Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Disusun oleh :
Ahmad Izzudin Afif
01.209.5824
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama
: Ny. SH
Umur
: 18 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
No. CM
: 123.44.89
Status
: Menikah
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Nama Suami
: Tn. A
Umur
: 36 tahun
Tgl MRS
: 12/05/2015
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Keluar air dari jalan lahir
Penderita kiriman Puskesmas Banget Ayu dengan keluhan sakit perut hilang
timbul sejak pukul 06.00 dan keluar air dari jalan lahir sejak pukul 07.00,
keluar air tiba-tiba, berwarna jernih dan tidak berbau. Penderita juga
mengeluhkan bengkak pada kedua kakinya, dan penderita tidak ada riwayat
keluar darah dan lendir sebelumnya. Penderita tidak mengeluhkan pusing,
mual/ muntah (-), nyeri epigastrium (-), pandangan kabur (-), kejang(-) Pada
kehamilan sebelumnya menurut penderita, tekanan darahnya dalam batas
normal. Gerakan anak masih dirasakan. Hari pertama haid terakhir : penderita
lupa namun menurut pengakuan penderita umur
kehamilannya cukup 9 bulan.
Selama kehamilannya penderita memeriksa kehamilannya ke Puskesmas 4x,
terakhir tanggal 22 April 2015. Pemeriksaan USG belum pernah dilakukan.
Selama pemeriksaan kehamilan dikatakan keadaan janinnya sehat dan tekanan
darahnya dalam batas normal.
Riwayat Persalinan :
Kehamilan Pertama
Riwayat Perkawinan :
Riwayat Kontrasepsi:
3.3 Obyektif
3.3.1 Pemeriksaan Fisik
KU
: baik, CM
TB
: 146 cm
BB
: 61 kg
VS
: TD
K/L
: 170/110 mmHg
: 90x /menit
RR
: 20x /menit
: 37.200 C
: Dbn
Mata : anemis -/-, ikterus -/Thorax : Cor : S1 S2 tunggal, Reguler, Mur (-), Gal (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Whez -/Abdomen : membesar sesuai status obstetri
Ekstremitas : edema (+)/+
Refleks patella : +/+
Status Obstetri
Abdomen :
Leopold I : teraba bagian lunak (bokong)
Leopold II : teraba bagian punggung di perut kanan (puka)
Leopold III : teraba bagian bulat, keras (kepala)
Leopold IV : letak kepala, masuk PAP 4/5
Tinggi Fundus Uteri (TFU): 35 cm, Taksiran Berat Janin (TBJ) : 3.720 gram
His: (positif) 2 x /10 menit selama 30 detik
Denyut Jantung Janin (DJJ) : 12.12.12 (144 x/menit)
Pemeriksaan Dalam Vagina
VT : Pembukaan () 2 cm, effacement 25 %, ketuban (-) jernih, teraba kepala
sutura sagitalis melintang, penurunan H I+, tidak teraba bagian kecil/tali pusat
janin.
3.3.2 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Hb
: 12,6 g/dl
Hematokrit : 38,6%
Trombosit : 311000 u/l
Leukosit : 15.350 u/l
Ureum : 33,9
Creatinin : 1,02
GD
: 89
OT/PT : 19/7
Protein : Trace
3.4 Assessment
G1 P0 A0 gr 39 mgg + pre eklampsia berat
3.5 Planning
Planning Diagnosis: Planning Terapi:
Inj. SM full dose
SM 20% 4 g iv pelan
Lajut SM maintenance
MgSO4 40% 5 g dalam 500 cc RD5%/ 6 jam ~ jadwal, jika syarat
terpenuhi.
Resusitasi intra uterine:
Tidur miring ke lateral kiri
O2 3-4 l/m, nasal canul
Pasang kateter
Usul terminasi kehamilan dengan SC CITO
Persiapan operasi:
Daftar OK, SP, sedia darah
Inj ampicillin 1 g iv (skin test)
c/ anestesi
PMO: observasi VS, keluhan, his, DJJ, produksi urine, balance cairan / 6 jam,
reflex patella, tanda tanda impending eclampsi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Preeklampsia
merupakan
komplikasi
kehamilan
yang
ditandai
dengan
peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengalami hipertensi (Wang, Y, et al, 2000). Biasanya sindroma ini muncul pada akhir
trimester kedua sampai ketiga kehamilan (Cunningham, et al, 2007). Gejalanya
berkurang atau menghilang setelah melahirkan sehingga terapi definitifnya mengakhiri
kehamilan (Roberts, et al, 1993).
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan
kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat
badan lahir rendah atau intra uterine fetal death (IUFD) (Isler, et al, 1999).
Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5 15% dari seluruh kehamilan di
seluruh dunia. Preeklampsia bersama dengan penyakit hipertensi kehamilan lainnya
merupakan merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian dan kesakitan terbanyak
pada ibu hamil dan melahirkan di samping infeksi dan perdarahan (Chunningham, et al,
2007). Sampai saat ini etiologi preeklampsia belum diketahui secara pasti. Terdapat
beberapa hipotesis mengenai etiologi preeklampsia antara lain iskemik plasenta,
maladaptasi imun dan factor genetik. Akhir-akhir ini disfungsi endotel dianggap berperan
dalam patogenesis preeclampsia (Wibowo N, 2001).
Di Indonesia, preeklampsia dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab
utama mortalitas maternal dan perinatal. Sebagian besar mortalitas tersebut disebabkan
oleh keterlambatan diagnosis dan penanganan dini preeklampsia dan eklampsia, sehingga
pasien tidak sempat mendapat penanganan yang adekuat sebelum sampai ke rumah sakit
rujukan, atau sampai ke rumah sakit rujukan dalam kondisi yang sudah buruk. Belum
semua rumah sakit rujukan memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai untuk
menangani kasus eklampsia pada khususnya, sehingga pengetahuan mengenai pengenalan
faktor resiko untuk dapat mendeteksi secara dini preeklampsia sangat diperlukan agar
tidak terjadi keterlambatan penanganan pertama dan rujukan (Prasetyorini, 2009)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Preeklampsia Berat
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi
yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Cunningham, et al,
2007). Hipertensi ialah tekanan darah 140/90 mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah
sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah adanya
300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama dengan 1+ dipstick (Angsar, 2008).
Preeklampsia termasuk dalam kelompok penyakit hipertensi dalam kehamilan,
yakni hipertensi yang ditemukan pada masa kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang
dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5 g/ 24 jam atau
kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia kemudian
disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan preeclampsia
menjadi preeclampsia ringan dan preeclampsia berat dapat menyesatkan karena
preeclampsia ringan dalam waktu yang relative singkat dapat berkembang menjadi
preeclampsia berat (Cunningham, et al, 2007).
Preeklampsia berat dibagi menjadi:
a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif
berupa :
Muntah-muntah
Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema, atau
sakit karena perubahan pada lambung
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta. Hal ini
disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan perubahan ini
dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar, 2008).
Primigravida, primipaternitas
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Angsar,
2008)
Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang dari
19,8 kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2
Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada kehamilan
secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko hipertensi
kehamilan. Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko hipertensi dalam
kehamilan (Cunningham, et al, 2007).
2.3 Etiologi Preeklampsia Berat
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat
menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan
kembar atau kehamilan mola.
Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama
kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di dalam
rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk terjadinya
preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa yang
mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang
10
Gambar 2.1
Implantasi plasenta yang normal menunjukkan adanya proliferasi trofoblas extravili, membentuk
saluran di bawah villi yang melekat. Trofoblas extravillous menginvasi desidua dan masuk ke dalam
artei spiralis. Hal ini menyebabkan perubahan pada endotel dan dinding otot pembuluh darah sehingga
pembuluh darah melebar (Cunningham, et al, 2007)
Gambar 2.2
Prerbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal dan preeclampsia. Tampak pada gambar
bahwa pada preeclampsia terjadi remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis relative menjadi
lebih konstriksi.
(Cunningham, et al, 2007)
11
De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil dari sisi
implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron. Mereka menemukan
bahwa perubahan preeklampsi pada tahap awal termasuk kerusakan endotel,
insudasi plasma ke dalam pembuluh darah, proliferasi sel-sel miointima, dan
nekrosis medial. Mereka menemukan adanya lipid yang trerakumulasi di dalam selsel miointima kemudian di dalam makrofag. Dalam gambar 2.3 tampak sel-sel lipid
bersama sel inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis.
Biasanya, pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi
aneurisma dan seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk
melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis dapat
mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi plasenta
menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsi (Cunningham, et al,
2007)
Gambar 2.3
Atherosis dalam pembuluh darah ini diambil dari anyaman plasenta (sebelah kiri, menunjukkan
gambaran fotomikrograf; sebelah kanan, menunjukkan diagram skematik dari pembuluh darah).
Kerusakan endotel menyebabkan penyempitan pada lumen pembuluh darah akibat akumulasi
protein plasma dan foamy makrofag di bawah endotel. Foamy makrofag ditunjukkan oleh anak
panah yang melengkung, sedangkan anak panah yang lurus menunjukkan kerusakan endotel.
12
Gambar 2.4
Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007)
13
14
fenotipik akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan
faktor lingkungan (Cunningham, et al, 2007).
2.4
2.4.1 Vasospasme
Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan pengamatan
langsung tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan conjunctivae bulbar. Ia
juga menduga dari perubahan histologis terlihat dalam berbagai organ yang terkena.
Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan
hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan
kebocoran yang interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan
fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial.
Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel
junctional. Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi
ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia. Dengan
aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya akan
menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir gangguan karakteristik
sindrom tersebut (Cunningham, et al, 2007).
2.4.2 Aktivasi sel endotel
Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi bintang dalam
pemahaman kontemporer dari patogenesis preeklampsia. Dalam skema ini, faktor
yang tidak diketahui - kemungkinan berasal dalam plasenta - juga dikeluarkan ke
sirkulasi ibu dan memprovokasi aktivasi dan disfungsi vaskular endotelium.
Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan merupakan hasil dari perubahan sel
endotel yang luas.
Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan bahwa
sirkulasi sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat dalam darah
perifer wanita preeklampsia.
Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan
respon otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida nitrat. Sel
endotel yang rusak atau teraktivasi dapat memproduksi oksida nitrat dan
mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi dan meningkatkan kepekaan
terhadap vasopressors (Cunningham, et al, 2007).
15
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel
endotel akan terjadi:
trombosit
ini
memproduksi
tromboksan
(TXA2),
suatu
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 110 mmHg.
Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan
sudah menjalani tirah baring.
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan edema).
16
Trombositopenia (<100.000/mm3)
Sindrom HELLP.
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
17
2.
Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose di
atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada glutea kiri dan
kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tetes per
menit.
3.
4.
Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah
diberikan.
5.
6.
7.
Pencegahan Kejang
Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
-
: dosis awal
Maintenance dose
: dosis rumatan
Maintenance dose
-
selama 5 menit
tts/m
1. SM rumatan diberikan sampai 24
jam pada perawatan konservatif dan
24 jam setelah persalinan pada
perawatan aktif
18
Syarat pemberian SM :
- Reflex patella harus positif
- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM
b.
c.
Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
Edema paru
2.
3.
Edema anasarka
Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB
Perawatan konservatif
1.
Tujuan :
19
2.
Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending
eklampsia
3.
4.
Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5.
6.
Cara perawatan :
Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria
PER, pasien tetap dirawat selama 2 3 hari baru diperbolehkan
rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan 1 minggu sekali
setelah KRS.
7.
Terminasi kehamilan
b.
Perawatan aktif
1.
2.
Indikasi :
20
4.
Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode
of delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :
(i) Pasien belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik 8. Bila skor
pelvik < 8 bisa dilakukan ripening dengan menggunakan
misoprostol 25 g intravaginal tiap 6 jam. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi, bila tidak
maka dianggap induksi persalinan gagal dan terminasi kehamilan
dilakukan dengan operasi sesar.
Indikasi operasi sesar :
- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal compromised
21
Perdarahan Intrakranial
Thrombosis vena sentral
Hipertensi ensephalopati
Edema cerebri
Edema retina
Macular atau retinal detachment
Kebutaan cortex
b. Gastrointestinal-hepatik:
Subcapsular hematoma hepar
Ruptur kapsul hepar
Ascites
c. Ginjal :
d. Hematologik:
DIC
Trombositopenia
e. Kardiopulmonal:
Edema paru
Arrest napas
Cardiac arrest
Iskemia miokardium
(Angsar, 2008)
22
2.8.2
Penyulit Janin
a. Solusio plasenta
b. IUFD
c. Kematian neonatal
d. Prematuritas
e. Cerebral palsy (Prasetyorini, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Angsar, 2008. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan Edisi keempat
halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GD et al.
2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics. 21th ed. London:
Prentice-Hall International, 2001: 567-618.
Dekker GA, Sibai BM, Etiology and Pathogenesis of Preeclampsia: Current Concepts.
Am J Obstet Gynecol 1998; 179: 1359-1375.
Handaya, 2001. Penanganan preeklampsia/eklampsia. Jakarta: Prosiding Seminar Konsep
Mutakhir Preeklampsia.
Isler CM, Rinehart BK, Terrone DA, Martin RW, Magann EF, Martin JN. Maternal
Mortality with HELPP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, And Low Platelets)
Syndrome. Am J Obstet Gynecol 1999; 181: 924-928.
Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar POGI Cabang
Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang
Roberts JM, Redman CWG. Preeclampsia: More Than Pregnancy-induced Hypertension.
Lancet 1993; 341: 1447-1454.
Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin. Preeclampsia:
An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989; 161: 1200-1204.
Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia. Pathophysiology 2000;
6: 261-270.