You are on page 1of 23

Konsep Dasar Filsafat Ilmu

12:10 PM No comments

Filsafat dalam Bahasa Inggris, yaitu :philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
Bahasa Yunani : philosophia, yang terdiri atas dua kata : philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom)
Sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang pengetahuan itu. Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa filsafat
ilmu itu adalah penyelidikan tentang cirri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan
cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
Filsafat memiliki beberapa tujuan yang juga perlu kita ketahui. Tujuan-tujuan
tersebut
antara
lain:
* Mendalami unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahami
sumber,
hakikat
dan
tujuan
ilmu.
* Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai
bidang, sehingga kita mendapati gambaran tentang proses ilmu kontemporer
secara
histories.
* Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan ilmiah dan nonilmiah.
* Mendorong para calon ilmuwan dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami
ilmu
dan
mengembangkannya.
* Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama
tidak ada pertentangan.
Ruang Lingkup Objek Filsafat Ilmu
Ontologi: Ontologi merupakan azas dalam menetapkan batas ruang lingkup yang
menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika).

Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu,apa hakikat kebenaran dan


kenyataan yang inheren tentang kenyataan itu, yang tidak terlepas dari pandangan
tentang apa dan bagaimana yang ada (being) itu.
Ada beberapa pertanyaan ontologis yang melahirkan aliran-aliran dalam filsafat.
Misalnya pertanyaan : Apakah yang ada itu?, bagiamanakah yang ada itu?, dan
dimanakah yang ada itu?.
Epistemologi: Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asalmuasal,
metode-metode
dan
sahnya
ilmu
pengetahuan.
Terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang Epistemologi:
* Apakah sumber pengetahuan itu ? Darimanakah datangnya pengetahuan yang
benar
itu
?
dan
Bagaimanakah
cara
mengetahuinya
?
* Apakah sifat dasar pengetahuan itu ? Apa ada dunia yang benar-benar diluar
pikiran kita ? dan Kalau ada apakah kita bisa mengatahuinya ?
* Apakah pengetahuan itu benar (valid) ? Bagaimana kita membedakan yang benar
dari yang salah ?
Aksiologi: Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang
pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilainilai, parameter bagi apa yang disebut sebgai kebenaran atau kenyataan itu,
sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan
aspeknyasendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga mennjukan kaidah-kaidah apa
yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya.[1]
Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.
Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:

Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?


Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?

Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?

Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan
professional? (filsafat etika).

Aksiologi Ilmu

Rasa keingin tahuan manusia ternyata menjadi titik-titik perjalanan manusia yang takkan
pernah usai. Hal inilah yang kemudian melahirkan beragam penelitian dan hipotesa awal
manusia terhadap inti dari keanekaragaman realitas. Proses berfilsafat adalah titik awal
sejarah perkembangan pemikiran manusia dimana manusia berusaha untuk mengorek,
merinci dan melakukan pembuktian-pembuktian yang tak lepas dari kungkunga
Kemudian dirumuskanlah sebuah teori pengetahuan dimana pengetahuan menjadi
terklasifikasi menjadi beberapa bagian. Melalui pembedaan inilah kemudian lahir sebuah
konsep yang dinamakan ilmu. Pengembangan ilmu terus dilakukan, akan tetapi disisi
lain. Pemuasan dahaga manusia terhadap rasa keingintahuannya seolah tak berujung dan
menjebak manusia ke lembah kebebasan tanpa batas. Oleh sebab itulah dibutuhkan
adanya pelurusan terhadap ilmu pengetahuan agar tidak terjadi kenetralan tanpa batas
dalam ilmu. Karena kenetralan ilmu pengetahuan hanyalah sebatas metafisik keilmuan.

Sedangkan dalam penggunaannya diperlukan adanya nilai-nilai moral.


Sejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah moral. Satu contoh ketika
Copernicus (14731543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan
menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya
seperti yang dinyatakan dalam ajaran agama maka timbullah interaksi antara ilmu dan
moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik
ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan di pihak lain terdapat
keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang
terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. Dari
interaksi ilmu dan moral tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran
metafisik yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Galileo
oleh pengadilan agama dipaksa untuk mencabut pernyataan bahwa bumi berputar

mengelilingi matahari.
II Pembahasan
A. Pengertian Aksiologi dan Ilmu
1. Definisi Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau
suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana

tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi

dapat terwujud.
2. Definisi Ilmu
Ilmu adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu scientia yang berarti ilmu. Atau
dalam kaidah bahasa Arab berasal dari kata ilm yang berarti pengetahuan. Ilmu atau
sains adalah pengakajian sejumlah penrnyataan-pernyataan yang terbukti dengan faktafakta dan ditinjau yang disusun secara sitematis dan terbentuk menjadi hukun-hukum

umum.
B. Perbedaan dan Fungsi Ilmu
1. Perbedan Ilmu, dan Pseudo Ilmu
Dari definisi diatas setidaknya kita bisa menarik satu kesimpulan bahwa ilmu adalah
pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis, dapat diterima oleh akal melalui

pembuktian-pembuktian empiris.
Disisi lain ada sebuah kategori yaitu Pseudo Ilmu. Secara garis besar pseudo ilmu adalah
pengetahuan atau praktek-praktek metodologis yang di klaim sebagai pengetahuan.
Namun berbeda dengan ilmu, pseudo ilmu tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang

di
Keberadaaan ilmu timbul karena adanya penelitian-penelitian pada objek- objek yang
sifatnya empiris. Berbeda halnya dengan pseudo ilmu yang lahir atau timbul dari
pentelaahan objek-objek yang abstrak. Landasan dasar yang dipakai dalam pseudo ilmu

adalah keyakinan atau kepercayaan.


Perbedaan keduanya dapat kita ketahui dari penampakan yang menjadi objek penelitian
masing-masing bidang. Atau dengan kata lain perbedaan tersebut ada pada sisi

epistmologinya.
2. Fungsi Ilmu
Sebelumnya kita telah berbicara mengenai bagaimana perbedaan ilmu dan pseudo ilmu
dilihat dari karakter objek penelitiannya. Berikutnya kita akan membicarakan apa
sebenarnya fungsi dan kegunaan pegetahuan. Argumen-argumen yang dikemukakan
dalam pengetahuan kemudian menjadi satu bentuk konsep yang terangkum dalam sebuah

teori.
Menurut Ahmad Tafsir, teori mempunyai tiga fungsi dilihat dari kegunaan teori tersebut

dalam menyelesaikan masalah.


Pertama, Teori sebagai alat Eksplanasi. Dalam fungsi ini teori berusaha menjelaskan
melalui gejala-gejala yang timbul dalam satu permasalahan. Misalnya: tragedi 11
september yang memakan banyak korban dan kerugian secara materiil. Hal ini dipahami

sebagai bentuk perlawanan terhadap keangkuhan sebuah negara Adi Kuasa. Gejalanya
dapat kita lihat dari maraknya beberapa kelompok yang menamakan dirinya sebagai
kelompok anti Amerika. Al-Qaeda misalnya, sebuah oraganisasi rahasia yang menjadi

symbol perlawanan terhadap Amerika.


Kedua, Teori sebagai alat Peramal. Dalam fungsi ini teori memberikan benuk prediksiprediksi yang dilakukan oleh para ilmuwan dalan menyelesaikan suatu masalah.
Misalnya: isu global warming. Digambarkan dalam kasus ini bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi ternyata disatu sisi memberikan dampak buruk terhadap
ekosistem alam. Prediksi yang dilakukan oleh para ilmuwan yang menggambakan

tentang keseimbangan alam yang rusak oleh perilaku manusia itu sendiri.
Ketiga, Teori sebagai Alat pengontrol. Dalam fungsi ini ilmuwan selain mampu membuat
ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol terhadap masalah

yang terjadi. Kita bisa melihat dari solusi yang ditawarkan oleh para ilmuwan.
C. Teori tentang Nilai
1. Kebebasan Nilai dan Keterikatan Nilai
Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru
karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas
pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada
keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang
lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada

keterikatan nilai?
Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu
pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan
penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun

penggunaan produk penelitian.


Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan

terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata
melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan
sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru
menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung bukan lagi

Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe.


2. Jenis-jenis Nilai
Berikut adalah jenis-jenis nilai yang di kategorikan pada perubahannya:

<![if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <!


[endif]>
Jenis-jenis Nilai
Baik dan Buruk
Sarana dan Tujuan
Penampakan dan Real
Subjektif dan Objektif
Murni dan Campuran
Aktual dan Potensial
<![if

mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]>


3. Hakikat Nilai
Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau pendapatnya:
a. Nilai berasal dari kehendak, Voluntarisme.
b. Nilai berasal dari kesenangan, Hedonisme
c. Nilai berasal dari kepentingan.
d. Nilai berasal dari hal yang lebih disukai (preference).
e. Nilai berasal dari kehendak rasio murni.
4. Kriteria Nilai
Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.
a. Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan

oleh individu atau masyarakat.


b. Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
c. Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok ukur.
5. Status Metafisik Nilai
a. Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.
b. Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas dari

keberadaannya yang dikenal.


c. Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral,

objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (mis: theisme).


6. Karakteristik Nilai
a. Bersifat abstrak; merupakan kualitas
b. Inheren pada objek

c. Bipolaritas yaiatu baik/buruk, indah/jelek, benar/salah.


d. Bersifat hirarkhis; Nilai kesenangan, nilai vital, nilai kerohanian, nilai kekudusan.
III Penutup
Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai.
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode

ilmiah dengan norma-norma nilai


[1] Jujun S Suriasumantri, filsafat ilmu, (Jakarta ustaka Sinar Harapan, 2003). 233.
Nor Hasidah Abu Bakar, e Bahan Pengajaran IPK 503, (Kuala Lumpur usat Pemikiran
dan Kefahaman Islam, Unit ICT dan e Penerbitan, tt).
Aulia Ridwan CS, ilmu dan mistik sebagai pseudo ilmu, (Makalah, PPs IAIN Sunan
Ampel, Surabaya, 207), bb.
Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006). 37-41.
Ibid, 45.
Bahm, Archie, J., What Is Science, Reprinted from my Axiology; The Science Of
Values, (Albuquerqe, New Mexico: World Books, 1984), 51.

Pengertian AksiologI
Okt 15
ainun abrorTak Berkategori No Comments
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya[1]. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[2] Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian
filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama.
sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik
pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya
pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral
suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.

1. 2. Penilaian Dalam Aksiologi


Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah
cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika
lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang
filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para
kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno
diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas
adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu
sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan
mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya
adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri
sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang
menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan
setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah
kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang
disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang
diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya
hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam
satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun
sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat.
Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya
memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan
perasaan.

1. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan


Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah
lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang
dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri
yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaan apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau
justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan
oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu
itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu
memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada
pemilik dalam menggunakannya. .
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk
suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem
politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teoriteori filsafat ilmu.
1. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
1. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak
bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari
cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka
biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat
mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.[3]
1. Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilainilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada
pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada
kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi
subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak

ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang
dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka,
senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara
peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan
harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis,
agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas
melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada
proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil dengan baik. Nilai objektif hanya
menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif [4].

Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press)
Bidin Masri Elmasyar, MA, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN
Jakarta Press)

Salam Burhanuddin, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta,
1997), cet. Ke-1

Sumatriasumatri Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1988)

[1] Burhanuddin salam, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta,
1997), cet. Ke-1, hal. 168.[2] Jujun S.Sumatriasumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1988) hal. 234.[3] Masri Elmasyar Bidin, MA, dkk, Integrasi Ilmu
Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta Press) hal. 75-77
[4] Azra, M.A, Integrasi Keilmuan,hal. 90-.

Aksiologi, Nilai Dan Etika

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John
Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti

politik, sosial dan agama.


Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena
kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan
(value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang
lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas
pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai
Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan
akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam
memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian.
Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi
sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata
melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai
sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah
bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust
melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah
cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika
lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia.
Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan
menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang
ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat
manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau
perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika
adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Dalam perkembangan sejarar etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang
menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan
setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan tujuan manusia adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang
disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang
diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya
hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia. Sementara
itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika dibahas dalam sesi lain. yang jelas, estetika
membicarakan tentang indah dan tidak indah.[MS Wibowo]
Aksiologi Ilmu Pengetahuan
Moralitas ilmu pengetahuan dapat dilihat dari sisi kelembagaan dalam bentuk komitmenkomitmen pimpinan kelembagaan. Tidak seperti perguruan tinggi umumnya yang urusan

moralitas dipulangkan kepada subyek (pelaku) ilmuwan (sivitas akademika) masing-masing,


Universitas Airlangga sejak satu dekade terakhir berkomitmen untuk mengintegrasikan moralitas
dalam kelembagaanya dengan emblem terkenal Excellence With Morality.
Aksiologi ilmu pengetahuan berasumsi bahwa terdapat nilai dibalik keberadaanbaca
perkembanganilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks). Nilai-nilai tersebut dipandang
sebagai sesuatu yang ideal karenanya terus diperjuangkan oleh para aktornya. Dalam konteks ini
IPteks tidaklah netral. Terdapat nilai yang hendak diperjuangkan. di Indonesia, nilai-nilai yang
sudah selayaknya diperjuangkan adalah Pancasila yang nilai dasarnya dirumuskan dalam
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Untuk merealisasikan nilai-nilai
tersebut, diperlukan perangkat aksiologi dengan perspektif kritis. Referensi yang dapat dibaca
antara lain disampaikan dalam lampiran.

Aksiologi Kritikal terhadap Semangat dan Ideologi Kebangsaan Indonesia dalam Arus
Globalisasi
Liht juga: http://filsafat-ilmu.blogspot.com/2010/03/filsafat-ilmu_16.html

ASAR AKSIOLOGI ILMU

Bab I
Pendahuluan
Peryataan di sekitar batas wewenang penjelajahan sains, kaitan ilmu dengan moral, nilai
yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan telah menempatkan
aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah stu aspek pembahasan
integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.

Dalam pembahasan terdahulu sama-sama kita telah membahas tentang hakekat apa/objek
yang dikaji (ontologis), dan bagaimana cara mendapatkan (epistimologis) ilmu, baik ilmu-ilmu
agama islam maupun ilmu-ilmu umum yang dikaitkan dengan integrasikedua ilmu tersebut. Kini
sampailah pada tahap pembahasan aksiologi (nilai kegunaan dari ilmu-ilmu tersebut).

Bab II
Pembahasan
1. Aksiologi
Sebelum pembahasan lebih lanjut , terlebih dahulu perlu penjelasan arti dan defenisi arti
aksiologi. Secara harfiah , aksiologi berasal dari dua kata, aksio (yunani) yang berarti nilai dan
logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.1 Jujun S.Suriasumantri
mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh..2 Sedangkan Aksiologi menurut Bramel, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.

pertama, moral conduct. (tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni,
etika)

2.

Kedua, esthetik expression. (ungkapan keindihan, bidang ini melahirkan keindahan)

3.

Ketiga, socio-politikal life. (kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio
pilotok)3
Dalam Ensyclopedia of Philosophi dijelaskan, aksiologi disamakan dengan nilai dan

penilaian yang terdiri dari tiga bentuk, yaitu:


1. Nilai merupakan kata benda abstrak.
2. Nilai sebagai kata benda kongkret.
3. Nilai sebagai kata kerja dalam ungkapan menilai, memberi nilai, dan dinilai.

Beberapa definisi aksiologi diatas menunjukkan bahwa masalah utama yang menjadi
fokus aksiologi ialah nilai dan penilaian. Nilai yang dimiliki oleh sesorang merupakan karangka
untuk melakukan pertimbangan tentang suatu objek yang dinilai.4
Berkaitan dengan aksiologi, Drs. Prasetya mengatakan bahwa Aksiologi adalah study
tentang nilai, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh
setiap insan, adapun nilai yang dimaksud, yaitu:
1. Nilai jasmani (nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna), dan
2. Nilai rohani (nilai yang terdiri atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika dan nilai religi)
Dari nilai-nilai tersebut, nilai hidup merupakan nilai dasar, yaitu sesuatu yang dikejar
manusia bagi kelangsungan hidupnya. Sedangkan nilai religi adalah nilai utama, yaitu sesuatu
yang didambakan manusia untuk kemuliaan dirinya.

2. Ilmu dan Moral


Berbicara masalah ilmu dan moral memang sudah sangat tidak asing lagi, keduanya memiliki
keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu bisa menjadi malapetaka kemanusiaan jika seseorang yang
memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada.
Tapi sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara
benar dan tepat, tentunya tetap mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini
mengharuskan seseorang ilmuan yang memiliki landasan moral yangn kuat, ia harus tetap
memegang idiologi dalam mengembangkan dan memanfaatkan keilmuannya. Tanpa landasan
dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral, maka seorang ilmuan bisa menjadi monster yang
setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusiaan bisa setiap saat terjadi.
Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu itu jauh lebih jahat dan membahayakan
dibandingkan kejahatan orang yang tidak berilmu (boboh). Kita berharap semoga hal ini bisa
disadari oleh para ilmuan, pihak pemerintah, dan pendidik agar dalam proses transformasi ilmu
pengetahuan tetap mengindahkan aspek moral. Karena ketangguhan suatu bangsa bukan hanya
ditentukan oleh ketangguhkan ilmu pengetahuan tapi juga oleh ketangguhan moral warga.

3. Aksilogi: Nilai Kegunaan Ilmu


Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu
sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri
yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaan apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau
justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan
oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu
itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu
memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada
pemilik dalam menggunakannya. .5
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem
ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah
kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu,
setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan
dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara
menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara
yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang
berkembang dalam kehidupan manusia.6

4. Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu


Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung
pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai
menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi
tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan
yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara
peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan
harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis,
agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas
melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada
proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya
menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif7

5. Aliran-aliran yang Berpendapat Aksiologi8

1. Pandangan aksiologi paranialisme


2. Pandangan aksiologi essensialisme
3. Pandangan aksiologi rekontruksionisme

Kesimpulan

Aksiologi adalah teori tentang nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi


sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.. Sedangkan
Aksiologi menurut Bramel, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, moral conduct, kedua,
esthetik expression dan ketiga, socio-politikal life.
Berkaitan dengan aksiologi, Drs. Prasetya mengatakan bahwa Aksiologi adalah study
tentang nilai, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh
setiap insan, adapun nilai yang dimaksud, yaitu: nilai jasmani, dan nilai rohani.
Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu bisa menjadi malapetaka
kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak
mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tapi sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi
kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat, tentunya tetap mengindahkan
aspek moral
Ontologi(HakikatIlmu)
Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera)
yang membuahkan pengetahuan?
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya?
Epistimologi(CaraMendapatkanPengetahuan)
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya?

Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan


pengetahuan dengan benar?
Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?
Apa kriterianya?
Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
Aksiologi(Guna Pengetahuan)
Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional?
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2130959-ontologi-epistimologi-danaksiologi-ilmu/#ixzz1c6Vq8yuS
AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN

AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN


by sariono sby

PENDAHULUAN
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti
sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai
rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk
pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu
semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan
lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa

peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah
wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan
berbagaai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia
bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi dan lain sebagainya. Simgkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,
pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali 6 tahun yang lalu
dan menciptakan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk mrmbunuh
sesama manusia. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak
pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada
nilai-nilai, maka yaang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang
benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuwan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang
ilmuwan harus dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab
akademis dan tanggung jawab moral.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan aksiologi, di bawah ini diuraikan
beberapa definisi tentang aksiologi, diantaranya :
1. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti
teori tentang nilai.
2. Aksiologi dapat diartikan sebagai teori mengenai sesuatu yang bernilai. Salah
satu yang mendapat perhatian adalah masalah etika/kesusilaan. Dalam etika, obyek
materialnya adalah perilaku manusia yang dilakukan secara sadar. Sedangkan
obyek formalnya adalah pengertian mengenai baik atau buruk, bermoral atau tidak
bermoral dari suatu perilaku manusia.
3. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer
bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
4. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian, yaitu :
a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni
etika.
b. Esthetic Expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan Keindahan

c. Sosio Political Life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat
sosio-politik.
5. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value
and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian
yang lebih sempit seperti, baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian
yang lebih luas mencakupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran
dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas, merupakan kata benda asli untuk
seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra sebagai lawan dari suatu yang
lain dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai
instrumental atau menjadi baik atau sesuatu yang menarik, sebagai nilai inheren
atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsik atau
menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang
merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.
b. Nilai sebuah kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti
nilainya, nilai dia dan system nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang
memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak
dianggap baik atau bernilai.
c. Nilai juga dikatakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan
dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif
digunakan untuk menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
B. NILAI ILMU DAN MORAL
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan
jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, yaitu:
1. Etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Seperti ungkapan saya pernah belajar
etika.
2. Merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatanperbuatan, atau manusia yang lain.seperti ungkapan ia bersifat etis atau ia
seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak susila.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan
bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat
dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik
dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimilki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.

Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan
yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat
berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya, atau
eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang
melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun
fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas dan
hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang. Misalnya, seorang melihat matahari yang sedang terbenam di sore
hari. Akibat yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat
betapa indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakan nilai yang subjektif dari
seseorang dengan orang lain akan memiliki kulitas yang berbeda.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme.
Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, sesuatu yang memilki kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya,
kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, melainkan pada objektivitas
fakta, kebenaran tidak diperkuat atau diperlemah oleh prosedur-prosedur. Demikian
juga dengan nilai. Orang yang berselera rendah tidak mengurangi keindahan
sebuah karya seni.
Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalahmasalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (14731543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa
bumi yang berputar mengelilingii matahari dan bukan sebaliknya seperti apa
yang dinyatakan dalam ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan
moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara
metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan dipihak
lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan
(nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran ajaran diluar bidang keilmuwan
diantaranya agama.
Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan
penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai!
Dihadapkan dengan masalah moral dalam ekses ilmu dan teknologi yang bersifat
merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat, yaitu:
1. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus berifat netral terhadap
Nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis.
Dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada
orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan
yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongaan ingin melanjutkan tradisi
kenetralan ilmu secara total, seperti pada waktu era Galileo.
2. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah
terbatas pada metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaanya haruslah
berlandaskan nilai-nilai moral.
Golongan kedua mendasarkan pendapatnyaa pada beberapa hal, yakni:

a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia, yang
dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologiteknologi keilmuwan.
b. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makim esoteric hingga kaum ilmuwan
lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi
penyalahgunaan.
c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa
ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada
kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan sosial.
Berdasarkan ketiga hal di atas, maka golongaan kedua berpendapat bahwa ilmu
secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan
martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
Etika keilmuwan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsipetis
yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam
ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuwan adalah agar seorang ilmuwan dapat
menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang
buruk ke dalam perilaku kailmuwannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuwan yang
mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya.
Etika normatif menetapakan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang
seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan dengan yang
seharusnya terjadi.
Nlai dan norma yang harus berada pada etika keilmuwan adalah nilai dan norma
moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu? Nilai moral
tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi milik seseorang, ia
akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, budaya dan
sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan
tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku
baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral
yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang
baik atau belum.
Penetapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu
berupa teknologi, maupun teori-teori emansipasi masyarakat dan sebagainya itu,
mestilah memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai adat dan
sebagainya. Ini berarti ilmu pengetahuan tersebut sudah tidak bebas nilai. Karena
ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan
mengujinya.
Di tengah situasi di mana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan
harus tampil ke depan. Pengetahuan yang dimilkinya merupakan kekuatan yang
akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat
yang sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap sebagai seorang
pendidik dengan memberikan contoh yang baik.
Kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai? Ilmu
pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi

konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya,


yakni memahami realitas alam dan memahami eksistensi Allah, agar manusia
menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu
pengetahuan melulu pada praxis, pada kemudahan-kemudahan material duniawi.
Solusi yang diberikan oleh al-Quran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat
dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur
semestinya, sehimgga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam
bukan sebaliknya membawa mudharat.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara filosof
dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan
tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini
dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni,
sstra untuk sastra dan lain sebagainya. Menurut pendapat yang kedua ini, ilmu
pengetahuan itu meringankan beban hidup manusia atau untuk membuat manusia
senang, karena dari ilmu pengetahuan itulah yang nantinya akan melahirkan
teknologi.
KESIMPULAN
1. Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk
kemasalahatan manusia, atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan
2. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya
dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannya itu
adalah bangsa nya sendiri.
3. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang
benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuwan serta masalah bebas nilai.
4. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya.
5. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika.
6. Etika menilai perbuatan manusia, Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimilki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.
7. Nlai dan norma yang harus berada pada etika keilmuwan adalah nilai dan norma
moral.
8. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab
seseorang. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan
menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.
http://referensiagama.blogspot.com

You might also like