You are on page 1of 19

TUGAS

PENYAKIT BERBASIS LINGKUGAN


(PBL)
TUBERCULOSA
DAN ISPA
Disusun Oleh :
NAMA
NIM
MATA KULIAH
(PBL)

:
:
:

S U WAN D I
140101043
PENYAKIT BERBASIS LINGKUGAN

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2015

1. TUBERCULOSA
Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya
A. Penyebab
Tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini
berbentuk batang mempunyai sifat tahan asam pada perwarnaan. Oleh karena itu, disebut
sebagai basil tahan asam
B. Penularan Dan Faktor Resiko
Tuberculosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu
terinfeksi melalui berbicara, bersin, tertawa, atau bernyanyi dengan melepaskan droplet besar
dan kecil. Droplet yang besar menetap sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan
terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi untuk tertular TB Paru
adalah
1. Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif seperti keluarga
2. Individu imunosupresif (penderita kanker yang mendapatkan terapi kortikosteroid,
3.
4.
5.
6.

penderita HIV/AIDS, lansia)


Perokok dan peminum alkohol
Individu yang tinggal diinstitusi seperti penjara, panti, rumah sakit jiwa, dll
Penderita yang makan obat tidak teratur
Masyarakat miskin yang kurang gizi.

C. Tanda Dan Gejala


1. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru.
Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan dengan

kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering
pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
2. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah
menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi kental bila
sudah terjadi pengejuan.
3. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa
sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Pen yebabn ya adalah akibat
peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
4. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses
lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
5. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk
6. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
7. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari proses
infeksi.
8. Penurunan Berat Badan

Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih
sering dikeluhkan bila proses progresif.
9. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
10. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.

D. Cara Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Laboratorium

Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif


penyakit

Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak
secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.

Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine


dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) : Positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.

Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.

Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan


rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).

2. Pemeriksaan Radiologis

Foto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

E. Cara Penanganan
1. Terapi Farmakologi

Penderita baru : penderita diwajibkan minum obat selama 6 bulan

Penderita kambuh : penderita yang kambuh atau gagal pada pengobatan yang
pertama harus menjalani pengobatan selama 8 bulan

Akibat Tidak Minum Obat TB Paru (MDR)


Jika obat tidak diminum secara teratur maka penyakit TBC akan sukar diobatai
karena ada kemungkinan penyakit TBC tersebut akan kebal terhadap obat
yang diberikan. Sementara itu jika tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50%

dari penderita TBC akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya
tahan tubuh tinggi dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular.
2. Konsumsi makanan bergizi
Syarat diet yang di anjurkan:

Tinggi Energi
Energi diberikan 40 45 kkal/kg BB. Oleh karena itu penderita TBC perlu
makan lebih banyak daripada orang sehat (kurang lebih 1,5 x makan orang
sehat).

Tinggi Protein
Protein diberikan 22,5 gram/ kg BB. Sebaiknya sering mengkonsumsi
makanan sumber protein yang berkualitas tinggi seperti putih telur, daging,
ayam, ikan, dan susu (lauk hewani). Sedangkan tempe, tahu, kacang-kacangan
dan hasil olahannya dapat diberikan sebagai tambahan, karena jenis ini
kualitas proteinnya tidak sebik pada lauk hewani.

Cukup Lemak dan Karbohidrat.


Makanlah secara cukup sumber vitamin terutama vitamin C, K dan B
Kompleks seperti buah-buahan dan kacang-kacangan.

Makanlah secara cukup sumber mineral terutama zat besi dan kalsium seperti
hati, susu, ikan, daging, dsb.

3. Pencegahan Penularan TB Paru

Jaga kebersihan diri dan lingkungan hidup


Kebersihan adalah salah satu tanda dari keadaan higiene yang baik. Manusia
perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar sehat, tidak bau,

tidak malu, tidak menyebarkan kotoran, atau menularkan kuman penyakit bagi
diri sendiri maupun orang lain. Kebersihan badan meliputi kebersihan diri
sendiri, seperti mandi, menyikat gigi, mencuci tangan, dan memakai pakaian
yang bersih.
Mencuci adalah salah satu cara menjaga kebersihan dengan memakai air dan
sejenis sabun atau deterjen. Mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan
produk kebersihan tangan merupakan cara terbaik dalam mencegah penularan
virus.
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan
berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara
melap jendela dan perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai,
mencuci peralatan masak dan peralatan makan (misalnya dengan abu gosok),
membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah.
Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan selokan,
dan membersihkan jalan di depan rumah dari sampah.

Rumah harus memiliki sirkulasi udara dan sinar matahari yang cukup.
Ventilasi rumah yang baik dengan membuka jendela lebar-lebar agar udara
segar & sinar matahari dapat masuk, kuman TBC akan mati bila terkena sinar
matahari.

Menutup mulut waktu batuk.


Perpindahan virus yang disebarkan oleh batuk, terjadi dalam jarak satu meter.
Virus pun dapat pula berpindah akibat kontak langsung dengan benda-benda
yang telah terkena virus. Cara yang paling mudah mencegah penyebaran virus
adalah dengan menggunakan masker atau menutup mulut ketika batuk atau
bersin.

Tidak membuang dahak sembarangan.

Jika yang membuang dahak adalah penderita TB maka awasi agar terhindar
dari penularan kepada orang lain. Dahak penderita TB apabila yang terkena itu
tidak memiliki kekebalan tubuh kuat, maka akan tertular penyakitnya.

Setelah memakai alat makan/ minum/ mandi disiram dengan air panas.

2. ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut )


A. Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti: sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan

menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat
kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek
seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan
sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini
ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua
radang telinga akut harus mendapat antibiotik.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
3. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus,
Bordetella dan Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Miksovirus,
Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.

4. Faktor Resiko
1. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
Umur < 2 bulan
Laki-laki
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tidak mendapat ASI memadai
Polusi udara
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Membedong anak (menyelimuti berlebihan)

Defisiensi vitamin A
2. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
Umur < 2 bulan
Tingkat sosial ekonomi rendah
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tingkat pendidikan ibu yang rendah
Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Menderita penyakit kronis
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan,
faktor individu anak , serta faktor perilaku.
1. Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam
rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih
lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran

tentunya akan lebih tinggi.


Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,
diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak
yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada
kelompok umur 9 bulan dan 6 10 tahun.

b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari
ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen
yang optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan
zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi


tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
c. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan
nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah,
satu orang minimal menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria tersebut

diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.


Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi
dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan
bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada
bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan
memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

2. Faktor individu anak


a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit
pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan
tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12
bulan.
b. Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat
badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan

lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram
dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran
pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap
status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa
anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate
lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih

berat infeksinya.
c. Status gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan


perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi
kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan
dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan
antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan,

tinggi badan, lingkar lengan atas.


Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya
hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang
bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya
hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat

lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.


Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada
keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan

serangannya lebih lama.


d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul
200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat
tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit
maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko
terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5%

pada kelompok kontrol.


Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan
menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya
tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan
terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak
berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap

bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat.
Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala
terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua
kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan
yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan

terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan


berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak.
Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis,
campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam
upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan
mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang
mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat

diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.


Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang
efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan

imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah.


3. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada
bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik
yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam
suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi.
Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah

kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.


Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena
penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat
atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena
penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota
keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil

menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.


Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia
dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan
agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal
tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek
penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek

penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada

perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.


Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan
yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita; pencarian
pertolongan pada pelayanan kesehatan.

5. Tanda-Tanda Bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan
dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi
lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan
penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda dan gejala umum
a. Ringan : batuk, pilek dan demam
b. Sedang : batuk, pilek, demam, dan sesak nafas.
c. Berat : batuk, pilek, demam, sesak nafas dan tarikan dinding dada.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.
Tanda-tanda klinis

Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting

expiratoir dan wheezing.


Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan

cardiac arrest.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil

bendung, kejang dan coma.


Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris

Hypoxemia
Hypercapnia
Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak

bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya

pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
6. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam

(chest indrawing).
Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.

Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2
bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu

60 kali per menit atau lebih.


Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus

dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).


Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit

atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

7. Pengobatan

Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan

sebagainya.
Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan

penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,

amoksisilin atau penisilin prokain.


Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari.

8. Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.

Mengatasi panas (demam)


Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada

air (tidak perlu air es).


Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali

sehari.
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu

tetap diteruskan.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.

Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebihlebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan
lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat
antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan
dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,
usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk
pemeriksaan ulang.
9. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan:

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


Immunisasi.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.


Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
Immunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

10. Alsagaff, Hood. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press :
Surabaya.
11. Brunner and suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, edisi 8. Jakarta :
EGC
12. Danang. 2008. Konsep Dasar Tuberkulosis. Diakses pada tanggal 27 April 2011 di
http://masdanang.co.cc/?p=16.
13. Khaidir Munaj. 2008. Askep TB Paru. Diakses pada tanggal 27 April 2011 di
http//www.khaidirmunaj.blogger
14. Price & Wilson (2006). Patofisiologi, vol 2, edisi 6. Jakarta : EGC
15. Tabrani (1996). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipocrates
16. Wirawan (2008). Pengaturan Makan Untuk Penderita Tbc Paru. Diakses pada tanggal
27 April 2011 di http://www.rspaw.or.id/mktbc.htm
17. Depkes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta.
18. Depkes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. 1991. Bimbingan Ketrampilan Dalam
Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarta.
19. Dimas. 2011. Pengenalan tentang ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Diakses pada tanggal 18 Juni 2011 di http://omdimas.com/pengenalan-tentang-ispaatau-infeksi-saluran-pernafasan-akut/
20. Hendra R. 2011. ISPA. Diakses pada tanggal 18 Juni 2011 di http://hendrar.blogspot.com/2011/06/ispa.html
21. Rendie, J, et.al . 1994. Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Binarupa
Aksara. Jakarta. 1994.
22. Santosa, G. 1987. Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi. Simposium Gawat Darurat
Pada Anak. Surabaya.

You might also like