You are on page 1of 25

ANATOMI, FISIOLOGI, PEMERIKSAAN

HIDUNG dan SINUS PARANASAL


Kepaniteraan Klinik Bagian Telinga Hidung Tenggorokan
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun oleh :

Pembimbing :
Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp. THT

Disusun Oleh :
A. Shandy Amelia
1310.221.060

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
2014

LEMBAR PENGESAHAN

TUTORIAL KLINIK
ANATOMI, FISIOLOGI, PEMERIKSAAN HIDUNG dan SINUS
PARANASAL
Kepaniteraan Klinik Bagian Telinga Hidung Tenggorokan
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun oleh :
A. Shandy Amelia
1310.221.060

Telah disetujui dan disahkan oleh :

Dokter pembimbing

Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan tugas yang berjudul Anatomi, Fisiologi,
Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal. Makalah ini dibuat guna memenuhi
salah satu syarat kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Penulis berharap agar laporan ini juga dapat memberikan manfaat
kepada tenaga kesehatan dan instansi.
Dalam penyelesaian laporan ini, penulis banyak memperoleh bimbingan
dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak. Untuk itu,
dalam kesempatan penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1.

Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT selaku pembimbing


dalam penulisan makalah.

2.

Teman-teman

satu

departemen

ilmu

penyakit

THTselama

kepaniteraan yang telah memberikan semangat dalam pengerjaan makalah


ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan laporan ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima
semua saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan laporan ini.

Magelang, Agustus 2014

Penulis

ANATOMI
Hidung terdiri dari

a. Hidung luar
b. Hidung dalam
A.

HIDUNG LUAR

1. Pangkal hidung (Bridge) dibentuk oleh os nasal kiri dan kanan


2. Batang hidung ( Dorsum nasi)
3. Puncak hidung (Tip)
4. Ala nasi, bagian hidung yang dapat digerakkan
5. Kolumela (Pembatas lubang hidung kanan dan kiri)
6. Lubang hidung ( Nares anterior)

Tulang Hidung Luar


Terdiri dari

Tulang

: OS. Nasal, procesus frontalis os maxilla, procesus nasalis

os frontal
Tulang rawan : Kartilago nasalis lateralis superior, kartilago nasalis
lateralis inferior ( kartilago ala mayor), tepi anterior kartilago septum.

Otot M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris : untuk melebarkan
dan menyempitkan lubang hidung
B. HIDUNG DALAM
- Vestibulum : Dilapisi oleh kulit banyak kelenjar sebasea dan rambut
- Kavum nasi : Terdiri dari septum nasi dan konka
Kavum Nasi
-

Medial
Lateral
Inferior
Superior
Posterior

: Septum
: Konka
: Os. Maxilla dan os. Palatum
: Lamina Kribiformis
: Koana

- Rongga hidung/kavum nasi , berbentuk terowongan dr depan ke belakang,


dipisahkan oleh septum nasi di tengahnya kavum nasi kanan & kiri
- Lubang masuk kavum nasi bag depan nares anterior

- Lubang belakang nares posterior (koana) yg menghubungkan kavum nasi


dgn nasofaring
Septum Nasi
Merupakan dinding medial hidung, bagi cavum nasi sama besar, lurus
mulai anterior sampai posterior (koana)
Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yaitu :
Tulang
a. Lamina perpendikularis
b. Os Vomer
c. Krista nasal os maxilla
d. Krista nasal os palatina
Tulang Rawan
a. Kartilago septum
b. Kolumela

Dilapisi

- Periosteum
- Perikondrium
- Mukosa Hidung
Dinding lateral
- Konka inferior
- Konka media

- Konka superior
Konka
Terletak di lateral rongga hidung kanan dan kiri
Terdiri dari 4 konka, dari atas ke bawah
- Konka inferior

: Terbesar dan letak paling bawah

- Konka media: Lebih kecil dari konka inferior


- Konka superior: Lebih kecil dari konka media
- Konka suprema/ rudimenter

Batas rongga hidung


Inferior

: Merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os

maksilla dan os palatum


Superior

: Dibentuk oleh lamin kribriformis yang memisahkan

rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis merupakan

lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlobang lobang


tempat masuknya serabut saraf olfaktorius
Posterior

: Dibentuk oleh os sfenoid

Vestibulum
Paling anterior sejajar dengan ala nasi
Bagian yang masih dilapisi kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea
dan rambut rambut panjang ( vibrise)
Vaskularisasi
Vaskularisasi bagian depan rongga hidung
a. Arteri etmoid anterior
b. Arteri palatina mayor
c. Arteri spenopalatine
d. Arteri labial superior

Vaskularisasi bagian depan rongga hidung adalah cabang dari arteri


maxillaris
- a. Palatina mayor
- a. Sfenopalatina
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang a. facialis

Vena hidung memiliki nama yg sama & berjalan berdampingan dgn


arterinya
Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yg
berhubungan dgn sinus kavernosus

Vena hidung tdk memiliki katup mudah penyebaran infeksi sampai


ke intrakranial

Persyarafan
Depan dan atas n. Etmoidalis anterior cabang dari n. Nasosiliaris yang
berasal dari n. Oftalmikus (N. VI)
Rongga hidung n. Maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion
sfenopalatina memberikan juga persyarafan vasomotor (otonom) untuk
mukosa hidung
Fungsi penghidu n. Olfaktorius berasal dari lamina kribrosa

Mukosa Hidung

Kompleks osteo meatal ( KOM)


Merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka
media dan lamina papirasea. Struktur anatomi yang membentuk KOM
adalah :
- Prosesus Unsinatus
- Infundibulum etmoid
- Hiatus semilunaris
- Bula etmoid
- Agger nasi
- Resesus frontalis

KOM merupakan tempat ventilasi dan drenase dari sinus sinus yang
letaknya di anterior yaitu sinus maksilla, sinus etmoid anterior, frontal

FISIOLOGI
a. Fungsi respiratori
Udara inspirasi masuk ke hidung melalui nares anterior naik ke atas
setinggi konka media turun ke bawah ke arah nasofaring ( aliran udara di
hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus)
- Udara kering Humidifikasi oleh penguapan palut lendir
- Udara dingin Diatur sehingga kisaran 37C Oleh banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luasnya
(sinusoid konka yang dapat vasodilatasi dan vasokonstriksi)
b. Fungsi Penghidu
- Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut
lendir atau bila menarik nafas dengan kuat dilakukan dengan n. Olfaktorius
c. Fungsi Fenotik
- Resonansi oleh hidung penting untuk membentuk kualitas suara ketika
berbicara dengan menyanyi
- Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurangnya atau hilang
sehingga terdengar sengau (rinolalia)
- Hidung membantu proses pembentukan kata kata. Kata dibentuk oleh
lidah, bibir dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng)
rongga tertutup dan hidung terbuk, palatum mole turun untuk aliran udara.
d. Refleks Nasal
- Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
-

saluran cerna, kardiovaskular dan pernapasan


Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin. Rangsang bau
tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan paknkreas

Mekanisme bersin
Benda asing dan debu bersentuhan dan melekat pada mukosa blanket
potensial elektris dari mukosa hidung adsorpsi dari kuman dan benda
asing diubah dalam mucous blanket dikeluarkan melalui refleks
bersin
Rangsang yang memulai refleks bersin iritasi pada saluran
hidung,impuls aferennya berjalan di dalam saraf maksilaris medulla
oblongata dimana refleks ini digerakkan di sini uvula tertekan
sejumlah besar udara mengalir dengan cepat melalui hidung dan mulut
membersihkan saluran hidung dari benda asing.
Mekanisme penciuman
Bernafas biasa Membawa odoriferosa (pembentuk bau) harus dilarutkan
dapat dideteksi oleh reseptor penghidu Mencapai reseptor dengan berdifusi
Mengendus:>> molekul odoriferosa berkontak dengan reseptor
olfaktorius Molekul harus dilarutkan agar terdeteksi oleh res penghidu
Pengikatan suatu molekul odoriferosa ke tempat perlekatan
khusus di silia Pembukaan saluran Na+-K+ Depolarisasi potensial
reseptor Potesial aksi

di serat aferen(tergantung konsentrasi

molekul zat kimia yang terstimulasi) Serat aferen berjalan melalui


lubang halus di lempeng kribifor os. Etmoid

PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG


ANAMNESA
Keluhan utama atau kelainan di hidung :
-

Sumbatan hidung

terus menerus? Hilang timbul? Satu/kedua lubang hidung? Bergantian?


Riwayat

kontak

dgn

alergen?

Obat

tetes

hidung

Perokok/minum alkohol? Mulut & tenggorokan kering?


-

Sekret di hidung dan tenggorokan

dekongestan?

satu/kedua rongga hidung? Konsistensi? Bau? Nanah/darah? Pagi


hari/waktu-waktu tertentu? Turun ke tenggorokan?
-

Bersin :
berulang-ulang? Setelah menghirup apa? Gatal di hidung, mata,
tenggorokan, telinga?

Rasa nyeri di daerah wajah dan kepala

Nyeri di dahi/pangkal hidung/pipi/tengah kepala?


-

Pendarahan dari hidung

satu/kedua lubang hidung? Sudah berapa kali? Mudah dihentikan dengan


memencet hidung? Riw trauma hidung/wajah? Penyakit kelainan darah?
HT? Pemakaian obat antikoagulan?
-

Gangguan penghidu :
hilangnya penciuman? Berkurangnya penciuman? Riw infeksi hidung,
sinus, trauma kepala? Sudah berapa lama seperti ini?

PEMERIKSAAN LUAR
Inspeksi

Ada deviasi atau depresi tulang hidung

Apakah ada pembengkakan di daerah hidung

Palpasi

Krepitasi tulang hidung

Nyeri tekan pada peradangan hidung

PEMERIKSAAN DALAM
1. Rinoskopi anterior
Cara pemakaian spekulum :
-

Spekulum dimasukkan ke dalam rongga hidung secara hati-hati dan


dibuka setelah spekulum ada di dalam

Waktu mengeluarkannya jangan ditutup dulu di dalam agar bulu hidung


tidak terjepit
Alat :

Spekulum hidung, head lamp

Yang dinilai

Vestibulum hidung

Septum terutama bagian anterior

Konka inferior

Konka media

Konka superior

Meatus sinus paranasal

Mukosa rongga hidung

Mukosa
normal merah muda, apakah pucat , kebiruan, merah
Septum
biasanya di tengah, apakah ada deviasi, krista, spina, perforasi, hematom,
abses, dll
Konka
besarnya normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi
Sekret
banyaknya, sifatnya, lokalisasinya
Massa
polip & tumor
2. Rinoskopi posterior
Cara Pemeriksaan :
-

Kaca nasofaring dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk mencegah


udara pemanasan mengembun pada kaca

Suhu kaca dites dengan menempelkan kulit belakang tangan kiri


pemeriksa

Lakukan anestesi dengan lidocain

Pasien diminta membuka mulut, , lidah 2/3 anterior ditekan dengan spatula
lidah

Pasien bernafas melalui mulut

Kaca nasofaring (menghadap ke atas) dimasukkan sampai di bawah uvulanasofaring

Pasien bernafas melalui hidung

Uvula akan turun kembali & rongga nasofaring terbuka kembali

Alat :
-

Spatula lidah, kaca nasofaring, lampu spiritus

SINUS PARANASAL
Sinus maksillaris
Sinus Frontal
Sinus Etmoid
Sinus Sfenoid

A.

SINUS MAXILLARIS

Bentuk: piramid
Ukuran: Merupakan sinus yang terbesar. Saat lahir bervolume 6 8 ml, kemudian
berkembang mencapai ukuran maksimal 15 ml saat dewasa.
Batas:
-

Dinding anterior

: permukaan fasial os maksila yang disebut fosa

kanina
Dinding posterior
Dinding medial
Dinding superior
Dinding inferior

: permukaan infra-temporal maksila


: dinding lateral rongga hidung
: dasar orbita
: prosesus alveolaris dan palatum

Ostium: sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus


semilunaris melalui infundibulum etmoid
Segi klinis:
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1, M2), kadang juga gigi taring (C) dan
molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi ke orbita

Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenase hanya tergantung gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan jika terjadi pembengkakan di sini dapat menghalangi drenase
sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis

B.

SINUS FRONTAL

Letak: di os frontal
Bentuk: sinus frontal kanan dan kiri tidak simetris dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai 1
sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran:
-

Tinggi : 2,8 cm
Lebar : 2,4 cm
Dalam : 2 cm

Ostium:
Ostiumnya terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid

Segi klinik:
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar

C.

SINUS ETMOID

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat menjadi fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya
Letak: di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka
media dan dinding medial orbita.
Bentuk: piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Di dalamnya beronggarongga seperti sarang tawon.
Ukuran:
-

Anterior posterior : 4-5 cm


Tinggi : 2,4 cm
Lebarnya : 0,5 cm di anterior dan 1,5 cm di posterior

Dibagi jadi 2 berdasar letak:

Sinus etmoid anterior


Letaknya di depan lamina basalis
Bermuara ke meatus medius
Sel-selnya kecil dan banyak
Sinus etmoid posterior
Letaknya di depan lamina basalis
Bermuara di meatus superior
Sel-selnya lebih besar dan sedikit
Batas:
Atap (fovea etmoidalis) : lamina kribrosa
Dinding Lateral : lamina papirasea yang sangat tipis yang membatasi sinus
etmoid dengan rongga orbita
Bagian belakang sinus etmoid posterior : sinus sfenoid
Segi klinik:
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian sempit disebut resesus
frontal yang berhubungan dengan sinus frontal dan terdapat juga suatu
penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya sinus
maksila. Pembekakan atau peradangan di resesus frontal sinusitis
frontal, di infundibulum sinusitis maksila.

D.

SINUS SFENOID

Letak: di dalam os sfenoid, di belakang sinus etmoid posterior


Bentuk: dibagi 2 oleh sekat yang disebut septum intersfenoid
Ukuran:
Lebar : 1,7 cm
Tinggi : 2 cm
Dalam : 2,3 cm
Volume : 5 -7,5 ml
Batas:
Superior : fosa serebri media dan kelenjar hipofisa
Inferior : atap nasofaring
Lateral : sinus kavernosus dan a. Karotis interna
Posterior : fosa serebri posterior di daerah pons
FISIOLOGI SINUS PARANASAL
SEBAGAI PENGATUR KONDISI UDARA
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi.
SEBAGAI PENAHAN SUHU (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi


orbita, dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
MEMBANTU KESEIMBANGAN KEPALA
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka.
MEMBANTU RESONANSI SUARA
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara.
PEREDAM PERUBAHAN TEKANAN UDARA
Fungsi ini berjalan jika ada perubahan yang besar dan mendadak, misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus
MEMBANTU PRODUKSI MUKUS
Mukus yang dihasilkan sinus memang jumlahnya kecil dibanding mukus
dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut
masuk dengan udara ekspirasi karena mukus ini keluar dari meatus
meditus, tempat yang paling stategis
PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL
- Inspeksi dari luar
- Palpasi
- Transiluminasi
- Pemeriksaa radiologi
- Sinuskopi

Inspeksi
Yang diperhatikan

adalah

adanya

pembengkakan

pada

muka.

Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna


kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu sinusitis maksilaris akut.
Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu sinusitis

frontalis akut.
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya

sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu pada
bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan

di daerah kantus medius.


Transiluminasi

Untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas

pemeriksaan radiologik tidak tersedia.


Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang

pada pemeriksaan transiluminasi.


Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan
bentuk kedua sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang
berarti sinus berkembang dengan baik dan normal, sedangkan gambaran

yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak berkembang.


Digunakan lampu khusus sebagai sumber cahaya, pada ruangan gelap.
Px sinus maxila:
Dimasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir dikatupkan
sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi, setelah beberapa menit tampak

daerah orbita terang seperti bulan sabit.


Mulut pasien diminta untuk dibuka lebar-lebar, lampu ditekan pada margo
inferior orbita ke arah inferior, cahaya yg memanjar ke depan ditutup dgn
tangan kiri. Hasilnya sinus maksila normal bila palatum durum
homolateral berwarna terang.
Px sinus frontal: lampu diletakkan didaerah bawah sinus frontal dekat
kantus medius dan di daerah sinus frontal tampak cahaya terang.

Pemeriksaan radiologi
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan
pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A,

dan lateral.
Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,

frontal, dan etmoid.


Posisi posterior anterior untuk menilai sinus frontal
Posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal
adalah pemeriksaan CT-scan.

Pemeriksaan sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop
dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa

kanina.
Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret,
polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan
mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.
PERTANYAAN TUTORIAL KLINIK ANATOMI dan
PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL

1. Pertanyaan Satrio

: Kenapa sinusitis sering terjadi pada sinus

maksilaris ?
Secara anatomi dari sinus maksilaris letaknya berdekatan dengan akar gigi
rahang atas yang menonjol ke dalam sinus sehingga jika gigi berlubang
dan terjadi infeksi dapat mudah naik ke dalam sinus yang akhirnya dapat
menyebabkan infeksi pada sinus yang disebut sinusitis.
2. Pertanyaan Ni putu : Bagaimana cara memeriksa

fisik

untuk

mendiagnosis sinusitis sfenoid ?


Secara anatomi dari sinus sfenoid yang letaknya di tulang sfenoid di
belakang sinus etmoid posterior maka sulit untuk dilakukan pemeriksaan
fisik. Jadi untuk menegakkan diagnosis sinusitis sfenoid dapat dilakukan
dengan anamnesis yakni nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola
mata dan daerah mastoid. Selain itu juga dapat dinilai dari foto rontgen
posisi lateral.
3. Pertanyaan Rezki Tiresa

: Terdapat sinus yang berkembang sejak usia

anak-anak dan sinus tersebut dapat berkembang tidak sempurna. Jelaskan


bagaimana bisa terjadi ?
Sinus merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Jenis Pneumatisasi ada 3 yaitu 1)
Pneumatik (sinus yang berkembang sempurna), 2) Diploid (Penggabungan
antara pneumatik dan sklerotik), dan 3) Sklerotik. Pada anak yang
perkembangan sinusnya tidak sempurna bisa digolongkan dalam proses
yang diploid atau sklerotik. Sklerotik terjadi akibat terjadinya infeksi pada
sinus sehingga rongga lama kelamaan akan digantikan oleh jaringan
sklerotik sehingga sinus tidak berkembang sempurna.

4. Pertanyaan Nafish

: Bagaimana mekanisme terjadinya sinusitis yang

dikarenakan adanya septum deviasi ?


Dengan adanya septum deviasi maka mukosa dari bagian septum yang
berdekatan akan menekan kearah lateral konka dan mukosa yang bagian
lateral. Pada konka terdapat ostium dari sinus-sinus paranasal sehingga,
septum deviasi itu akan menyebabkan ostium tertutup dan drainase serta

ventilasi sinus terganggu. Dengan adanya ganggu stasis aliran pada rongga
sinus akan menyebabkan mudah berkembangnya bakteri maka dapat
terjadi sinusitis.
5. Pertanyaan Fikri

: Apa komplikasi dari tindakan Cadwell Luc dan

FESS?
Komplikasi dari tindakan
a. Caldwell Luc
Fisteloantral
Trauma nervus infraorbital
Trauma akar gigi
b. FESS
Jika mengenai lamina papiracea gangguan pada cavum
orbita (hematom orbita, kebutaan, trauma duktus nasolakrimal,

epifora)
Jika mengenai lamina kribosa trauma pada basis cranii,

trauma otak
6. Pertanyaan Wangsid : Mengapa Antihistamin di kontraindikasikan pada
terapi sinusitis?
Antihistamin tidak diberikan pada sinusitis yang penyebabnya bukan
alergi karena dapat menyebabkan sekret semakin mengental dan
memperparah sinusitis. Antihistamin hanya diberikan jika penyebabnya
alergi seperti rhinosinusitis.

You might also like