Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing
Disusun Oleh :
Muhammad Taufiq Hidayat S.Ked
030.09.160
Nama
NIM
Fakultas
:
:
:
Judul
Bagian
:
:
Pembimbing :
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD Kota Bekasi
Pembimbing
Penulis
BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. RA
Umur
: 10 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku bangsa
: Jawa
Alamat
: Jl. Arijuna Raya, Duren Jaya
Tanggal MRS
: 16 Juni 2015,
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ibu pasien pada hari Senin
tanggal 17 Juni 2015 di bangsal anak ruang Melati-15.
Keluhan Utama :
Sesak setengah jamm sebelum masuk RS
Keluhan Tambahan :
Batuk-batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan umur 10 tahun datang ke UGD RSUD Bekasi pada tanggal 17
juni 2015 dengan keluhan sesak setengah jam sebelum masuk RS. Sesak dirasakan tibatiba datang, sebelumnya sempat di bawa ke RS lain dan sempat di uap tapi tidak ada
perbaikan dan akhirnya di rujuk ke sini. Sebelumnya pasien sering mengalami hal
serupa dan pasien mempunyai riwayat asma. Serangan sesak timbul saat malam hari,
keadaan stress, debu, kecapean dan pertama kali ketika umur 6 bulan biasa nya sesudah
di uap sesak menghilang. Pasien mengakui sesak yang sekarang ini adalah yang paling
berat, posisi duduk sangat membantu mengurangi sesak pasien dan saat di rawat di RS
sesak sempat timbul lagi 3 kali. Selain sesak juga pasien mengeluhkan batuk berdahak
berwarna putih. Pasien tidak memelihara binatang berbulu di rumahnya seperti kucing
atau anjing.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Memiliki riwayat Asma sejak umur 6 bulan
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah pasien memiliki riwayat Asma seperti pasien tetapi sudah meninggal karena
stroke.
.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN
KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
Nasi tim
+
+
Ulangan (umur)
6 bulan
4 bulan
6 tahun
-
18 bulan
6 bulan
5 tahun
18 bulan
5 tahun
Riwayat Keluarga :
Nama
Perkawinan ke
Umur
Keadaan kesehatan
Ayah
Tn. T
Pertama
60
Meninggal
Ibu
Ny. M
Pertama
55
Baik
Anak pertama
An. RA
3
10 tahun
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada An. Ra pada tanggal 17 Juni 2015 di bangsal anak ruang Melati-15.
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Tanda vital
Kesadaran
: compos mentis
Frekuensi nadi
: 125 x/menit
Tekanan darah
: Tidak dilakukan
Frekuensi pernapasan
: 25 x/menit
Suhu tubuh
: 36,2 oC
Data antropometri
Berat badan
: 35 kg
Tinggi badan
: 140 cm
Status gizi
Berdasarkan kurva CDC usia 2-20 tahun:
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: normocephali
: rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata
: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor, RCL +/+, RCTL +/+
: normotia, membran timpani intak, serumen -/-,
otorrhea -/: bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/: Tampak bercak putih di pipi bagian dalam kanan
3 buah
Leher
KGB
: tidak membesar
Kelenjar tiroid
: tidak membesar
Thorax
Inspeksi
: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi
: Vocal vremitus simetris
Perkusi
: Sonor kedua lapang paru
Auskultasi
o Pulmo
: suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing +/+
saat ekspirasi dan inspirasi
o Kardio
: bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop
Abdomen
Inspeksi
: perut datar, distensi (-), jejas (-)
Auskultasi
: bising usus 3x/menit
Palpasi
: supel, bising usus (+), organomegali (-)
Perkusi
: timpani, shifting dullness ()
Kulit
: Turgor baik, ptechiae (-),
Genitalia Eksterna
: tidak tampak kelainan
Ekstremitas :
Superior
Inferior
Dextra
Sinistra
Dextra
Sinistra
Akral
Hangat
Hangat
Hangat
Hangat
Sianosis Edema
Tonus
Normo
Normo
Normo
Normo
Trofi
Normo
Normo
Normo
Normo
Motorik 5555
5555
5555
5555
Sensorik +
+
+
+
7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah 16/6/15
Jenis Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
Darah rutin
Leukosit
11,5
Hemoglobin
13,4
Hematokrit
38,2
Trombosit
349
Tanggal 17/6/15
Jenis Pemeriksaan
Darah rutin
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
Index eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Glukosa
darah
Satuan
Nilai Normal
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL
5-10
11-14,5
37-47
150-400
Hasil
Satuan
Nilai Normal
8,1
12,9
36,3
319
4,56
ribu/uL
g/dL
%
ribu/uL
Juta/uL
5-10
11-14,5
37-47
150-400
4-5
29,7
28,3
35,5
113
Fl
Pg
%
75-87
24-30
31-37
60-110
139
4,5
99
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
135-145
3,5-5,0
94-111
sewaktu
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Rongten : PA 16/6/15
Kesan : corakan bertambah, lebih lucent atau hitam parunya dan costa lebih
datar.
RESUME
Pasien perempuan umur 10 tahun dengan keluhan sesak setengah jam sebelum
masuk RS. Sesak dirasakan tiba-tiba datang, sebelumnya sempat di uap tapi tidak ada
perbaikan dan akhirnya di rujuk ke sini. Sebelumnya pasien sering mengalami hal
serupa dan pasien mempunyai riwayat asma. Serangan sesak timbul saat malam hari,
keadaan stress, debu, kecapean dan pertama kali ketika umur 6 bulan biasa nya sesudah
di uap sesak menghilang. Pasien mengakui sesak yang sekarang ini adalah yang paling
berat, posisi duduk sangat membantu mengurangi sesak pasien dan saat di rawat di RS
sesak sempat timbul lagi 3 kali. Selain sesak juga pasien mengeluhkan batuk berdahak
berwarna putih. Pasien tidak memelihara binatang berbulu di rumahnya seperti kucing
atau anjing. Ayah pasien memiliki riwayat asma seperti pasien. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan paru saat auskultasi wheezing pada kedua lapang paru saat ekspirasi maupun
inspirasi. Pada pemeriksaan lab Leukositosis ringan (lab tanggal 16/6/15), Hematokrit
menurun (lab tanggal 17/6/15) dan Glukosa darah sewaktu meningkat (lab tanggal
18/6/15). Untuk hasil rongten corakan bertambah, lebih lucent atau hitam parunya dan
costa lebih datar.
DIAGNOSIS KERJA
Asma bronkial episodik persisten serangan sedang
9
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
Tirah baring
Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
Medikamentosa
- IVFD KaEn 3b 12 tpm
- Ambroxol 3x1 Cth
- Inhalasi/8jam (ventolin 1amp/jam dan Nacl 2cc)
PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia ad bonam
As fungsionam
: Dubia ad bonam
Ad sanationam
: Dubia ad malam
FOLLOW UP
Tanggal S
17/6/15 Batuk
O
TTV: Suhu 36,2C,
berdahak (+),
dahak sulit
RR 25 x/menit
keluar.
Sesak pada
jam 03.00
pagi, sesak
dirasa berat
sekali.
sedang, pasien
keadaan tenang
Mata: konjungtiva
A
Asma
bronkial
episodik
persisten
serangan
sedang
P
-
IVFD KaEn 3b
12 tpm
Ambroxol 3x1
Cth
Inhalasi/8jam
(ventolin
1amp/jam dan
Nacl 2cc)
anemis -/Thoraks:
Cor: S1-S2 reguler,
murmur -, gallop
Pulmo: SN
Vesikuler, rhonki
-/-, wheezing +/+
saat ekspirasi dan
inspirasi
Abdomen: supel,
10
BU (+) 3x/menit,
nyeri tekan
abdomen -, hepar
dan lien tidak teraba
membesar, shifting
dullness
18/6/15
Batuk
Ekstremitas: akral
hangat, oedem -/-,
CRT <2
Suhu 36,2C, Nadi
berdahak (+),
96 x/menit, RR 24
dahak warna
x/menit
putih, sekali
keluar kurang
sedang, pasien
lebih
keadaan tenang
sebanyak
Mata: konjungtiva
setengah
anemis -/-
sendok
Thoraks:
makan.
Sesak pada
murmur -, gallop
jam 04.30
Pulmo: SN
pagi, sesak
Vesikuler, rhonki
dirasa berat
sekali sama
seperti
inspirasi
sebelumnya.
Abdomen: supel,
Nyeri dada
BU (+) 3x/menit,
saat serangan.
nyeri tekan
Pusing (+)
abdomen -, hepar
Asma
bronkial
episodik
persisten
serangan
sedang
11
BAB II
ANALISA KASUS
12
Penegakan diagnosis pada pasien ini adalah Asma bronkial episodik persisten
serangan sedang berdasarkan anamnesis dan fisik serta dibantu pemeriksaan rongten.
Pada anamnesis adnya keluhan sesak nafas dengan adanya suara bunyi ngik serta
adanya factor-faktor yang memicu timbulnya asma seperti stress dan kecapean. Sesak
di rasakan pasien sangat berat hingga mengganngu aktivitas nya. Ketika sesak pasien
membuat dirinya agar lebih ringan sesaknya dengan posisi duduk. Pada kriteria
klasifikasi asma sangat sesuai dengna derajat persisten sedang sesuai klinis yang
ditemukan. Pada rongten torak telihat lapang paru lebuh lucent dan costa datar ini
menandakan masih banyak udara yang terjebak di dalamnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
1. Definisi
Menurut United States National Tuberculosis Association 1967, asma
bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan berupa kesukaran
bernapas yang disebabkan oleh penyempitan dari saluran napas. Penyempitan
saluran napas ini bersifat dinamis, dan derajat penyempitan dapat berubah, baik
secara spontan maupun karena pemberian obat, dan kelainan dasarnya merupakan
gangguan imunologi.(2)
Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi,
dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara
bertahap, perlahan-lahan, dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula
terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat
obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, edema dinding bronkus,
produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga obstruksi
maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi
saluran napas.(2)
2. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi
dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma
bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian.
Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma
bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai
belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan
kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial
sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita
dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%.(3)
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi)
dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial
atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti
14
debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan
produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi
tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks
antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar
monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan
sebesar 60-70%.(3)
3. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi
pencetus asma:
1.
pemicu
yang
mengakibatkan
bronkokonstriksi
termasuk
15
atau
mulut seperti
serbuk
Karakteristik
Gejala siang
2
3
4
5
Terkontrol
Terkontrol
parsial
> 2x / minggu
Ada
Ada
Tidak
Terkontrol
3 atau lebih
keadaan
terkontrol
parsial*
> 2x / minggu
*secara definisinya, bila terjadi eksaserbasi maka disebut sebagai asma tidak terkontrol.
**tanpa pemberian bronkodilator, pemeriksaan fungsi paru tidak dapat digunakan pada anak usia 5
tahun.
16
golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure)
terhadap allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini
biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe
mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga
rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic
maupun ekstrinsik.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:
1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
17
5. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.(4)
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam
jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya
pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
18
Otot
polos
yang
menghubungkan
cincin
tulang
rawan
akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri,
keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas
tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.(4,5)
19
20
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total.
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu
napas.(7)
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.(7)
6. Manifestasi klinik
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi
mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan.
Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan
sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat
atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita
dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada
sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak
di daerah retrosternal. Mengi (wheezing) terdengar terutama waktu ekspirasi.(2)
Suara mengi ini sering kali dapat didengar dengan jelas tanpa menggunakan
alat. Keadaan ini tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar-masuk
paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, mengi
(wheezing) akan terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali. Sedang batuk
hampir selalu ada, bahkan sering kali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu,
makin kental dahak akan memberikan keluhan sesak napas yang lebih berat, apalagi
penderita mengalami dehidrasi.(2)
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain yang
21
menyertai sesak napas berat ialah pergerakan cuping hidung yang sesuai dengan
irama pernapasan, otot bantu pernapasan ikut aktif dan penderita tampak gelisah.
Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), selain karena sesak napas
mungkin pula karena rasa takut. Pada fase permulaan sesak napas akan diikuti
dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik.
Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena
menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu
terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130 kali/menit, karena
peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda hipoksemia
tetap ada (PaO2 <60 mmHg) diikuti dengan hiperkapnia (PaCO2 <45 mmHg),
asidosis respiratorik, sianosis, gelisah, kesadaran menurun, papiledema dan pulsus
paradoksus, berarti asma makin memberat.(2)
Pada perkusi dada, suara napas normal sampai hipersonor. Pada asma ringan
letak diafragma masih normal, dan menjadi datar serta rendah pada asma berat.
Suara vesikuler meningkat, disertai ekspirasi memanjang. Kalau ada sekret,
terdengar ronki kasar waktu inspirasi dan tumpang tindih dengan wheezing waktu
inspirasi. Suara napas tambahan yang bersifat lokal, mungkin menunjukkan ada
bronkiekstasis atau pneumonia dan kadang-kadang karena atelektasis ringan.(2)
7. Diagnosis
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang
bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.
nilai
diagnostik.(8)
RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
2. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
22
23
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).(8)
a. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai
yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai
rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.(8)
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
-
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
24
lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat
obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan
dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak
diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.(8)
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2
cara:
-
sebagai asma.
APE malam - APE pagi
Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %
1/2 (APE malam + APE pagi)
-
Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE
pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan
dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).(8)
gangguan
dengan
penyempitan
jalan
napas
seperti
PPOK,
sehingga
dapat
dilaksanakan
kontrol
lingkungan
dalam
penatalaksanaan.(8)
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang
tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun
negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan
hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik
dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain
dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan
lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis
alergi/ atopi.(8)
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
26
Penyuluhan
Pengendalian emosi
Pemakaian oksigen.(9)
2. Pengobatan medikamentosa
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta
mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan
pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan
pelega.(8)
1. Antiinflamasi (pengontrol)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat
pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Leukotrien modifiers
27
Lain-lain.(8)
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan
merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan
gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran
napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi remodelling saluran napas.
Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.(8)
Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi
diketahui merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator
dari sel mast. Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada
asma persisten ringan. Studi klinis menunjukkan pemberian sodium kromoglikat
dapat memperbaiki faal paru dan gejala, menurunkan hiperesponsif jalan napas
walau tidak seefektif glukokortikosteroid inhalasi. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu
pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. Efek samping
umumnya minimal seperti batuk atau rasa obat tidak enak saat melakukan inhalasi.(8)
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Pada dosis yang sangat rendah efek antiinflamasinya minim
pada inflamasi kronik jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek pada
hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan
pada serangan asma berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan
bersama/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika dibutuhkan.(8)
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Seperti lazimnya agonis
beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator
dari sel mast dan basofil. Kenyataannya pada pemberian jangka lama, mempunyai
28
efek antiinflamasi walau kecil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang diberikan
jangka lama mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor.
Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja lama, menghasilkan efek bronkodilatasi
lebih baik dibandingkan preparat oral.(8)
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi. Mekanisme
kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrin
(contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada sel
target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut
menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat
alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai
efek antiinflamasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa penambahan leukotriene
modifiers dapat menurunkan kebutuhan dosis glukokortikosteroid inhalasi penderita
asma persisten sedang sampai berat, mengontrol asma pada penderita dengan asma
yang tidak terkontrol walau dengan glukokortikosteroid inhalasi.(8)
29
30
31
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin.(8)
33
34
Tabel 3. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
Berdasarkan derajat berat asma
Asma Intermiten
Termasuk pula dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan
alergen, asmanya kambuh tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal.
Demikian pula penderita exercise induced asthma atau kambuh hanya bila cuaca
buruk, tetapi di luar pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru
normal.(8)
Serangan berat umumnya jarang pada asma intermiten walaupun
mungkin terjadi. Bila terjadi serangan berat pada asma intermiten, selanjutnya
penderita diobati sebagai asma persisten sedang.(8)
Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika
dibutuhkan, atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan
alternatif kromolin atau leukotriene modifiers; atau setelah pajanan alergen
dengan alternatif kromolin. Bila terjadi serangan, obat pilihan agonis beta-2
kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi
teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau antikolinergik
35
membutuhkan
pelega/
bronkodilator
lebih
dari
4x/
sehari,
36
singkat. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah
menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol. (8)
sebagai
tambahan
terapi
selain
kombinasi
terapi
yang
lazim
(glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja lama inhalasi). Jika sangat
dibutuhkan, maka dapat diberikan glukokortikosteroid oral dengan dosis
seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose pagi hari untuk
mengurangi efek samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada
pengobatan jangka lama untuk mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid
inhalasi adalah menghasilkan efek samping sistemik yang sama dengan
pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal dan menimbulkan efek
samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak dianjurkan untuk
memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar serangan/ stabil
atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang. (8)
Indikator asma tidak terkontrol
a. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
b. Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut
c. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau
exercise-induced asthma). (8)
37
Dosis Harian
Rendah (g)
Dosis Harian
Sedang (g)
Dosis Harian
Tinggi (g)
Beclomethasone
dipropionate
CFC
200-500
>500-1000
>1000-2000
Beclomethasone
dipropionate
HFA
100-250
>250-500
>500-1000
Budesonide
200-400
>400-800
>8--0-1680
Ciclesonide
80-160
>160-320
>320-1280
Flunisolide
500-1000
>1000-2000
>2000
38
Fluticazone
propionate
Mumetasone fuoat
Triamcinolone
acetonide
100-250
>250-500
>500-1000
200
400
>800
400-1000
>1000-2000
>2000
Dosis Harian
Rendah (g)
Dosis Harian
Sedang (g)
Dosis Harian
Tinggi (g)
Beclomethasone
dipropionate
100-200
>200-400
>400
Budesonide
100-200
>200-400
>400
Budesenide neb
250-500
>500-1000
>1000
Ciclesonide
80-160
>160-320
>320
Flunisolide
500-750
>750-1250
>1250
Fluticazone
propionate
100-200
>200-500
>500
Mumetasone
fuoat
100
>200
>400
400-800
>800-1200
>1200.(10)
Triamcinolone
acetonide
39
40
41
2030x/menit
<100x/menit
100120x /menit
+/- 10-20
Keadaan
Mengancam jiwa
-
>30x/menit
Mengantuk,
gelisah, kesadaran
menurun
-
>120x menit
Bradikardia
42
paradoksus
Otot bantu
napas dan
retraksi
suprasternal
Mengi
APE
PaO2
PaCO2
SaO2
10 mmHg
-
mmHg
+
>25 mmHg
+
Kelelahan otot
Torakoabdominal
paradoksal
Akhir
ekspirasi
paksa
> 80 %
> 80 mmHg
Akhir
ekspirasi
Inspirasi dan
ekspirasi
Silent chest
60-80 %
< 60%
80-60
< 60 mmHg
mmHg
< 45 mmHg < 45 mmHg
> 45 mmHg
> 95 %
91-95 %
< 90 %
Tabel 6. Klasifikasi berat serangan asma akut
Pengobatan
Terbaik :
Inhalasi agonis -2
Alternatif :
Kombinasi oral agins -2 dan
teofilin
Tempat Pengobatan
Di rumah
SEDANG
Jalan jarak jauh timbulkan
gejala
Bicara beberapa kata dalam
satu kali nafas
Nadi 100-120 x/ menit
APE 60-80 %
Terbaik:
Nebulisasi agonis -2 tiap 4
jam
Alternatif :
- Agonis -2 subkutan
- Aminofilin IV
- Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK
UGD/RS
Klinik
Praktek dokter
Puskesmas
Di praktek
dokter/klinik/puskesmas
MENGANCAM JIWA
Kesadaran berubah/menurun
Gelisah
Sianosis
Terbaik :
Nebulisasi agonis -2 tiap 4
jam
Alternnatif :
- Agonis -2 SK/IV
- Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK
Aminofilin bolus dilanjutkan
drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
Seperti serangan akut berat
Pertimbangkan intubasi dan
ventilasi mekanis
UGD/RS
Klinik
UGD/RS
ICU
43
Gagal nafas
44
dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi atopi, bahkan
makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada nutrisi ibu dan
fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat direkomendasikan untuk
dilakukan.
Periode postnatal Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin
dilakukan terutama difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu
sapi, telur, ikan, kacang-kacangan. Sebagian besar studi menunjukkan mengenai hal
tersebut, menunjukkan hasil yang inkonklusif (tidak dapat ditarik kesimpulan). Dua
studi dengan tindak lanjut yang paling lama menunjukkan efek transien dari
menghindari makanan berpotensi alergen dengan dermatitis atopik. Dan tindak
lanjut lanjutan menunjukkan berkurangnya bahkan hampir tidak ada efek pada
manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya menghindari
alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh hasil. Bahkan perlu
dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko menimbulkan gangguan tumbuh
kembang.
Diet menghindari antigen pada ibu menyusui risiko tinggi, menurunkan
risiko dermatitis atopik pada anak, tetapi dibutuhkan studi lanjutan.
Menghindari aeroelergen pada bayi dianjurkan dalam upaya menghindari
sensitisasi. Akan tetapi beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa menghindari
pajanan dengan kucing sedini mungkin, tidak mencegah alergi; dan sebaliknya
kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing kenyataannya mencegah alergi
lebih baik daripada menghindari binatang tersebut. Penjelasannya sama dengan
hipotesis hygiene, yang menyatakan hubungan dengan mikrobial sedini mungkin
menurunkan penyakit alergik di kemudian hari. Kontroversi tersebut mendatangkan
pikiran bahwa strategi pencegahan primer sebaiknya didesain dapat menilai
keseimbangan sel Th1dan Th2, sitokin dan protein-protein yang berfusi dengan
alergen.
Pencegahan primer di masa datang akan berhubungan imunomodulasi
menggunakan sel Th1 ajuvan, vaksin DNA, antigen yang berkaitan dengan IL-12
atau IFN-, pemberian mikroorganisme usus yang relevan melalui oral
(berhubungan dengan kolonisasi flora mikrobial usus). Semua strategi tersebut
masih sebagai hipotesis dan membutuhkan penelitian yang tepat.
45
mendapatkan
gangguan
mengi
dalam
tahun
pertama
Pencegahan sekunder
Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah yang
sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai
pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak
dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi
dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma.
Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan
alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah
dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari
gejala daripada jika pajanan terus berlangsung.
Pencegahan Tersier
Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan
11. Prognosis
46
Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai
komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan
definisi. Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan
didapatkan bahwa asma pada anak menetap sampai dewasa sekitar 26% - 78%.(11)
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih
baik, kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis
atopik yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan
kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma
yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith
menemukan 50% dari penderitanya mulai menderita asma sewaktu anak. Karena itu
asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu serta diharapkan akan hilang
sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi dan dapat pula mengakibatkan
kematian.(11)
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Mayoclinic. Asthma. Available at: http://www.mayoclinic.com/health/asthma/DS00021.
Accessed on June 22th, 2015
2. Santi.
Asma
Bronkial.
Available
at:
48