hubungan yang jelas antara defleksi , besarnya beban yang
diterima dan jumlah pemberian tulangan geser longitudinal karena beberapa
faktor terutama kurangnya ketelitian saat pengujian.
5.2 Saran
Agar penelitan mengenai balok tinggi selanjutnya dapat lebih baik dan
akurat, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Adanya penambahan variasi jumlah tulangan geser longitudinal sampai
batas yang diijinkan (Pmax) dan rasio a/d, penggunaan sengkang miring dan
parameter-parameter lain yang berpengaruh terhadap kapasitas geser balok
tinggi.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kuat lentur balok tinggi karena
dari hasil penelitian ini diperlihatkan perubahan perilaku balok tinggi lebih
kearah balok lentur setelah diberikan variasi penulangan geser.
3. Adanya jadwal yang terencana dengan baik agar penelitian dapat selesai
tepat pada waktunya.
4. Perhitungan Mix Design yang tepat agar diperoleh benda uji sesuai rencana
5. Material, perlengkapan dan peralatan dipersiapkan dengan baik dengan
memperhatikan kualitas dan kelayakan pakai agar mendapat hasil penelitian
yang akurat.

6. Dibutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang tinggi terutama pada saat


pengujian.
7. Persiapan yang matang baik dari mental maupun pengetahuan karena
penelitian ini tergolong penelitian yang baru dan cukup berat.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Anonim,2005,Design of Beams for Shear, Dept. of Civil Engineering


University of Pretoria

2.

Denpongpan, Thammanoon,2001, Effect of Reversed Loading on Shear


Behavior of Reinforced Concrete, Januari 2001

3.

Nawy

E.G,1990,

Beton

Bertulang

Suatu

Pendekatan

Dasar,

Eresco,Bandung
4.

Zhang, Z., C.T.Hsu, and John Moren, 2004, Shear Strengthening of


Reinforced Concrete Deep Beam using Carbon Fiber-Reinforced Polymer

Laminates,

Journal

of

Composites

for

Construction,

Vol

8,

No.5,

September/October 2004, pp.403-414.


5.

Tan, K.H., C.Y Tang, and K.Tong, 2004, Shear Strength Prediction of
Pierced Deep Beams with Inclined Web Reinforcement, Magazine of Concrete
Research, Vol.56, Issue.8, pp.443-452.

6.

Zararis, Prodromos.D., 2003, Shear Compression Failure in Reinforced


Concreted Deep Beams, Journal of Structural Engineering, Vol.129, No.4, April
2003, pp 544-553.

7.

Leong, C.L., and Tan. K.H, 2003, Proposed Revision on CIRIA Design
Equation for Normal and High Strength Concrete Deep Beams, Magazine of
Concrete Research, Vol.55 Issue.3, pp 267-278.

8.

Watanabe, Ken., Mitsuyasu Iwanami, Hiroshi Yokota, and Junichiro Niwa,


2002, Estimation of The Localized Compressive Failure Zone of Concrete by AE
Method, Proceeding of the 1st fib Congress, Osaka, Session 13, October 2002,
pp.117-124.

9.

Tan, K.H and Weng, L.W, 1999, High-strength Concrete Deep Beams with
Different Web Reinforcement under Combined Loading, Australian Conference on
the Mechanics of Structures and Materials, 8-10 December 1999, Sydney.

10.

Teng, Susanto., Fung-Kew.K., Soon-Ping. P., Lingwei W.G, and Tan K.H,
1996, Performance of Strengthened Concrete Deep Beams Predamaged in Shear,
ACI Structural Journal, Vol.93, No.2, March-April 1996, pp159-171.

11.

Winter, George and Arthur H.N,1993, Perencanaan Struktur Beton


Bertulang, Pradnya Paramita, Jakarta

12.

Departemen Pekerjaan Umum,1991, Tata Cara Perhitungan Struktur


Beton untuk Bangunan Gedung, Yayasan LPMB, Bandung.

You might also like