Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para
konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini
konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak
ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang
dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen.
Beberapa contohnya adalah :
Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa
pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang
akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
Masih ditemukan ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwa
kedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan bahan makanan,
ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah terkontaminasi dengan formalin dan boraks
tersebut
dikonsumsi
secara
terus-menerus
akibat
ketidaktahuan
konsumen
maka
kemungkinan besar yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat
memperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian.
Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa waktu lalu
publik digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel dan restoran yang diolah
kembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah atau daging sampah. Mendengar
namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan tidak percaya pada hal tersebut, namun
fakta menyebutkan bahwa dikawasan cengkareng, Jakarta Barat telah ditemukan serta
ditangkap seorang pelaku pengolahan daging sampah. Dalam pengakuannya pelaku
menjelaskan tahapan-tahapan yang ia lakukan, yaitu ; Limbah daging dibersihkan lalu dicuci
dengan cairan formalin, selanjutnya diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembali
sebelum dijual dalam berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi. Dan hal
yang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut sudah ia jalani
selama 5 (lima) tahun lebih.
1
Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik
China dan juga Indonesia adalah ditemukannya kandungan melamin di dalam produk-produk
susu buatan China. Zat melamin itu sendiri merupakan zat yang biasa digunakan dalam
pembuatan perabotan rumah tangga atau plastik. Namun jika zat melamin ini dicampurkan
dengan susu maka secara otomatis akan meningkatkan kandungan protein pada susu.
Walaupun demikian, hal ini bukan menguntungkan para konsumen justru sebaliknya hal ini
sangat merugikan konsumen. Kandungan melamin yang ada pada susu ini menimbulkan efek
samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit
tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia.
Dari keempat contoh diatas dapat kita ketahui bahwa konsumen menjadi pihak yang
paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau harga yang boleh
dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus menanggung resiko besar yang
membahayakan kesehatan dan jiwanya hal yang memprihatinkan adalah peningkatan harga yang
terus menerus terjadi tidak dilandasi dengan peningkatan kualitas atau mutu produk.
Hal-hal tersebut mungkin disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Pemerintah
serta badan-badan hukum seperti Dinas kesehatan, satuan Polisi Pamong Praja, serta dinas
Perdagangan dan Perindustrian setempat. Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya dihargai karena
tujuan utama dari penjual adalah memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka
pendek bukan untuk jangka panjang.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini yang berisi tentang Perlindungan
konsumen. Dalam makalah ini kami akan menjelaskan lebih lanjut serta membuat solusi yang
mungkin akan berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Konsumen pun, diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label.
Semakin terbukanya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembang
adalah hal yang tak dapat dielakkan. Seringkali dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat
permasalahan-permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen
akibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan ada yang
membahayakan. Karenanya, adanya jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang diperolehnya di pasar menjadi
urgen.
Hebohnya kasus formalin pada makanan, ditariknya produk pengusir nyamuk HIT karena
dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanan dan keselamatan konsumen.
Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat pengawet berbahaya yang disinyalir oleh
Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (KOMBET) yang di supervisi oleh LP3ES
Jakarta di tahun-tahun lalu ketika meneliti sejumlah produk minuman isotonik, hasilnya
menginformasikan bahwa sejumlah minuman isotonik mengandung zat pengawet berbahaya
yakni natrium benzoat dan kalium sorbet yang bisa menyebabkan penyakit yang dalam ilmu
kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu penyakit nan mematikan yang
dapat menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia ketika antibodi yang seharusnya
melindungi tubuh manusia malah menggerogoti manusia itu sendiri. Sekarang heboh jamu
berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman mengandung susu produk RRC yang
berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya dan seterusnya. Apa yang salah,
sehingga kejadian seperti selalu berulang, ke manakah peran pengawasan dari instansi-instansi
yang berwenang mengeluarkan izin produksi, izin berlaku dan beredarnya suatu produk? Sebuah
tanda tanya besar. Jelas konsumen lagi-lagi menjadi korban.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen
akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha
yang pada prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal
mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan
konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, dalam menjalankan usahanya pelaku usaha juga mempunyai beberapa
hak dan kewajiban seperti berikut:
1. Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8,9, 10, 13
ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
2. Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan terhadap Perlindungan Konsumen
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah
dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum
bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen,
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Factor utama yang menjadi
kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini
terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
3.2 Saran
1. Pemenuhan hak-hak konsumen sebagai salah satu pelaku usaha sehingga tercipta
kenyamanan dalam transaksi perdagangan
2. Mempertegas tanggungjawab pelaku usaha sebagaimana diatur dalam undang-undang
sehingga tidak merugikan konsumen
3. Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
4. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan
peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
http://www.scribd.com/doc/18545014/makalah-perlindungan-konsumen/21Mei2015
http://www.pemantauperadilan.com/delik/16-PERLINDUNGAN%20KONSUMEN.pdf/
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
http://www.scribd.com/doc/30732228/Makalah-Perlindungan-Konsumen#scribd/21Mei 2015
14