Professional Documents
Culture Documents
Pelaksanaan pelayanan,
Pengelolaan pengaduan masyarakat,
Pengelolaan informasi,
Pengawasan internal,
Penyuluhan kepada masyarakat, dan
Pelayanan konsultansi.
Penyelenggara berkewajiban melaksanakan evaluasi terhadap kinerja pelaksana
di lingkungan organisasi secara berkala dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil
evaluasi ini, penyelenggara berkewajiban melakukan upaya peningkatan kapasitas
pelaksana. Evaluasi terhadap kinerja pelaksana dilakukan dengan indikator yang
jelas dan terukur dengan memperhatikan perbaikan prosedur dan/atau
penyempurnaan organisasi sesuai dengan asas pelayanan publik dan peraturan
perundang-undangan. Antar penyelenggara pelayanan publik dapat dilakukan kerja
sama meliputi kegiatan yang berkaitan dengan teknis operasional pelayanan dan/
atau pendukung pelayanan sehingga kegiatan menjadi lebih efektif dan efisien.
Dalam hal penyelenggara yang memiliki lingkup kewenangan dan tugas
pelayanan publik tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan sumber daya
dan/atau dalam keadaan darurat, penyelenggara dapat meminta bantuan kepada
penyelenggara lain yang mempunyai kapasitas memadai. Bahkan dalam keadaan
3. Sistem, mekanisme, dan prosedur, adalah tata cara pelayanan yang dibakukan
bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
4. Jangka waktu penyelesaian, adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
5. Biaya/tarif, adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam
mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
6. Produk pelayanan, adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, adalah peralatan dan fasilitas yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas
pelayanan bagi kelompok rentan.
8. Kompetensi pelaksana, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan pengalaman.
9. Pengawasan internal, adalah sistem pengendalian intern dan pengawasan
langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung
pelaksana.
10. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
11. Jumlah pelaksana, adalah tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.
Informasi mengenai komposisi atau jumlah petugas yang melaksanakan tugas
sesuai pembagian dan uraian tugasnya.
12. Jaminan pelayanan, adalah memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan
sesuai dengan Standar pelayanan
13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, adalah dalam bentuk
komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, risiko, dan keraguraguan.
14. Evaluasi kinerja pelaksana, adalah penilaian untuk mengetahui seberapa jauh
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.
Deskripsi
SPM
24 Jam
Hasil Pengamatan
Tahun 2012
Masih ada pasien yang
meninggal
24 Jam
100%
100%
Satu Tim
Satu Tim
Kadang Terlambat
100%
6.
7.
8.
2.
3.
4.
5.
Terakhir dilakukan
survey kepuasan
pelanggan adalah tahun
2008
< 48 Jam
1520 dari 4750
100%
Deskripsi mengenai Pelayanan di Unit Gawat Darurat pada BLUD RSUD Prof.
Dr. W.Z. Johannes Kota Kupang
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi terhadap Pelayanan Unit Gawat
Darurat, terdapat permasalahan sebagai berikut:
a. Tidak tersedia Bagan Alur atas layanan yang diberikan, dan hanya tersedia
struktur organisasi. Hal tersebut menyebabkan kurang cepatnya
penanganan pasien Gawat Darurat hingga akhirnya meninggal. Birokrasi
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes acap kali disebut sebagai mesin pembunuh
karena tidak efektif dan lamban.
b. Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes memberikan
pelayanan 24 jam dengan satu tim petugas jaga. Jumlah dokter jaga
berdasarkan jadwal sebanyak 2 orang, namun pernah realisasi di lapangan
hanya 1 orang. Hal ini terjadi pada tanggal 26 Juli 2012 Jam 21.00.
c. Seluruh dokter pemberi pelayanan gawat darurat sudah bersertifikat.
d. Tersedia satu tim penanggulangan bencana.
e. Tidak semua pasien yang datang ke UGD mendapat penanganan langsung
dari petugas di bawah 5 menit sejak kedatangan.
f. Survey Kepuasan Pelanggan terakhir kali dilakukan pada tahun 2008.
Namun jika dilihat dari media massa, banyak sekali ditemukan keluhan
warga utamanya terkait dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
berbelit-belit.
g. Untuk tahun 2012, dari total 4.750 orang yang dirawat di UGD, 32%
diantaranya, yaitu 1520 pasien meninggal di bawah 48 jam sesudah
memasuki UGD.
h. Untuk pasien yang akan memasuki UGD, keluarga tidak diharuskan untuk
membayar uang muka.
i. Terdapat pasien yang menjalani rawat inap di UGD, karena menunggu
tersedianya kamar/ruangan perawatan. Terhadap pasien tersebut telah
diperlakukan sebagai pasien rawat inap selama pasien tersebut dirawat di
UGD, namun tidak memperoleh hak sebagai pasien rawat inap seperti jatah
makanan dan selimut. Hal tersebut menunjukan kekakuan bentuk
pelayanan dari RSUD yang tidak mengacu kebutuhan pasiesn.
j. Kondisi kebersihan di UGD sangat buruk antara lain: kamar mandi/wc
pasien tersumbat, tersedia tempat sampah di ruang pemeriksaan namun
penuh dengan sampah medis terutama pada malam hari karena sampah
tersebut tidak segera diambil oleh petugas kebersihan.
k. Terdapat pasien yang purna perawatan dan tidak diberikan surat rujukan
padahal kondisi pasien masih memerlukan kontrol di poliklinik (rawat
jalan). Dan pada waktu mendaftar di loket pendaftaran untuk menjalani
kontrol di Poliklinik, pasien tersebut ditolak karena tidak membawa surat
rujukan. Kemudian pasien tersebut mencoba meminta surat rujukan pada
dokter yang menanganinya, namun dokter yang yang bersangkutan sedang
tidak bertugas.
l. Hal ini mengakibatkan pasien UGD tidak memperoleh hak pelayanan
kesehatan sebagaimana mestinya.
3. Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Rawat Jalan
No
1.
Deskripsi
Dokter pemberi Pelayanan di
Poliklinik Spesialis
2.
Ketersediaan Pelayanan
Rawat Jalan
3.
Ketersediaan Pelayanan di
Poli Jiwa
4.
5.
6.
SPM
100% adalah tenaga
dokter spesialis yang
kompeten
Terdapat klinik anak,
penyakit kebidanan,
dan bedah
Pelayanan untuk anak
remaja, pecandu
NAPZA, gangguan
psikotik, neurotik,
organik, dan mental
retardasi
08.00 s/d 13.00
Setiap hari kerja
kecuali Jumat: 08.0011.00
60 menit
90%
Hasil Evaluasi
100% tenaga spesialis
Komplit
Komplit
Kadang terlambat
dibuka dan tutup lebih
cepat
> 60 menit
Terakhir dilakukan
survey kepuasan
7.
a. Penegakan diagnosis TB
melalui pemeriksaan
mikroskop TB
b. Terlaksananya kegiatan
pencatatan dan pelaporan
TB di RS
a. 60 %
b. 60 %
Deskripsi mengenai Pelayanan Rawat Jalan pada BLUD RSUD Prof. Dr. W.Z.
Johannes Kota Kupang
Berikut adalah uraian mengenai kegiatan Pelayanan Rawat Jalan pada BLUD
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes:
a. Seluruh dokter di Poliklinik Spesialis adalah tenaga dokter spesialis.
Namun, seperti halnya Rumah Sakit di Indonesia Timur, tenaga dokter
yang ada adalah tenaga dokter muda yang minim pengalaman. Untuk
penyakit tertentu yang memerlukan keahlian khusus, seperti kanker,
walaupun belum stadium lanjut (kritis), terkadang ditelantarkan oleh dokter
petugas rawat jalan.
b. RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes telah memiliki klinik anak, penyakit
kebidanan, dan bedah.
c. Poli Jiwa RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes belum memiliki Poli untuk
pecandu NAPZA.
d. Jam buka pelayanan Poli Rawat Jalan adalah pkl. 08.00 s/d 13.00 Setiap
hari kerja kecuali Jumat, yaitu pkl. 08.00-11.00. Namun seringkali
terlambat sehingga menimbulkan penumpukan antrian.
e. Waktu tunggu untuk pelayanan rawat jalan adalah lebih dari 60 menit. Hal
tersebut disebabkan karena tidak adanya bagan alur mulai dari pendaftaran
sampai dengan purna layanan. Di samping itu, terjadi penumpukan antrian
di tempat pendaftaran pasien (TPP), terutama pada pkl. 09.3010.30. Pada
jam tersebut pasien yang telah memperoleh perawatan di poliklinik dan
akan melakukan membayar obat di Bank NTT berbaur dengan pasien yang
antri di loket pendaftaran, karena harus melalui pintu yang sama. Sistem
antrian di semua poli dilakukan dengan cara mengurutkan data medical
record pasien, dimana dokumen yang datang terakhir ditaruh pada
tumpukan paling bawah. Hal ini memungkinkan terjadi ketidakadilan
dalam antrian karena tidak ada pengendalian atas antrian.
f. Lain-lainnya
1) Poli Bedah
Untuk Poli Bedah, selalu terjadi penumpukan pasien yang terus menerus
hampir sepanjang hari. Hal ini terjadi karena lokasi antrian pasien poli
bedah berada di areal perlintasan. Selain itu juga disebabkan poli bedah
merangkap pelayanan tindakan bedah ringan.
2) Poli Kulit dan Kelamin
3)
4)
5)
6)
Pada Poli Kulit dan Kelamin, terdapat pasien kulit dan kelamin yaitu
penderita kusta basah yang antri bersama-sama dengan pasien yang lain,
sehingga rentan terjadi penularan kepada pasien lain.
Poli Konsultasi Gizi
Pada Poli Konsultasi Gizi, selama pangamatan berlangsung tidak pernah
beroperasi karena semua tenaga ahlinya membantu untuk melayani
nutrisi pasien rawat inap bergabung dengan tim masak.
Pelayanan Poli Gigi
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat kondisi sebagai berikut:
Terdapat dua kursi perawatan gigi dalam kondisi rusak sebagian, dan
masih digunakan untuk pelayanan kepada pasien sehingga tidak bisa
dioperasikan secara optimal.
Terdapat satu kursi perawatan gigi tidak dimanfaatkan dengan alasan
tidak ada tenaga untuk memindahkan dari gudang ke poli gigi.
Peralatan medis di poli gigi sudah waktunya diganti karena telah
berumur lebih dari 5 tahun bahkan terdapat peralatan medis gigi yang
sudah patah dan diperbaiki dengan cara dilas.
Kamar mandi/WC di sebelah poli gigi tidak bisa digunakan karena
rusak/tersumbat.
Layanan Pengaduan
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes telah membuka nomor layanan
pengaduan yang bisa dihubungi selama 24 jam berkaitan dengan
pengaduan dari pasien, tetapi tidak tersedia kotak pengaduan baik di
ruang pelayanan rawat jalan maupun di tempat pendaftaran pasien.
Tesedia help desk atau bagian informasi yang bisa mengarahkan pasien
yang baru datang untuk memperoleh layanan rawat jalan, namun tidak
dioperasikan (tidak pernah buka). Dari hasil pengamatan, terdapat
pasien yang sudah menjalani antrian yang cukup lama di poli penyakit
dalam, namun tidak segera dilayani. Setelah pasien tersebut
menanyakan kepada petugas, ternyata pasien tersebut belum mendaftar
di loket pendaftaran. Dan untuk melakukan pendaftaran, pasien tersebut
harus antri kembali.
Kecepatan Pelayanan
A. Definisi Kecepatan Pelayanan
Waktu adalah dimensi pelayanan yang menjadi perhatian suatu organisasi dalam
memenuhi fungsinya sebagai pelayan stakeholder. Menurut Ratminto, (2006:226227), kecepatan aparatur pelayanan merupakan target waktu pelayanan dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa kecepatan aparatur pelayanan adalah target yang
2.
Kualitas SDM
SDM yang berkualitas harus memiliki kompetensi yang tepat untuk masingmasing deskripsi tugas yang dikerjakan. Kompetensi aparatur pelayanan dapat
terdiri dari:
a. Profesional, kompetensi terkait dengan pengetahuan dan keahlian.
b. Kompentensi komunikasi, karena dengan komunikasi yang baik maka bisa
menyampaikan pesan dengan baik dan tidak menimbulkan salah paham.
c. Integritas, dengan intergritas yang kuat akan mampu menghindari
penyalahgunaan wewenang dan tindakan korupsi.
4.
Kondisi Geografis
Tidak bisa dihindari dalam kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan dan
pembangunan yang belum merata maka terkadang menimbulkan permasalahan
penerapan peraturan yang biasanya dibuat dengan melihat kondisi pusat
pemerintah. Yang paling utama adalah akses komunikasi dan transportasi sehingga
terkadang menimbulkan biaya yang tinggi dan kurang tepatnya waktu
penyelesaian.
Hal yang menjadi fokus perhatian dalam Public Service Pledge adalah pelayanan
yang cepat. Implementasinya berhubungan dengan pihak eksternal. Penggunan atau
user adalah sasaran tembak yang dalam hal ini berada pada posisi stakeholder yang
harus diutamakan kualitas pelayanannya untuk reaksi yang cepat, efektif, efisien, dan
ramah.
D. Evaluasi Pelayanan Rawat Jalan pada BLUD RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kota
Kupang
Kepmenkes Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit, mendefinisikan Standar Pelayanan Minimal sebagai ketentuan tentang
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang
tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada
masyarakat.
Berikut merupakan tabel Standar Pelayanan Minimum untuk pelayanan gawat
darurat, rawat jalan dan rawat inap:
Jenis
Pelayanan
Gawat Darurat
Rawat jalan
Rawat Inap
Indikator
Jam buka pelayanan
gawat darurat
waktu tanggap
pelayanan dokter di
gawat darurat
kepuasan pelanggan
Jam Buka Pelayanan
Standar
Kepmenkes
Pergub
129/Menkes/SK/II/2008
No.02 Tahun 2011
24 Jam
24 Jam
5 menit terlayani,
setelah pasien datang
5 menit terlayani,
setelah pasien datang
70%
08.00 s/d 13.00 setiap
hari kerja
kecuali jumat 08.00 s/d
11.00
60 menit
80%
90%
08.00 s/d 14.00 setiap
hari kerja
90%
80%
08.00 s/d 14.00
setiap hari kerja
80%
60 menit
Pelayanan di Unit
Gawat Darurat
1
2
b.
c.
Pelayanan Rawat
Jalan
a.
b.
c.
Dari Laporan Hasil Pengamatan Pelayanan Publik pada RSUD Prof. DR. W.Z. Johannes
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012 dapat kita evaluasi berdasarkan factor-faktor
yang mempengaruhi kecepatan dalam pemberian pelayanan antara lain :
Peraturan Perundang-undangan
Dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat RSUD Prof. DR. W.Z. Johannes
telah bersandar pada Kepmenkes Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 dan Pergub NTT
No.02 Tahun 2011. Dalam penetapan SPM Kepala daerah telah berperan dalam
menyusun dan mengesahkan Standar Pelayanan Minimal yang wajib diselenggarakan
Rumah Sakit, bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit
sesuai Standar Pelayanan Minimal.
Standar Operating Prosedur
RSUD Prof. DR. W.Z. Johannes telah membentuk SOP untuk pelaksanaan kegiatan
pelayanannya. Kondisi yang terjadi adalah kurangnya sosialisasi dari pihak rumah
sakit baik kepada staff pelaksananya maupun kepada masyarakat, sehingga pelayanan
yang seharusnya dapat berjalan dengan baik menjadi tidak efektif dan efisien. Staff
tidak dapat mengatasi kendala yang terjadi dalam pelayanan karena tidak mengetahui
secara menyeluruh SOP yang diterapkan. Hal ini menyebabkan tujuan SOP untuk
penguasaan tugas para staff, menghindari timbulnya error, mengantisipasi
timbulnya kegagalan serta fungsi monitoring menjadi tidak berjalan.
Sementara masyarakat tidak mengetahui kemana dan bagaimana prosedur untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan keluhan mereka. Efeknya akan
timbul inefisiensi waktu dalam pemberian pelayanan, dan yang patut menjadi
perhatian utama adalah masyarakat tidak memperoleh perlindungan hukum atas
tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh pemberi pelayanan.
Kualitas SDM
Tidak adanya kontrol terhadap kinerja staff pelayanan, menyebabkan mekanisme
pelayanan dan efektifitas pelayan kepada masyarakat menjadi tidak terjamin. Hal
tersebut memicu terjadinya penurunan displin pegawai, kemungkinan timbulnya
pelanggaran ataupun kesalahan sangat tinggi, bahkan potensi terjadinya tindak
korupsi.
Theory of Constrain
A. Definisi Kecepatan Pelayanan
Theory Of Constraints (TOC) merupakan pendekatan ke arah peningkatan
proses yang berfokus pada elemen-elemen yang dibatasi untuk meningkatkan
output. TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan
dalam meningkatkan keuntungan dengan memaksimalkan produksinya dan
meminimalisasi semua ongkos atau biaya yang relevan seperti biaya simpan, biaya
langsung, biaya tidak langsung, dan biaya modal. Penerapan TOC lebih terfokus
pada pengelolaan operasi yang terpusat pada kendala yang muncul sebagai kunci
2. Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang
terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam
tiga bagian yaitu:
1. Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa
kemampuan faktor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam
mesin.
2. Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan tingkat minimal dan
maksimal dari penjualan yang mungkin selama dalam periode perencanaan.
3. Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai produksi
dalam siklus produksi.
Theory of Constraint (TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi
oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala
untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan
(continious improvement). Teori ini memfokuskan diri pada tiga ukuran yaitu:
1. Throughput, adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan uang
melalui penjualan.
3. Jadwal pelayanan poli rawat jalan yang sering molor dari ketentuan yang
ditetapkan sehingga menyebabkan penumpukan antrian
4. Tidak tersedianya bagan alur mulai dari pendaftaran hingga purna layanan yang
serta penerapan SOP yang berbelit-belit berdampak pada tidak efektif dan
lambatnya prosedur penanganann pasien serta lemahnya sistem pengendalian
pada antrian pasien.
5. Terbatasnya ruang yang ada yang antara lain menyebabkan poli bedah
merangkap pelayanan tindakan bedah ringan, tempat antrian yang sama antar
pasien yang berbeda penyakit sehingga beresiko terjadi penularan penyakit.
6. Layanan pengaduan tidak disertai dengan fasilitas kotak
pengaduan sehingga fungsi layanan pengaduan tidak berjalan
optimal. Fungsi help desk tidak diberdayakan secara optimal.
Langkah-langkah dalam theory of constraint yang dapat diadopsi dalam kasus
pelayanan rawat jalan dan Unit Gawat Darurat pada BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes adalah sebagai berikut :
1. Recognition the constraint
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengakui bahwa operasi bottleneck
menentukan throughput contribution dari sistem secara keseluruhan. Dalam
kasus pelayanan rawat jalan dan Unit Gawat Darurat pada BLUD RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes terdapat dua jenis kendala yang harus diakui, yakni kendala
fisik dan kendala kebijakan.
Kendala fisik berkaitan dengan kapasitas pelayanan RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes. Berdasarkan asumsi tersebut maka beberapa kendala dalam proses
pelayanan pelayanan rawat jalan dan Unit Gawat Darurat pada rumah sakit
tersebut adalah sebagai berikut :
a.Kendala eksternal, yakni jumlah pasien yang banyak sehingga dengan belum
memadainya sistem pengendalian terhadap jumlah antrian pasien
menyebabkan sering menumpuknya jumlah antrian yang secara langsung
berdampak negatif terhadap kualitas kinerja pelayanan rumah sakit tersebut.
b.
Kendala internal, dalam hal ini berkaitan dengan ketidaktersediaan bagan
alur pendaftaran dan purna layanan, penerapan SOP yang berbelit-belit,
terbatasnya ruang pelayanan pasien, kurangnya fasilitas kotak pengaduan,
pengalaman tenaga dokter muda yang masih sangat minim dalam melayani
pasien serta sering molornya jadwal pelayanan poli rawat jalan.