You are on page 1of 11

INTUBASI

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT
SOEBROTO JAKARTA

PEMBIMBING
DR DIS BIMA PURWAAMIDJAJA, SP.AN (KIC) M.KES
DISUSUN OLEH
SHELLY NARITRY

1310221072

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


VETERAN JAKARTA
PERIODE 10 AGUSTUS SEPTEMBER 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan pembuatan penulisan yang berjudul intubasi, yang
merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu
Anestesiologi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar
besarnya kepada :
1. Kolonel Ckm dr Dis Bima ,Sp.AN (KIC); yang telah membimbing penulis
dalam pembuatan presentasi ini.
2. Teman-teman Co-Ass yang telah membantu penyusunan presentasi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan penulisan ini terdapat kekurangan dan
tidak sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Semoga presentasi ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan dapat berguna
bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang hal tersebut

Jakarta,

Agustus 2015

Penulis

PERSIAPAN ANESTESIA
Hal pertama yang harus dilakukan ketika masuk ruang bedah adalah
memastikan sumber listrik terpasang pada peralatan elektronik. Lampu ruangan,
mesin anastesia, berbagai alat pantau, mesin penghangat tempat tidur/blanket roll,
infusion pumps, syringe pumps, defibrilator dan sebgainya adalah peralatan
elektronik yang harus dipastikan berfungsi. (FK UI, 2012)
Sumber gas, terutama O harus disambungkan dengan mesin anastesia.
Pengecekan dilakukan dengan cara melihat gerakan flowmeter. Flowmeter adalah
indikator fresh gas flow. Indikator ini juga mempunyai indikator di dalamnya,
yang dapat bermacam bentuk. Jika indikator berbentuk bola, pembecaan gas flow
adalah setinggi pertengahan bola. Indikator yang berbentuk silinder dengan
bidang datar di puncak, pembacaannya setinggi puncak indikator. (FK UI, 2012)
Fresh gas untuk tiap-tiap mesin mungkin tidak sama. Beberapa mesin
mempunyai O, NO dan compressed air. Mesin lain hanya O dan NO atau O
dan compressed air. Apapun mesinnya, gas pertama yang diperiksa adalah O.
(FK UI, 2012)
Setelah semua gas diperiksa, harus dipastikan tidak ada kebocoran pada
sirkuit nafas. Diperiksa juga kondisi APL valve (adjustable pressure-limiting
valve), yaitu katup yang dapat diatur untuk mengeluarkan gas ke udara luar jika
tekanan di sirkuit nafas telah tinggi. Nama lain kaup ini banyak, di antaranya
pressure relief valve, pressure release valve atau release valve, pop-off valve,
safety relief valve, expiratory valve, blow-off valve, excess gas valve, overspill
valve, venting port. (FK UI, 2012)
Berikutnya adalah menyiapkan STATICS. Ini adalah akronim untuk
memudahkan mengingat kelengkapan alat yang harus disediakan sebelum
anestesia (intubasi). (FK UI, 2012)

Intubasi Endotrakeal
Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum
diperlukan teknik intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah suatu tehnik
memasukkan suatu alat berupa pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas.
Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal untuk mempertahankan jalan
nafas agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi,mencegah
terjadinya aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleksbatuk

ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea,
membersihkan saluran trakeobronkial.

Indikasi Intubasi
Pemasangan TT merupakan bagian rutin dari pemberian anestasi umum.
Intubasi bukan prosedur bebas resiko, bagaimanapun, tidak semua pasien dengan
anestesi umum memerlukan intubasi, tetapi TT dipasang untuk proteksi, dan untuk
akses jalan nafas. Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk pasien yang
memiliki resiko untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi meliputi rongga perut
atau kepala dan leher. Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya digunakan
untuk prosedur operasi pendek seperti cytoskopi, pemeriksaan dibawah anestesi,
perbaikan hernia inguinal dan lain lain. .(USU, 2010)

Peralatan Intubasi

S
= Scope. Yang dimaksud adalah laringoskop atau stetoskop.
Laringoskop harus diperiksa lampunya cukup terang atau tidak. Stetoskop
diperlukan untuk konfirmasi bunyi nafas parukanan-kiri setelah intubasi
endotrakeal. Stetoskop juga kadang ditempelkan di dinding dada dekat
apeks jantung, untuk memantau intensitas dam irama denyut jantung.

T
= Tubes. Yang dimaksud adalah endotracheal tube (ETT). ETT
disiapkan dengan ukuran yang sesuai, disertai satu ukuran dibawahnya dan
satu ukuran di atasnya.

A
= Airway. Yang dimaksud dengan airway adalah alat-alat untuk
menahan lidah ad=gar tidak jatuh, yaitu pipa orofaringeal Guedel atau pipa
nasofaringeal.

T
= Tapes. Tapes adalah pita atau lester yang akan digunakan untuk
memfiksasi ETT nantinya.

I
= Introducer, yaitu kawat atau tongkat kecil yang dimasukkan ke
dalam ETT untuk memudahkan tindakan intubasi. Alat ini harus cukup
fleksibel agar dapat diatur lengkungnya, namun tidak boleh terlalu lembek
karena akan menjadi tidak berguna.

= Connector, yaitu penghubung antara ETT dan sirkuit nafas.

S
= Suction. Disamping mesin anastesia harus tersedia mesin
penghisap yang berguna untuk membersihkan jalan nafas ketika
laringoskopi-intubasi, selama anastesia berlangsung dan menjelang atau
sesudah ekstubasi.

Pipa endotrakhea (ETT)


Endotracheal tube (ETT) digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung
ke dalam trakhea dan mengizinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Pabrik
menentukan standar ETT (American National Standards for Anesthetic
Equipment; ANSI Z-79). ETT kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride Pada
masa lalu, ETT diberi tanda IT atau Z-79 untuk indikasi ini telah dicoba
untuk memastikan tidak beracun. Bentuk dan kekakuan dari ETT dapat dirubah
dengan pemasangan mandren. Ujung pipa diruncingkan untuk membantu
penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy memiliki sebuah
lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube
bila menempel dengan carina atau trakhea. Tahanan aliran udara terutama
tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa dan
lengkungannya. Ukuran ETT biasanya dipola dalam milimeter untuk diameter
internal atau yang tidak umum dalam scala Prancis (diameter external dalam
milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil kompromi antara
memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan
nafas dengan ukuran pipa yang kecil.(USU, 2010)
Kebanyakan ETT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri
dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon
(cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk
memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube
dihubungkan dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat, balon ETT
mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan
aspirasi. Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk
meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubation croup. .
(USU, 2010)

Laringoskop
Ada dua jenis laringoskop, yaitu:
a. Blade lengkung (Macintosh). Biasa dipergunakan pada laringoskop dewasa.
Peganglah gagang dengan tangan kiri. Leher pasien di fleksikan dan kepala
diekstensikan. Mulut dibuka dengan jari telunjuk kanan, bibir atas
disibakkan dengan jempol kanan. Ujung blade laringoskop dimasukkan
perlahan sampai mencapai valekula menekan ligamentum hipoepiglotikum
dan menggerakannya ke atas untuk menampakkan laring dan pita suara.
Gigi jangan digunakan sebagai bantalan untuk mengangkat ujung blade.
Lampu laringoskop harus terang.
b. Blade lurus. Laringoskopi dengan blade lurus misalnya blade Magill
mempunyai teknik yang berbeda. Ujung blade tidak diletakkan pada
valekula tetapi di teruskan melampaui batas bawah epiglotis. Epiglotis
diangkat langsung dengan blade untuk menampilkan laring. Teknik ini
biasa dipergunakan pada bayi dan anak karena mempunyai epiglotis relatif
lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis lebih sering terjadi pada
laringoskopi dengan blade lurus. (FK UI, 2009)

Persiapan
memeriksa perlengkapan dan posisi pasien. ETT harus diperiksa. Sistem inflasi
Cuff pipa dapat diuji dengan menggembungkan balon dengan menggunakan spuit
10 ml. Pemeliharaan tekanan balon menjamin balon tidak mengalami kebocoran
dan katup berfungsi.
Beberapa dokter anestesi memotong ETT untuk mengurangi panjangnya
dengan tujuan untuk mengurangi resiko dari intubasi bronkhial atau sumbatan
akibat dari pipa kinking. Konektor harus ditekan sedalam mungkin untuk
menurunkan kemungkinan terlepas. Jika mandren digunakan ini harus dimasukan
ke dalam ETT dan ini ditekuk menyerupai stik hoki. Bentuk ini untuk intubasi
dengan posisi laring ke anterior. Blade harus terkunci di atas handle laringoskop
dan bola lampu dicoba berfungsi atau tidak. Intensitas cahanya harus tetap
walaupun bola lampu bergoyang. Sinyal cahaya yang berkedap kedip karena
lemahnya hubungan listrik, perlu diingat untuk mengganti batre. Extra blade,
handle, ETT (1 ukuran lebih kecil atau lebih besar) dan mandren harus disediakan.
Suction diperlukan untuk membersihkan jalan nafas pada kasus dimana sekresi
jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau muntah. .(USU, 2010)

Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala pasien
harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah
ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama laringoskopi. Rigid
laringoskop memindahkan jaringan lunak faring untuk membentuk garis langsung
untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka. Elevasi kepala sedang (sekitar 510 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito joint menempatkan
pasien pada posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher
adalah fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal.
Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin.
Preoksigenasi dengan beberapa (4 dari total kapasitas paru paru) kali nafas dalam
dengan 100% oksigen memberikan ekstra margin of safety pada pasien yang tidak
mudah diventilasi setelah induksi. Preoksigenasi dapat dihilangkan pada pasien
yang mau di face mask, yang bebas dari penyakit paru, dan yang tidak memiliki
jalan nafas yang sulit. .(USU, 2010)

Tindakan Intubasi
1. Pasien dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan bantal
sehingga kepala dalam posisi ekstensi serta trakeal dan laringoskop
berada dalam satu garis lurus.
2. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot
lakukan oksigenasi dengan pemberian O 100% minimal 2 menit.
Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan
kanan.
3. Laringoskopi. Mulut dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut
kanan mulut. Lidah pasien di dorong dengan daun tersebut ke kiri dan
lapang pandang akan terbuka. Daun laringoskop di dorong ke dalam
rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat
uvula, faring, serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan
tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara
yang tampak keputihan berbentuk huruf v.
4. Pemasangan pipa endotrakeal. Pipa endotrakeal dimasukkan dengan
tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat
melewati pita suara. Bila perlu sebelum memasukkan pipa, asisten
diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara tampak
jelas. Bila mengganggu, stilet dicabut. Ventilasi/oksigenasi diberikan

dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kirimemfiksasi pipa.


Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dkeluarkan. Pipa
difiksasikan dengan plester.
5. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan berkembang saat diberikan
ventilasi. Sewaktu dilakukan ventilasi dilakukan auskultasi dada dengan
stetoskop, di harapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan
terasa udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endobronchial akan
terdapat tanda-tanda, yaitu suara nafas kanan dan kiri berbeda, kadangkadang timbul wheezing, sekret lebih banyak, dan tahanan jalan nafas
terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik
sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi
ke esofagus maka daerah epigastrium/gaster mengembang, terdengar
suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan
lambung, dan makin lama pasien tampak biru. Untuk hal ini pipa dicabut
dan tindakan intubasi di lakukan setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
6. Ventilasi. Pemberian ventilasi sesuai dengan kebutuhan pasien.

Komplikasi
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukannya tindakan
laringoskopi dan intubasi, selama pipa endotrakeal dimasukkan, dan setelah
ekstubasi. (FK UI, 2009)
a. Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi:
1. Malposisi : intubasi esofagus, intubasi endobronkial, malposisi

laringeal cuff
2. Trauma jalan nafas : kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa
mullut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi
retrofaringeal.
3. Gangguan refleks : hipertensi, takikardia, tekanan intrakranial
meningkat, tekanan intraokular meningkat dan spasme laring.
4. Malfungsi tuba : perforasi cuff
b. Komplikasi pemasukkan pipa endotrakeal :

1. Malposisi : ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial,


malposisi laringeal cuff.

2. Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi


kulit hidung.
3. Malfungsi tuba : obstruksi
c. Komplikasi setelah ekstubasi :

1. Trauma jalan nafas : edema dan stenosis (glotis, subglotis, atau trakea),
suara serak/parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan
aspirasi laring.
2. Gangguan refleks : spasme laring
Setelah STATICS dan perlengkapan lain siap, barulah dapat disiapkan obatobat yang akan digunakan. Tidak dianjurkan menyiapkan obat sebelum persiapan
lain. Hal ini untuk menghindari reaksi obat yang tidak diharapkan pada pasien
sementara anestesiologis tidak siap melalukan resussitasi. (FK UI, 2012)
Ketika pasien masuk di ruang bedah, ada dua hal pertama yang harus
dilakukan, yaitu memastikan patensi akses intravena dan memasang alat pantau
pada pasien. Jika akses intavena belum ada, harus segera dibuat. Akses intavena
adalah keharusan dalam setiap anestesia umum karena bukan saja penting untuk
memasukkan obat, namun juga penting untuk memberikan obat dan cairan
resusitasi bila diperlukan. Menyapa pasien adalah aspek lain yang tidak boleh
dilupakan. Menenangkan pasien dengan sapaan yang ramah, memperkenalkan diri
dan memberi kesempatan pasien untuk berdoa merupakan hal yang harus
dilakukan sebelum melakukan induksi. (FK UI, 2012)
Ada dua masa kritikal dalam anestesia, yaitu ketika induksi anestesia dan
ketika pengakhiran anestesia (emergence). Induksi anastesia dapat begitu
dramatis, mengubah pasien yang sadar penuh menjadi sama sekali tidak berdaya.
Kemampuan pasien melindungi diri sendiri hilang dan ia bergantung sepenuhnya
pada dokter. Ketika mengakhiri anestesia, anestesiologis dihadapkan pada dua
piilihan, mengekstubasi pasien setelah sadar penuh atau saat ia masih dalam
anestesia yang dalam. (FK UI, 2012)
Ekstubasi dalam keadaan sadar menguntungkan karena refleks pertahanan diri
pasien telah pulih. Kemungkinan obstruksi jalan nafas karena sekret menjadi
kecil. Akan tetapi, kondisi ini juga dapat memicu bahaya. Hipertensi adalah
masalah terpenting dan mungkin sangat tidak diharapkan pada beberapa operasi
(misalnya operasi retina atau telinga tengah). (FK UI, 2012)

Ektubasi ketika anestesia masih dalam sangat menguntungkan bagi hasil


pembedahan, namun memerlukan kewaspadaan lebih lama. Anestesiologis harus
tetap mendampingi pasien hingga kondisinya benar-benar aman dan pasien dapat
di observasi secara normal di runag pulih. (FK UI, 2012)

DAFTAR PUSTAKA
1. FK UI. BUKU AJAR ANESTESIOLOGI. 2012. Departemen anestesiologi
dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Halaman 299-30
2. FK UI. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. 2009. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Halaman 256-260.
3. Intensive care co-ordination and monitoring unit. Intubation. 2015. ACI
NSW Agency for Clinical Innovation. Available at http://www.aci.health
.nsw.gov.au/networks/intensivecare/community/patient_treatment/intubati
on
4. USU. Pemasangan Endotracheal Tube. 2010. FK USU. Available at
http:
//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32286/4/Chapter
%20II.pdf

You might also like