You are on page 1of 49

PEMICU 2

PERPINDAHAN KALOR SECARA KONVEKSI

Disusun Oleh:
KELOMPOK 10
Andrea Rizky Sabrina H

(1306446345)

Grano Prabumukti

(1306392885)

Julianto

(1306370682)

Mega Puspitasari

(1306370713)

Nadia Huda Apriliani

(1306370474)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, APRIL 2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah membimbing kami semua, para penyusun, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang hasil diskusi kami mengenai perpindahan
kalor konveksi alamiah dan paksa. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Terima kasih
kepada dosen mata kuliah Perpindahan Kalor yang telah membimbing kami
semua serta kepada pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu atas
dorongan yang telah diberikan baik dalam bentuk moral maupun dalam bentuk
material.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
terdapat kesalahan-kesalahan dalam makalah ini. Saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah-makalah kami
berikutnya yang lebih mendekati sempurna.

Depok, 15 April 2015

ii

Penulis

ii

Daftar Isi
Kata Pengantar

Daftar Isi

ii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Problem Statement

1.3 Informasi yang diperlukan

ii

Bab 2 Landasan Teori


3
2.1 Konveksi Alami
3
2.1.2 Bilangan Tak Berdimensi
3
2.1.2.1 Plat dan Silinder Vertikal
3
2.1.2.2 Silinder Horizontal
6
2.1.2.3 Vertikal Horizontal
6
2.2 Konveksi Paksa
7
2.2.1 Heat Exchanger
7
2.2.1 Sistem Kapasitas Kalor Tergabung
8
2.2.2 Metode LMTD
8
2.2.2.1 Metode LMTD pada Heat Exchanger Parallel Flow 8
2.2.2.2 Metode LMTD pada Heat Exchanger Counter Flow 9
2.2.3 Metode NTU-efektivitas
9
2.2.3 Faktor Pengotoran (Fouling Factor)
11
Bab 3 Pembahasan
13
3.1 Contoh Kasus
13
3.2 Perhitungan
16
Bab 4 Penutup
42
4.1 Kesimpulan
42
Daftar Pustaka
44

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perpindahan kalor konveksi adalah perpindahan kalor melalui suatu fluida
yang diikuti dengan perpindahan fluida yang membawa kalor. Perpindahan
kalor konveksi bergantung pada berbagai variabel yaitu viskositas fluida,
konduktivitas termal pernghantar, kalor spesifik fluida, dan densitas. Konveksi
dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu konveksi alami dan konveksi paksa.
Perpindahan konveksi alami merupakan perpindahan kalor secara
konveksi dimana aliran fluida bergerak secara alami yang dipengaruhi oleh
adanya gaya apung dan gaya body. Konveksi alamiah dapat terjadi pada
beberapa benda seperti plat, bola, silinder, benda tak teratur, dan benda tertutup.
Salah satu aplikasi konveksi alami pada kehidupan sehari-hari adalah
pemanasan global. Pemanasan global terjadi dikarenakan konveksi alami yang
mengakibatkan peningkatan suhu di belahan bumi utara. Dampak lain dari
pemanasan global ini adalah meningkatkan tingginya curah hujan yang
mengguyur Indonesia.
Perpindahan kalor konveksi paksa merupakan perpindahan kalor secara
konveksi yang terjadi dengan dibantu suatu alat atau dengan kata lain
perpindahan kalor yang dipaksakan. Dasar prinsipnya adalah dengan adanya
suatu alat yang memaksa kalor untuk berpindah maka perpindahan kalor yang
diinginkan dapat berlangsung lebih cepat dan efektif. Aplikasi kerpindahan
kalor konveksi paksa ini digunakanr pada alat penukar kalor (Heat Exchanger).
Heat Exchanger ini merupakan alat yang digunakan sebagai penukar kalor dari
fluida panas ke fluida dingin. Heat Exchanger ini merupakan jenis alat industri
penting yang digunakan pada hampir seluruh industri. Namun, seiring dengan
penggunaan Heat Exchanger yang terus menerus, Heat Exchanger terjadi
pengendapan kerak dan korosi pada permukaan yang digunakan untuk
perpindahan kalor. Munculnya permasalahan ini diakibatkan oleh beberapa
faktor lain antara lain : desain, temperatur operasi, laju lajir, kualitas air
pendingin, pemilihan material logam dan anti kerak yang kurang tepat. Oleh
karena itu, peristiwa tersebut dapat mengurangi efektivitas Heat Exchanger
dalam menukarkan kalor sehingga perlu didilakukan pemeliharaan seoptimal
untuk memperpanjang umur dari Heat Exchanger tersebut.

1.2 Tujuan

Membedakan proses konveksi alami dan paksa.


Mengetahui aplikasi proses konveksi alami dan paksa dalam kehidupan
sehari-hari.
Memahami batasan-batasan dan persamaan-persamaan empiris yang
digunakan dalam proses konveksi alami.
Memahami perhitungan-perhitungan yang digunakan dalam konveksi
paksa.

1.3 Definisi Masalah


Konveksi alami:
Faktor pengaruh konveksi alami
Faktor pengaruh bilangan tak berdimensi
Kondisi batas termal
Kondisi laminar
Kondisi turbulen
Kondisi pada kecepatan tinggi
Perpindahan kalor pada segala dimensi
Perpindahan kalor pada sistem tertutup dan terbuka

Konveksi paksa:
Rumus empiris untuk aliran dalam pipa dan tabung
Aliran menyilang dalam silinder, bola, dan silinder dalam tabung
Heat exchanger dan jenis-jenisnya
Metode LMTD dan NTU-efektivitas
Fenomena konveksi paksa

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konveksi Alami
Apabila ada suatu sistem dengan dua plat dengan jarak d dengan beda
temperatur T, maka fluida akan mengalami suatu perpindahan kalor.
Perpindahan kalor pada kondisi ini ditinjau dari kondisi khusus. Secara
konseptual sebenarnya perpindahan kalor antar dua plat tertutup ini mirip
dengan prinsip konveksi bebas pada umumnya. Hanya saja, perbedaan yang
terletak pada sistem tersebut membutuhkan suatu pendekatan konduktivitas
termal khusus. Konduktivitas thermal ini disebut konduktivitas termal efektif
atau konduktivitas termal nyata. Jadi, sistem tertutup yang dibatasi suatu fluida,
perpindahan kalor konveksinya dianggap seperti layaknya perpindahan kalor
konduksi dan fluida dianggap sebagai suatu bahan yang dapat menghantarkan
panas. Berikut adalah gambaran tentang perpindahan kalor pada ruang tertutup

Gambar 1. Sistem tertutup dengan plat vertikal

Gambar 2. Sistem tertutup dengan plat horizontal

Rumus umum untuk faktor konduktivitas termal efektif adalah


ke
L
=C(Gr Pr)n
k

( ) (1)

2.1.1 Konveksi Bebas Dari Bola


Yuge menyarankan persamaan empiris untuk perpindahan kalor
konveksi
bebas
dari
bola
ke
udara,
sebagai
berikut:
N uf =

hd
1 /4
5
=2+0,392 Gr f untuk 1<Gr f <10 .(2)
kf

Persamaan di atas dapat diubah dengan memasukkan angka Prandlt ,


sehingga
didapatkan:
1/4

Nuf =2+ 0,43(Gr f Pr f ) (3)


Sifat-sifat dievaluasi pada suhu film , persamaan ini diharapkan terutama
berlaku untuk perhitungan konveksi bebas pada gas. Akan tetapi, dapat pula
digunakan untuk zat cair apabila tidak ada informasi khusus untuk itu. Perlu
dicatat bahwa untuk hasil perkalian angka Grashof dan Prandlt yang rendah,
angka Nusselt mendekati 2,0. Nilai inilah yang didapatkan pada konduksi
murni melalui fluida stagnan tak-berhingga yang mengelilingi bola itu.
Untuk rentang angka Rayleigh yang lebih tinggi, hasil eksperimen dari
Amato dan Tien dengan air menyarankan korelasi berikut ini :
Nu f =2+ 0,5(Gr f Pr f )1/ 4 (4 )
5
8
untuk 3 x 10 <GrPr< 8 x 10

2.1.2 Bilangan Tak Berdimensi


Hubungan empiris untuk perpindahan kalor konveksi alami
dinyatakan dalam bilangan nusselt sebagai fungsi dari bilangan rayleigh
(Ra). Hubungan empiris untuk perpindahan kalor konveksi alami pada plat
dan silinder vertical serta pada plat dan silinder horizontal untuk permukaan
isotermal, yaitu sebagai berikut:
2.1.2.1 Pelat dan silinder vertikal

Dalam sistem bidang datar vertikal, kalor dipindahkan dari bidang


vertikal ke sebuah fluida yang bergerak paralel dengan konveksi
alamiahnya. Anggap fluida mengalir akibat pemanasan, korelasi berikut
dapat digunakan ditambah dengan mengasumsikan fluida adalah sebuah
diatomik ideal yang berbatasan dengan bidang vertikal bertemperatur
konstan dan aliran fluida laminar. Boundary layer untuk sistem plat atau
silinder vertical diperlihatkan oleh gambar 2 .
Untuk sistem plat atau silinder vertikal, angka Grashof dan angka
Nusselt dibentuk dari panjang plat L sebagai tinggi plat atau panjang
silinder sebagai dimensi karakteristik panjang (Lc). Untuk permukaan
yang isotermal, perssamaan empiris untuk sistem plat vertikal akan sama
dengan silinder vertikal apabila tebal lapisan batas tidak besar
dibandingkan diameter silinder dengan kriteria umum:
D 35
> 1 (5)
L
Gr 4L
Perhitungan bilangan Nusselt (Nu) untuk sistem plat vertical
menggunakan rumus 2.8, 2,9 dan 2.10 dengan berbagai rentang nilai
bilangan Rayleigh (Ra). Selain menggunakan persamaan-persamaan
diatas, perhitungan bilangan Nusselt (Nu) untuk sistem plat vertical dapat
menggunakan persamaan Churchill dan Chu dengan dinyatakan pada
persamaan 2.16 dan 2.17
1

Nu=0.68+

0,670 Ra 4
9 4
16 9

[ ( )]
0,492
1+
Pr

untuk Ra < 109

(6)
1

1
2

=0,825+
Nu

0,387 Ra 6

0,492
1+
Pr

9 8
16 27

untuk 10-1 < RaL < 1012

(7)

Sistem plat atau silinder vertical dengan fluks tetap memberikan


hasil yang dinyatakan dalam angka Grashof termodifikasi, Gr* :

(8)
dimana qw adalah
fluks
kalor
dinding. Maka koefisien perpindahan kalor lokal untuk aliran laminar
dikorelasikan oleh rumus:

(9)
Untuk daerah turbulen, koefisien perpindahan kalor lokal
dinyatakan dengan hubungan :
(10)

2.1.2.2 Silinder Horizontal


Untuk silinder horizontal, boundary layer yang terbentuk pada
sistem tersebut digambarkan oleh gambar 3.Karakteristik panjang
untuk sistem tersebut adalah diameter dari silinder tersebut.
Hubungan empiris untuk sistem silinder pada permukaan isothermal
dengan penyelesaian secara sederhana digunakan persamaan :
Nu = 0,53 (Gr.Pr)1/4

untuk 104 < Red < 109 ...(11)

Nu = 0,13 (Gr.Pr)1/3

untuk 109 < Red < 1012 (12)

Selain itu, hubungan empiris pada sistem silinder


horizontal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Churchill dan Chu dengan persamaan 2.23.
Gr Pr
9 /16
Nu = 0,60 + 0,387 { 1+( 0,559 ) 16/ 9 }1/6
Pr
1/2

Gambar 3. Boundary layer


untuk sistem silinder
horizontal

untuk 10-5 < Gr Pr < 1012

(13)
Persamaan yang lebih sederhana tetapi berlaku hanya pada aliran laminar
dari 10-6 < Grd Pr < 109

Nu = 0,36 +

Gr Pr

1/4
0,518

untuk 10-6 < Gr Pr < 109

(14)

2.1.2.3 Vertical horizontal


Untuk vertikal horizontal, boundary layer yang terbentuk
pada sistem tersebut digambarkan oleh gambar 4.Karakteristik
panjang untuk sistem tersebut adalah :
LC =

As
P

(15)

dimana As merupakan luas dan P merupakan perimeter bawah


(wetted perimeter).
Hubungan empiris untuk sistem plat horizontal pada
permukaan isothermal dengan penyelesaian secara sederhana digunakan
persamaan 2.10,2.11 untuk sistem plat vertikal dengan permukaan atas
panas dan persamaan 2.12 untuk permukaan bawah panas.
Gambar 4. Boundary
Sistem plat horizontal dengan fluks tetap memberikan
layer untuk sistem plat
hasil yang dinyatakan dalam persamaan-persamaan berikut:
horizontal
Permukaan atas terpanasi

Nu = 0,13 (Gr.Pr)1/3

untuk ReL < 2x108

(16)

Nu = 0,16 (Gr.Pr)1/3

untuk 2x108 < ReL < 1011

(17)

Permukaan bawah terpanasi


Nu = 0,58 (Gr.Pr)1/5

untuk 106 < ReL < 1011

...(18)

Dalam persamaan diatas semua sifat, kecuali B dievaluasi pada suhu Te


dimana Te dijelaskan pada persamaan 2.29
Te = Tw 0.25 (Tw -

T )

(19)

Dihubungkan dengan fluks kalor:

T
h=

2.2

qw
T w T

dan

( wT )k (20)
hL q L
Nu= c = w c

Konveksi Paksa

2.2.1 Heat Exchanger


Alat penukar panas atau Heat Exchanger (HE) adalah alat yang
digunakan untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa
perpindahan massa dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai
pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan
sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water).
Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida
dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya
kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun
keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas
dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun
petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah satu
contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana
cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.
Pada intinya, pada alat perpindahan panas (Heat Exchanger), Proses
terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida
yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa
adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas
dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekatsekat pemisah.
Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan
panas dari dua fluida padatemperatur berbeda di mana transfer panas dapat
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
a.

Secara kontak langsung


Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui
permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua
fluida. Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung
antara kedua fluida.Contoh : aliran steam pada kontak langsung yaitu 2

zat cair yang immiscible (tidak dapat bercampur), gas-liquid, dan


partikel padat-kombinasi fluida.
b.

Secara kontak tak langsung


Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui
dinding pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.

2.2.2

Metode LMTD

2.2.2.1 LMTD pada Heat Exchanger Parallel Flow

Gambar 5. Heat Exchanger Parallel Flow


Agar neraca energi bisa diterapkan, berikut ini asumsinya
1. Heat exchanger adiabatik, tidak ada kalor keluar masuk heat
exchanger selain perpindahan kalor antar fluida.
2. Konduksi aksial diabaikan.
3. Energi kinetik dan energi potensial diabaikan.
4. Kalor jenis fluida konstan.
5. Koefisien perpindahan kalor keseluruhan dianggap konstan.
sehingga
q=m
c p ,h ( T h , iT h ,o ) =mc
p , h (d T h ) =C p , h ( d T h ) (2 1)
q=m
c p ,c ( T c ,o T c, i )=m
c p ,c ( d T c )=C p ,c ( d T c ) (2 2)
Dimana C p

adlah nilai laju kapasitas kalor

q=UA T (23)

d ( T ) =d T hd T c (2 4)
Nilai perpindahan kalor:

( T 2 T 1 )

q=UA

T2
ln
T1

.(25)

Beda suhu rata-rata log (LMTD):


T lm =

( T 2 T 1)
T2
ln
T1

(26)

2.2.2.2 LMTD pada Heat Exchanger Counterflow


Gambar heat exchanger counter flow sebagai berikut:

Gambar 6. Heat Exchanger Counter Flow


Dengan tipe heat exchanger yang sama dengan yang parallel flow,
penurunan neraca energi untuk menghasilkan persamaan T lm -nya
sama. Hanya saja, untuk heat exchanger yang counter flow nilai T 1
dan T 2 -nya berbeda. Untuk heat exchanger counterflow
T lm =

( T 2 T 1)
T2
ln
T1

(27)

T 1=T h ,1T c ,1=T h ,iT c ,o ( 28)


T 2=T h ,2T c ,2=T h ,o T c, i (29)

2.2.3

Metode NTU-efektivitas

Metode NTU-Efektiitas merupakan metode yang menggunakan prinsip


efektivitas alat penukar kalor dalam memindahkan sejumlah kalor tertentu.
Metode efektivitas digunakan ketika metode LMTD sulit untuk diterapkan

10

akibat tidak diketahuinya suhu masuk dan/atau suhu keluar. Jika suhu masuk
dan/atau suhu keluar tidak diketahui, maka penggunaan metode LMTD harus
melibatkan proses iterasi, hal ini disebabkan karena metode LMTD merupakan
fungsi algoritma. Keunggulan metode NTU-Efektivitas adalah dapat
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor sehingga diperoleh alat
penukar kalor dengan kinerja terbaik dilihat dari nilai efektivitasnya. Selain itu
ketelitian metode NTU-Efektivitas dapat mencapai <1% ketika C<0,5 dan
N<3,0 serta dapat mencapai 6,5% ketika C=1,0 dan N = 6,0.
Nilai efektivitas dari suatu alat penukar kalor dapat ditinjau dari:
A. Perpindahan Kalor
a. Persamaan umum
Perpindahan kalor nyata
Efektivitas ( )=
Perpindahan kalor maksimal yang mungkin (30)
b. Perpindahan kalor nyata
a. Kedua aliran searah
m
h ch ( T h 1T h2 ) =m
c c c ( T c 2T c 1) (31)
b. Kedua aliran berlawanan arah
m
h ch ( T h 1T h2 ) =m
c c c ( T c 1T c 2) (32)
c. Perpindahan kalor maksimal yang mungkin
Perpindahan kalor maksimal terjadi ketika laju kapasitas
c ) memiliki nilai yang minimum, dengan
kalor ( C=m
kata lain :
q maks=( m
c )minimum ( T h ,masuk T c ,masuk ) (33)
A. Suhu
a. Persamaan umum
Efektivitas ( )=

( T ) fluidaminimum
Beda suhu maksimal dalam perpindahan kalor (34)

b. Terdapat dua kondisi system sesuai dengan arah aliran


fluida, yaitu :
a. Kedua aliran fluida searah

11

a) Fluida panas sebagai fluida minimum


m
h c h ( T h 1T h2 ) T h 1T h 2
h=
=
h c h ( T h 1T c1 ) T h 1T c1 (35)
m
b) Fluida dingin sebagai fluida minimum
m
c c c ( T c 2T c 1) T c 2T c1
c=
=
c c c ( T h 1T c 1 ) T h 1T c1 (36)
m
b. Kedua aliran fluida berlawanan arah
a) Fluida panas sebagai fluida minimum
m
h c h ( T h 1T h2 ) T h 1T h 2
h=
=
h c h ( T h 1T c2 ) T h 1T c2 (37)
m
b) Fluida dingin sebagai fluida minimum
m
c c c ( T c 1T c 2) T c 1T c2
c=
=
c c c ( T h 1T c 2 ) T h 1T c2 (38)
m
c. NTU (Number of Transfer Unit) atau Jumlah Satuan
Perpindahan
a. Kedua aliran fluida searah
1exp [ ( UA /C min )( 1+C min /C maks ) ]
=
(39)
1+Cmin /C maks
b. Kedua aliran fluida berlawanan arah
1exp [ ( UA /C min ) ( 1Cmin /C maks) ]
=
C
1+ min exp [ ( UA /C min ) ( 1Cmin /Cmaks ) ] (40)
C maks
c. Perubahan Fasa
Pada ketel dan kondensor terjadi proses mendidih dan
kondensasi. Proses mendidih dan kondensasi merupakan
proses perubahan fasa sehingga pada proses ini suhu fluida
dikatakan tetap. Suhu yang konstan ini menunjukkan seolaholah kalor spesifik fluida bernilai tak hingga, sehingga dapat

12

dikatakan

C min
0 . Oleh sebab itu, persamaan
C maks

efektivitas alat penukar kalor menjadi:


=1eNTU (41)
2.2.4 Faktor Pengotoran (Fouling Factor)
Jika sebuah heat exchanger yang digunakan terus menerus, heat exchanger
tersebut akan mengalami yang namanya pengotoran. Pengotoran dapat terjadi
karena adanya fouling factor (faktor pengotoran). Fouling factor adalah
endapan atau korosi yang menyebabkan penurunan nilai laju perpindahan kalor.
Peristiwa pengotoran ini bisa menyebabkan tiga hal, yaitu:
1. Resistensi termal meningkat karena ada lapisan baru yang harus
dilewati terlebih dahulu yaitu lapisan pengotor.
2. Luas permukaan perpindahan kalor mengecil.
3. Peningkatan pressure drop sehingga membutuhkan energi lebih pada
pompa.
Nilai faktor pengotoran dapat dihitung dengan persamaan:
1
1
Rf =

U kotor U bersih (42)


Rf merupakan nilai faktor pengotoran. Nilai Rf bervariasi dalam rentang
0,00009 m2 C/W s.d. 0,0009 m2 C/W. Ukotor merupakan nilai koefisien
perpindahan kalor setelah tadanya pengotor, dan Ubersih adalah nilai koefisien
perpindahan kalor sebelum adanya pengotor. Nilai Ukotor pasti lebih kecil
dibanding nilai Ubersih karena nilai U berbanding terbalik dengan resistensi
termal. Sesuai yang telah dinyatakan sebelumnya, dengan adanya faktor
pengotor nilai resistensi termal meningkat sehingga nilai U setelah terjadi
pengotoran lebih kecil daripada nilai U sebelum terjadi pengotoran.

13

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Kasus
Dapatkah anda menggambarkan dan menjelaskan mekanisme
perpindahan kalor yang terjadi pada peristiwa angin laut dan angin darat,
serta persamaan-persamaan konveksi yang terlibat dalam mekanisme
tersebut.
Proses terjadinya angin darat dan angin laut disebabkan oleh beda sifat fisis
antara permukaan darat dan laut. Yaitu perbedaan sifat antara daratan dan lautan
dalam menyerap dan melepaskan energi panas matahari. Daratan menyerap dan
melepas energi panas lebih cepat daripada lautan. Periode angin darat dan angin
laut adalah harian.
a) Angin laut (the sea breeze)

Gambar 7. Sirkulasi Udara saat terjadinya Angin Laut


http://www.cuacajateng.com/images/anginlaut.jpg
Angin laut terjadi ketika pada pagi hingga menjelang sore hari, daratan
menyerap energi panas lebih cepat dari lautan sehingga suhu udara di darat
lebih panas daripada di laut. Akibatnya udara panas di daratan akan naik dan
digantikan udara dingin dari lautan. Maka terjadilah aliran udara dari laut ke
darat.
b) Angin darat (the land breeze)

14

Gambar 8. Sirkulasi Udara saat terjadinya Angin Darat


http://www.cuacajateng.com/images/angindarat.jpg

Angin darat terjadi ketika pada malam hari energi panas yang diserap
permukaan bumi sepanjang hari akan dilepaskan lebih cepat oleh daratan (udara
dingin). Sementara itu di lautan energi panas sedang dalam proses dilepaskan
ke udara. Gerakan konvektif tersebut menyebabkan udara dingin dari daratan
bergerak menggantikan udara yang naik di lautan sehingga terjadi aliran udara
dari darat ke laut.

Gambar 9. Arah Siklus Tekanan


https://www.nc-climate.ncsu.edu/secc_edu/images/sea_breeze.jpg
Penjelasan dengan persamaan Konveksi

15

Dengan meninjau persamaan konveksi maka, kita meninjau 2 sistem


yang hanya berbeda waktu, maka A akan sama dan H akan sama pula untuk
sistem tersebut. Terjadinya Angin, tidak lain dan tidak bukan adalah karena
perbedaan tekanan yang terjadi dalam sistem. Perbedaan tekanan dalam sistem
dapat didasari beberapa hal, dapat dari kecepatan, maupun suhu. Angin tercipta
karena adanya perbedaan suhu pada kedua titik, yang terjadi karena suhu suatu
daerah lebih rendah daripada suhu yang lainnya, suhu berbanding terbalik
dengan tekanan, sehingga akan terjadi aliran karena perbedaan tekanan.
Jika kita mengamati garis pantai, ada dua sisi permukaan yang kita
dapat amati, yaitu permukaan air laut, dan permukaan pantai. Kedua permukaan
ini jika ditinjau berdasarkan hukum konveksi, maka hal pertama yang ditinjau
adalah kalor jenis spesifik kedua permukaan, permukaan tanah memiliki nilai
Kalor spesifik yang jauh lebih kecil daripada Kalor Spesifik air laut (didekati
dengan kalor spesifik air) adalah bernilai 0.8-2 J/gC dan 4.2 J/gC.
Pada dasarnya dengan nilai Kalor spesifik yang besar, akan semakin
dibutuhkan energi dan waktu yang banyak untuk mencapai suatu suhu tertentu.
Pada siang hari dimana intensitas panas matahari sangat tinggi, maka
perubahan suhu pada daratan akan lebih cepat meningkat daripada dilautan
karena dibutuhkan energy yang lebih banyak untuk menaikkan suhu dilautan.
Hal ini menyebabkan tekanan didaratan akan lebih rendah, dan oleh karena itu
maka angina akan berhembus dari arah lautan ke daratan, angin ini disebut
angin laut. Begitu pun berlaku untuk angin darat dimalam hari.
Peninjauan berikutnya adalah pada gerak vertical, dimana Daratan yang
panas akan kontak dengan udara diatasnya dan mentransferkan panas. Udara
yang panas akan cenderung untuk menguap ke atas, selama proses penguapan
energy akan dikeluarkan untuk melawan energy gravitasi, hal ini menyebabkan
udara akan dingin, dan udara yang dingin akan bergerak menuju udara yang
lebih panas, yaitu udara diatas permukaan laut, udara di atas permukaan laut
tidak menerima aliran seperti didaratan, sehingga udaranya cenderung lebih
kering dan panas, dari beberapa kondisi tersebut, akan tercipta aliran yang terus
menerus berputar, menciptakan angin laut dan darat secara bergantian.

16

3.2 Perhitungan
1. Diketahui:
Plat persegi
S=1m
=20
Th= 160C
Tertutup pada tekanan 0.1 Atm
Kaca berjarak 8cm
Tc=40C
Ditanya:
Perpindahan kalor dari konveksi bebas antara kaca dan plat
T=40C

Jawab:
= 20

1m

0.08 m

T= 160C

Asumsi:
Temperatur Kaca Tetap
Perpindahan kalor pada ruang tertutup
Untuk mengetahui sifat udara, kita harus mencari temperatur film terlebih
dahulu karena udara dievaluasi pada temperatur film
T f=

160+ 40
=100 =373 K
2

Sifat udara pada T=373K adalah

17

1
=2.68 103 K1
Tf

k =0.0317

W
m

Pr=0.69

P
=
RT

50662.5 Pa
=0.0946 kg /m3
3
Pa m
287
.
373 K
K kg

=2.172 105

kg
ms

Untuk mengetahui h, kita harus mengetahui terlebih dahulu nilai Nusselt


number, sebelum mengetahui Nusselt Number kita harus terlebih dahulu
menghitung Rayleigh Number.
0.08
( 2)
0.69=19827.5
2.172 105 2
(
)
0.0946
gcos () (T 1T 2) 3
Ra=Gr Pr=
=
v2

( 9.8 ) cos ( 20) ( 2.68 103 ) (16040 )

Dari tabel 7-3 Buku Perpindahan Kalor karangan J.P. Holman didapat nilai
C,m,n untuk Gr Pr=19827.5 dan Pr= 0.69
C=0.212
n=1/4
m=0
Dari persamaan umum (7-64) didapat:

18

1
m
ke
n L
=C(Gr Pr) ( ) =( 0.212 ) ( 19827.5 ) 4 =2.516
k

ke
kA ( T )
(16040)
k
W
q=
=2.516 0.0317
12 m 2
=119.6358 W

m
0.08 m

2. Sebuah bola berdiameter 2,5 cm berada pada suhu 38 oC, akan


dibenamkan ke dalam suatu wadah yang berisi air dengan suhunya
15oC.
a. Bagaimana anda menjelaskan pengaruh dimensi dan ukuran wadah
tersebut terhadap mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada sistem
di atas?
b. Jika wadah yang digunakan adalah suatu bejana yang berukuran 8x7x6
cm3 , bagaimana anda menentukan laju perpindahan kalornya?
c. Apa yang menjadi pertimbangan anda dalam menentukan persamaan
empiris yang akan digunakan untuk menyelesaikan problem di atas?
Jawab:
Dalam sistem di atas pada umumnya dimensi dan ukuran wadah tidak
mempengaruhi laju perpindahan kalor. Sebab secara matematis laju
perpindahan kalor hanya dipengaruhi oleh koefisien perpindahan kalor, luas
permukaan geometri yang dalam sistem ini adalah bola, dan suhu. Tidak
berpengaruhnya dimensi dan ukuran wadah dalam sistem ini karena
peristiwa perpindahan kalor terjadi di dalam sistem yaitu di dalam wadah
dan bukan di luar wadah. Sehingga sistem yang ditinjau hanya perpindahan
kalor yang terjadi di dalam sistem yaitu perpindahan kalor dari bola ke
dalam air dan tidak meninjau perpindahan kalor luar sistem antara bidang
wadah dengan fluida kerja berupa udara.

Diketahui: T w =38
T =15

19

d=2,5 cm=0,025 m

Ditanya: q................?
Jawab:
Skema gambar:

6
cm
d = 2,5
cm

8
cm

7
cm

Asumsi:
1. Wadah terisi penuh oleh air.
2. Bola terbenam seluruhnya dalam wadah yang berisi air.
3. Kondisi air dalam keadaan diam.
Suhu dievaluasi pada suhu film
T +T
38+15
T f= w =
=26,5
2
2
Sifat sifat air dievaluasi pada suhu film.
k =0,614 W /m .
g 2 c p
=1,91 x 1010 [1/m3 . ]
k
Produk angka Grashof-Prandtl sekarang dievaluasi dengan menggunakan
diameter bola sebagai dimensi karakteristik.

20

GrPr=

g 2 c p 3
d T
k

GrPr=( 1,91 x 1010 ) ( 0,025 ) ( 3815 )=6,86 x 106


Untuk angka Rayleigh tersebut berdasarkan hasil eksperimen dari Amato
dan Tien dengan air digunakan korelasi berikut ini:
1/ 4
Nu f =2+ 0,5(Gr f Pr f )
Nuf =2+ 0,5(6,86 x 106 )1 /4 =27,59
Koefisien perpindahan kalornya adalah :
Nuk 27,59 (0,614 W /m . )
h=
=
=677,61W /m2 .
d
0,025 m
Sehingga laju perpindahan kalornya sebesar :
q=hA (T w T )
2

q=h(4 r )(T w T )

q= 677,61

W
. ( 4 ( 0,025 )2 ) ( 38 15 )=30,60 W
2
m

Peristiwa konveksi yang terjadi dalam kasus di atas merupakan peristiwa


konveksi bebas dari bola ke dalam air. Dimana bentuk geometri dan jenis
fluida tersebut dapat dijadikan pertimbangan utama dalam penggunaan
rumus empiris yang tepat. Sehingga berdasarkan kasus di atas untuk
konveksi bebas dari bola ke dalam air berdasarkan hasil eksperimen Amato
dan Tien menyarankan persamaan:
Nu f =2+ 0,5(Gr f Pr f )1/ 4
Penggunaan rumus empiris tersebut digunakan dengan mempertimbangkan
nilai Rayleigh yang dihasilkan yaitu

6 , 86 x 106

. Nilai Rayleigh tersebut

masuk dalam rentang angka Rayleigh yang disarankan Amato dan Tien yaitu
3 x 105 <GrPr< 8 x 108 . Selain itu perlu dipertimbangkan suhu yang
digunakan, sebab suhu dievaluasi pada suhu film sehingga seluruh sifat

21

sifat air juga akan dievaluasi mengikuti suhu film. Bahan pertimbangan
lainnya adalah dimensi karakteristik yang digunakan dalam angka Nusselt
dan angka Grashof yang bergantung pada geometri bola yaitu oleh diameter
bola tersebut.
3. Sebuah silinder vertikal dengan tinggi 1,8 m, diameter 7,5 cm, dan
suhu 93oC, berada dalam lingkungan dengan suhu 30oC
a. Hitunglah kalor yang dilepas melalui konveksi alami dari silinder ini.
b. Dapatkah silinder tersebut diperlakukan sebagai sebuah plat rata
vertikal? Berapakah diameter minimum yang harus dimiliki oleh
silinder tersebut agar dapat diasumsikan sebagai sebuah plat rata
vertikal?
c. Jika silinder tidak dapat dianalogikan dengan plat rata vertikal,
bagaimanakah cara anda menyelesaikan permasalahan di atas
Diketahui :
L = 1.8m
D = 7.5cm =
r = 3.75 cm = 3.75 x 10-2 m
Tw = 930 C
T = 300 C
g=9,8

m
2
s

D= 3.75 x 10-2 m

T
Tw
q
Jawab :
L = 1.8m

22

Asumsi:
-

Tekanan lingkungan dianggap sama dengan tekanan atmosfer, 1 bar.

Suhu silinder adalah suhu di dinding silinder.

Bilangan-bilangan tak berdimensi dievaluasi pada temperatur film, Tf:

Sistem adalah sistem dengan permukaan isotermal.


a. Kalor yang dilepas melalui konveksi alami dari silinder
Untuk menentukan bilangan-bilangan tak berdimensi maka diperlukan
suhu film. Dari soal, data yang didapatkan adalah
Tw +T
T f=
2
T f=

93+30
o
=61,5 C=334,5 K
2

Mencari nilai
=

1
1
1
=
=2,99.103
T f 334,5 K
K
Mencari bilangan

, k dan

dapat ditentukan dengan interpolasi dari

table Appendix Tabel A-5 Sifat-sifat udara pada tekanan atmosferpada


suhu fim 334.5 K

23

Gambar 10. Tabel sifat udara pada tekanan atmosfer


Sehingga didapatkan nilai nilai berikut:
=0,274 x 104 m2 /s
k =0,0288551

W
o
m. C

=19,1883 x 106

m2
s

Mencari nilai Gr f

Gr f =

g ( T w T ) L3

Gr f =

9,8

m
. ( 2,99.103 ) K 1 ( 9330 ) K .(1,8 m)3
2
s
10
=2.923 x 10
2 2
m
(19,1883.106 )
s

Pr f

Mencari nilai
Pr f =

Pr f =

19,1883 x 106
0,274 x 104

= 0.6989

Sehingga
Gr f Pr f =2.923 x 1010 x 0.6989 = 2.04312 x 1010

24

karena asumsi isothermal dan dengan nilai


dengan rumus

Gr f Pr f

> 109 maka bilangan


1
3

1
3

Nuf =0,1 ( Gr f Pr f ) =0,1 ( 2.04312 x 10 10 ) =273.378

sehingga untuk mencari h digunakan rumus

h=

Nu f k
=
L

273.378 0,0288551
1.8

W
m.o C

=4.382

W
m2

kalor yang dilepas melalui silinder vertical


q=hA ( T w T ) =hDL ( T w T )
q=4.382

W
( 7,5.102 m ) ( 1,8 m )( 93
30
) =117,035 W
2
m

b. Dapatkah silinder tersebut diperlakukan sebagai sebuah plat rata


vertikal? Berapakah diameter minimum yang harus dimiliki oleh
silinder tersebut agar dapat diasumsikan sebagai sebuah plat rata
vertikal?
Untuk melihat apakah kasus tersebut dapat disamakan dengan plat rata
vertikal atau tidak, kita harus menguji kriteria yang dibutuhkan apabila
silinder vertikal ingin disamakan dengan plat rata vertikal berdasarkan
ketentuan berikut:
D
35

L Gr L1 / 4
Untuk itu, nilai-nilai dari soal dapat dimasukkan:
7,5 .102
35

1,8
2.92 x 10 101 / 4
4,1 x 10-2 > 8,4 x 10-2

25

Karena ruas kanan lebih BESAR dibandingkan ruas kiri, maka untuk
soal ini dapat tidak dapat dianggap sebagai plat rata vertikal.
Apabila ingin dianggap sebagai plat rata vertikal, maka diameter
minimum (D) yang harus dimiliki adalah
D
35

L Gr L1 / 4
D
8,4.102
1,8
D 0,152 m
Maka, nilai diameter minimum agar silinder dapat diperlakukan
sebagai plat vertikal adalah

D 0,152 m

c. Jika silinder tidak dapat dianalogikan dengan plat rata vertikal,


-

bagaimanakah cara anda menyelesaikan permasalahan di atas?


Dengan mencari F yang dikalikan dengan koefisien perpindahan
konveksi (h)

F = 1,3[(L/D)/GrD]1/4 + 1,0
Mencari GrD terlebih dahulu

GrD =

g ( T w T ) D 3

26

GrD =

9,8

m
. ( 2,99.103 ) K 1 ( 9330 ) K .(7,5 .102 m)3
s2
=2114478.778
2 2
6 m
(19,1883.10
)
s

F = 1,3 [(1,8/7,5x10-2)/ 2114478.778 ]1/4 + 1,0 = 1.0754


h = h x F = 4.3824 W/m2.oC x 1.0754= 4.7128 W/m2.oC
Perhitungan kalor yang dilepas melalui konveksi alami dari silinder
q = h x x d x L x (T)
q = 4.7128 W/m2.oC x x 7,5x10-2 m x 1,8 m x (93oC 30oC) = 125.8660
W
-

Dengan melihat nilai Ra


Nilai Ra memenuhi persyaratan 10-1<Ra<1012
Sehingga dapat digunakan persamaan Churchill and Chu nilai Nuf
menjadi
1

1
2

=0,825+
Nu

0,387 Ra 6
9 8
16 27

[ ( )]
0,492
1+
Pr

1
10 6

1
2

=0,825+ 0,387 ( 2,04312 x 0 ) =16,981


Nu
8
0,492 169 27
1+
0,6989

[ (

=315.683
Nu
Sehingga koefisien perpindahan kalor konveksi

27

h=

kf
Nu
=
L

q=5.0606

315.683 x 0,0288551
1,8 m

W
o
m. C

=5.0606

W
m .C
2 o

W
2
( 7,5.10 m) ( 1,8 m )( 93
30
)=135.146
m .C
2 o

Dengan menggunakan table 7.2 persamaan sederhanan untuk mencari h


dengan fluida kontak udara
Untuk bentuk silinder vertical maka
T

h=1.3
63

h=1.3
h=5.2125

q=5.2125

W
m . C
2 o

W
2
( 7,5.10 m ) ( 1,8 m )( 93
30
)=139.260W
m .C
2 o

Asumsi:
Permukaan silinder isotermal.
Lingkungan adalah fluida berupa udara pada tekanan atmosfer.
Berdasarkan lampiran A-6 pada buku Heat Transfer karangan Holman,
maka sifat udara yang akan digunakan dalam perhitungan, dapat
diperoleh melalui interpolasi data seperti yang telah dijabarkan dibagian
a.
Bila silinder tidak dapat dianalogikan dengan plat rata vertikal,
maka kriteria D/L 35/GrL1/4 tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan

28

konstanta untuk bilangan Rayleigh, 1,136 x 1011, yang berada pada


rentang 109 - 1013 pada tabel 7-1 buku Heat Transfer 10th Edition
karangan J.P. Holman, tidak dapat digunakan. Sebagai gantinya
digunakan persamaan yang telah dikembangkan oleh Churcill dan Chu
yang berlaku untuk rentang bilangan Rayleigh 10-1 < Ra < 1012.
Analogi silinder yang tidak sesuai dengan plat vertikal dapat
dijelaskan bahwa silinder tersebut memiliki tebal lapisan batas yang
lebih besar daripada diameter silinder tersebut. Maka, koefisien
perpindahan panas konveksi rata-ratanya harus dikalikan dengan faktor
F untuk memperhitungkan kelengkungan.
F = 1,3[(L/D)/GrD]1/4 + 1,0
F = 1,3 [(1,8/7,5x10-2)/ 2,93 1010]1/4 + 1,0 = 1,0070
h = h x F = 6,1 W/m2.oC x 1,0070 = 6,14 W/m2.oC
Perhitungan kalor yang dilepas melalui konveksi alami dari silinder
q = h x x d x L x (T)
q = 6,14 W/m2.oC x x 7,5x10-2 m x 1,8 m x (93oC 30oC) = 163,97 W

4. Suhu pada suatu permukaan dinding vertikal 4ft x 10 ft


dipertahankan konstan 530oF sedangkan suhu udara sekeliling 70oF
dengan tekanan 1 atm.
a. Hitunglah kalor yang hilang dari permukaan dinding itu secara
konveksi alami ke udara
b. Jika dinding itu disekat dengan bahan penyekat yang tebalnya 2
inci dan konduktivitas termal = 0,121 BTU/jam.ft2. oF, hitunglah
kalor yang hilang secara konduksi dan konveksi bebas bila
dianggap suhu pasa permukaan penyekat 250oF.
Diketahui:

Plat vertikal 4 ft x 10 ft
Tw = 530oF = 549,67 K
T

= 70oF = 294,11 K

29

P = 1 atm
Tebal penyekat = 2 inch
Tdinding = 530 oF = 549,67K
Tpenyekat = 250oF = 394,1K
k = 0,121 BTU/jam.ft2.oF
Ditanya:

a.) qkonveksi = ?
b.) qkonveksi dan qkonduksi = ?

Jawab:
a. Hitunglah kalor yang hilang dari permukaan dinding itu secara
konveksi alami ke udara
Asumsi:
- Permukaan Pelat Vertikal Isotermal
Lingkungan adalah udara dengan suhu (T = 70oF = 294,1 K), suhu
permukaan plat vertikal isotermal (Tw = 530 oF = 549,67K), tinggi
plat vertikal (x = 3,048 m), dan lebar plat

(l =1,22m)

Skema:

Properties:
T +T
549,67 K +294,1 K
T f= w =
=421,9 K
2
2

30

Nilai didapat dari interpolasi tabel A-5 buku Holman


m2
25,9 x 106
421,9 K400 K
s
=
2
450 K400 K
m
( 31,7125,9 ) 106
s
=28,44 x 106

m
s

Nilai didapat dari interpolasi tabel A-5 buku Holman


m2
0,376 x 104
421,9 K400 K
s
=
450 K400 K
m2
( 0,4220,376 ) x 104
s
=0,396 x 104

m2
s

Nilai k didapat dari interpolasi tabel A-5 buku Holman


W
k 0,03365 2
421,9 K400 K
m
=
450 K400 K
W
( 0,037070,03365 ) 2
m
k =0,0356

W
m2

Tabel A-5 buku Holman digunakan karena lingkungan berupa udara pada
tekanan atmosfer.

31

Analisis dan langkah kerja


1. Mencari nilai
=

1
1
=
=2,37 103 /K
T f 421,9 K

2. Mencari bilangan Grashof (Gr)


g ( T w T ) x 3
Gr=
2
m
9,8
(2,37 x 10
(
s )
Gr=

/ K ) (549,67 K 294,1 K )(3,048 m)

(28,44 x 10

=2,07 x 10

2 2

m
)
s

3. Mencari bilangan Prandtl (Pr)


2
6 m
28,44 x 10

s
Pr= =
=0,718
2

4 m
0,396 x 10
s
4. Mencari bilangan Rayleigh (Ra)
Ra=Gr Pr=1,48 1011
5. Mencari bilangan Nusselt (Nu)
1
2

Nu =0,825+

0,387 ( Ra )

1
6

9 8
16 27

[ ( )]
0,492
1+
Pr

1
2

Nu =0,825+

1
11 6

0,387 ( 1,48 x 10 )
9 8
16 27

[ ( )]
0,492
1+
0,718

=24,43

Nu=597,2

6. Mencari nilai h dari hubungan


h=

k Nu 0,0356 x 597,2
W
=
=6,98 2
x
3,048
m

32

11

7. Mencari nilai q

q=hA ( T w T ) = 6,98

W
( 3,048 m )( 1,22 m )( 255,57 K ) =6633,46 W
m2

b. Jika dinding itu disekat dengan bahan penyekat yang tebalnya 2


inci dan konduktivitas termal 0,121 BTU/jam.ft2 oF, hitunglah
kalor yang hilang secara konduksi dan konveksi bebas bila
dianggap suhu pada permukaan penyekat 250oF.
Lingkungan adalah udara dengan suhu (T = 70oF = 294,1 K), suhu
permukaan plat vertikal isotermal (T1 = 530 oF = 549,67K), suhu
permukaan luar sekat (Tw = 250 oF = 394,1K), konduktivitas termal
sekat (k = 0,121 BTU/jam.ft2 oF = 0,209 W/mK), tebal sekat (s = 2in
= 0,0508 m), tinggi plat vertikal (x = 3,048 m), dan lebar plat ( l
=1,22m)
Skema :
Tw = 394,1K
T = 294,1K
T1 = 549,76 K

Penyekat
Asumsi :
-

Permukaan plat dan sekat isotermal.

Properties
T f=

T w + T 394,1 K + 294,1 K
=
=344,1 K
2
2

33

Nilai didapat dari interpolasi tabel A-5 buku Holman


2
6 m
15,69 x 10
344,1 K300 K
s
=
350 K 300 K
m2
( 20,7615,69 ) 106
s
=20,2 x 106

m2
s

Nilai didapat dari interpolasi tabel A-5 buku Holman

344,1 K300 K
=
350 K 300 K

0,22160 x 104

m2
s

( 0,29830,22160 ) x 104

=0,2892 x 104

m2
s

m2
s

Nilai k didapat dari interpolasi tabel A-5 buku Holman


W
344,1 K300 K
m2
=
350 K 300 K
W
( 0,030030,02624 ) 2
m
k 0,02624

34

k =0,0296

W
m2

Analisis dan langkah kerja


1. Mencari jumlah kalor yang disebabkan oleh konduksi.
Konduksi hanya terjadi di sekat, kalor karena konduksi:
q=

kA T kA T
=
x
s

W
( 0,209 mK
) ( 3,048 m )( 1,22 m )( 549,76 K394,1 K ) =2389,88 W

( 0,0508m )2

Untuk mencari nilai perpindahan kalor karena konveksi alami


2. Mencari nilai

1
1
3
=
=2,9 10 / K
T f 344,1 K

3. Mencari nilai bilangan Grashof (Gr)


3
g ( T w T ) x
Gr=
2
m
9,8
(2,9 x 10
(
s )
Gr=
2

/ K ) ( 394,1 K294,1 K ) (3,048 m)

( 20,2 x 10

2 2

m
)
s

=1,97 x 10

4. Mencari nilai bilangan Prandtl (Pr)

35

11

m2
20,2 x 10

s
Pr= =
=0,698
2

4 m
0,2892 x 10
s
6

5. Mencari nilai bilangan Rayleigh (Ra)


Ra=Gr Pr ( 1,97 x 1011 ) ( 0,698 ) =1,377 x 1011
6. Mencari nilai bilangan Nusselt (Nu)
1
2

N u =0,825+

0,387 ( Ra ) 6
9 8
16 27

[ ( )]
1+

0,492
Pr

1
1
2

Nu =0,825+

0,387 ( 1,377 x 1011 ) 6


9 8
16 27

[ ( )]
1+

0,492
0,,698

=23,6

Nu=557
8. Mencari nilai h dari hubungan
h=

k Nu 0,0296 x 557
W
=
=5,41 2
x
3,048
m

9. Mencari nilai q

q=hA ( T w T ) = 5,41

W
( 3,048 m )( 1,22 m) ( 100 K )=2011,74 W
m2

10. Mencari nilai q total dengan menambahkan q karena konduksi dan q


karena konveksi
q=q konduksi+ q konveksi
q=2389,88 W +2011,74 W =4401,62W
Dari hasil perhitungan a (tanpa sekat) dan b (dengan sekat) dapat disimpulkan
bahwa kalor yang berpindah pada dinding vertikal dengan sekat jauh lebih kecil
dibanding perpindahan kalor pada plat vertikal tanpa sekat. Hal ini terjadi
karena sekat membuat perbedaan temperatur antara permukaan terluar dengan
lingkungan menjadi kecil.

36

5. Suatu alat pengukur panas dipakai untuk memanaskan sesuatu zat alir
dari suhu 50oF dengan kecepatan W lb/jam yang menyebabkan aliran
turbulen. Alat pengukur panas tersebut terdiri atas n buah pipa dengan
diameter D ft dan panjang L ft. Jika kemudian dalam keadaan sama (W
sama) pipa-pipa pada alat pengukur panas tersebut diganti dengan pipapipa berdiameter 0,5 D sedang jumlahnya tetap n pipa, hitunglah berapa
% perubahan panjang pipa untuk mendapatkan pemanasan yang sama.
Dalam hal ini dianggap h = U serta sifat-sifat zat alir tetap.
Jawab :
Dik : T i =50
Re = W lb/jam
Diameter 1 = D
Diameter 2 = 0,5D
Panjang 1 = L ft
n1 = n2
q1 = q2
h=U
Dit : % perubahan panjang pipa L2...........?
Jwb :
Skema gambar.

Gambar 11. Pipa bagian dalam alat pengukur panas


(Sumber : Dokumen pribadi)

37

Asumsi:
1. Suhu zat alir dipertahankan sama.
2. Jumlah pipa yang digunakan sama.
3. Perpindahan kalor yang terjadi tidak berubah. pemanasan dijaga tetap.
4. Koefisien perpindahan kalor
perpindahan kalor menyeluruh.

konveksi

sama

dengan

koefisien

5. Sifat-sifat zat alir tetap.


6. Aliran pipa 1 dan pipa 2 adalah sama aliran turbulen.
Dengan menggunakan kedua persamaan laju perpindahan kalor :
q1 =q2
U A 1 L1 T =U A 2 L2 T
UDL T =U 0,5 D L2 T
L2 =

UDL T
0,5 D T

L2=2 L
Sehingga, jika L1 memiliki panjang 10 cm maka panjang L2 adalah 2 kali
panjang L1 yaitu 20 cm. Maka % kenaikan perubahan panjang pipa sebesar :
2010
x 100 =100
10

6. Dalam sebuah alat penukar kalor aliran silang, digunakan gas panas (Cp
= 1,09 kJ/kg.oC) untuk memanaskan 2,5 kg/detik air dari suhu 35 oC menjadi
85oC. Gas masuk pada suhu 200oC dan keluar pada suhu 93oC. koefisien
perpindahan kalor menyeluruh sebesar 180 W/m 2.oC. Hitunglah luas
penukar kalor dengan menggunakan:
a. Pendekatan LMTD
b. Metode NTU-efektivitas
Jawab:

38

Diketahui:
c = 2,5 kg/s
Tc1 = 85C
Tc2 = 35C
Th1 = 200C

Th2 = 93C
cc = 4180 J/kgC
ch = 1090 J/kgC
U = 180 W/m2.C

a. Ditanya = Luas heat exchanger dengan menggunakan metode LMTD?


LMTD pada heat exchanger aliran silang dapat diasumsikan sama seperti heat
exchanger aliran lawan-arah.
Menghitung nilai Tm:
0

( 93 C 35 C )( 200 C 85 C )
( T h 2T c 2) (T h 1T c 1)
0
T m=
=
=83,27 C
0
0
0
0
ln [ ( T h 2T c2 ) /(T h 1T c 1) ] ln [ (93 C 35 C )/(200 C 85 C ) ]
Menghitung perpindahan kalor total dari energi yang diserap air:
q=m
c . c c . T c =2,5

kg
kJ
.4,18 0C . ( 85 0C 35 0C ) =522.500 W
s
kg

Diasumsikan jenis heat exchanger adalah heat exchanger aliran silang dengan
satu fluida tak campur dan fluida lainnya campur. Fluida tak campur adalah air
dan fluida campur adalah gas.
Menghitung faktor koreksi:
R=

T 1T 2 200 0C93 0C
=
=2,14
t 2t 1
85 0C 35 0C
0

t t
85 C 35 C
P= 2 1 =
=0,303
T 1 t 1 200 0C 35 0C

Memplot R = 2,14 dan P = 0,303 ke dalam grafik 10.14, didapatkan F = 0,86.


Kemudian, menghitung luas penampang heat exchanger:

39

A=

q
=
U FTm

522.500 W
=40,53m2
W
180 2 o x 0.86 x 83,27
m . C

b. Ditanya = Luas heat exchanger dengan menggunakan metode NTUefektivitas?


Menentukan fluida minimum:
C c =mc . c c =2,5

kg
kJ
x 4,18
=10,45 kJ /s
o
s
kg . C

Ch =mh . c h=4,501

kg
kJ
x 1,09
=4,906 kJ /s
s
kg .o C

Maka fluida minimum adalah fluida yang memiliki C lebih kecil, yaitu fluida
panasnya (gas).
Kemudian, menentukan efektivitas:
=

T ( fluida minimum )
20 0o C9 3o C
=
=0,648
T max padainlet heat exchanger 20 0o C3 5o C

Memplot Cmin dan efektivitas pada grafik 10-14 di buku Holman, didapat NTU
bernilai sekitar 1,5.
Menentukan luas penampang heat exchanger:
A=

NT U .C min 1,5 x 4906 W


2
=
=40,83 m
U
W
180 2 o
m . C

7. Sebuah sistem pemanas air menggunakan alat penukar kalor jenis


selongsong-tabung. Uap panas mengalir dalam satu lintasan selongsong
pada suhu 120C, sedangkan air masuk pada suhu 30C dam melakukan
empat lintasan tabung dengan nilai U = 2000 W/m2.C.
a. Hitunglah luas penukar kalor, jika aliran air yang masuk sebesar 2,5
kg/detik dan air keluar pada suhu 100C!

40

b. Jika setelah beroperasi selama beberapa waktu alat penukar kalor


tersebut mengalami faktor pengotor sebesar 0,0002 m 2.C/W,
berapakah suhu air yang keluar pada kondisi tersebut?
Jawab:
a. Diketahui:
c = 2,5 kg/s
U = 2000 W/m2.C
Tc1 = 30C
cc = 4180 J/kgC
Tc2 = 100C
ch = 2100 J/kgC
Th1 = 120C
Ditanya: luas penampang heat exchanger (A)?
Jawab:
Diasumsikan bahwa kapasitas kalor air dan uap air konstan terhadap perubahan
suhu dan fluida bertingkah seakan-akan kalor spesifiknya tak berhingga. Maka,
C min
=0
C maks
Menentukan efektivitas:
=

T c2T c 1 100 C30 C


=
=0,778
T h1 T c 1 120 C30 C

Menentukan NTU:
=1eNTU =0,778
NTU =ln 0,222=1,505
NTU = 1,505
Menentukan luas penampang heat exchanger:
UA
=NTU
C min
2000 W /m2 . C A
=1,505
c cc
m

41

2000 W /m2 . C A
=1,505
2,5 kg/s 4180 J /kg . C
2

A=7,86 m
b. Diketahui: Rf = 0,0002 m2.C/W
Ditanya: suhu air saat keluar (Tc2)?
Jawab:
Menghitung koefisien kalor tergabung kotor:
Rf =

1
U kotor

1
U bersih
1

0,0002 m . C /W =

U kotor

1
2000W /m2 . C

1
2
=(0,0002+0,0005) m . C /W
U kotor
U kotor =1428,57 W /m2 . C
Menghitung NTU:
U
A 1428,57 W /m 2 . C 7,86 m2
NTU = kotor =
=1,075
C min
2,5 kg /s 4180 J /kg . C
Mengitung suhu keluaran air:
=1eNTU
T c 2T c1
=1e1,075
T h 1T c1
T c 230 C
=0,659
120 C30 C
T c2=89,31 C

42

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Konveksi merupakan peristiwa perpindahan kalor yang disertai dengan

perpindahan zat pengantar.


Konveksi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu konveksi alamiah dan
konveksi paksa. Konveksi alamiah merupakan peristiwa perpindahan
panas yang terjadi tanpa stimulus khusus dari lingkungan, saat dua
fluida pembawa kalor mengalir secara alami disebabkan oleh perbedaan
suhu dari daerah bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah.
Konveksi paksa merupakan peristiwa perpindahan panas yang terjadi

dengan adanya stimulus khusus dari lingkungan.


Lapisan batas termal didefinisikan sebagai daerah di mana terdapat
gradien suhu yang terjadi karena proses pertukaran kalor fluida dan

dinding.
Dalam penghitungan konveksi secara empiris, dilibatkan beberapa
bilangan tak berdimensi di antaranya Bilangan Nusselt, Bilangan

Grashoft, Bilangan Prandtl, dan bilangan Rayleigh.


Konveksi alami pada permukaan bergantung pada geometri permukaan.
Faktor lainnya yang memengaruhi konveksi alami adalah variasi suhu
pada permukaan dan sifat termofisika dari fluida yang terlibat.

Prinsip kerja dari heat exchanger yaitu memindahkan panas dari 2 fluida
pada temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara
langsung ataupun tidak langsung.

Kemampuan suatu heat exchanger dalam memindahkan panas


dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor pengotoran,
koefisien perpindahan panas, luas permukaan permindahan panas, beda
suhu rata-rata, jumlah lintasan, dan penurunan tekanan heat exchanger.

43

Metode untuk menentukan laju kalor pada heat exchanger adalah


metode beda suhu rata-rata (LMTD) dan metode NTU-efektivitas.

44

DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Yunus. 2006. Heat Transfer 2nd Edition. USA: Mc Graw-Hill


Holman, J.P. 1987. Heat Transfer. New York: Mc Graw Hill

45

You might also like