Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Daftar Pustaka
ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian,
pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.
yang merupakan sarana bagi kemunculan sumber sumber panas bumi yang
berkaitan dengan gununggunung api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa
sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim patahan
regional yang terkait dengan sistim sesar Sumatera, sedangkan di Jawa sampai
Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol oleh sistim pensesaran yang bersifat
lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk karena pemindahan masa
batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang intensif dan ekstensif.
Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan sedimen yang telah
mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidaktidaknya
sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau
permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya
menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan
dengan permeabilitas reservoir pada lapanganlapangan panas bumi di Pulau Jawa
ataupun di Sulawesi.
Sistem Hidrothermal
Sistim panas bumi di Indonesia umumnya
merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai
temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa
diantaranya yang mempunyai temperatur sedang
(150225oC). Pada dasarnya sistim panas bumi jenis
hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas
dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang
terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui
batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi
terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu
sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi
pada dasarnya terjadi karena gaya apung (bouyancy).
Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai
kecenderungan untuk bergerak
kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan
terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air
menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke
atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air
atau arus konveksi.
Adanya suatu sistim hidrothermal di bawah permukaan sering kali
ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal
surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud
pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya, dimana beberapa diantaranya,
yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat
untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di
permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah
permukaan atau karena adanya rekahan rekahan yang memungkinkan fluida
panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan.
Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistim
hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Sistim
dua fasa dapat merupakan sistem dominasi air atau sistem dominasi uap. Sistim
dominasi uap merupakan sistim yang sangat jarang dijumpai dimana reservoir
panas buminya mempunyai kandungan fasa uap yang lebih dominan
dibandingkan dengan fasa airnya. Rekahan umumnya terisi oleh uap dan poripori
batuan masih menyimpan air. Reservoir air panasnya umumnya terletak jauh di
kedalaman di bawah reservoir dominasi uapnya. Sistim dominasi air merupakan
sistim panas bumi yang umum terdapat di dunia dimana reservoirnya mempunyai
kandungan air yang sangat dominan walaupun boiling sering terjadi pada
bagian atas reservoir membentuk lapisan penudung uap yang mempunyai
temperatur dan tekanan tinggi.
Dibandingkan dengan temperatur reservoir minyak, temperatur reservoir
panasbumi relatif sangat tinggi, bisa mencapai 3500C. Berdasarkan pada besarnya
PLTP
Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua
fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan
pada fluida. Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator,
sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari
separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.
Masih ada beberapa sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi
lainnya yang telah diterapkan di lapangan, diantaranya: Single Flash Steam,
Double Flash Steam, Multi Flash Steam, , Combined Cycle, Hybrid/fossil
geothermal conversion system.
1200
1000
800
600
400
200
0
Coal
Diesel
Oil
Pertama, proses pengembangan panas bumi memiliki resiko sumber daya atau biasa
disebut resource risk yang cukup tinggi. Artinya, jumlah cadangan yang sudah
diprediksikan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Sementara itu, informasi
tentang kondisi bawah permukaan maupun informasi cadangan panas bumi masih
sangat minim, sehingga dinilai kurang mampu untuk mengurangi resiko tersebut.
Kedua, biaya operasi di bagian hulu sangat besar, sehingga memerlukan investor
dengan jumlah modal yang besar. Biaya terbesar dalam pengelolaan lapangan panas
bumi adalah untuk eksplorasi dan pengeboran panas bumi. Hal ini karena pada
umumnya lapangan panas bumi memiliki temperatur yang cukup tinggi (berkisar
2000C atau lebih), sehingga memerlukan peralatan eksplorasi dan pemboran khusus
yang harganya cukup mahal.
Ketiga, mekanisme tender pada proses pelelangan pengelolaan lapangan panas bumi
masih kurang jelas. Kebijakan yang berlaku saat ini menyatakan bahwa hasil tender
tidak otomatis merupakan harga dalam PPA (Power Purchase Agreement). Artinya,
walaupun proses tender sudah dilakukan, harga yang diterima panitia lelang belum
secara otomatis merupakan harga jual listrik kepada PLN sebagai pembeli sumber
daya listrik. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum.
Kelima, sumber daya manusia daerah yang ahli dalam pengelolaan lapangan panas
bumi jumlahnya masih sangat sedikit. Padahal, berdasarkan UU No.27 tahun 2003,
pemerintah daerah dituntut untuk mengawasi operasi pengelolaan lapangan panas
bumi di daerahnya. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah daerah yang wilayahnya
memiliki potensi panas bumi memberikan perhatian khusus kepada putra daerahnya
agar dapat mengemban ilmu di bidang panas bumi,
Keenam, dalam skala pengelolaan panas bumi tingkat nasional, jumlah ahli panas
bumi jumlahnya masih sangat sedikit. Seyogyanya pemerintah pusat dapat
mendorong anak bangsa Indonesia untuk menimba ilmu panas bumi baik di dalam
maupun di luar negeri. Dengan demikian, pengelolaan panas bumi dapat dilakukan
secara mandiri oleh bangsa Indonesia tanpa harus bergantung pada ahli-ahli dari
negara lain.
kebijakan pelarangan ini karena pengembangan panas bumi tidak bersifat merusak
lahan.
-
Kerugian :
-
1976 (MW)
1980 (MW)
1985 (MW)
2000 (MW)
Amerika Serikat
522
908
3.500
30.000
Italia
421
455
800
Filipina
443
1.726
4.000
Jepang
68
218
6.900
48.000
Selandai Baru
192
203
282
352
Meksiko
78,5
218
1.000
10.000
Islandia
2,5
64
150
500
Rusia
5,7
Turki
0,5
0,5
400
1.000
China
50
200
Indonesia
2,3
32,3
3.500
Argentina
20
Kanada
10
Spanyol
25
200
Jumlah
1.288,5
2.520,5
14.895,3
97.752
Apabila dilihat dari Tabel 2 tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan
energi listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus
meningkat. Angka-angka untuk berbagai negara pada tahun 2000 masih merupakan
perkiraan yang masih terus dikaji ulang.
Indonesia sebagai negeri vulkanik memiliki 217 tempat yang diperkirakan potensial
sebagai sumber energi panas bumi. Berdasarkan perkiraan data tahun 1997 potensi energi
panas bumi di Indonesia adalah sebagai yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Potensi energi panas bumi di Indonesia
Daerah sumber energi panas bumi
Sumatera
9.562
Jawa
5.331
Sulawesi
1.300
Nusa Tenggara
200
Maluku
100
Irian Jaya
165
Jumlah Kesuluruhannya
16.658
Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di
Indonesia pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai dengan
tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW. Dalam waktu
sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu kenaikan yang cukup
optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal pemanfaatan yang mencapai
305 MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari potensi energi panas bumi yang ada.
Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia
sudah barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk menaikkan
pangsa pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar, dengan kata lain bahwa
prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat menguntungkan bagi
para penanam modal yang akan bergerak dalam bidang energi panas bumi. Hal ini terbukti
dengan akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan 55 MW di Gunung Salak Jawa Barat,
suatu proyek patungan antara Pertamina dan PT Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyekproyek berikutnya sudah barang akan segera disusul oleh penanam modal lainnya,
mengingat bahwa kebutuhan energi di Indonesia yang terus meningkat.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa prospek
pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia cukup menjanjikan. Apalagi kalau diingat
bahwa pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber penyedia tenaga listrik adalah
termasuk teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, suatu hal
yang dewasa ini sangat diperhatikan dalam setiap pembangunan dan pemanfaatan
teknologi, agar alam masih dapat memberikan daya dukungnya bagi kehidupan umat
manusia. Bila pemanfaatan energi panas bumi dapat berkembang dengan baik, maka kotakota di sekitar daerah sumber energi panas bumi yang pada umumnya terletak di daerah
pegunungan, kebutuhan tenaga listriknya dapat dipenuhi dari pusat listrik tenaga panas
bumi. Apabila masih terdapat sisa daya tenaga listrik dari pemanfaatan energi panas bumi,
dapat disalurkan ke daerah lain sehingga ikut mengurangi beban yang harus dibangkitkan
oleh pusat listrik tenaga uap, baik yang dibangkitkan oleh batubara maupun oleh tenaga
diesel yang keduanya menimbulkan pencemaran udara.
Daftar Pustaka
-