You are on page 1of 18

1.

Afasia
Bahasa adalah fungsi luhur yang paling utama bagi manusia selain fungsi daya
mengingat,persepsi, kognisi dan emosi. Manusia menggunakan bahasa dalam memenuhi
sistem komunikasi yang kompleks. Produksi bahasa terjadi pada otak manusia. Salah satu
gangguan bahasa yang disebabkan oleh kerusakan otak adalah afasia.
Pada manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak
pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang dominan
tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar terletak pada hemisfer
kiri. Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan
morotik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan dalam artikulasi tetapi
penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.
Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk
impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan
memahami serta mengerti suatu bahasa.
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas. Selain
itu lesi area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasiajuga dapat
muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area
Wernicke.
Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan
dalam memproduksi dan/ atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada
pemrosesan bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis
mungkin ada sebagai gejala yang menyertai. Afasia adalah gangguan berbahasa akibat
gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat
beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia
memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis
dalam derajat berbeda-beda.
Klasifikasi afasia
Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan menjadi:
- Afasia tidak lancar atau non fluent
- Afasia lancar atau fluent
Berdasarkan lesi anatomik

a.
b.
c.
d.
-

Sindrom afasia peri-silvian


Afasia Broca (motorik, ekspresif)
Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)
Afasia konduksi
Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone
Afasia transkortikal motorik
Afasia transkortikal sensorik
Afasia transkortikal campuran
Sindrom afasia subkortikal
Afasia talamik
Afasia striatal
Sindrom afasia non-lokalisasi
Afasia anomik
Afasia global

Gejala dan Gambaran klinik Afasia


Afasia tidak lancar

Afasia lancar

Pada afasia ini, output atau keluaran bicara Pada afasia ini penderita bicara lancar,
terbatas.

Penderita

menggunakan

kalimat artikulasi dan irama baik, tetapi isi bicara tidak

pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya.
Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga
buruk.
tidak dapat berbicara kembali.
Pasien tampak sulit memulai bicara
Keluaran bicara yang lancar
Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang Panjang kalimat normal
Artikulasi dan irama bicara baik
per kalimat)
Gramatika bahasa berkurang dan tidak Terdapat parafasia
Kemampuan memahami pendengaran dan
kompleks
membaca buruk
Artikulasi umumnya terganggu

Irama bicara terganggu


Pemahaman cukup baik,

tapi

Repetisis terganggu
sulit Menulis lancar tadi tidak ada arti

memahami kalimat yang lebih kompleks


Pengulanan (repetisi) buruk
Kemampuan menamai, menyebut nama
benda buruk
Seseorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar dan terteguntegun: mana...rokok...beli. Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan
lancar: rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan.

Afasia global. Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini ditandai

oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata
yang diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau:
"baaah, baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang
atau sangat terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata.
Repetisi (mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan
menulis juga terganggu berat.
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah
bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri
media pada pangkalnya. Afasia

global

hampir

selalu

disertai hemiparese atau

hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.

Afasia Broca. Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang

tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pemahaman
lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat yang sintaktis kompleks). Pasien
sering atau paling banyak mengucapkan kata-benda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya
telegram atau tanpa tata-bahasa (tanpa grammar). Kalimatnya pendek (<5 kata per kalimat),
mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat buruk. Pemahaman auditif dan pemahaman
membaca tampaknya tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang
kompleks sering terganggu (misalnya memahami kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk
tidak

gagal,

bagaimana

rencana

anda

untuk

maksud

ini").

Contoh:

"Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol." "Periksa...lagi...makan... banyak..".

Kemampuan menamai buruk (naming) dapat menunjukkan jawaban yang parafasik. Lesi
yang menyebabkan afasia Broca mencakup daerah Brodmann 44 dan sekitarnya. Lesi yang
mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operkulum frontal (area Brodmann 45 dan
44) dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan korteks motorik bawah dan massa alba
paraventrikular tengah). Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik
daripada afasia global. Karena pemahaman relatif baik, pasien dapat lebih baik beradaptasi
dengan keadaannya.

Afasia Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Ditandai oleh
ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia menjawab iapun tidak mampu

mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak mampu memahami kata yahg diucapkannya,
dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah. Maka
terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya menjawab
pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal saya lalu
sana sakit tanding tak berabir".
Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Keluaran afasik yang lancar, panjang kalimat normal, artikulasi baik, anomia (tidak dapat
menamai), parafasia fonemik dan semantik, komprehensi auditif dan membaca buruk.
Penderita afasia jenis Wernicke ada yang menderita hemiparese, ada pula yang tidak.
Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa,
yaitu bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan neologisme, bisa disangka menderita
psikosis.
Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah bahasa bagian posterior.
Semakin berat defek dalam komprehensi auditif, semakin besar kemungkinan lesi mencakup
bagian posterior dari girus temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal terpelihara,
namun kata kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang
lobus temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal
yang merusak isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks temporal.
Penderita dengan defisit komprehensi yang berat, pronosis penyembuhannya buruk,
walaupun diberikan terapi bicara yang intensif.

Afasia konduksi. Ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan dalam
membaca kuat-kuat (namun pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam

menulis, parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara.
Anomianya berat.
Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan manifestasi
klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa pasien.
Sering lesi ada di massa alba subkortikal - dalam di korteks parietal inferior, dan mengenai
fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.

Afasia transkortikal. Ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun
fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam

memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan.


Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk. Pasien
dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan membaca,
namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca. Sebaliknya, pasien
dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang (repetisi) dengan baik, namun tidak
memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya.
Gambaran klinik afasia sensorik Gambaran klinik afasia motorik Gambaran klinik afasia
transkortikal
transkortikal:
Keluaran (output) lancar
Keluaran
(fluent)

tidak

transkortikal campuran:
lancar
Tidak
lancar

(non fluent)

Pemahaman buruk

Repetisi baik

Ekholalia

Repetisi baik

Repetisi baik

Komprehensi auditif dan

Inisiasi ot/fpunerlambat

Ekholalia

membaca terganggu

Ungkapan-ungkapan

Defisit

(nonfluent)

Pemahaman
(komprehensi) baik

motorik

singkat

dan

sensorik jarang dijumpai

Parafasia semantik

Didapatkan

Ekholalia

lapangan

defisit
pandang

di

Komprehensi
buruk

mencolok

sebelah kanan.
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan sabit,
didalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal antara
daerah arteri serebri anterior dan media).

Afasia anomik. Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam
menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya.

Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, repetisi baik, namun sering
tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek.
Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia anomik, dengan
demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat demikian ringannya sehingga
hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian beratnya sehingga
keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan bergantung
kepada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relatif terpelihara dan komprehensi
lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada jenis
afasia lain yang lebih berat. Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi
kortikal saja. Lesi di talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh
perdarahan atau infark, dapat menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya afasia
dalam hal ini belum jelas, mungkin antara lain oleh berubahnya input ke serta fungsi korteks
di sekitarnya.

Penatalaksanaan medis
DASAR-DASAR REHABIL1TASI
Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :
1

Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah
memungkinkan pada fase akut penyakitnya.

Dikatakan

bahwa

bina

wicara

yang

diberikan

pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik.


3

Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat).

pada

bulan

Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat individual dan tergantung dari latar
belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.

Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (relearning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan
tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah
dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi).

Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien
afasi yang lain.

Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.

2. Disartria
Disartria adalah gangguan bicara (artikulasi) yang diakibatkan cedera neuromuscular, yaitu
karena kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang
berperan dalam proses artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan.
B. Penyebab
Disartia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) (Cerebrovascular accident (CVA) ) (stroke)
Karena trombosis, emboli atau pendarahan, saluran darah ke sebagian otak terhambat.
2. Gangguan Biokimia
Pembuatan neurotransmitor tidak cukup atau neutransmitor terlalu cepat dihanyutkan
sehingga penyampaian rangsangan terganggu. Penyakit Myasthenia gravis misalnya
diakibatkan diakibatkan kurangnya asetikolin sehingga otot-otot cepat capai. Penyakit
Parkinson disebabkan kekurangan produksi dopamine.
3. Trauma
Karena jatuh, pukulan atau luka sebagian dari sistem saraf rusak.
4. Neoplasma (tumor)
Sebuah tumor ini membuat tekanan pada sebagian sistem saraf.
5. Keracunan
Keracunan dapat disebabkan racun, alkohol (penyakit Korsakow) atau obat.
6. Radang

Radang di otak (ensefalitis), di saraf (neuritis) atau di otot (miositis).


7. Infeksi virus atau infeksi prion
Sistem saraf diserang virus (misalnya poliomyelitis) atau prion (penyakit CreutzfeldtJacob)
8. Degenerasi progresif
Semakin banyak bagian sistem saraf terkena. Penyebabkan bisa keturunan, seerti
misalnya distrofia otot keturunan, penyakit Huntington atau penyakit Wilson. Pada
penyakit Wilson terdapat kekurangan putih telur pengikat tembaga, yang
mengakibatkan tembaga terendap di striatum dan di hati. Pada penyakit Multiple
Sclerose, oleh karena reaksi oto-imun, terjadi peningkatan demielinisasi (pemecahan
lapis pelindung mielin akson).
9. Kelainan Kongenital
Sejak kelahiran sedah terdapat kerusakan di sistem saraf sentral, yang menyebabkan
bicara tidak berkembang dengan baik.
(Reni Dharma Perwira-Prins, 2000. 13.)
C. Karakteristik
1. (Curtis E. Weiss, 1989; 238)
a. Articulation imprecision
b. Slurred speech
c. Phonemic Distortions
d. Shortened Vowel Duration
e. Prolongation of phonemes
f. Slow rate
g. Rapid or jerky rate
h. Inappropriate silent intervals
i. Intermittent unintelligibility
j. Articulatory conspicuousness
k. Inappropriate phrasing
l. Less articulate speech in context than in single words
m. Impaired articulator strength and control
n. Mono pitch, uncontrolled pitch and loudness, inappropriate loudness

o. Hoarseness, harshness, breathiness, and hypernasality


p. Hearing loss
q. Vegetative problems
Artinya :
a. Ketidaktepatan artikulasi
b. Kekacauan wicara
c. Kekacauan fonem
d. Durasi vokal yang pendek
e. Perpanjangan pada fonem
f. Rata-rata bicara yang lambat
g. Cepat atau tersentak-tersentak
h. Ketidaktepatan penjedahan
i. Tidak dapat dipahami
j. Artikulasi buruk/tidak jelas
k. Susunan kata tidak tepat
l. Artikulasi lebih sedikit pada konteks bicara dibandingkan pada satu kata
m. Alat artikulasi yang kurang kuat dan kurang terkontrol
n. Satu nada, nada dan kenyaringan sering tidak terkontrol dan tidak jelas
o. Suara parau, kasar/keras, breathiness, dan hipernasalitas
p. Kehilangan pendengaran
q. Masalah pertumbuhan
2. (Reni Dharmaperwira-Prins, 2000, 18)
Disartria bulber
a) Ciri gangguan
1) Kelemahan
2) Hipotoni
3) Atrofia
4) Kedutan-kedutan (fasikulasi)
b) Ciri kelainan bicara
1) Hipernasal
2) Pembentukan konsonan tidak tepat

3) Seringkali pengeluaran angin liar


4) Monotoni
5) Penipuan-penipuan nasal
6) Pengambilan nafas berbunyi (inspiratoire stridor)
7) Suara serak
8) Kalimat-kalimat pendek, sedikit kata dalam satu pernafasan
9) Kurang dinamis
Disartria Miogen
a) Ciri gangguan
1) Kelemahan (lemas)
2) Hipotoni
3) Atrofia
b) Ciri kelainan bicara
1) Bicara yang lemas tanpa tenaga
2) Pembentukan konsonan yang tidak tepat
3) Hipernasalitas
4) Suara parau dan lemah
5) Saat-saat tanpa suara
6) Nada bicara pelan
7) Pengheambusan nafas lemah
Disartria spastis
a) Ciri gangguan
1) Gerakan spastis
2) Gerakan lemah
3) Gerakan terbatas
4) Gerakan pelan
5) Muka tanpa ekspresi
6) Liuran
7) Gerakan bibir pelan dan terbatas
8) Refleks menyedot positif patologis (jika mengeluskan sudip dari ujung
mulut ketengah-tengah)

9) Velum bergerak pelan dan sedikit, tetapi bisa bereaksi refleks


10) Kesulitan menelan
11) Tersedak parah
12) Pengaruh inhibisi korteks terganggu, yang mengakibatkan : kelebihan
tersenyum (overflow) senyum jadi tertawa lebar
13) Menangis tersendiri/tertawa tersendiri. Yang dimaksud dengan
tersendiri adalah gejala motoris saja dan tidak diakibatkan emosi.
b) Ciri gangguan bicara
1) Konsonan tidak tepat
2) Monotoni
3) Kurang tekanan
4) Suara serak
5) Kurang dinamis
6) Ketinggian suara terlalu rendah
7) Nada bicara terlalu pelan
8) Hipernasalitas
9) Fonasi yang terperas
10) Kalimat-kalimat pendek, sedikit kata dalam pernapasan
11) Huruf hidup tidak benar
12) Patah suara
13) Terus menerus angin liar
14) Tekanan yang berlebihan dan rata (juga pada bagian yang tidak
bertekanan).
Disartria ataksis
a) Ciri gangguan
1) Gerakan tidak tepat
2) Gerakan pelan
3) Hipotoni
4) Tremor-tremor, karena kehilangan kontrol gerakan
b) Ciri kelainan bicara
1) Konsonan tidak tepat

2) Tekanan yang berlebihan dan rata (juga pada bagian yang tidak bertekanan)
3) Artikulasi yang tidak menentu memburuk
4) Suara serak
5) Fonem diperpanjang
6) Istirahat diperpanjang
7) Monotoni
8) Kurang dinamis
9) Nada bicara terlalu pelan
Disartria hipokinetis
a) Ciri gangguan
1) Kekakuan otot
2) Kelangkaan gerakan
3) Muka topeng
4) Permulaan gerakan pelan
5) Tenaga dan pencapaian gerakan terbatas
6) Tremor
b) Ciri kelainan bicara
1) Monotoni
2) Tekanan yang berkurang
3) Kurang dinamis
4) Huruf mati tidak tepat
5) Istirahat pada tempat yang salah
6) Bagian-bagian bicara pendek dan cepat
7) Suara serak
8) Terus menerus angin liar
9) Nada bicara rendah
10) Kecepatan bervariasi
Disartria hiperkinetis
a) Ciri gangguan
1) Hiperkinesia cepat : benturan-benturan mioktonik (dari otot-otot palatum,
laring, diafragma), tik/grenyet (sidrom gilles dela tourette), korea (gerakan

yang tidak teratur yang bertambah parah pada gerakan-gerakan sadar dan
jika beremosi), Hemibalisme (gerakan kacau dari kaki, tangan dan otot
muka).
2) Hiperkinesia lambat : atetosis (gerakan-gerakan sembmarang yang pelan
berliuk-liuk), diskinesia (gerakan berulang dan berputar pelan), distoni
(posisi badan, leher, dan kepala sedikit demi sedikit semakin bungkuk).
b) Ciri kelainan bicara
1) Hiperkinesia cepat
o Huruf mati yang tidak tepat
o Istirahat yang diperpanjang
o Kecepatan yang bervariasi
o Monotoni
o Suara yang serak
o Istirahat pada saat yang tidak tepat
o Huruf hidup yang tidak benar
o Fonem-fonem diperpanjang
o Kurang dinamis
o Kalimat-kalimat pendek, sedikit kata dalam satu pernafasan
o Artikulasi yang bergantian memburuk
o Tekanan berlebihah
o Hipernasalitas
o Tekanan berkurang
o Fonasi terperas
2) Hiperkinesia lambat
o Huruf mati yang tidak tepat
o Huruf hidup yang tidak benar
o Suara serak
o Artikulasi yang bergantian memburuk
o Fonasi terperas
o Monotoni
o Kurang dinamis

o Istirahat pada waktu yang tepat


o Kalimat-kalimat yang pendek, sedikit kata dalam satu pernafasan
o Istirahat diperpanjang
o Fonem-fonem diperpanjang
o Tekanan berkurang
o Bicara yang lambat
3) Tremor : karena tremor terjadi disfonia
3. (Charles Van Riper, 1984, 378)
Karakteristik Disartria Ataktis menurut Charles Van Riper adalah The Ataxic finds it
very difficults to perfoms any complex activity walking, writing, speaking in a
smooth, integrated series of motions.
Artinya : Ataksik mendapati sangat kesulitan untuk melakukan aktivitas apa saja
yang komplek berjalan, menulis, berbicara secara lancar, mengintegrasikan
rangkaian dari gerakan.
3. Refleks mengancam
Glabela refleks : positif bila setiap kali glabela nya diketuk maka matanya akan terpejam.
pada orang sehat pemejaman mata pada pengetukan glabela hanya terjadi 2 atau 3 kali
saja (pengetukan glabela dilakukan dari arah kepala penderita bukan dari depan. sehingga
tidak menimbulkan positif palsu (refleks ancam)

Coeneomandibular Reflek Positif bila penggoresan kornea menimbulkan pemejaman


mata ipsilateral dan disertai gerakan mandibula kesisi kontralateral.

Corneomandibular refleks : positif bila penggoresan kornea menimbulkanpemejaman


mata ipsi lateral dan disertai gerakan mandibula kesisikontralatera
4. Refleks palmomental
Merupakan refleks primitif yang apabila (+) menunjukkan adanya lesi UMN
Cara: goresan pada ujung pena/ibu jari tangan pemeriksa terhadap kulit telapak tangan
bagian thenar pasien. Responsnya adalah kontraksi oto memtalis dan orbicularis oris
ipsilateral.
5. Stroke batang otak
6. Komplikasi SAH
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama
dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang
dipersulit oleh perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau vasospasme.
Perdarahan ulang dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 % dan merupakan
komplikasi segera yang paling memperhatinkan. (Michael I. Greenberg, Teks Atlas
Kedokteran Kedaruratan, Hal: 45)

Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran CSS dalam
sistem ventrikular oleh gumpalan darah.

Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama. Puncak
insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal dari lisis gumpalan
aneurisma.

Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36% pasien.

Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.

Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang dapat


menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.

Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.

Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.

Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang dengan PSA
dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan inervasi/persarafan simpatetik

abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus
simpatetik miokard, yang dapat merusak miosit dan ujung saraf.

7. Pemeriksaan otonom untuk menentukan tinggi lesi


Motorik (terdapatnya kelemahan)
Sensorik
ANS/autonom nervus system yaitu, perspirasi, bladder & bowel
Refleks yang menurun
Sign/tanda misal: Bevors sign (+) berarti tinggi lesi Thorakal X (umbilicus)
Nyeri tekan: nyeri ketok, nyeri tarik sumbu, nyeri tekan sumbu
Radicular pain: Lhermittes sign:
Posis pasien : duduk
Posisi terapis: Dibelakang pasien
Cara : Pasien duduk santai dan nyaman dengan neck mid position. Tangan
terapis diatas kepala pasien (tegak lurus dengan kepala). Berikan tekanan
(kompresi) pada kepala dalam berbagai posisi (fleksi, ekstensi, lateral
fleksi dextra dan lateral fleksi sinistra).
Hasil :
Positif jika terdapat nyeri pada daerah leher hingga lengan akibat
terjepitnya saraf Brachialis.

Dapat diberikan pada kasus Cervikal Root Syndrome.


Tes perspirasi
Tes ini untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan saraf otonom.
Menentukan letak topis lesi di medula spinalis
Persiapan pasien: jam sebelum tes diberi 1g parasetamol+minum

banyak
Persiapan larutan: alkohol 300cc, yodium 5g, oil Rinii 30cc
Tubuh dibersihkan dulu dengan disekah air
Kemudian dibersihkan dengan alkohol
Diberi larutan perspirasi tes
Tunggu kering
Taburi amylum
Pasang sungkup perspirasi test (di dalamnya terdapat dop lampu 300 watt
@ 75 watt sebanyak 45 buah), selama 1/2 jam. Perpirasi (+) berwarna
ungu, (-) berarti tidak ada keringat warnanya tetap putih (amilum)

Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan :

o gangguan motorik
o gangguan sensibilitas
o gangguan susunan saraf otonom
Gangguan motorik biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya paraparese / tetraparese
o Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula spinalis lumbosakral (L2-S2).
o Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi infra nuklear.
o Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medula spinalis servikal IV.
o Tetraparese :
ekst.superior LMN
ekst. Inferior UMN
Gangguan sensibilitas :
o

Gangguan rasa eksteroseptif

Gangguan rasa proprioseptif


Biasanya yg dipakai u/ tinggi lesi pemeriksaan eksteroseptif

Gangguan sensibilitas segmental :


o Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1
o Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10
o Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4
o Saddle Anestesia : lesi pada konus
Gangguan sensibilitas radikuler :
o Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.
Ggn sensibilitas perifer :
Glove/stocking anestesia
Gangguan Susunan Saraf Otonom :
o Produksi keringat test perspirasi
o Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.
Autonomic bladder / spastic bladder

lesi medula spinalis supranuklear terhadap segmen

sakral.
Flaccid bladder/overflow incontinence
Lesi intrakranial berdasar kelainan motorik
o

Hemiparese / hemiplegia

lesi pada sakrall medula spinalis.

Tipika
Alternans
o

Posisi ekstremitas : posisi dekortikasi, posisi deserebrasi

Test fungsi batang otak : pernafasan, ref. batang otak

Involuntari movement : ggn pd susunan ekstrapiramidal.

Ggn. Koordinasi : ggn pd serebellum.

You might also like