Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sindrom
nefrotik
(SN)
merupakan
salah
satu
manifestasi
klinik
respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat berkembang
menjadi kronik.
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal
(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat
dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling
banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan
perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000
anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.
Anamnesis (10 Agustus 2015, pukul 12.00 wib, autoanamnesis dan Alloanamnesis)
A. Identitas
Nama
: Tn. D
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 22 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Supir
Alamat
: Ds. Bencah
MRS
MedRec.
: 056898
B. Keluhan Utama
Kelopak mata, kaki dan tangan bengkak, lemas sejak 3 hari SMRS.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
3 hari SMRS, os mengeluh kelopak mata, kedua kaki dan tangan
bengkak, badan terasa lemas, dan sesak nafas jika berjalan jauh. Bengkak pada
kedua kaki dan tangan, timbul tiba-tiba dan di rasa terus menerus. Pasien
pernah mengalami bengkak serupa 3 bulan yang lalu, tetapi dapat kembali
seperti semula dengan sendirinya. Pasien juga mengeluh badannya terasa
lemas, sejak timbulnya bengkak pada kedua terbangun malam hari jika sesak
disangkal, sesak tidak dipengaruhi cuaca dan posisi. angan dan kaki. Jika
pasien berjalan jauh, pasien merasa sesak nafas, dan berkurang jika istirahat, os
tidur menggunakan 1 bantal. Mual dan muntah tidak ada, BAB normal seperti
biasa, warna kuning. BAK dirasa berkurang sejak 3 hari terakhir. Os pernah
dirawat dengan keluhan batuk berdarah 1 bulan yang lalu.
pasien
disangkal
Riwayat kencing manis dan hipertensi disangkal
Riwayat alergi pada keluarga disangkal
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 120x/menit
Pernapasan
: 22x/menit regular
Temperatur
: 36,00C
B. Keadaan Spesifik
Keadaan Spesifik :
Kulit
Warna kuning langsat, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus pada
kulit (-), turgor >3 detik, keringat umum (-), keringat setempat (-), pucat pada
telapak tangan dan kaki (+), sianosis (-), pertumbuhan rambut normal.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, rambut hitam, alopesia (-),
deformitas (-), perdarahan (-), nyeri tekan (-).
Mata
Exophtalmus (-), edema palpebra (+), konjungtiva palpebra anemis (+), sklera
ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah
baik, lapangan penglihatan luas.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
selaput lendir dalam batas normal, tidak ditemukan penyumbatan maupun
perdarahan, pernapasan cuping hidung tidak ada.
Telinga
Pada liang telinga tidak ada kelainan, pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), lidah tidak kotor, atrofi papil(-),
gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-).
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), hipertrofi otot sternokleidomastoideus (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP (5-2) cm H2O, pulsasi (-).
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : simetris, barrel chest (-)
P : vokal fremitus kanan = kiri
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra ICS IV, batas kiri linea
axillaris anterior sinistra ICS V
A: HR 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Datar
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
P : tympani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-)
A : Bising Usus (+) normal
Ekstremitas Atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (+), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali lambat >
3 detik, clubbing finger (-).
Ekstremitas Bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan cukup, kekuatan +5, nyeri sendi (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), turgor kembali lambat >3
detik, pitting edema (+)
Alat Kelamin
Tidak diperiksa
2.3 Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium (10 Agustus 2015)
Hematologi
Hb
: 3,8 gr/dl
Leukosit : 10000/l
Eritrosit : 1,22 jt/l
Trombosit
: 90.000 mm/l
Ht
: 10 %
MCV
: 84 fl
MCH
: 31 pg
MCHC
: 37 %
: 160 mg/dl
Gol. Darah
:O
Rhesus
:+
Profil Lipid
Kolesterol
: 122 mg/dl
Trigliserida
: 256 mg/dl
Fungsi Hati
SGOT
: 77
SGPT
: 36
Fungsi Ginjal
Ureum
: 30 mg/dl
Urinalisa
Protein
: 3+
Reduksi
: (-)
Urobilin
: (-)
Bilirubin : (-)
Sediment
: (-)
Leukosit
: 14-16
Eritrosit
: 2-4
Epitel
: (+)
Kristal
: (-)
Silinder
: granuler (+)
Keton
: (-)
Bakteri
: (+)
Furosemide 1x 20 mg (IV)
KSR 1x1
2.6. Prognosis
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad functionam
: Bonam
Quo ad sanationam
: Bonam
2.7. Follow up
S : sesak nafas (+), kaki dan tangan bengkak (+), psuing, lemas
O:
Ku
TD
: 100/70 mmhg
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,2 0C
BB
: 60kg
Mata
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
11 Agustus 2015
S : sesak nafas (+), batuk berdahak, BAK (+), pusing, lemas, kaki dan tangan
bengkak
O:
Ku
TD
: 110/80 mmhg
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,8 0C
BB
: 60kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
Simvastatin 1 x 10mg
Metil prednisolon 16mg 1,5-1-0
Transfusi 500cc
Cek analyzer
Hematologi 11 Agustus 2015
Hb
: 6,2 gr/dl
Leukosit : 11000/l
Eritrosit : 2,04 jt/l
Trombosit
: 88.000 mm/l
Ht
: 17 %
MCV
: 84 fl
MCH
: 30 pg
MCHC
: 36 %
: 121 mg/dl
12 Agustus 2015
S : Kaki dan tangan bengkak, batuk berdahak kadang-kadang, BAK (+), pusing,
lemas
O:
Ku
TD
: 110/70 mmhg
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,2 0C
BB
: 60kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
halus(-) , wh(-)
Jantung
Abdomen
: 193 mg/dl
: 21
Kreatinin
: 0,7
Albumin
: 1,9 g/dl
13 Agustus 2015
S : Kaki dan tangan bengkak, batuk berdahak kadang-kadang, BAK (+), pusing,
lemas
O:
Ku
TD
: 110/70 mmhg
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,2 0C
BB
: 60kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
Anemia Berat
: 7,7 gr/dl
Leukosit
: 12600/l
Eritrosit
: 2,59 jt/l
Trombosit
: 117.000 mm/l
Ht
: 22 %
MCV
: 84 fl
MCH
: 30 pg
MCHC
: 35 %
Protein
: 1+
Reduksi
: (-)
Urobilin
: (-)
Bilirubin : (-)
Sediment
: (-)
Leukosit
: 10-15
Eritrosit
: 3-4
Epitel
: (+)
Kristal
: (-)
Silinder
: (-)
Keton
: (-)
14 Agustus 2015
S : Kaki dan tangan bengkak, lemas
O:
Ku
: tampak sakit sedang
TD
: 130/90 mmhg
: 80x/menit
RR
: 22x/menit
: 36 0C
BB
: 60kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
15 Agustus 2015
S : Kaki dan tangan bengkak, lemas, batuk berdahak
O:
Ku
: tampak sakit ringan
TD
: 150/100 mmhg
: 84x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,5 0C
BB
: 59kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
: 10,9 gr/dl
Leukosit
: 13700/l
Eritrosit
: 3,46 jt/l
Trombosit
: 107.000 mm/l
Ht
: 30 %
MCV
: 87 fl
MCH
: 31 pg
MCHC
: 36 %
: 128 mg/dl
Profil Lipid
Kolesterol
: 164 mg/dl
Trigliserida
: 344 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum
: 69 mg/dl
Creatinin
: 2,3 mg/dl
Albumin
: 2,6 g/dl
16 Agustus 2015
S : Kaki dan tangan bengkak, wajah bengkak, batuk berdahak, nyeri kaki dan tangan
O:
Ku
: tampak sakit ringan
TD
: 120/80 mmhg
: 72x/menit
RR
: 22x/menit
: 36,5 0C
BB
: 59kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
Mecobalamin 3x1
17 Agustus 2015
S : Kaki dan tangan bengkak, wajah bengkak, batuk berdahak, nyeri kaki dan tangan
O:
Ku
: tampak sakit ringan
TD
: 120/80 mmhg
: 78x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,2 0C
BB
: 59kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
: 120/80 mmhg
: 82x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,4 0C
BB
: 57kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Ekstremitas
Anemia Ringan
Aminefron 3x1
Mecobalamin 3x1
21 Agustus 2015 (poli penyakit dalam)
S : Kaki dan tangan bengkak (-), kontrol post rawat inap
O:
Ku
: tampak sakit ringan
TD
: 150/90 mmhg
: 88x/menit
RR
: 20x/menit
: 36,2 0C
BB
: 56kg
Kepala
Leher
Thorax
Paru
Jantung
Abdomen
Hipertensi gr. I
Diet protein 0,8cal/kgBB/hari
: 3,8 gr/dl
Leukosit : 10000/l
Eritrosit : 1,22 jt/l
Trombosit
: 90.000 mm/l
Ht
: 10 %
MCV
: 84 fl
MCH
: 31 pg
MCHC
: 37 %
: 160 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum
: 62 mg/dl
: 4+
Reduksi
: (-)
Urobilin
: (-)
Bilirubin : (-)
Sediment
: (-)
Leukosit
: 8-10
Eritrosit
: 14-16
Epitel
: (+)
Kristal
: (-)
Silinder
: (-)
Keton
: (-)
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl.
III.2. Epidemiologi
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki
dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati
membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan
wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada
dewasa 3/1000.000/tahun.
3. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto
imun. Jadi merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom
nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan
pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai
pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital,
yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi
fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa
neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron
dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971).
4. Patofisiologi
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus
meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu
teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat
di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membrane
basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan
akhirnya terjadi proteinuria(albuminuria). Beberapa faktor yang turut menentukan
derajat proteinuria(albuminuria) sangat komplek
-
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan
ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar
untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi
protein dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).
NORMAL
SINDROM NEFROTIK
IV
EV
IV
EV
kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus
(protein losing enteropathy)
Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin
menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh
hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi
oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi
natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan
hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam
kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang Loop of
Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat rangsangan dari
keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang berhubungan dengan system
rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini telah
memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air pada
keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran
tinggi diuretic yang mengandung antagonis aldosteron.
3. Sembab
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler
glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis dinamakan
sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan
hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air. (lihat skema)
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik
dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.
b. Jalur tidak langsung/indirek
Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan
penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
-
Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal
untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi
ion natrium menurun.
-
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons
emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Manifestasi klinik yang paling
sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah
biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan,
sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah,
misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan
pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites
akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat
sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau >
50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 13 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal.
Reaksi Ag-ab
Peradangan glomerulus
Permeabilitas membran basalis meningkat
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Tekanan osmotik
Lipid serum
Kapiler menurun
meningkat
Transudasi ke
Dalam interstisium
hipovolemia
ADH meningkat
aldesteron
meningkat
GFR menurun
Retensi
Na+ & H2O
edema
6. Penegakkan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain
juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
II. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi
glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal).
7. Komplikasi
Hambatan pertumbuhan
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps setelah
mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak yang
mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam
periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah
penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons
awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua
relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari
setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka
panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid
alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut
sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk
dihentikan.
Pengobatan
lain
adalah
menggunakan
terapi
nonsteroid
yaitu:Siklofosfamid,
Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obatobat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.
Terapi suportif/simtomatik
Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular
serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi
ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak
memberikan progres yang baik.
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang
disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat
memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan
furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan
bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per
hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik
dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2
mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran
cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang
mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.
Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang
adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria
persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg
per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk
kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan
pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan
peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan
D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri.Pemakaian
imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi.Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi
adanya infeksi perlu dilakukan.Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus,
sedang sepsis dapa SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif.Peritonitis primer
umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga
perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi
ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN
dengan edema anasarka dan asites masif diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin
oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai asites berkurang.
Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai
akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan inhibitor
enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers.
Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala
dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk,
peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi
keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan
plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.
Tromboemboli
Risiko
untuk
mengalami
tromboemboli
disebabkan
oleh
karena
keadaan
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam
lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida,
fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik
dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini
disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria
merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu
katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat
sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini
cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan
mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum
jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat
atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.
9. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Jenis kelamin laki-laki.
3. Disertai oleh hipertensi.
4. Disertai hematuria
5. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
6. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
7. Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran
klinis
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan
relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
BAB IV
Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya edema pada kelopak mata,
kaki,dan tangan, yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu, badan terasa lemas, dan sesak
nafas jika berjalan jauh, bengkak dirasakan timbul tiba-tiba dan di rasa terus-menerus.
Bengkak pada pasien ini menunjukkan adanya edema anasarka. Pada fase awal edema
sering bersifat intermitten, biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah periorbita, pre-tibia). Bengkak
bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (piting edema). Bengkak seperti ini
pernah dialami sebelumnya yaitu sekitar 3 bulan yang lalu dan pasien dirawat di RSUD
Palembang.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik pasien tampak lemas, dan anemis. Pada pemeriksaan
mata, didapatkan adanya edem palpebra, dan konjungtiva anemis. Pada auskultasi
jantung, nadi terdengar cepat yang disebabkan kompensasi jantung untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin darah yang mengakibatkan penyalur oksigen ke jaringan
berkurang.
Pada ekstremitas atas dan bawah didapatkan tekanan turgor yang melambat.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya anemia berat Hb 3,8 mg/dl,
proteinuria (3+), trombositopenia (90.000mm/l), hiperkolesterolemia (256mg/dl),
hipoalbuminemia (1,9 g/dl) . Hal ini sesuai dengan teori bahwa gambaran klinis sindrom
nefrotik adalah edema anasarka, proteinuria masif, hipoalbuminemia.
Pada pasien ini tampak gejala klinis berupa bengkak seluruh badan. Keluhan bengkak
terutama pada ekstremitas bawah juga bisa terjadi pada pasien dengan diagnosis CHF,
tetapi pada pasien ini tidak didapatkan gejala dyspneu ataaupun ortopneu maka diagnosis
CHF dapat disingkirkan. Pada pasien CKD juga dapat terjadi bengkak di seluruh tubuh
ataupun di ekstremitas bawah, tetapi ada pasien ini tidak ditemukan BAK seperti teh, dan
kuantitas BAK yang normal, maka diagnosis CKD.
Bengkak seluruh tubuh atau bengkak pada ekstremitas bagian bawah juga dapat terjadi
pada pasien dengan SLE, akan tetapi pada pasien ini tidak ditemukan bercak malar pada
hidung, bercak discoid sebagai tanda penting dari SLE sehingga diagnosis SLE dapat
disngkirkan.
Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau
penyakit
penyebab,
mengurangi
atau
menghilangkan
proteinuria,
memperbaiki