You are on page 1of 71

METODOLOGI PENELITIAN

TAKE HOME MID-EXAM


(Tugas UTS)

Disusun oleh:
Zidna Sabela Naja

25010113140418
Kelas F

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

1. Pendekatan Ilmiah dan perbedaan pendekatan induktif dan deduktif


Pendekatan ilmiah adalah pendekatan disipliner dan pendekatan ilmu
pengetahuan yang fungsional terhadap masalah tertentu. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia; PN Balai Pustaka, 1989). Pendekatan ilmiah wujudnya adalah metode
ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapat lewat metode ilmiah.

Menurut Checkland (1993), berdasarkan sejarah perkembangan ilmu, didapatkan tiga


karakteristik utama dari pendekatan ilmiah, yaitu:
1. Reductionism
2. Repeatability
3. Refutation

Reductionism adalah pendekatan yang mereduksi kompleksitas permasalahan


menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga dapat dengan mudah diamati dan
diteliti. Pendekatan analitikal adalah nama lain dari reductionism, yaitu mencoba
untuk mencari unsur-unsur yang menjelaskan fenomena tersebut dengan hukum sebab
akibat. Asumsi dari reductionism ini adalah bahwa fenomena keseluruhan dapat
dijelaskan dengan mengetahui fenomena dari unsur-unsurnya. Ada satu istilah yang
sering digunakan dalam hal ini, yaitu keseluruhan adalah merupakan hasil
penjumlahan dari unsur-unsurnya. Oleh karena itu, berfikir linier adalah juga
merupakan nama lain dari reductionism.
Sifat kedua dari ilmu adalah repeatability, yaitu suatu pengetahuan disebut ilmu,
bila pengetahuan tersebut dapat dicheck dengan mengulang eksperimen atau
penelitian yang dilakukan oleh orang lain di tempat dan waktu yang berbeda. Sifat ini
akan menghasilkan suatu pengetahuan yang bebas dari subyektifitas, emosi, dan
kepentingan. Ini didasarkan pada pemahaman bahwa ilmu adalah pengetahuan milik
umum, sehingga setiap orang yang berkepentingan harus dapat mengecheck
kebenarannya dengan mengulang eksperimen atau penelitian yang dilakukan.
Sifat ilmu yang ketiga adalah refutation. Sifat ini mensyaratkan bahwa suatu ilmu
harus memuat informasi yang dapat ditolak kebenarannya oleh orang lain. Suatu

pernyataan bahwa besok mungkin hujan atau pun tidak, memuat informasi yang tidak
layak untuk disebut ilmu, karena tidak dapat ditolak. Ilmu adalah pengetahuan yang
memiliki resiko untuk ditolak, sehingga ilmu adalah pengetahuan yang dapat
berkembang, sebagai contoh Teori Newton ditolak oleh Eisntein sehingga
menghasilkan teori baru tentang relativitas.
Metode ilmiah merupakan ekspresi cara bekerja pikiran. Sistematika dalam
metode ilmiah sesungguhnya merupakan manifestasi dari alur berpikir yang
dipergunakan untuk menganalisis suatu permasalahan. Alur berpikir dalam metode
ilmiah memberi pedoman kepada para ilmuwan dalam memecahkan persoalan
menurut integritas berpikir deduktif dan induktif.

Pendekatan Deduktif
Pendekatan

deduktif

(deductive

approach)

adalah

pendekatan

yang

menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion)


berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang
kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering
digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu
yang khusus (going from the general to the specific).
Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik
kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai
sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum (going from
specific to the general). APB Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi,
Statement ini adalah suatu usaha APB untuk membangun sebuah teori akuntansi.
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang dijelaskan di dalam
pernyataan (statement) dibangun berdasarkan observasi dari praktek yang ada.

Perbedaan Pendekatan Deduktif dan Induktif

Teori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value


judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya
ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi
(accounting reports) seharusnya didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang
bisa direalisasi (net realizable value measurements of assets) merupakan premis dari
teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk
menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian,
sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya
berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya
merupakan sistem yang tertutup dan nonempiris yang kesimpulannya secara ketat
didasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan
empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adalah apakah temuan riset empiris dapat
bebas nilai (value-free) atau netral karena pertimbangan nilai sesungguhnya
mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk
deskriptif, penelitinya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya
suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait
dengan permasalahan tersebut. Perbedaan yang lebih mencolok antara sistem deduktif
dan induktif adalah: kandungan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat
global (makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat partikularistik (mikro).
Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh maka
kesimpulannya pasti bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada
fenomena empiris umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari fenomena
tersebut yang relevan dengan permasalahan yang diamatinya.
Meskipun pembedaan antara sistem deduktif dan induktif bermanfaat untuk
maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku.
Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yang saling bersaing tetapi saling
melengkapi (complementary) dan seringkali digunakan secara bersama. Metode
induktif bisa digunakan untuk menilai ketepatan (appropriateness) premis yang pada
mulanya digunakan dalam suatu sistem deduktif.
2. Filsafat ilmu dan perannya dalam penelitian

Pengertian Filsafat. Menurut arti kata, filsafat terdiri atas kata philein yang
berarti

cinta

dan sophia yang

berarti

kebijaksanaan.

Filsafat

berarti

cinta

kebijaksanaan. Cinta berarti hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang
sunguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan
kebenaran sejati.

Menurut pengetian umum, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki


hakikat segala susuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan apa
hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Dengan cara ini maka jawaban
yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki. Ini sesuai dengan arti filsafat
menurut kata-katanya.
Dengan pengertian khusus, karena telah mengalami perkembangan yang cukup
lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks maka timbul berbagai
pendapat tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing.
Berdasarkan sejarah kelahirannya, filsafat mula-mula berfungsi sebagai induk
atau ibu ilmu pengetahuan. Sebelum ilmu pengetahuan lain ada, filsafat harus
menjawab segala macam persoalan tentang manusia, masyarakat, sosial ekonomi,
negara, kesehatan, dan lain sebagainya. Karena perkembangan keadaan dan
masyarakat, banyak problem yang kemudian tidak dapat dijawab oleh filsafat.
Lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi jawabab terhadap problemproblem tersebut, misalnya ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan kedokteran,
ilmu pengetahuan kemasyarakatan, dan lain-lain. Ilmu pengetahuan tersebut lalu
terpecah-pecah lagi menjadi yang lebih khusus. Demikianlah kemudian lahir berbagai
disiplin ilmu yang sangat banyak dengan kekhususan masing-masing.
Spesialisasi terjadi sedemikian rupa sehingga hubungan antara cabang dan
ranting ilmu pengetahuan sangat kompleks. Hubungan-hubungan tersebut ada yang
masih dekat tetapi ada pula yang yang menjadi jauh, bahkan ada yang seolah-olah
tidak lagi mempunyai hubungan. Jika ilmu-ilmu pengetahuan tersebut berusaha
memperdalam dirinya maka akhirnya akan sampai juga pada filsafat. Sehubungan

dengan keadaan tersebut maka filsafat dapat berfungsi sebagai interdisipliner sistem.
Filsafat dapat berfungsi menghubungkan ilmu-ilmu pengetahuan yang kompleks
tersebut. Filsafat dapat berfungsi sebagai tempat bertemunya berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Maka filsafat adalah induk dari penelitian atau penegtahuan.
3. Definisi masalah
Masalah adalah Ada hambatan dalam memperoleh tujuan/mencapai sesuatu.
Atau sering kali di definisikan Ap bila kenyataan tidak sesuai dengan harapan (tidak
sesuainya antara das-soein kenyataandengan das-sollenseharusnya. Das-sein:
Kenyataan, realitas empirik, fakta, hasil observasi, bukti dilapangan.
Masalah Penelitian itu? Menurut Notoatmodjo (2002) Masalah Penelitian secara
umum dapat diartikan sebagi Suatu kesenjangan (gap) antara yang seharusnya
dengan apa yang terjadi tentang sesuatu hal, atau antara kenyataan yang ada atau
terjadi dengan yang seharusnya ada atau terjadi serta antara harapan dan kenyataan.
Selanjutnya Notoatmodjo (2002) juga menyebutkan bahwa pada hakikatnya Masalah
Penelitian Kesehatan adalah Segala bentuk pertanyaan yang perlu dicari jawabannya,
atau segala bentuk rintangan dan hambatan atau kesulitan yang muncul. Dengan
demikian adanya masalah penelitian karena adanya "Rational Gap" antara yang
diharapkan dan kenyataan. Meskipun masalah penelitian itu selalu ada dan banyak,
belum tentu mudah mengangkatnya sebagai masalah penelitian, diperlukan kepekaan
terhadap masalah penelitian.
Selain pertimbangan tersebut di atas, ada beberapa hal yang juga harus
dipertimbangkan secara ilmiah, apakah penelitian itu memberikan sumbangan kepada
perkembangan pengetahuan, antara lain:
1. Masalah itu hendaknya bertalian dengan konsep-konsep yang pokok.
2. Masalah itu hendaknya mengembangkan atau memperluas cara-cara mentes suatu
teori.
3. Masalah

itu

memberi

sumbangan

kepada

pengembangan metodologi

penelitian dengan menemukan alat, teknik, atau metode baru.


4. Masalah itu hendaknya memanfaatkan konsep-konsep teori, atau datadan teknikteknik dari disiplin ilmu yang bertalian.

5. Masalah itu hendaknya dituangkan dalam desain yang cermat dengan uraian yang
teliti mengenai variabel-variabelnya serta menggunakan metode-metode yang paling
serasi.
4. Metode PICO
PICO; terdiri atas 4 komponen; yaitu P atau problem/permasalahan pada pasien;
I yang merefleksikan suatu intervensi/indeks/ atau indikator, C merupakan
kependekan dari comparison, dan O atau outcome. Berbagai aspek manajemen pasien,
seperti diagnosis, tata laksana, dan prognosis dapat menjadi masalah klinis yang
dirumuskan menjadi sebuah pertanyaan (clinical answerable question) yang akan
dicarikan jawabannya dalam bentuk bukti-bukti. Pada bagian metodologi dijelaskan
dengan detil dan transparan langkah-langkah pencarian bukti sehingga dapat
ditelusuri kembali. Hasil pencarian bukti tersebut dipresentasikan dalam bentuk tabel
atau flowchart yang menunjukkan nama sumber tempat pencarian (misalnya Pubmed,
Cohrane, Embase), strategi pencarian (misalnya kata kunci yang digunakan), kriteria
inklusi dan eksklusi artikel yang dipilih, jumlah artikel yang diperoleh melalui seleksi
judul, dan jumlah naskah lengkap artikel yang diperoleh. Kepada artikel yang naskah
lengkapnya terpilih kemudian dilakukan telaah kritis, yang terdiri atas 3 aspek yaitu
validitas penelitian, kepentingan klinis (importancy) hasil, dan aplikabilitasnya atau
relevansinya terhadap masalah klinis yang ada.
5. Kriteria FINER
Permasalahan yang akan diangkat sebagai topik penelitian, menurut Hulley &
Cummings dalam Siswanto, dkk (2013) harus memenuhi persyaratan atau kriteria
FINER( yaitu: Feasible, Interisting, Novel, Ethical, Relevan, ), maksudnya:
1. Feasible: tersedia cukup subjek penelitian, dana, waktu, alat dan keahlian.
2. Interisting: masalah yang akan diangkat untuk topik penelitian hendaknya
yang aktual sehingga menarik untuk diteliti.
3. Novel: masalah dapat membantah atau mengkonfirmasi penemuan atau
penelitian terdahulu, melengkapi atau mengembangkan hasilpenelitian sebelumnya,
atau menemukan sesuatu yang baru.
4. Ethical: masalah penelitian hendaknya tidak bertentangan dengan Etika.

5. Relevan: masalah penelitian sebaiknya disesuaikan juga dengan


perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), ditujukan untuk
meningkatkan atau mengembangkan keilmuan dan penelitian yang berkelanjutan.
6. Sistematika latar belakang masalah
Penelitian Ilmiah selalu akan didahului dengan uraian tentang Latar Belakang
Masalah. Uraian tentang Latar Belakang Masalah tersebut merupakan alur bagi proses
lahirnya suatu masalah penelitian secara formal. Melalui Latar Belakang Masalah,
pengalaman

tentang

permasalahan

penelitian

yang

sedang

dihadapi

dapat

menjadilebih utuh. Suatu Rumusan Latar Belakang Masalah yang baik, pada
umumnya mampu mengungkapkan 4 Hal, yaitu:
1) Mengungkapkan Isu-isu (Isseus) Dalam latar belakang masalah perlu
dikemukakan isu-isu yang aktual mengingat bahwa isu-isu itu merupakan hal yang
mengganjal tentang sesuatu hingga memerlukan penyelesaian. Isu-isu tersebut dapat
berupa gejala, fenomena, atau bahkan komentar yang sedang ramai atau hangat saat
ini. Isu dapat berperan sebagai masalah pokok yang segera memerlukan penyelesaian.
Perlu diingat bahwa isu jelas sangat berbeda dengan gosip. Hal lain yang juga perlu
diingat bahwa sepanjang pernyataan tentang masalah masih bisa dibantah, maka tidak
bisa dikatakan sebagai isu.
2) Mengungkapkan Fakta-fakta (Exiting Information) Latar belakang masalah
bisa juga menguraikan fakta-fakta yang memperkuat isu. Maksudnya, ada keyakinan
bahwa isu yang diangkat tidaklah dibuat-buat, melainkan nyata adanya. Fakta-fakta
yang dimaksud umumnya tentang Data berupa angka-angka, maupun data-data
kualitatif. Sumber data ataupun fakta tersebut seharusnya disebutkan, misalnya dari
suatu media massa, jurnal, laporan sebuah instansi, atau hasil penelitian sebelumnya.
Peneliti hendaknya memperhatikan pula kualitas dan keaktual-an fakta-fakta yang
dikemukakan tersebut.
3) Menguraikan Kebutuhan Penelitian (Need) Selanjutnya peneliti sebaiknya
juga menguraikan kebutuhan penelitian, yaitu memberikan argumentasi atau
justifikasi untuk apa masalah dipecahkan melalui penelitiannya. Suatu penelitian akan
memiliki nilai lebih apabila hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan atau kepentingan yang lain.
4) Memiliki Tingkat Kesukaran berkaitan dengan Pemecahan Masalahnya
(Difficulty) Maksudnya adalah, selain menarik, penelitian yang mengangkat atau
meneliti masalah tersebut masih langka atau jarang. Jadi, jika masalah tersebut diteliti,

maka akan menjadi bahan masukan atau informasi yang berharga bagi siapa pun yang
terkait dengan masalah yang akan diteliti tersebut.
7. Sistematika rumusan masalah dan pertanyaan penelitian
SYARAT MASALAH PENELITIAN Penelitian akan berjalan dengan baik
apabila peneliti mampu memahami masalah penelitian dengan baik. Masalah
penelitian dapat dikembangkan dari berbagai sumber, diantaranya adalah: 1.
Kepustakaan. 2. Bahan diskusi temu ilmiah, hasil seminar, simposium atau lokakarya.
3. Pengalaman dan Observasi Lapangan. 4. Pendapat pakar yang masih bersifat
spekulatif.
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap
penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian.
Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan
tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Rumusan Masalah atau PROBLEM
FORMULATION atau RESEARCH PROBLEM adalah Suatu rumusan yang
mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena
mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara
fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai
akibat. Sehingga Rumusan Masalah merupakan formulasi dari pertanyaan penelitian,
yang artinya merupakan kesimpulan pertanyaan yang terkandung dalam pertanyaan
penelitian. Dengan demikian Perumusan Masalah merupakan jawaban atas
pertanyaan: apa masalah penelitian itu ?
Untuk itu harus pula dibedakan antara Perumusan Masalah dengan Pertanyaan
Penelitian. Untuk Pertanyaan Penelitian lebih mengacu pada Tujuan Khusus dan segisegi tehnis pengumpulan data. Rumusan Masalah umumnya dalam bentuk pertanyaan,
dan jarang sekali dalam bentuk pernyataan, walaupun dalam bentuk pernyataan pun
banyak ahli yang tidak mempermasalahkan.
Tapi Tuckman (1972) dalam Danim,S. (2003) menganjurkan agar Rumusan
Masalah hendaknya dalam bentuk Pertanyaan. Dimana sebuah Pertanyaan itu
mempunyai 2 (Dua) ciri utama yaitu: a) Memuat Kata Tanya dan b) Diakhiri Dengan
Tanda Tanya. Dalam bahasa penelitian, kata tanya yang dipakai sebaiknya "kata tanya
baku".

Sebagai contoh perbedaan kata tanya tidak baku dan kata tanya baku: TIDAK
BAKU, BAKU Apa Apakah Bagaimana Bagaimanakah Sejauh mana Sejauh manakah
Ada Adakah Yang mana Yang manakah. Mengingat demikian pentingnya kedudukan
perumusan masalah di dalam kegiatan penelitian, sampai-sampai memunculkan suatu
anggapan yang menyatakan bahwa kegiatan melakukan perumusan masalah,
merupakan kegiatan separuh dari penelitian itu sendiri.
Selanjutnya SIFAT Perumusan Masalah penelitian dapat dibedakan menjadi 2
(Dua) Sifat, yaitu:
1. Perumusan Masalah Deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar
fenomena atau variabel.
2. Perumusan Masalah Eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya
hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena/ variabel.
Rumusan masalah penelitian bisa dibuat oleh seorang peneliti melalui beberapa
kemungkinan latar belakang yang dibuat:
1. Setelah menyadari adanya suatu permasalahan kehidupan yang sedang
dihadapi manusia atau masyarakatnya. Masalah kehidupan yang sedang hangat
dibicarakan dalam buku ini disebut "topik masalah" Topik masalah inilah yang
menyadarkan seorang pemikir untuk berperan memecahkan sejumlah rumusan
masalah penelitian yang terkait dengan topik masalah itu tadi.
2. Setelah menyadari potensi permasalahan di masa datang setidaknya menurut
pandangan dan pertimbangan teoritis dari suatu bidang keilmuan. Potensi
permasalahan itu perlu diantisipasi pemecahannya. Sehubungan dengan itu diperlukan
penelitian terhadap butir-butir permasalahan yang secara khusus telah dirumuskan.

Syarat-Syarat atau Kriteria sebagai berikut:


1. Rumusan masalah harus jelas, padat dan dapat dipahami oleh orang lain
2. Rumusan masalah harus mengandung unsur data yang mendukung
pemecahan masalah penelitian
3. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat kesimpulan
sementara (Hipotesis)
4. Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian
5. Suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat
kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun
pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua
atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusia.
6.

Bermanfaat

atau

berhubungan

dengan

upaya

pembentukan

dan

perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan


memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teoriteori baru
maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.

7. Dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual,


sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan
dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan
manusia.

8. Kerangka teori, kerangka konsep, alur/skema penelitian

9. Jenis-jenis hipotesis
Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian: 1. Hipotesis kerja
atau alternatif, disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara
variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok. Rumusan hipotesis
kerja: a. Jika... maka... b. Ada perbedaan antara... dan... dalam... c. Ada pengaruh...
terhadap... 2. Hipotesis nol (null hypotheses) disingkat Ho. Hipotesis ini menyatakan
tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X
terhadap variabel Y. Dengan kata lain, selisih variabel pertama dengan variabel kedua
adalah nol atau nihil. Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistik, karena
biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan
perhitungan statistik. Rumusan hipotesis nol: a. Tidak ada perbedaan antara...
dengan... dalam... b. Tidak ada pengaruh... terhadap... Dalam pembuktian, hipotesis

alternatif (Ha) diubah menjadi Ho, agar peneliti tidak mempunyai prasangka. Jadi,
peneliti diharapkan jujur, tidak terpengaruh pernyataan Ha. Kemudian dikembangkan
lagi ke Ha pada rumusan akhir pengetesan hipotesis.
10. Syarat perumusan hipotesis
Syarat-syarat Hipotesis Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting
kedudukannya dalam penelitian. Oleh karena itulah maka dari peneliti dituntut
kemampuannya untuk dapat merumuskan hipotesis ini dengan jelas. Borg dan Gall
(1979: 61) mengajukan adanya persyaratan untuk hipotesis sebagai berikut: 1.
Hipotesis harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas. 2. Hipotesis harus dengan
nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel. 3. Hipotesis
harus didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil penelitian
yang relevan.
11. Definisi variabel
Hatch & Farhady, (1981): variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang atau
objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek
dengan objek yang lain. Karlinger (1973): variabel adalah konstruk atau sifat yang
akan dipelajari. Kidder (1981): variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana
peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Sugiyono (2009:38): variabel
penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh onformasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Contoh variabel penelitian: struktur

organisasi, kepemimpinan, pengawasan, koordinasi, prosedur dan mekanisme kerja,


deskripsi pekerjaan, kebijakan , budaya organisasi dll.
Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007) Variable adalah Konsep yang mempunyai
variabilitas. Sedangkan Konsep adalah penggambaran atau abstraksi dari suatu
fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi,
maka dapat disebut sebagai variable. Dengan demikian, variable dapat diartikan
sebagai segala sesuatu yang bervariasi. Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002) Variable
mengandung pengertian ukuran atau cirri yang dimiliki oleh anggota anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Variable
adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu.

Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,


pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
12. Jenis variabel
1. Variabel Independen (variabel stimulus/ prediktor/antecendent/ eksogen/bebas) adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2009: 39).
2) Variabel dependen (variabel output/kriteria/ konsekuen/endogen/ terikat) adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
3) Variabel moderator (variabel independen kedua), adalah variabel yang
mempengaruhi (memperkuat/ memperlemah) hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.
4) Variabel intervening (variabel penyela/antara), adalah variabel yang secara teoritis
mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
menjadi hubungan tidak langsung dan tidak dapat diamati atau diukur.Trucman (1988)
dalam Sugiyono (2009: 41).
5) Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar
yang tidak diteliti.
6) Variabel luar (epsilon ()) adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi
variabel dependen/endogen akan tetapi tidak diteliti
13. Skala pengukuran variabel
Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala Pengukuran,
yaitu :
1. Skala Nominal
Skala Nominal Adalah Suatu himpunan yang terdiri dari anggota anggota
yang mempunyai kesamaan tiap anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota
himpunan yang lain. Misalnya : Jenis Kelamin : dibedakan antara laki laki dan
perempuan Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang Golongan
Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB Ras : dapat dibedakan atas Mongoloid,
Kaukasoid, Negroid. Suku Bangsa : dpt dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak
dsb. Skala Nominal, Variasinya tidak menunjukkan Perurutan atau Kesinambungan,
tiap variasi berdiri sendiri secara terpisah. Dalam Skala Nominal tidak dapat
dipastikan apakah kategori satu mempunyai derajat yang lebih tinggi atau lebih

rendah dari kategori yang lain ataukah kategori itu lebih baik atau lebih buruk dari
kategori yang lain.

2.Skala Ordinal
Skala Ordinal Adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan tingkatan.
Skala Ordinal Adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan,
pangkat atau jabatan. Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi
peringkat. Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke
variasi nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai
tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain. Contoh :
Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT Pendapatan : Tinggi,
Sedang, Rendah Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan
III. Hal ini dapat dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan
Stadium III lebih berat daripada Stadium II. Tetapi kita tidak bisa menentukan secara
pasti besarnya perbedaan keparahan itu. Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) :
Setuju, Ragu ragu, Tidak Setuju. Dsb.
3.Skala Interval
Skala Interval Adalah Skala Data Kontinum yang batas variasi nilai satu dengan
yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan. Dikatakan Skala
Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu dengan nilai
pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada
skala ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil..dsb); tetapi Nilai Mutlaknya TIDAK
DAPAT DIBANDINGKAN secara Matematis, oleh karena itu batas batas Variasi
Nilai pada Skala Interval bersifat AAARRRBBI BIITTTRRREEERRR(ANGKA
NOL-nya TIDAK Absolut). Contoh : Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala
interval, suhu 360 Celcius jelas lebih panas daripada suhu 240 Celcius. Tetapi tidak
bisa dikatakan bahwa suhu 360 Celcius 1 kali lebih panas daripada suhu 240
Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00 Celcius Tidak Absolut (=00 Celcius tidak
berarti Tidak Ada Suhu/Temperatur sama sekali). Tingkat Kecerdasan, Jarak, dsb.
4. Skala Ratio = Skala Perbandingan.

Skala Ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi
nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai NOL
ABSOLUT ). Misalnya : Tinggi Badan : sebagai Skala Ratio, tinggi badan 180 Cm
dapat dikatakan mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini
JUGA dapat dikatakan Bahwa : tinggi badan 180 adalah 1 kali dari tinggi badan 120
Cm.
14. Definisi operasional variabel
Mendefinisikan operasional variabel edemikian rupa, sehingga variable tersebut
bersifat : Spesifik ( Tidak Beinterpretasi Ganda ) Terukur ( Observable atau
Measurable ) Contoh variable yang berinterpretasi ganda : Status Gizi. Variable ini
dapat diukur dan dideskripsikan dengan bermacam kombinasi pengertian atau
pengukuran, seperti : Berat Badan (BB) dengan Tinggi Badan (TB) BB TB
dengan Usia Kadar Protein serum.
Definisi variabel operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
ditentukan berdasarkan Parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan
cara pengukuran adalah Cara dimana variable dapat diukur dan ditentukan
karakteristiknya. Sehingga dalam Definisi Operasional mencakup penjelasan tentang :
Nama variable Definisi variable berdasarkan konsep/maksud penelitian. Hasil
Ukur / Kategori Skala Pengukuran.
15. Desain studi:
- Case-series
case series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus,
yang berguna untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi klinis,
perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Case series banyak dijumpai dalam literatur
kedokteran klinik. Tetapi desain studi ini lemah untuk memberikan bukti kausal,
sebab pada case series tidak dilakukan perbandingan kasus dengan non-kasus. Case
series dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis yang akan diuji dengan desain
studi analitik.
-

Studi korelasional

Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendetksi sejauh mana variasi-variasi


pada suatu factor berkaitan dengan variasivariasi pada satu atau lebih faktor lain
berdasarkan koefisien korelasi (Suryabrata, 2000 : 24). Hubungan korelatif mengacu
pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang
lain dan dengan demikian dalam rancangan korelasional peneliti melibatkan paling
tidak dua variabel (Nursalam, 2003 : 84). Jika variabel yang diteliti ada dua, maka
masing-masing merupakan variabel bebas dan variabel terikat. Bila variabel yang
diteliti lebih dari dua, maka dua atau lebih variabel sebagai variabel bebas atau
prediktor dan satu variabel sebagai variabel terikat atau kriterium. Desain penelitian
korelasional dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.

Kasus kontrol
Berbeda dengan studi kohor, pada studi kasus kontrol, peneliti tidak mengikuti
suatu kohor subjek penelitian yang belum sakit ke depan, tidak mengamati terjadinya
penyakit, tidak dapat menghitung insidensi (kasus baru) dalam suatu periode waktu.
Pada studi kasus kontrol, peneliti menggunakan kasus-kasus yang sudah ada dan
memilih kontrol (non-kasus) yang sebanding. Lalu peneliti mencari informasi status
(riwayat) paparan masing-masing subjek kasus dan kontrol. Jadi pada studi kasus
kontrol peneliti tidak bisa menghitung risiko dan risiko relatif (RR). Sebagai ganti
risiko, pada studi kasus kontrol peneliti menggunakan odd. What is odd? Odd adalah
probabilitas dua peristiwa yang berkebalikan, misalnya sakit verus sehat, mati versus
hidup, terpapar versus tak terpapar. Pada studi kasus kontrol, odd pada kasus adalah
rasio antara jumlah kasus yang terpapar dibagi tidak terpapar. Odd pada kontrol
adalah rasio antara jumlah kontrol terpapar dibagi tidak terpapar. Jika odd pada kasus
dibagi dengan odd pada kontrol, diperoleh Odds ratio (OR). OR digunakan pada studi
kasus kontrol sebagai pengganti RR.

Kohort
Penelitian kausal-komparatif difokuskan untuk membandingkan variable bebas dari
beberapa kelompok subjek yang mendapat pengaruh yang berbeda dari variabel
bebas. Pengaruh variabel bebas terhadap variable terikat terjadi bukan karena
perlakuan dari peneliti melainkan telah berlangsung sebelum penelitian dilakukan.
Desain penelitian kausal-komparatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu desain
penelitian kohort dan desain penelitian kasus kontrol (Nursalam, 2003 : 86).
1) Desain penelitian kohort Pendekatan yang dipakai pada desain penelitian kohort
adalah pendekatan waktu secara longitudinal atau time period approach. Sehingga
penelitian ini disebut juga penelitian prospektif.
Studi kohor dan eksperimen, peneliti mengikuti sekelompok subjek (disebut kohor)
dan mengamati terjadinya penyakit atau variabel hasil yang diteliti. Dengan studi
kohor dan eksperimen peneliti dapat menghitung risiko (insidensi), sehingga dapat
menghitung RR (studi kohor dan eksperimen), maupun RRR, ARR, dan NNT
(eksperimen).

RCT
Secara garis besar, desain eksperimental dalam epidemiologi, dibagi menjadi dua
kelompok besar; 1) penelitian eksperimen /randomised controlled trial (RCT) dan 2)
penelitian eksperimen klaster / cluster randomised controlled trial (Cluster RCT).
Eksperimen dengan desain RCT umumnya dilakukan untuk intervensi secara individu
seperti percobaan obat baru, efektivitas vaksin sedangkan kluster RCT dilakukan
untuk intervensi secara kelompok (cluster) seperti untuk melihat efektivitas promosi
dan pelayanan kesehatan.Dalam perhitungan analisa statistik dan perhitungan sampel,
korelasi dan jumlah kluster lebih harus diperhitungkan dibandingkan desain RCT
yang berasumsi setiap individu itu mandiri. Berikut perbedaaan RCT dan cluster RCT
secara umum

Ekperimen Kuasi
Desain Penelitian Eksperimen a. Sistem notasi Sebelum membicarakan desain dan
eksperimental, sistem notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem
notasi tersebut adalah sebagai berikut (Sarwono, 2006) :
X : Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji
terhadap suatu perlakuan eksperimental pada variabel bebas yang kemudian efek pada
variable tergantungnya akan diukur.
O : Menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variable
tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R : menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara
random.
b. Jenis-jenis desain ekperimental
Ditinjau

berdasarkan

tingkat

pengendalian

variable,

desain

penelitian

eksperimental dapat dibedakan menjadi 3, yaitu : a. Desain penelitian praeksperimental, b. desaian penelitian eksperimental semu, dan c. desain penelitian
eksperimental sungguhan (Nursalam, 2003 : 87).
1) Desain penelitian pra-eksperimental Desain penelitian pra-eksperimental ada
tiga jenis yaitu 1) one-shot case study, 2) one-group pre-post tes design, dn 3) static
group design (Suryabrata, 2000 : 55; Nursalam, 2003 : 87).

a) One-shot case study Prosedur desain penelitian one-shot case study adalah
sebagai berikut. Sekolompok subjek dikenai perlakuan tertentu (sebagai variable
bebas) kemudian dilakukan pengukuran terhadap variable bebas.
One group pretest-posttes design Prosedur desain penelitian ini adalah : a)
dilakukan pengukuran variable tergantung dari satu kelompok subjek (pretest), b)
subjek diberi perlakuan untuk jangka waktu tertentu (exposure), c) dilakukan
pengukuran ke-2 (posttest) terhadap variable bebas, dan d) hasil pengukuran prestest
dibandingan dengan hasil pengukuran posttes.
c) Static Group Comparison Desain ketiga adalah static group comparison yang
merupakan modifikasi dari desain b. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang
dipilih sebagai obj ek penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan sedang
kelompok kedua tidak mendapat perlakuan. Kelompok kedua ini berfungsi sebagai
kelompok pembanding / pengontrol.

16. Jenis desain kualitatif


Definisi Penelitian Kualitatif
Moleong setelah melakukan analisis terhadap beberapa definisi penelitian
kualitatif kemudian membuat definisi sendiri sebagai sisntesis dari pokok-pokok
pengertian penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2005: 6) penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi , tindakan, dll.
secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dahn dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Asumsi Penelitian Kualitatif Anggapan yang mendasari penelitian kualitatif
adalah bahwa kenyataan sebagai suatu yang berdimensi jamak, kesatuan, dan
berubah-ubah (Nana Sudjana dan Ibrahim, 2001 : 7). Oleh karena itu tidak mungkin
dapat disusun rancangan penelitian yang terinci dan fixed sebelumnya. Rancangan
penelitian berkembangan selama proses penelitian. 2. Karakteristik Penelitian
Kualitaif

Penelitian

kualitatif

disebut

juga

penelitian

naturalistik,

metode

fenomenologis, metode impresionistik, dan metode post positivistic.


Adapun karakteristik penelitian jenis ini adalah sebagai berikut (Sujana dan
Ibrahim, 2001 : 6-7; Suharsimi Arikunto, 2002: 11-12; Moleong, 2005: 8-11; Johnson,
2005, dan Kasiram, 2008: 154-155).
a. Menggunakan pola berpikir induktif (empiris rasional atau bottomup).
Metode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan grounded theory, yaitu teori
yang timbul dari data bukan dari hipotesis seperti dalam metode kuantitatif. Atas
dasar itu penelitian bersifat generating theory, sehingga teori yang dihasilkan berupa
teori substansif.
b. Perspektif emic/partisipan sangat iutamakan dan dihargai tinggi. Minat
peneliti banyak tercurah pada bagaimana persepsi dan makna menurut sudut pandang
partisipan yang diteliti, sehingga bias menemukan apa yang disebut sebagai fakta
fenomenologis.
c. Penelitian kualitatif tidak menggunakan rancangan penelitian yang baku.
Rancangan pene-litian berkembang selama proses penelitian.
d. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami, mencari makna di balik
data, untuk menemukan kebenaran, baik kebenaran empiris sensual, empiris logis, dan

empiris logis. e. Subjek yang diteliti, data yang dikumpulkan, sumber data yang
dibutuhkan, dan alat pengumpul data bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan.
f. Pengumpulan data dilakukan atas dasar prinsip fenomenologis, yaitu dengan
memahami secara mendalam gejala atau fenomena yang dihadapi.
g. Peneliti berfungsi pula sebagai alat pengumpul data sehingga keberadaanya
tidak terpisahkan dengan apa yang diteliti.
h. Analisis data dapat dilakukan selama penelitian sedang dan telah
berlangsung.
i. Hasil penelitian berupa deskripsi dan interpretasi dalam konteks waktu serta
situasi tertentu.
17. Teknik kualitatif
Prosedur Penelitian Kualitatif Prosedur pelaksanaan penelitian kualitatif bersifat
fleksibel sesuai dengan kebutuhan, serta situasi dan kondisi di lapangan. Secara garis
besar tahapan penelitian kualitatif adalah sebagai berikut (Sudarwan Danim dan
Darwis, 2003 : 80) a. Merumuskan masalah sebagai fokus penelitian. b.
Mengumpulkan data di lapangan. c. Menganalisis data. d. Merumuskan hasil studi. e.
Menyusun rekomendasi untuk pembuatan keputusan.
Tipe-tipe Kualitatif Penelitian dengan pendekatan kualitatif dapat dibedakan
menjadi lima tipe utama, yaiu : phenomenology, ethnography, case study research,
grounded theory, dan historical research (Johnson, 2005 : 8) a. Phenomenology : a
form of qualitative research in which the researcher attempts to understand how one
or more individuals experience a phenemenon. b. Ethnography : is the form of
qualitative research that focuses on describing the culture of a group of people. c.
Case study research : is a form of qualitative research that focused on providing a
detailed account of one or more cases. d. Grounded theory : is a qualitative approach
to generating and developing a theory form data that the researcher collects. e.
Historical research : research about events that occurred in the past.
18. FGD Indepth Interview
Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik
pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan
menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini
digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kalompok berdasarkan hasil

diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk
menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah
yang sedang diteliti.
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan
dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in
depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan
atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang
relatif lama.
19. Pengertian

instrumentasi,

pembuatan

instrumen

penelitian,

pengertian

perbedaan angket dan kuesioner


A. Instrumen
Instrumen atau alat pengukur data penelitian adalah alat pengumpul atau
pengambil data yang akan diolah. Oleh karena itu kualitas data suatu penelitian akan
sangat ditentukan oleh instrumen atau alat pengukurnya. Apabila instrumennya cukup
valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya), maka datanya pun akan valid dan reliabel.
Apakah apabila instrumennya sudah valid dan reliabel data yang diperoleh otomatis
valid dan reliabel? Hal tersebut juga masih tergantung pada kualifikasi si pengambil
data. Dia harus benar-benar memahami tentang bagaimana cara menggunakan dan
mengambil data dari subyek yang akan ditelti dengan instrumen tersebut. Sebagai
contoh, alat-alat laboratorium menuntut dasar pendidikan dan pengalaman tertentu
dari si pemakai, demikian pula beberapa tes psikologis tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang khususnya yang tidak memiliki pengetahuan tentang psikologi.
Selain itu prosedur metode pengambilan datanya juga harus diikuti sacara tertib dan
ketat, karena sebagaimana kita ketahui bahwa setiap alat atau metode pengambilan
data senantiasa memiliki petunjuk pelaksanaan. Apabila dalam pelaksanaan
pengambilan data si peneliti menggunakan jasa orang lain, maka si peneliti harus
meyakini bahwa instrumen yang digunakan oleh orang tersebut telah dipahami dan
akan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

B. Pembuatan Instrumen
Ada beberapa langkah umum yang bisa ditempuh dalam menyusun instrumen
penelitian menurut Teguh (2001), langkah-langkah tersebut adalah:
1. Analisis variabel penelitian, yaitu mengkaji variabel menjadi sub penelitian sehingga
indikatornya dapat diukur dan menghasilkan data yang akurat. Membuat indikator
variabel, peneliti dapat menggunakan teori ataupun konsep pengetahuan ilmiah yang
relevan dengan variabel tersebut, atau dengan menggunakan fakta berdasarkan
pengamatan secara langsung.
2. Penetapan penggunaan jenis instrumen dalam mengukur variabel, subvariabel,
ataupun indikatornya. Setiap variabel dapat diukur dengan satu atau lebih jenis
instrumen.
3. Menyusun kisi-kisi instrumen, dimana kisi-kisi tersebut berisi materi, jenis, dan
banyaknya pertanyaan serta waktu yang dibutuhkan. Setiap indikator akan
menghasilkan beberapa isi pertanyaan, serta abilitas yang diukur atau kemampuan
yang diharapkan dari subjek penelitian.
4. Menyusun item pertanyaan. Untuk menyusun item pertanyaan tersebut harus sesuai
dengan jenis dan jumlah instrumen berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Selain itu,
peneliti dapat membuat lebih dari jumlah pertanyaan yang ditetapakan, atau
pertanyaan cadangan. Setiap item pertanyaan yang telah dibuat, jawaban atau
gambaran yang diinginkan dari pertanyaan tersebut harus dibuat oleh peneliti.
5. Revisi instrumen. Instrumen yang telah dibuat sebaiknya dilakukan uji coba guna
perbaikan isi dan pembahasan, menghilangkan instrumen yang tidak sesuai atau
diganti dengan instrumen yang baru.
C. Metode angket atau kuesioner, alat pengumpul datanya angket atau kuesioner
Angket yang sering juga disebut kuisioner umumnya merupakan daftar
pertanyaan yang diberikan kepada sejumlah sampel untuk diisi. Tujuan dari
penggunaan metode ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai fakta,
pendapat, atau sikap dari responden. Pengisian angket tersebut dapat dilakukan di
bawah pengawasan peneliti atau melalui jasa orang lain. Bahkan untuk sampel atau
responden yang tersebar pada wilayah yang sangat luas, angket tersebut dapat dikirim
melalui pos untuk diisi dan dikembalikan. Untuk cara yang terakhir ini, pengembalian

hasil isian dari responden sangat tergantung pada pelayanan kita dalam penyebaran
angket tersebut. Misalnya, angket yang dikirim hendaknya dilengkapi dengan amplop
yang telah diberi materai, sehingga memudahkan responden untuk mengirimkan
kembali angket yang telah diisinya.
Angket akan sangat efektif digunakan apabila responden memiliki kemampuan
dan pengetahuan yang sesuai dengan permasalahan atau informasi yang diperlukan
oleh peneliti. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah adanya kesediaan dari
responden untuk menjawabnya. Apabila responden kurang memahami mengenai
permasalahan yang terdapat di dalam angket, maka angket akan diisi apa adanya,
bahkan mungkin asal-asalan. Dengan demikian angket tersebut tidak akan
menghasilkan data yang valid dan reliable. Demikian juga apabila ada keengganan
dari responden untuk mengisi angket tersebut karena dianggap akan merugikan
bahkan membahayakan dirinya, seperti menilai, sikapnya, atau memberikan pendapat
terhadap atasan atau pemerintahan maka angket bukan merupakan instrumen yang
efektif.
Keuntungan dari metode angket atau kuesioner, di antaranya: apabila tidak
dituntut mencantumkan nama, maka responden dapat mengisi angket tersebut secara
bebas dan jujur. Selain itu angket dapat mencakup responden yang cukup banyak
dengan wilayah yang sangat luas serta dalam pengawasannya tidak menuntut
kehadiran peneliti.
Sementara beberapa kelemahannya, adalah: validitas dan reliabilitas angket
seringkali sulit untuk diuji, jumlah angket yang dikembalikan oleh responden selain
tidak bersamaan juga sangat rendah (60%- 70%) angket yang sudah diisi
dikembalikan sudah sangat bagus), kadang-kadang responden sering memberikan
jawaban yang tidak jujur meskipun angket tersebut tidak diberi nama. Beberapa
petunjuk yang perlu diperhatikan dalam pembuatan angket di antaranya, peneliti
hendaknya memiliki gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang akan
diselidiki, tujuan penelitian, serta sasaran dan sifat data yang diperlukan.
Jika penelitian ini hanya bertujuan ingin memberikan gambaran (deskripsi),
maka peneliti harus memiliki gambaran yang tajam dan komprehensif tentang
permasalahannya tersebut. Dengan demikian, peniliti akan dapat menyusun
pertanyaan secara komprehensif pula, mencakup seluruh 16 permasalahan yang ingin
dipecahkan.

Apabila tujuan penelitiannya ingin menjelaskan atau menguji suatu hipotesis,


maka pertanyaan-pertanyaannya harus terkait dengan variablevariabel penelitian serta
hipotesis yang dibuatnya. Agar diperoleh hasil yang representatif maka setiap
pertanyaan pada angket diujicobakan dulu kepada sejumlah sampel dari populasi
target (sasaran). Hal tersebut sangat penting untuk mengetahui tentang pertanyaan
mana yang dianggap sulit untuk dijawab sehingga jawaban responden kebanyakan
tidak tahu atau banyak menimbulkan banyak penafsiran sehingga jawaban
responden antara satu dengan yang lainnya jauh dari yang dimaksud peneliti.
Untuk uji coba ini, sebaiknya peneliti membuat pertanyaan jauh lebih banyak
dari yang sesungguhnya akan digunakan, sehingga kalau ada pertanyaan yang kurang
baik dapat direvisi atau dibuang. Melalui uji coba ini, sekaligus peneliti dapat
mencoba untuk menganalisis data hasil dan menginterpretasikannya.
Jenis-jenis angket Berdasarkan sifat jawaban yang diharapkan, angket dapat dibagi
menjadi:
1) Angket tertutup
Pada angket jenis ini, pertanyaan dan jawaban-jawabannya disusun oleh
peneliti. Responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang disediakan yang sesuai
dengan pendiriannya.Jenis angket ini biasanya digunakan apabila peneliti telah dapat
mengantisipasi atau memprediksi jawaban-jawaban yang akan diberikan oleh
responden. Banyak jawaban- jawaban yang dapat dapat dikatagorisasikan oleh
peneliti, misalnya jenis kelamin, usia, agama, silsilah keluarga, dan sebagainya.
Jawaban tersebut dapat dalam bentuk pilihan ganda tunggal, check list, atau skala
bertingkat (rating-scale), seperti: sangat setuju - setuju - kurang setuju - tidak setujusangat tidak setuju.
Sebagai contoh:
a) Dalam proses belajar mengajar, apakah guru selalu memberikan kesempatan
bertanya kepada siswa? ya tidak.
b) Metode mengajar yang digunakan guru dalam menyampaikan materi adalah:
a.ceramah b.diskusi c.tanya jawab d.ekspositori e.demonstrasi Pada pertanyaan ini,
responden dimungkinkan menjawab lebih dari satu pilihan. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa guru dalam menyampaikan materi pelajaran senantiasa menggunakan
metode yang bervariasi.
c) Metode mengajar yang digunakan oleh guru sebaiknya bervariasi a. sangat
setuju b. setuju c. kurang setuju d. tidak setuju e. sangat tidak setuju Keuntungan dari

angket tertutup di antaranya: responden dimudahkan dalam menjawab pertanyaan,


lebih besar kemungkinannya angket tersebut akan diisi oleh responden, hasilnya
mudah diolah. Namun kelemahan dari angket tersebut adalah, tidak ada kesempatan
bagi responden untuk menjawab di luar dari jawaban yang tersedia, sehingga ada
kemungkinan responden mengisi asal-asalan apabila jawaban yang diharapkannya
tidak tercantum dalam pilihan.
2) Angket terbuka
Pada angket jenis ini, peneliti mengharapkan informasi yang cukup banyak dari
responden, bahkan jawaban yang diberikan responden mungkin saja belum diketahui
oleh peneliti. Selain itu jenis angket ini biasanya digunakan apabila jawaban
responden diperkirakan tidak akan dapat diantisipasi oleh peneliti karena sulit
dimasukkan kedalam katagori tertentu. Oleh karena itu pertanyaan yang disusun oleh
peneliti hendaknya betul- betul dapat menggali informasi dari responden sesuai
dengan keperluan peneliti. Sebagai contoh: Berikan penjelasan mengapa Anda
menyukai pendekatan lingkungan dalam proses belajar mengajar?
Keuntungan dari angket terbuka di antaranya: Besar kemungkinan terungkapnya
hal-hal yang sebelumnya tidak terantisipasi oleh peneliti sehingga dapat menambah
wawasan peneliti. Namun kelemahan utama dari angket tersebut adalah, kesulitan
dalam mengolah data yang dihasilkan karena jawaban yang diperoleh sangat
bervariasi. Selain waktu yang diperlukan lebih banyak dibandingkan dengan angket
tertutup, juga tidak semua responden mampu mengemukakan pemikirannya dalam
bentuk tulisan sehingga ada kemungkinan jawaban yang disampaikan kurang sesuai
dengan keadaan yang sesungguhnya.
3) Kombinasi antara angket tertutup dan angket terbuka Apabila peneliti
mengharapkan informasi tambahan dari responden tentang sesuatu yang mungkin
belum diketahuinya padahal hal tersebut mungkin saja terjadi di lapangan, maka
peniliti dapat menggunakan kombinasi antara angket tertutup dan angket terbuka.
Jenis angket ini memberikan kesempatan kepada responden untuk memberikan
alternatif jawaban di luar jawaban yang telah disediakan.
Kuesioner ialah teknik pengumpulan data melalui pembuatan daftar pertanyaan
dengan jumlah pilihan jawaban nan telah ditetapkan oleh peneliti. Teknik ini dipilih
buat teknik penelitian kuantitatif. Kuesioner ini sangat krusial sebab akan menjadi alat
ukur buat menjawab permasalahan nan diutarakan dalam penelitian.

Hasil kuesioner ini kemudian akan diolah menggunakan rumusan statistik nan
sebelumnya telah dirumuskan sinkron dengan gejala nan diteliti dan metode penelitian
nan digunakan. Kuesioner ini harus diisi oleh responden. Siapa responden ini?
Responden ini ialah sejumlah sampel penelitian sudah ditunjuk berdasarkan populasi
nan telah disepakati buat diteliti.
Kehadiran responden sangat krusial sebab merekalah nan akan menjawab
kuesioner penelitian dan jawaban mereka nan menjadi kunci buat menguak atau
mengungkap kebenaran. Tanpa adanya responden, penelitian kuantitatif tak akan
berjalan dengan baik. Responden ditunjuk berdasarkan kriteria populasi nan berupa
kelompok, individu atau teks. Kriteria populasi ini nantinya akan menentukan bentuk
pertanyaan dalam kuesioner.
Sebelum kita melihat bagaimana kuesioner penelitian kuantitatif itu disajikan,
sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu beberapa komponen nan berhubungan dengan
kuesioner. Beberapa diantaranya nan berhubungan dengan kuesioner ini ialah
responden berdasarkan kriteria populasi, definisi operasional serta petunjuk
pembuatan kuesioner.
Petunjuk Pembuatan Kuesioner Penelitian Kualitatif
Data dari hasil kuesioner nan nanti akan dianalisis haruslah akurat. Itu artinya
pertanyaan nan disertakan pada sebuah kuisioner serta penyusunannya harus secermat
mungkin. Berikut ini beberapa petunjuk pembuatan kuesioner nan baik:
1.

Hubungan nan terjadi antar metode , masalah dan hipotesis harus lebih diperjelas.
Caranya dapat dengan membuat matriks nan menghubungkan itu semua seperti citra

2.

interaksi masalah, variable, pertanyaan, indikator dan hipotesis.


Rumuskan pertanyaan dengan menyesuaikan kemampuan berbahasa nan dimiliki oleh
responden. Responden pastinya memiliki taraf pengetahuan nan berbeda. Daerah
pedesaan, misalnya, lebih baik kita menggunakan bahasa daerah. Namun, buat orang

3.

kebanyakan, kata persepsi sebaiknya diganti dengan kata tanggapan.


Gunakanlah kata nan maknanya lazim diketahui serta semua orang menafsirkannya

4.

secara sama. Hindari kerancuan.


Jangan membuat pertanyaan
membingungkan.

panjang.

Pertanyaan

jenis

itu

justru

akan

5.

Jangan berharap banyak jika responden ialah informan nan aktual. Seorang ibu
mungkin melaporkan acara televisi nan disenangi anak, tetapi pendapat ibu tak selalu

6.

sesua dengan pendapat anak.


Bentuk kerangka pemikiran nan ada dalam benak anda. Janganlah bertanya, Berapa

7.
8.

majalah nan anda baca?, tetapi bertanyalah, Apa saja majalah nan anda baca?
Sarankanlah semua alternatif atau tak sama sekali.
Lindungi harga diri responden. Janganlah bertanya, Sebutlah kalimat-kalimat nan
sahih di antara kalimat nan tercantum di bawah ini. Katakanlah, Saya ingin tahu
pendapat bapak, manakah di antara kalimat-kalimat di bawah ini nan menurut bapak

9.

benar.
Jika anda terpaksa menanyakan hal nan kurang mengenakkan responden, mulailah

10.

bertanya tetang hal-hal nan positif.


Tentukan jenis pertanyaan nan akan digunakan. Pertanyaan tersebut dapat berupa
pertanyaan langsung, tidak langsung, atau pertanyaan langsung nan kemudian disusul
dengan pertanyaan tidak langsung, atau sebaliknya.

20. Pengertian pengukuran


Pengukuran (measurement, disebut juga pengamatan, observasi) adalah
prosedur menentukan kualitas atau kuantitas dari karakteristik subjek penelitian yang
disebut variabel. Pengukuran variabel merupakan elemen kunci metodologi riset
epidemiologi. Pengukuran yang benar terhadap variabel penelitian merupakan prinsip
yang tidak dapat dikompromikan dari sebuah riset. Pengukuran variabel menghasilkan
sekumpulan nilai atau atribut dari individu-individu yang disebut data. Data dianalisis
untuk menghasilkan informasi. Informasi diinterpretasikan dan digunakan oleh
pengguna hasil penelitian. Kesalahan dalam pengukuran, disebut measurement bias
(measurement error), menghasilkan data yang tidak valid, mengakibatkan hasil-hasil
penelitian tidak valid, tidak benar. Kesalahan dalam pengukuran merupakan kesalahan
yang sangat serius, jauh lebih serius daripada ukuran sampel (sample size) yang
sering dipersoalkan oleh orang-orang yang awam dalam metodologi riset, baik di
dalam maupun di luar kampus. Ibarat orang menembak ke sasaran tembak, laras
senapan yang digunakan hendaknya lurus, tidak lancung (bengkok). Senapan lancung
(measurement error) tidak akan mengenai sasaran dengan benar meski digunakan
berkali-kali (ukuran sampel besar).
21. Konsep validitas dan reliabilitas
VALIDITAS

Validitas berasal dari bahasa Latin validus yang berarti kuat, strong, robust.
Pertama-tama perlu dibedakan dua buah konsep validitas: (1) Validitas penelitian; dan
(2) Validitas pengukuran. Validitas penelitian adalah derajat kebenaran (keabsahan)
kesimpulan yang ditarik dari sebuah penelitian, yang dinilai berdasarkan metode
penelitian yang digunakan, keterwakilan sampel penelitian, dan sifat populasi asal
sampel (Last, 2001). Sebagai contoh, ketika sebuah meta-analisis melaporkan hasil
analisis dari 18 studi bahwa penggunaan telepon seluler 10 tahun meningkatkan
risiko tumor otak, yakni neuroma akustik dan glioma (Hardell et al., 2007), keabsahan
kesimpulan tersebut merujuk kepada validitas penelitian. Last (2001) mendefinisikan
validitas pengukuran an expression of the degree to which a measurement measures
what it purports to measure. Validitas pengukuran merupakan pernyataan tentang
derajat kesesuaian hasil pengukuran sebuah alat ukur (instrumen) dengan apa yang
sesungguhnya ingin diukur oleh peneliti. Sedang pengukuran (measurement)
merupakan prosedur pemberian nilai kuantitatif atau kualitatif terhadap variabel pada
subjek penelitian (Streiner dan Norman, 2000). Pengukuran disebut juga pengamatan
(observation).
Dalam konteks ini pengukuran yang valid adalah pengukuran dari alat ukur
yang dibuat) dengan metodologi yang benar dan implementasi pengukuran yang benar
pula. Jika implementasi pengukuran benar, tetapi alat ukur tidak benar, maka hasil
pengukuran juga tidak benar, menghasilkan kesalahan pengukuran yang disebut
measurement bias (measurement error). Demikian juga jika metodologi alat ukur
benar, tetapi pelaksanaan pengukuran tidak benar (misalnya, asal-asalan), maka hasil
pengukuran juga tidak benar.
Contoh, timbangan dacin merupakan instrumen (alat ukur) yang valid untuk
mengukur berat badan anak balita di posyandu. Tetapi ketika instrumen tersebut
digunakan untuk mengukur tinggi badan anak balita, pengukuran tersebut tidak lagi
valid, alias tidak benar, meskipun peneliti melakukan pengukuran tinggi badan
tersebut dengan hati-hati. Validitas pengukuran menentukan validitas penelitian. Jika
pengukuran salah, maka kesimpulan penelitian juga salah. Jelas validitas pengukuran
sangat vital bagi validitas sebuah penelitian.
Validitas pengukuran mencakup 4 aspek: (1) Validitas isi; (2) Validitas muka;
(3) Validitas konstruk; (4) Validitas kriteria. Validitas Isi Validitas isi (content validity)
merujuk kepada derajat kesesuaian hasil pengukuran variabel yang diteliti oleh sebuah
alat ukur dengan isi (content) dari variabel tersebut sebagaimana yang dimaksudkan

oleh peneliti. Contoh, jika sebuah kuesioner dirancang untuk mengukur sikap anggota
masyarakat terhadap orang dengan HIV/ AIDS (ODHA), maka validitas isi alat ukur
tersebut merujuk kepada sejauh mana isi kuesioner memang mengukur sikap, bukan
mengukur variabel lainnya (misalnya, persepsi atau perilaku terhadap ODHA), dan
sejauh mana berbagai aspek sikap telah tercermin dalam item-item pertanyaan
kuesioner.
Jika tidak mengukur sikap, maka alat ukur tersebut tidak valid. Validitas isi
mencakup dua aspek: (1) relevansi isi, dan (2) liputan isi (Messick, 1980, dikutip oleh
Streiner dan Norman, 2000). Relevansi isi (content relevance) merujuk kepada
kesesuaian antara masing-masing item pengukuran dengan isi variabel yang diukur.
Cakupan isi (content coverage) merujuk kepada lingkup item pengukuran dalam
meliput segala aspek isi variabel yang diukur.
Sebuah variabel tidak harus merupakan sebuah entitas tunggal yang memiliki
variasi, tetapi bisa juga entitas majemuk terdiri atas sejumlah sub-variabel; variabel
itu disebut variabel komposit. Penilaian relevansi isi maupun cakupan isi dilakukan
secara kualitatif berdasarkan pertimbangan pakar, disebut validity by assumption
(Guilford, 1954, seperti dikutip Streiner dan Norman, 2000) maupun secara kuantitatif
dengan mengujicobakan alat ukur kepada sejumlah subjek penelitian. Contoh, modal
sosial (social capital) merupakan sebuah variabel yang akhir-akhir ini banyak diteliti
tentang hubungannya dengan status kesehatan individu (lihat misalnya, Lomas, 1998).
Modal sosial merupakan variabel makro/ ekologis/ kontekstual, yang terukur
pada tingkat populasi. Putnam (1995), dikutip Baum dan Ziersch (2003),
mendefinisikan modal sosial features of social organisation such as networks, norms
and social trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit. Modal
sosial merupakan karakteristik organisasi sosial misalnya jejaring, norma, dan
kepercayaan sosial yang memudahkan koordinasi dan kerjasama untuk kepentingan
bersama. Jadi modal sosial merupakan variabel dengan substansi kompleks,
mencakup dua dimensi: (1) struktural dan (2) kognitif. Dimensi struktural merujuk
kepada elemen-elemen objektif, seperti keberadaan jaringan sosial (social network)
dan perkumpulan (associations) di dalam masyarakat. Dimensi kognitif merujuk
kepada elemen-elemen subjektif, seperti kepercayaan (trust) dan norma timbal-balik
(norms of reciprocity) antar warga masyarakat (Baum dan Ziersch, 2003). Dengan
kompleksitas isi tersebut maka pengukuran yang valid untuk variabel komposit
memerlukan sejumlah item pertanyaan.

Validitas Muka
Validitas muka (face validity) merujuk kepada derajat kesesuaian antara
penampilan luar alat ukur dan atribut-atribut variabel yang ingin diukur. Contoh, jika
alat ukur merupakan kuesioner, maka item-item pertanyaan dalam kuesioner harus
dapat dipahami oleh subjek penelitian dengan benar. Meskipun validitas muka
beroperasi hanya pada permukaan, namun aspek validitas ini sama pentingnya
dengan aspek validitas lainnya.
Contoh, jika sebuah kuesioner memiliki validitas isi yang tinggi, yakni semua
item pertanyaan kuesioner relevan dan meliput semua aspek isi variabel yang akan
diukur, tetapi kalimat pertanyaan tidak dibuat dengan jelas sehingga subjek penelitian
keliru dalam menafsirkan pertanyaan, maka hasil pengukuran tetap saja tidak valid.
Prinsipnya, item-item pertanyaan dalam kuesioner hendaknya disusun dengan
kalimat yang baik, jelas, tidak membingungkan, tidak ambigu, tidak terlalu panjang.
Setiap item pertanyaan hanya menanyakan sebuah pertanyaan, bukan sejumlah
pertanyaan, sehingga dapat dipahami oleh subjek penelitian dengan benar, tidak
menimbulkan multi-tafsir. Dengan pertanyaan yang baik, maka respons yang
diperoleh dari subjek penelitian akan mencerminkan jawaban yang sesungguhnya,
bukan jawaban akibat salah tafsir atas pertanyaan tersebut.
Prinsipnya, untuk memastikan validitas muka, perancang kuesioner hendaknya
menggunakan bahasa yang baik, benar, tepat, tidak multi-interpretatif, sehingga
dengan kuesioner tersebut dapat diperoleh jawaban yang benar, jujur, seadanya dari
responden,

tanpa

merendahkan,

memojokkan,

mempermalukan,

maupun

mengarahkan responden. Pertanyaan yang relevan kemudian, dapatkah kejujuran


jawaban subjek penelitian dicek dengan tes.
Validitas Konstruk
Validitas konstruk (construct validity) merujuk kepada kesesuaian antara hasil
pengukuran alat ukur dengan konsep (konstruk) teoretis tentang variabel yang diteliti.
Mengapa validitas konstruk perlu dibahas? Simak uraian berikut. Variabel-variabel
seperti berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah sistolik, dengan mudah dapat
diamati, diukur, dan didefinisikan secara operasional menurut cara mengukur variabel
itu. Contoh, berat badan dapat didefinisikan bobot badan yang diukur dalam kilogram,
tinggi badan didefinisikan tinggi badan yang diukur dalam cm. Demikian pula
tekanan darah sistolik dapat didefinisikan sebagai besarnya tekanan yang diukur
dalam milimeter Hg pada saat sistol ventrikel. Tetapi begitu peneliti beralih dari

wilayah variabel-variabel yang bersifat fisik ke variabel-variabel yang lebih


psikologis seperti depresi, kecemasan, kecerdasan, motivasi, dan nyeri, maka
peneliti menghadapi variabelvariabel abstrak yang tidak dapat diamati secara
langsung. Agar dapat diukur maka variabel abstrak itu perlu dibangun menjadi
bentuk lebih konkrit, disebut konstruk. Konstruk (bahasa Inggris construct)
adalah an idea or a belief that is based on various pieces of evidence which are not
always true (Hornby, 2003). Jadi konstruk adalah suatu ide atau keyakinan yang
dibentuk oleh sejumlah bukti-bukti yang belum tentu benar.
Contoh, andai saja rumah merupakan konsep abstrak, maka rumah dapat
direkonstruksi memiliki beberapa bagian, seperti lantai, tiang, atap, dinding, langitlangit, pintu, jendela. Jadi rumah dapat didefinisikan sebagai suatu konstruk
berdasarkan bagian-bagian seperti disebutkan di atas. Tentu konstruk dalam masalah
penelitian lebih abstrak daripada konstruk rumah dalam contoh di atas. Dengan
memecah sebuah variabel abstrak menjadi bagian-bagian yang lebih konkrit lalu
membangun kembali (merekonstruksi) bagian-bagian itu menjadi satu kesatuan
variabel semula, maka keabstrakan variabel itu dibuat menjadi lebih konkrit, sekaligus
dapat diukur secara kuantitatif.
Contoh, jika berdasarkan teori, kecemasan (anxiety) dimanifestasikan oleh
adanya bukti seperti telapak tangan berkeringat, takhikardia, gerakan mondar-mandir,
dan kesulitan berkonsentrasi, maka suatu pengukuran kecemasan dikatakan memiliki
validitas konstruk jika berhubungan (berkorelasi) dengan bukti-bukti tersebut
(Streiner dan Norman, 2000).
Validitas konstruk dibedakan dalam dua aspek: (1) validitas konvergen, dan (2)
validitas diskriminan. Validitas konvergen (convergent validity) merujuk kepada
derajat kesesuaian antara atribut hasil pengukuran alat ukur dan konsepkonsep teoretis
yang menjelaskan keberadaan atribut-atribut dari variabel tersebut. Sebagai contoh,
jika berdasarkan teori, kecemasan ditandai oleh bukti-bukti adanya telapak tangan
berkeringat, takhikardia, gerakan mondar-mandir, dan kesulitan memusatkan
perhatian, maka sebuah alat ukur kecemasan dikatakan memiliki validitas konvergen
apabila berkorelasi dengan bukti-bukti tersebut di atas.
Seandainya hasil pengukuran kecemasan ternyata tidak berkorelasi dengan
bukti-bukti tersebut, maka problem kesalahan bisa terletak pada pengukuran buktibukti tentang kecemasan tersebut, atau teorinya yang salah tentang kecemasan
(Streiner dan Norman, 2000).

Validitas diskriminan (discriminant validity) merujuk kepada derajat


ketidaksesuaian antara atribut-atribut yang seharusnya tidak diukur oleh alat ukur dan
konsep-konsep teoretis tentang variabel tersebut. Contoh, jika teori (misalnya,
patofisiologi) menyatakan bahwa kecemasan tidak dimanifestasikan dalam bentuk
tingkat kebotakan kepala (dalam bahasa kedokteran disebut alopecia), maka
pengukuran yang memiliki validitas diskriminan seharusnya tidak berkorelasi dengan
tingkat kebotakan kepala.
Sebaliknya jika berkorelasi, maka masalahnya bisa terletak pada pengukuran
kecemasan, atau konstruk teoretisnya yang salah tentang kecemasan. Validitas
konstruk dinilai secara kualitatif (validity by assumption), maupun kuantitatif
dengan mengujicobakan alat ukur kepada sejumlah subjek penelitian. Contoh, Grogan
et al. (2000) mengevaluasi validitas konstruk kuesioner kepuasan pasien terhadap
pelayanan dokter umum (GP) di North of England, Midlands, dan Scotland, di UK.
Kuesioner itu disebut Patient Satisfaction Questionnaire (PSQ). Studi tersebut
menggunakan 1390 pasien. Respons yang diberikan oleh pasien dianalisis secara
kuantitatif menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan ANOVA untuk
menilai validitas konstruk. Studi tersebut menyimpulkan, PSQ merupakan alat ukur
yang memiliki validitas konstruk cukup tinggi untuk mengukur kepuasan pasien
terhadap pelayanan dokter umum.
Validitas Kriteria
Validitas kriteria (criterion validity) merujuk kepada kesesuaian antara hasil
pengukuran sebuah alat ukur dengan alat ukur ideal (standar emas), tentang variabel
yang diteliti. Mengapa perlu membahas validitas kriteria? Sering dijumpai sebuah
instrumen mengukur atribut dengan validitas tinggi, namun mahal, tidak praktis,
invasif, berbahaya, atau memakan banyak waktu untuk penggunaan rutin. Untuk
mengatasi problem itu lalu dicari instrumen baru yang lebih murah, aman dan mudah
diterapkan.
Penilaian validitas kriteria suatu alat ukur dapat dilakukan dengan
membandingkannya secara kuantitatif dengan alat ukur standar emas. Pengukuran
oleh sebuah alat ukur memiliki validitas kriteria yang tinggi jika berkorelasi kuat
dengan alat ukur standar emas. Ukuran hubungan yang digunakan tentu perlu
disesuaikan dengan skala pengukuran variabel.
Jika variabel terukur dalam skala dikotomi, maka validitas kriteria dapat dinilai
dengan menggunakan koefisien kesepakatan Kappa, atau ukuran-ukuran hubungan

yang sesuai, seperti sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif
negatif. Jika variabel terukur dalam skala ordinal, validitas kriteria dapat dinilai
dengan koefisien korelasi Spearman. Validitas kriteria dibedakan dalam dua aspek: (1)
Validitas sewaktu; dan (2) Validitas prediktif (Streiner dan Norman, 1989). Validitas
sewaktu (concurrent validity, simultaneous validity) merujuk kepada kesesuaian hasil
pengukuran antara suatu alat ukur dan alat ukur ideal (standar emas) pada waktu yang
sama. Contoh, angiografi merupakan prosedur diagnostik definitif untuk stroke, tetapi
invasif dan mengandung risiko kematian sebesar 1% (Rosner, 1990). Positron
Emissions Tomography (PET) scanner mendiagnosis stroke dengan mengukur aliran
darah otak secara non-invasif dan lebih aman.
Penilaian derajat kesesuaian antara hasil pengukuran PET scanner dan
pengukuran angiogram merupakan penilaian validitas kriteria. Tabel 2. menyajikan
Tabel 2x2 untuk penilaian validitas sewaktu dan prediktif dengan ukuran sensitivitas
dan spesifisitas. Sensitivitas dan spesifisitas berguna untuk memeriksa validitas
sewaktu alat ukur, jika variabel terukur dalam skala dikotomi. Alat ukur memiliki
validitas sewaktu tinggi jika menunjukkan sensitivitas dan spesifitas tinggi.
RELIABILITAS
Alat ukur (instrumen) yang baik harus mengukur dengan benar (valid) dan
konsisten (andal, reliabel). Terdapat dua aspek reliabilitas alat ukur: (1) Konsistensi
internal; dan (2) Stabilitas. Contoh 1, jika sebuah instrumen terdiri dari sejumlah item
pertanyaan (misalnya, kuesioner untuk menilai depresi), maka skor dari masingmasing item pertanyaan seharusnya berkorelasi dengan skor semua item. Contoh ini
mengilustrasikan gagasan konsistensi internal. Contoh 2, jika sebuah timbangan
berulang kali mengukur 5kg 0kg dari bobot bayi, sedang timbangan lainnya
mengukur 5kg 4kg dari bobot bayi yang sama, maka bisa disimpulkan pengukuran
dengan timbangan pertama lebih stabil daripada timbangan kedua. Contoh ini
mengilustrasikan gagasan stabilitas. Alat ukur yang reliabel tidak hanya perlu
konsisten secara internal, tetapi juga konsisten secara eksternal, mencakup stabilitas
alat ukur ketika digunakan pada waktu berbeda (test-retest reliability), pengukur sama
pada dua kesempatan berbeda (intra-observer reliability), atau pengukur berbeda pada
kesempatan sama (inter-observer reliability), dengan kondisi-kondisi yang identik
(Polgar dan Thomas, 2000; Streiner dan Norman, 2000). Reliabilitas maupun validitas
merupakan ukuran kredibilitas pengukuran (Kothari, 1990; Mercer, 1991). Alat ukur

yang reliabel belum tentu valid. Tetapi alat ukur yang valid harus reliabel. Reliabilitas
merupakan kondisi yang diperlukan tetapi tidak mencukupi untuk validitas
pengukuran.
Konsistensi internal Jika sebuah penelitian berniat mengukur suatu variabel
komposit, seperti persepsi, keyakinan, sikap, perilaku, sindroma, dan sebagainya,
maka alat ukur membutuhkan sejumlah item pertanyaan. Jika tujuan pengukuran
adalah mendeskripsikan variabel tersebut pada subjek penelitian, maka item-item
tersebut seharusnya menunjukkan konsistensi internal (homogenitas). Artinya, semua
item tersebut hendaknya dengan homogen mengukur berbagai aspek yang berbeda
dari satu variabel yang sama, bukan mengukur berbagai aspek dari variabel yang lain.
Contoh, jika sebuah penelitian berminat mengukur variabel komposit yang disebut
modal sosial (social capital), maka masing-masing item hendaknya berkorelasi
dengan modal sosial. Alat ukur yang bertujuan mengukur dan mendeskripsikan
sebuah variabel komposit hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Masingmasing item pertanyaan hendaknya berkorelasi sedang satu dengan lainnya; (2)
Masing-masing item pertanyaan hendaknya berkorelasi dengan skor total pengukuran
(Streiner dan Norman, 2000)
1.

Korelasi Item-Total Korelasi item-total (item-total correlation) menilai konsistensi


internal alat ukur dengan mengorelasikan masing-masing item dan total pengukuran,
minus item yang bersangkutan. Karena dikurangi dengan item yang bersangkutan,

2.

maka korelasi item-total disebut juga korelasi item-sisa (item-rest correlation).


Reliabilitas belah-paroh (split-half reliability) menilai konsistensi internal
(homogenitas) alat ukur dengan cara membagi item-item secara random ke dalam dua
bagian alat ukur, lalu mengorelasikan kedua bagian tersebut. Prinsipnya, jika alat ukur
memiliki konsistensi internal, maka kedua bagian akan berkorelasi tinggi. Penunjukan
item secara random bertujuan agar kedua bagian alat ukur memiliki varians yang
sama, walaupun cara itu tidak menjamin bahwa tujuan tersebut akan tercapai.
Reliabilitas belah-paroh disebut reliabilitas ganjil-genap (odd-even reliability)
jika item-item dibagi ke dalam kelompok ganjil dan genap.

22. Jenis-jenis pengukuran


pengukuran merupakan aturan-aturan pemberian angka untuk berbagai objek
sedemikian rupa sehingga angka ini mewakili kualitas atribut. Terdapat empat jenis
skala yang dapat digunakan untuk mengukur atiribut, yaitu :
1. Skala nominal
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka digunakan untuk objek atau
kelas objek untuk tujuan identifikasi. Misalnya jika dalam suatu penelitian tertentu
pria diberikan kode 1 dan wanita mendapat kode 2, untuk mengetahuo jenis kelamin
seseorang adalah melihat apakah orang ini berkode 1 atau 2. Angka tersebut hanya
mewakili jenis kelamin seseorang.
2. Skala ordinal
Merupaka salah satu jenis pengukuran dimana angka digunakan terhadap data
berdasarkan urutan dari objek. Pada skala ordinal angka 2 lebih besar dari angka 1,
dan angka 3 lebih besar dari angka 2 dan 1, begitupun seterusnya. Contohnya angka 1
untuk mewakili mahasiswa tahun pertama, 2 untuk tahun kedua, 3 untuk tahun ketiga,
dan 4 untuk mahasiswa senior.
3. Skala interval
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka-angka yang digunakan
memungkinkan kita untuk membandingkan ukuran dari selisih antara angka-

angka.selisih antara 1 dan 2 setara dengan selisih antara 2 dan 3, selisih antara 2 dan 4
dua kali lebih besar dari selisih antara 1 dan 2. Contoh skala interval adalah skala
temperature, misalnya temperature yang rendah pada suatu hari adalah 40 o F dan
temperature tertinggi adalah 80o F. Disini tidak dapat dikatakan bahwa temperature
yang tinggi dua kali lebih panas dibandingkan temperature yang rendah karena jika
skala Fahrenheit menjadi skala Celcius, dimana C = (5F-160) / 9, sehingga
temperature yang rendah adalah 4,4o C dan temperature yang tinggi adalah 26,6o C.
4. Skala ratio
Merupakan salah satu jenis pengukuran yang memiliki nol alamiah atau nol absolute,
sehingga memungkinkan kita membandingkan magnitude angka-angka absolute.
Contoh skala ratio yaitu pada tinggi dan berat badan. Seseorang yang memiliki berat
50 kg, dan seseorang yang memiliki berat 150 kg tiga kali lebih berat dibandingkan
seseorang yang beratnya 50 kg.

23. Teknik pengukuran


a. Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau kelompok orang tentang sebuah fenomena sosial. Dengan
skala likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan.
Setiap jawaban dari item instrumen yang menggunakan skala Likert
memiliki gradasi dari sangat positif hingga sangat negatif, yang dapat
berupa kata - kata antara lain : sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak
setuju, sangat tidak setuju; setuju, sering, kadang-kadang, hampir tidak
pernah, tidak pernah; dan sebagainya. Dan untuk keperluan analisis
kuantitatif maka jawaban tersebut diberi skor misalnya : Sangat Setuju
(5), Setuju (4), ragu-ragu (3), Tidak setuju (2), Sangat tidak setuju (1).Skor
yang diberikan tersebut akan dianalisis dan diukur lebih lanjut agar dapat
menghasilkan sebuah hipotesis.

b. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban yang tegas,
yaitu Ya-Tidak; Benar-Salah; Pernah-Tidak pernah; dan lain-lain.Data
yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dua alternatif. Jika
pada skala likert terdapat 3,4,5,6,7 interval (dari kata Sangat setuju
hingga Sangat tidak setuju) maka dalam skala Guttman hanya ada dua
interval yaitu Setuju dan Tidak Setuju. Penelitian menggunakan skala
guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap
suatu permasalahan yang ditanyakan.
c. Rating Scale
Dari kedua skala pengukuran yang telah dikemukakan, data yang
diperoleh adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan.Namun
dengan rating scale, data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian
ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.Yang penting bagi penyusunan
instrumen dengan rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap
angka

yang

diberikan

pada

alternatif

jawaban

pada

setiap

item

instrument.
d. Semantic Differensial
Skala pengukuran ini digunakan untuk mengukur sikap, hanya
bentuknya tidak pilihan ganda ataupun checklist, tetapi tersusun dalam
satu garis kontinum yang jawabannya sangat positifnya terlektan di
bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian
kiri garis.Data yang diperoleh adalah data interval dan biasanya skala ini
digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dimiliki oleh
seseorang.

1. Populasi target, populasi studi

Populasi target amerupakan populasi yang telah ditentukan


sesuai dengan masalah penelitian sebelum penelitian dilakukan.
Populasi target tidak sepenuhnya dapat dipenuhi di lapangan. Bisa
saja salah satu cirri-ciri populasi yang kita tentukan tidak kita
temukan dalam kenyataannya di lapangan.
Populasi Studi merupakan penelitian terhadap kelompok besar
orang

yang

seringkali

berpartisipasi

berisi

dalam

orang-orang

studi penelitian

dengan

klinis.Yang

masalah atau

penyakit

tertentu, atau orang- orang yang tidak memiliki penyakit tertentu.

24. Populasi target, populasi studi


Populasi target merupakan populasi yang telah ditentukan sesuai dengan
permasalahan penelitian dan hasil penelitian dari populasi tersebut ingin disimpulkan.
Populasi target jumlahnya tidak terbatas, karena tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.
Populasi target juga dapat diartikan sebagai sasaran terakhir penerapan hasul
penelitian.
Populasi studi merupakan bagian dari populasi target. Populasi studi adalah kumpulan
individu yang akan diukur atau diamati cirri-cirinya sesuai dengan tujuan penelitian.
Populasi yang memiliki batasan kuantitatif secara jelas karena memiliki karakteristik
yang terbatas. Populasi studi dibatasi oleh tempat dan waktu.
25. Rumus besar sampel minimal sesuai desain dsb

Rumus Sampel Penelitian Cross-sectional


Untuk

penelitian

survei,

biasanya

rumus

yang

bisa

dipakai

menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions). Jika besar


populasi (N) diketahui, maka dicari dengan menggunakan rumus berikut:

Rumus Sampel Cross Sectional

Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa


melakukan pengambilan sampel secara acak).
Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1
maka besar sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rumus Lemeshow
Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan;

p = proporsi

d = limit dari error atau presisi absolut;

q = 1-p

Rumus Sampel Penelitian Case Control dan Kohort


Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control
maupun kohort
proporsi.

adalah

Hanya

saja

sama,

terutama

untuk penelitian

jika

menggunakan

khohor,

ada

juga

ukuran
yang

menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).


Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk
mencari sampel minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan
kelompok kontrol. Kadang kadang peneliti membuat perbandingan antara
jumlah sampel kelompok kasus dan kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga
bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang lebih
baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk mencari sampel
minimal penelitian case-control adalah sebagai berikut:

Rumus Sampel Case Control dan Kohort


Pada penelitian kohort yang dicari adalah jumlah minimal untuk
kelompok exposure dan non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak
terpapar. Jika yang digunakan adalah data proporsi maka untuk penelitian
khohor nilai p0 pada rumus di atas sebagai proporsi yang sakit pada
populasi yang tidak terpapar dan p1 adalah proporsi yang sakit pada
populasi yang terpapar atau nilai p1 = p0 x RR (Relative Risk).
Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan,
tinggi badan, IMT dan sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi,
maka penentuan besar sampel untuk kelompok dilakukan berdasarkan
rumus berikut:

Rumus Sampel Case Control dan Kohort 2

Penelitian Eksperimental
Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan
rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana
dapat dirumuskan:
(t-1) (r-1) > 15
dimana : t = banyaknya kelompok perlakuan
j = jumlah replikasi
26. Teknik sampling
Teknik pengambilan

sampel

disebut

sampling.

Prinsip

sampling

adalah

representativitas. Representativitas sampel pada garis besarnya ditentukan oleh :


Homogenitas populasi.
Semakin homogen populasi, representativitas semakin tercapai.
Besar kecilnya sampel yang dikehendaki.

Semakin besar sampel, maka akan semakin tinggi tingkat representativitasnya. Karena
semakin banyak subjek yang diteliti tentu proporsi sampel semakin besar terhadap

populasi.
Banyaknya ciri - ciri atau karakteristik subjek yang akan diteliti.
Semakin banyak ciri-ciri atau karakteristik subjek penelitian, akan semakin heterogen
keterogen keadaan populasi tersebut atau semakin kurang homogen.
Teknik pemilihan sampel yang tepat atau memadai (adekuat).
Teknik pengambilan sampel dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:

a. Rancangan Sampel Acak ( Random Sampling)


Rancangan ini adalah yang paling sederana. Sering disebut juga random murni.
Syaratnya populasi harus benar-benar homogen atau mendekati homogeny, disamping
unit analisis (unit dasar) atau jumlah subjek telah teridentifikasi.
Teknik ini juga bisa dilakukan secara sembarang atau melalui undian. Pengambilan
sampel secara acak bida dilakukan dengan menempatkan kembali (with replacement)
atau tanpa menempatkan kembali (without replacement). Metode terakhir
pengambilan sampel secara acak dapat dilakukan secara sistematis.
b. Rancangan acak sistematis (Systematic Random Sampling)
Teknik pengambilan sampel ini merupakan modifikasi dari sampel random sampling.
c. Rancangan acak dengan stratifikasi
Strata artinya lapisan atau susunan bertingkat, misalnya kelas-kelas dalam lembaga
sekolah. Jadi populasi disusun berdasarkan adanya kelompok-kelompok kelas yang
mempunyai sifat sama. Dengan demikian setiap kelompok relative homogenya. Oleh
karena itu, sampel diambil dari tiap strata, karena strata satu dengan lainnya
mempunyai sifat yang berbeda. Bila jumlah subjek dalam tiap stata relative sama,
maka digunakan rancangan stratifikasi sederhana (simple stratified random sampling).
Akan tetapi, apabila subjek antara strata yang satu dengan yang lainnya berbeda,
maka dilakukan stratifikasi proporsional (Proporsional Stratified Random Sampling).
27. Definisi Bias
Bias adalah kesalahan sistematis dalam memilih subjek penelitian atau
mengumpulkan data yang menyebabkan taksiran yang salah (incorrect estimates)
tentang hubungan antara paparan dan risiko mengalami penyakit, atau efek intervensi
terhadap variabel hasil. Bias merupakan kesalahan dalam proses penelitian yang
menyebabkan deviasi (penyimpangan) hasil-hasil penarikan kesimpulan (inferensi)
dari kebenaran. Secara matematis, jika ukuran hubungan yang digunakan adalah odds
ratio (OR), maka bias dapat definisikan sebagai berikut:

Bias OR * OR /OR

di mana

OR* merupakan taksiran OR yang teramati dari populasi sumber

(implikasinya, pada populasi studi), sedang OR adalah odds ratio pada populasi
sasaran. Jika OR*=OR, maka bias=0 (yakni, tidak terdapat bias). Jika OR*>OR, maka
terdapat bias>0 (yakni, bias positif). Jika OR*<OR, maka terdapat bias<0 (yakni, bias
negatif).
Kebenaran penarikan kesimpulan dalam bahasa metodologi penelitian disebut
validitas. Dalam aspek ini bias merujuk kepada ketiadaan atau defisiensi validitas
internal di dalam

kesimpulan yang ditarik tentang parameter populasi sasaran

berdasarkan analisis yang dilakukan pada data sampel. Artinya, problem bias terletak
pada ketiadaan validitas internal, bukan validitas eksternal. Validitas eksternal
merujuk kepada generalisasi hasil-hasil penarikan kesimpulan dari sebuah populasi
(yakni, populasi sasaran) kepada populasi lainnya (yang bukan populasi sasaran).
Tentu validitas eksternal tergantung validitas internal. Artinya, ketiadaan validitas
internal dengan sendirinya mempengaruhi validitas eksternal. Jika hasil-hasil
penarikan kesimpulan tentang paarameter pada populasi sasaran tidak valid dengan
sendirinya kesimpulan tersebut tidak valid pula ketika hendak digeneralisasikan
kepada populasi di luar populasi sasaran.
Bias perlu dibedakan dengan kesalahan random ataupun ketiadaan presisi. Bias
merupakan kesalahan sistematis dalam memilih subjek penelitian atau mengumpulkan
data tentang subjek penelitian, bukan merupakan kesalahan random, yakni variasivariasi yang bersifat kebetulan. Sebagai contoh, nilai p yang rendah atau CI95% dari
OR atau RR yang sempit mengandung arti bahwa hubungan antara paparan dan
penyakit atau efek intervensi yang teramati kecil kemungkinan terjadi karena
kebetulan. Tetapi nilai p yang rendah atau CI95% yang sempit tidak berarti bahwa
taksiran tentang hubungan paparan-penyakit atau efek intervensi tersebut tidak
mengandung bias. Keberadaan bias tidak ada hubungannya dengan nilai p. Demikian
juga keberadaan bias tidak ada hubungannnya dengan ukuran sampel dan tidak dapat
diperbaiki dengan memperbesar ukuran sampel (Dorak, 2008).
28. Jenis Bias
Bias dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara. Sebagai contoh, Sackett
(1979)

dan

Choi

(2000)

dikutip

Delgado-Rodriguez

dan

Llorca

(2004)

mengklasifikasi bias berdasarkan tahap-tahap riset di mana terjadi bias tersebut:


pemilihan sampel, pengukuran paparan atau penyakit/ variabel hasil, pelaksanaan
studi, analisis data, interpretasi hasil, maupun publikasi hasil studi.
Klasifikasi yang sederhana tetapi berguna adalah membagi bias ke dalam 2
kategori: (1) bias seleksi; dan (2) bias informasi (Kleinbaum et al., 1982; Hennekens
dan Buring, 1987; Rothman, 1986; Delgado-Rodriguez dan Llorca, 2004).
Bias seleksi : Bias seleksi merupakan kesalahan sistematis dalam memilih subjek
penelitian, sehingga menyebabkan deviasi taksiran hubungan paparan-penyakit, atau
efek intervensi. Bias seleksi dapat terjadi karena kesalahan prosedur yang digunakan
untuk memilih subjek penelitian, atau bisa juga terjadi karena terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi keikutsertaan subjek ke dalam penelitian, sedemikian sehingga
kelompok-kelompok studi, yakni kasus dan kontrol pada studi kasus kontrol, terpapar
dan tidak terpapar pada studi kohor, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
pada studi eksperimental, menjadi tidak layak untuk diperbandingkan, atau populasi
studi (sampel) yang diteliti tidak merepresentasikan populasi sasaran.
Bias seleksi sering terjadi pada studi kasus kontrol dan studi kohor
retrospektif, karena paparan maupun penyakit sudah terjadi pada saat subjek dipilih ke
dalam studi.. Dalam studi kasus kontrol, jika pemilihan kasus dan kontrol dipengaruhi
oleh status paparan, maka akan terjadi bias seleksi. Sebaliknya, bias seleksi kecil
kemungkinan terjadi pada studi kohor prospektif, sebab ketika peneliti memilih
subjek penelitian berdasarkan status paparan belum terjadi penyakit, sehingga
pemiliha tersebut tidak dipengaruhi oleh status penyakit (Hennekens dan Buring,
1987).
Salah satu sumber penyebab bias seleksi adalah perbedaan tingkat surveilans
(ascertainment bias), diagnosis, hospitalisasi (bias Berkson), dan rujukan, di antara
subjek-subjek penelitian, dan perbedaan tersebut berkaitan dengan status paparan.
Sebagai contoh, Sartwell et al. (1969) dikutip Hennekens dan Buring (1987)
melakukan studi kasus kontrol berbasis rumah sakit untuk meneliti hubungan antara
penggunaan kontrasepsi oral (OC) dan risiko tromboemboli. Studi tersebut
menyimpulkan terdapat peningkatan risiko tromboemboli pada wanita pengguna OC.
Validkah kesimpulan tersebut? Sejumlah pembaca meragukan validitas kesimpulan
itu, karena data kasus dan kontrol berbasis rumah sakit yang digunakan dalam studi

tersebut besar kemungkinan telah dipengaruhi oleh tingkat admisi (admission rate)
kasus yang dipengaruhi oleh status paparan. Karena para dokter umumnya menduga
terdapat kemungkinan hubungan antara kejadian tromboemboli dan penggunaan OC,
maka keputusan mereka untuk memasukkan dan merawat kasus tromboemboli di
rumah sakit dipengaruhi oleh status penggunaan OC. Kasus tromboemboli yang
dimasukkan ke rumah sakit umumnya merupakan kasus yang menggunakan OC,
sedang kasus tromboemboli yang tidak menggunakan OC tidak dimasukkan ke dalam
rumah sakit. Bias dalam memilih subjek penelitian ini disebut bias Berkson
(admission rate bias), yang menyebabkan taksiran hubungan antara OC dan risiko
tromboemboli yang lebih besar daripada sesungguhnya (overestimate).
Sumber lain penyebab bias seleksi adalah penolakan subjek penelitian (disebut
non-reponden), baik dari kelompok kasus ataupun kelompok kontrol dalam studi
kasus kontrol, sehingga disebut bias non-respons. Sesungguhnya rendahnya
partisipasi pada tingkat yang sama atau berbeda pada kedua kelompok studi tidak
menyebabkan bias jika tidak berkaitan dengan status paparan. Rendahnya partisipasi
pada tingkat yang sama atau berbeda pada kedua kelompok studi menyebabkan bias
jika berhubungan dengan status paparan. Sebagai contoh, jika kontrol dari sebuah
studi kasus kontrol diperoleh dari survei rumahtangga, maka terdapat kemungkinan
bahwa ketidaksediaan subjek untuk mengikuti penelitian berkaitan dengan variabelvariabel demografis dan gaya hidup. Jika ternyata variabel-variabel tersebut
berhubungan dengan paparan yang sedang diteliti, maka studi kasus kontrol tersebut
akan mengalami bias seleksi.
Bias seleksi dapat juga terjadi pada studi kohor retrospektif, jika pemilihan
subjek terpapar dan tidak terpapar dipengaruhi oleh status penyakit. Bias seleksi bisa
juga terjadi pada studi potong lintang (cross-sectional) ketika desain studi tersebut
digunakan dalam studi analitik. Sebagai contoh, andaikata sebuah survei memilih
subjek penelitian dengan teknik pencuplikan relawan (volunteer sampling), atau
pencuplikan sekenanya (grab sampling) (Murti, 2006), maka teknik tersebut
berpotensi menghasilkan bias seleksi, sehingga populasi studi yang diperoleh tidak
merepresentasikan populasi sasaran.
Bias informasi : Bias informasi (bias pengamatan, observation bias) merupakan
kesalahan sistematis di dalam pengumpulan data, yakni kesalahan dalam mengukur
paparan, penyakit, atau variabel hasil, dan derajat kesalahan tersebut berbeda secara

sistematis antara kelompok-kelompok studi, sehingga diperoleh taksiran yang salah


tentang hubungan paparan-penyakit, atau efek intervensi terhadap variabel hasil yang
diteliti. (Kleinbaum et al., 1982; Hennekens dan Buring, 1987; Last, 2001; DelgadoRodriguez dan Llorca, 2004). Sumber penyebab bias informasi mencakup
penggunaan alat ukur yang cacat; kuesioner atau prosedur wawancara yang tidak
mengukur apa yang seharusnya diukur; prosedur diagnostik penyakit yang tidak
akurat (untuk menentukan status penyakit); perbedaan akurasi dalam mengingat
kembali riwayat paparan (recall bias).
29. Cara Mengatasi Bias
Didalam pengumpulan data, dapat dimungkinkan timbul kesalahan atau bias.
Bias dalam pengumpulan data adalah distorsi yang mana informasi yang didapat tidak
representative terhadap situasi yang sebenarnya. Ada beberapa sumber yang dapat
menimbulkan bias itu terjadi, baik dari pihak peneliti sendiri maupun akibat alat yang
digunakan, antara lain adalah sebagai berikut :
ALAT YANG RUSAK
Dalam hal ini misalnya terjadi pada kuisioner, yaitu kuisioner yang :

Menggunakan pertanyaan yang tertentu dan baku (kurang fleksibel). Padahal topik
yang diteliti masih belum banyak diketahui.

Menggunakan pertanyaan yang sangat fleksibel tapi tanpa arahan baik dalam bertanya
maupun bagaimana responden harus menjawab.

Memformulasikan kalimat-kalimat pertanyaan yang membingungkan.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak urut secara logis.

Menggunakan peralatan yang tidak standar / terkalibrasi.


Cara mengatasinya adalah :
Bias dalam karena alat bisa dihindari dengan memiliki perencanaan yang matang
sebelum pengumpulan data dilakukan dan juga dengan menguji coba peralatan yang
dipakai untuk pengumpulan data.
BIAS KARENA PENELITI

Bias karena peneliti mungkin terjadi untuk pengumpulan data yang tidak terstruktur
dan bersifat sangat fleksibel dimana peneliti mungkin hanya mengamati hal-hal yang
menarik perhatiannya saja sehingga kehilangan informasi-informasi penting dan
melupakan fakta-fakta lain yang seharusnya dicatat.
Cara mengatasinya adalah :
Bias karena peneliti ini dapat diatasi dengan membuat guidline dan checklist tentang
pokok-pokok yang ingin dikumpulkan datanya oleh si peneliti.
PENGARUH DARI PEWAWANCARA
Pengaruh dari pewawancara dalam hal ini yaitu pengaruh pewawancara terhadap
orang yang ingin dijadikan sumber informasi. Hal ini bisa terjadi karena adanya
kecurigaan dari orang yang diwawancarai, bisa juga karena ketertutupan dari orang
yang diwawancarai akhirnya memberikan jawaban-jawaban yang misleading.
Selain berpengaruh terhadap orang yang ingin dijadikan sumber informasi, mungkin
pewawancara juga akan memberikan pengaruh terhadap situasi disekitarnya, dan
keadaan lingkungan.
Cara mengatasinya adalah :
Bias akibat pengaruh dari pewawancara ini dapat diatasi dengan menjelaskan maksud
sesungguhnya dari penelitian serta meyakinkan orang yang diwawancarai bahwa
informasi yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya.
30. Pengumpulan data primer dan sekunder
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh.Apabila

peneliti

menggunakan

kuesioner

atau

wawancara

dalam

pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden (= orang yang merespon
atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun
lisan). Apabila menggunakan observasi, maka sumber datanya bias berupa benda,
gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka
dokumen atau catatan yang menjadi sumber data. Sumber data penelitian terdiri atas
sumber data sekunder dan primer data sekunder.

1) Data Primer : Data primer adalah suatu data yang berasal dari pihak yang
bersangkutan atau langsung diperoleh dari responden yaitu pihak pengusaha dan
aparat pemerintahan.
Pengumpulan Data Primer : Untuk mengumpulkan data primer diperlukan metode
dan instrumen tertentu. Secara prinsip ada dua metode pengumpulan data primer,
yaitu: pengumpulan data secara pasif dan pengumpulan data secara aktif. Perbedaan
antara kedua metode tersebut ialah: yang pertama meliputi observasi karaktersitikkarakteristik elemen-elemen yang sedang dipelajari dilakukan oleh manusia atau
mesin; sedang yang kedua meliputi pencarian responden yang dilakukan oleh manusia
ataupun non-manusia. Koleksi data secara pasif bermanfaat untuk mendapatkan data
dari manusia ataupun tipe elemen studi lainnya. Kegiatannya meliputi melakukan
observasi terhadap karaktersitik-karakteristik tertentu indivual, obyek, organisasi dan
entitas lainnya yang menarik untuk kita teliti.. Koleksi data secara aktif memerlukan
responden dalam mendapatkan data..
Dalam pencarian data primer ada tiga dimensi penting yang perlu diketahui,
yaitu: kerahasiaan,struktur dan metode koleksi. Pertama, kerahasiaan mencakup
mengenai apakah tujuan penelitian untuk diketahui oleh responden atau tidak.
Merahasiakan tujuan penelitian dilakukan untuk tujuan agar para responden tidak
memberikan jawaban-jawaban yang bias dari apa yang kita harapkan. Kedua, struktur
berkaitan dengan tingkat formalitas (resmi), atau pencarian data dilakukan secara
terstruktur atau tidak terstruktur. Pencarian dilakukan secara terstruktur jika peneliti
dalam mencari data dengan menggunakan alat, misalnya kuesioner dengan pertanyaan
yang sudah dirancang secara sistematis, dan sangat terstruktur baik itu dilakukan
secara tertulis ataupun lisan. Sebaliknya pencarian dapat dilakukan dengan cara tidak
terstruktur, jika instrumennya dibuat tidak begitu formal atau terstruktur. Ketiga,
metode koleksi menunjuk pada sarana untuk mendapatkan data.
Metode Pengumpulan Data Primer Secara Aktif meliputi beberapa diantaranya a)
wawancara secara langsung dengan repsonden, b) wawancara dengan responden
melalui telepon, c) wawancara dengan menggunakan surat, d) wawancara dengan
menggunakan surat elektronik.
a) Wawancara Secara Langsung dengan Responden: wawancara ini dilakukan secara
langsung muka dengan muka antara pewawancara dengan responden dengan tujuan

untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan.
Pewawancara sudah mempersiapkan beberapa pertanyaan secara tertulis sehingga
pada saat melakukan wawancara yang bersangkutan tinggal membacakan dihadapan
responden. Sebaiknya dalam melakukan wawancara bangunlah hubungan yang tidak
resmi agar responden merasa lebih leluasa dan enak dalam menjawab setiap
pertanyaan yang diberikan.. Ada dua teknik dalam melakukan wawancara, yaitu
wawancara secara mendalam (depth interview) dan kelompok terfokus (focus group).
Teknik pertama merupakan teknik yang digunakan untuk menanyai responden secara
perseorangan dan dilakukan secara intensif dan mendalam dalam menjawab hal-hal
yang ditanyakan kepadanya. Teknik kedua merupakan teknik mewawancarai
sekelompok orang yang dikumpulkan dalam suatu ruangan dan dipandu oleh
pewawancara yang mengarahkan diskusi para responden mencakup jawaban
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada mereka. Kedua teknik tersebut
biasanya menggunakan metode terbuka dan pertanyaan yang tidak terstruktur. Untuk
dapat melakukan wawancara yang berhasil dengan baik, maka dituntut adanya halhal
sebagai berikut: 1) akses, artinya pewawancara harus mempunyai akses dengan calon
yang akan diwawancarai sehingga wawancara dapat berlangsung dengan baik; 2)
kepercayaan dan maksud baik, artinya kedua pihak baik peneliti atau yang diteliti
sebaiknya dapat membangun kepercayaan dan dilandasi dengan maksud baik dalam
pelaksanaan wawancara. Hal ini akan menumbuhkan rasa bangga bagi responden
yang diwawancarinya, bahwa dia dipercaya untuk dimintai informasi atau data yang
dibutuhkan oleh peneliti; 3)keahlian, artinya bahwa pihak pewawancara harus
mempunyai keahlian dalam melakukan wawancara secara baik dan komunikatif
sehingga responden dapat memahami dengan baik apa yang ditanyakan kepadanya.
4)motivasi, artinya pewawancara sebaiknya mempunyai motivasi untuk melakukan
wawancara dengan baik dan juga sebaliknya responden mempunyai motivasi untuk
diwawancarai pula. Dalam usahanya peneliti membangkitkan motivasi responden
dapat dilakukan taktik sebagai berikut: 1) wujudkan kondisi yang membuat privasi
responden tidak terganggu; 2) usahakan pewawancara mengetahui nama responden;
3) jagalah netralitas; 4) jaga kerahasiaan jawaban dan identitas responden; 5)
pewawancara lebih baik banyak mendengar; 6) jangan memperpanjang pertanyaanpertanyaan yang bersifat sensitive; 7) beritahu responden bagaimana mereka dapat
dipilih sebagai orang yang akan diwawancari dan sebutkan alasannya; dan 8)
kenalkan secara jelas siapa diri kita (pewawancara) dan organisasinya dengan jelas.

b) Wawancara Melalui Telepon: wawancara menggunakan telepon dapat didefinisikan


sebagai komunikasi antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan
media telepon. Metode yang digunakan dapat terbuka atau rahasia tetapi jenis
pertanyaannya sebaiknya menggunakan tipe terstruktur karena wawancara dengan
menggunakan telepon dilakukan dengan cepat, terbatas waktunya, dan tidak ada tatap
muka secara langsung sehingga menimbulkan suasana yang bersifat formal.
Keuntungan menggunakan teknik ini ialah data dapat dikumpulkan secara cepat dan
efisien. Kelemahan metode ini ialah tidak semua orang mempunyai telepon, hal ini
mengakibatkan pemilihan responden hanya didasarkan pada kepemilikan telepon saja.
Karena kita tidak berhadapan muka dengan muka ada kemungkinan orang yang kita
wawancarai berbeda dengan yang kita maksudkan.
c) Wawancara Melalui Surat: teknik ini dapat didefinisikan sebagai pencarian
informasi dengan menggunakan kuesioner yang dikirim kepada responden melalui
surat . Keuntungan menggunakan media surat ini ialah peneliti dapat menanyakan
banyak hal, responden mempunyai waktu untuk menjawab setiap pertanyaan.
Kelemahan teknik ini ialah memakan waktu yang lama untuk mendapatkan kembali
kuesioner yang sudah diisi, bahkan kadang jika kita mendapatkan responden yang
malas menulis surat , kuesioner tersebut tidak akan dikirim kembali kepada kita.
Kelemahan lainnya ialah karena kita tidak melakukan kontak langsung, jawaban yang
ditulis dapat dikerjakan oleh orang yang bukan kita maksudkan.
d) Wawancara dengan Mesin: perkembangan teknologi memungkinkan peneliti
melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dikirim melalui email
(electronic mail) kepada responden. Teknik ini banyak dipakai dalam penelitian
bisnis. Keuntungan teknik ini ialah peneliti dapat menjangkau responden yang jauh
lokasinya bahkan beda kota ataupun negara. Kelemahan teknik ini ialah tidak semua
orang mempunyai alamat email dan komputer yang tersambung dengan jaringan
Internet.
2. Data Sekunder : Data sekunder adalah merupakan pendekatan penelitian yang
menggunakan data-data yang telah ada, selanjutnya dilakukan proses analisa dan
interpretasi terhadap data-data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum
proses pencarian data sekunder dilakukan, kita perlu melakukan identifikasi
kebutuhan terlebih dahulu. identifikasi dapat dilakukan dengan cara membuat
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1) Apakah kita memerlukan data sekunder
dalam menyelesaikan masalah yang akan diteliti? 2) Data sekunder seperti apa yang

kita butuhkan? Identifikasi data sekunder yang kita butuhkan akan membantu
mempercepat dalam pencarian dan penghematan waktu serta biaya.
Pengambilan data sekunder tidak boleh dilakukan secara sembarangan, oleh karena
itu kita memerlukan metode tertentu. Cara-cara pengambilan data dapat dilakukan
secara a) manual, b)online dan c) kombinasi manual dan online.
a) Pencarian Secara Manual : Sampai saat ini masih banyak organisasi, perusahaan,
kantor yang tidak mempunyai data base lengkap yang dapat diakses secara online.
Oleh karena itu, kita masih perlu melakukan pencarian secara manual. Pencarian
secara manual bisa menjadi sulit jika kita tidak tahu metodenya, karena banyaknya
data sekunder yang tersedia dalam suatu organisasi, atau sebaliknya karena sedikitnya
data yang ada. Cara yang paling efisien ialah dengan melihat buku indeks, daftar
pustaka, referensi, dan literature yang sesuai dengan persoalan yang akan diteliti. Data
sekunder dari sudut pandang peneliti dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data
internal__ data yang sudah tersedia di lapangan; dan data eksternal__ data yang dapat
diperoleh dari berbagai sumber lain. *) Lokasi Internal: Lokasi internal dapat dibagi
dua sebagai sumber informasi yang berasal dari database khusus dan database umum.
Data base khusus biasanya berisi informasi penting perusahaan yang biasanyan
dirahasiakan dan tidak disediakan untuk umum, misalnya, data akutansi, keuangan,
sdm, data penjualan dan informasi penting lainnya yang hanya boleh diketahui oleh
orang-orang tertentu di perusahaan tersebut. Data jenis ini akan banyak membantu
dalam mendeteksi dan memberikan pemecahan terhadap masalah yang akan kita teliti
di perusahaan tersebut. Sebaliknya, database umum berisi data yang tidak bersifat
rahasia bagi perusahaan dan boleh diketahui oleh umum. Data jenis ini biasanya dapat
diketemukan di perpustakaan kantor / perusaahaan atau disimpan dalam komputer
yang dapat diakses secara umum. Data ini diperoleh dari luar perusahaan biasanya
berbentuk dokumen-dokumen peraturan pemerintah mengenai perdagangan, berita,
jurnal perusahaan, profil perusahaan dan data-data umum lainnya. *) Lokasi
Eksternal: Data eksternal dapat dicari dengan mudah karena biasanya data ini
tersimpan di perpustakaan umum, perpustakaan kantor-kantor pemerintah atau swasta
dan universitas, biro pusat statistik dan asosiasi perdagangan, dan biasanya sudah
dalam bentuk standar yang mudah dibaca, seperti petunjuk penelitian, daftar pustaka,
ensiklopedi, kamus, buku indeks, buku data statistik dan buku-buku sejenis lainnya.
b) Pencarian Secara Online: Dengan berkembangnya teknologi Internet maka
munculah banyak data base yang menjual berbagai informasi bisnis maupun nonbisnis. Data base ini dikelola oleh sejumlah perusahaan jasa yang menyediakan

informasi dan data untuk kepentingan bisinis maupun non-bisnis. Tujuannya ialah
untuk memudahkan perusahaan, peneliti dan pengguna lainnya dalam mencari data.
Pencarian secara online memberikan banyak keuntungan bagi peneliti, diantaranya
ialah: a) hemat waktu: karena kita dapat melakukan hanya dengan duduk didepan
komputer, b) ketuntasan: melalui media Internet dan portal tertentu kita dapat
mengakses secara tuntas informasi yang tersedia kapan saja tanpa dibatasi waktu, c)
Kesesuaian: peneliti dapat mencari sumber-sumber data dan informasi yang sesuai
dengan mudah dan cepat, d)hemat biaya: dengan menghemat waktu dan cepat dalam
memperoleh informasi yang sesuai berarti kita banyak menghemat biaya.
31. Pengolahan data : editing, cleaning, coding, entry, tabulasi
Pada penelitian kuantitatif, pengolahan data pada umumnya mengikuti langkahlangkah sebagai berikut.
1) Editing : Editing atau kegiatan mengedit data dilakukan dengan tujuan untuk
mengevaluasi kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian antara criteria data yang
diperlukan untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan penelitian.
2) Coding : Coding atau memberi kode pada data dilakukan dengan tujuan merubah data
kualitatif menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) atau membedakan aneka
karakter. Pemberian kode sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data,
baik secara manual, menggunakan kalkulator atau komputer.
3) Tabulasi Data: Tabulasi data atau memasukkan data ke dalam tabel-tabel yang telah
disediakan, baik tabel untuk data mentah maupun tabel kerja untuk menghitung data
tertentu secara statistik.
4) Pembahasan atau Diskusi Hasil Penelitian: Pada tahap ini peneliti mengabstraksikan
hasil uji hipotesis, membahas hasil penelitian tersebut serta mengkonsultasikannya
dengan hasil penelitian sebelumnya (bila memungkinkan).
32. Pemilihan Uji Statistik
Langkah awal yang harus dilakukan yaitu memilih jenis penelitian bisa deskriptif atau
analitik.
A. Statistik deskriptif berusaha menggambarkan berbagai karakteristik data. Berikut ini
merupakan catatan utama berkaitan dengan statistik deskriptif :
1. Variabel kategorikal : Berkaitan dengan gambaran karakteristik satu set data dengan
skala pengukuran kategorikal, Anda mengenal istilah jumlah atau frekuensi tiap
kategori (n), dan persentase tiap kategori (%), yang umumnya disajikan dalam bentuk
tabel atau grafik

2. Variabel numeric : Berkaitan dengan gambaran karakteristik satu set data dengan
skala pengukuran numerik, Anda mengenal dua parameter yang lazim digunakan
yaitu parameter ukuran pemusatan dan parameter ukuran penyebaran. Anda mengenal
beberapa parameter untuk ukuran pemusatan, yaitu: mean, median, dan modus. Untuk
parameter ukuran penyebaran, Anda mengenal standar deviasi, varians, koefisien
varians, interkuartil, range, dan minimum maksimum. Data variabel dengan skala
pengukuran numerik umumnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik (histogram
dan plots). Berikut ini merupakan contoh penyajian variabel dengan skala pengukuran
numerik dalam bentuk tabel dan histogram. Kapan Anda memilih mean, median atau
modus sebagai ukuran pemusatan? Kapan pula Anda memilih standar deviasi, atau
minimum maksimum sebagai ukuran penyebaran ?
Jika sebaran data mempunyai distribusi normal, Anda dianjurkan untuk memilih mean
sebagai ukuran pemusatan dan standardeviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika
sebaran data tidak normal, Anda dianjurkan untuk memilih median sebagai ukuran
pemusatan dan minimum maksimum sebagai ukuran penyebaran.
B. Statistik analitik: Pertanyaan yang sering muncul dalam an alisis data adalah: uji
hipotesis apa yang Anda pakai untuk menguji set data yang Anda miliki?Jawabannya
tentu saja: Anda menggunakan uji hipotesis yang sesuai. Uji hipotesis yang sesuai
akan membawa kita pada pengambilan kesimpulan yang sahih. Akan tetapi, untuk
mencapai keputusan untuk menggunakan uji tertentu, tentu saja harus didasari
berbagai pertimbangan.

Dengan berpedoman pada tabel di atas, sesungguhnya Anda sudah dapat menentukan
uji hipotesis yang sesuai dengan set data yang Anda miliki.
Langkah-langkah penggunaan tabel uji hipotesis adalah sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)

Identifikasi skala pengukuran variabel


Tentukan jenis uji hipotesis
Identifikasi jumlah kelompok
Identifikasi pasangan/tidak berpasangan
Untuk variabel kategorikal, identifikasi apakah dapat dibuat tabel silang. Kalau bisa,

tentukan jenis tabel silangnya.


6) Identifikasi persyaratan uji parametrik dan non parametrik

Dengan demikian, Anda dapat menentukan uji hipotesis dengan berpedoman pada
tabel Uji Hipotesis dengan syarat Anda harus memahami beberapa istilah:
1) Skala pengukuran variabel: kategorikal (nominal, ordinal) dan numerik (rasio dan
2)
3)
4)
5)
6)

interval)
Jenis hipotesis: komparatiflas osiatif dan korelatif
Jumlah kelompok data : 1 kelompok, 2 kelompok, > 2 kelompok
Pasangan: berpasangan atau tidak berpasangan.
Tabel silang (baris kali kolom)
Syarat uji parametrik dan non parametrik

33. Interpretasi Hasil Uji Statistik


Pada pengolahan dengan SPSS (dan sebagian besar pengolah data statistika), cukup
lihat nilai significance (sig.) atau probability (p.)
sig. < H ditolak dan H diterima
0
1
sig. H diterima
0
Contoh 1: Uji Beda
H : Tidak ada perbedaan (rata-rata) banyak pengguna 5 merk telepon genggam atau
0
Banyak pengguna 5 merk telepon genggam adalah sama
H

: Ada Perbedaan (rata-rata) banyak Pengguna 5 merk telepon genggam atau

Banyak
pengguna 5 merk telepon genggam tidak sama
Nilai ditetapkan, = 0.05

Sig. dari hasil analisis SPSS


sig = 0.969
Interpretasi
sig = 0.969 < = 0.05 H diterima
0
Kesimpulan: H diterima (Banyak pengguna 5 merk telepon genggam sama )
0
Contoh 2: Uji Hubungan Searah
H

: Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan merk telepon yang

dipilih (R = 0)
H : Ada hubungan antara jenis kelamin dengan merk telepon yang dipilih (R
1
0)
Nilai ditetapkan, = 0.01
Sig. dari hasil analisis SPSS
sig = 0.007
Interpretasi
sig = 0.007 < = 0.01 H ditolak, H diterima
0
1
Kesimpulan: H diterima (Ada hubungan antara jenis kelamin dengan merk telepon
1
yang dipilih )
Contoh 3: Uji Pengaruh
H : Kadar garam dalam darah tidak menyebabkan peningkatan (tidak berpengaruh
0
terhadap) tekanan darah dalam pembuluh darah (R = 0)
H : Kadar garam dalam darah menyebabkan peningkatan (berpengaruh positif
1
terhadap) tekanan darah dalam pembuluh darah (R > 0)
X = variabel bebas = variabel yang mempengaruhi = kadar garam dalam darah
Y = variabel tidak bebas = variabel yang dipengaruhi = tekanan darah
Secara hipotetikal, diduga ada hubungan positif (R > 0) antara X dan Y
X naik, Y naik
Nilai ditetapkan, = 0.01

Sig. dari hasil analisis SPSS


sig = 0.000
Interpretasi
sig = 0.000 < = 0.01 H ditolak dan H diterima
0
1
Kesimpulan: H diterima (Kadar garam dalam darah menyebabkan peningkatan
1
(berpengaruh positif terhadap) tekanan darah dalam pembuluh darah)
34. Pembuatan Tabel
Penyajian Data deskriptif (deskriptif = memberi gambaran) dalam bentuk: tabel
,diagram pie, diagram balok , diagram garis , gambar-gambar lain
Penyajian dalam bentuk tabel merupakan penyajian data dalam bentuk angka yang
disusun secara teratur dalam bentuk kolom dan baris.Penyajian dalam bentuk tebel
banyak digunakan pada penuilsan laporan hasil penelitian dengan maksud agar orang
mudah

memperoleh

gambaran

rinci

tentang

hasil

penelitian

yang

telah

dilakukan.Suatu tabel yang lengkap terdiri dari :

Bila data sekunder, jangan lupa menuliskan sumber data dan tahun pengambilan data
Tabel atau Tabulasi

Judul dan nomor tabel diletakkan di atas Tabel

Dalam penulisan PI, skripsi atau thesis nomor Tabel menunjukkan Bab + Nomor Urut
Tabel dalam suatu Bab

Nomor Urut berlaku per Bab, tidak bersambung antar Bab

Dalam makalah yang dipublikasikan dalam jurnal atau prosiding biasanya nomor
Tabel dan Gambar hanya mencantumkan nomor Tabel dan Gambar tanpa nomor Bab.
Nomor dan Judul Tabel diletakkan di atas Tabel
Nomor dan Judul Gambar diletakkan di bawah Gambar
Misalnya: Tabel 1. Judul Tabel 1 dituliskan di samping nomor Tabel
Tabel 2. Judul Tabel 2 dituliskan di samping nomor Tabel
Gambar 1. Judul Gambar 1 dituliskan di samping nomor Gambar
Gambar 2. Judul dan Nomor Gambar ditulis di bawah Gambar

Nomor table : bila tabel yang disajikan lebih dari satu makna hendaknya diberi nomor
agar mudah untuk mencari kembali bila dibutukan.Nomor tebel biasanya ditempatkan
diatas sebelah kiri sejajar denga judul tabel.
Judul Tabel : Setiap tabel yang disajikan harus diberikn judul karena dari judul tabel
orang dapat mengetahui tentang apa yang disajikan.
Catatan Pendahuluan : Catatan pendahuluan biasanya diletakkan dibawah judul dan
berfungsi sebagai keterangan tambahan tentang tahun pembuatan tabel atau jumlah
pengamatam yang dilakukan.
Badan Tabel : badan atbel terdiri dari judul kolom,judul baris,judul kompartemen dan
sel.
Catatan kaki : Catatan kaki dimaksudkan untuk memberi keterangan terhadap
singkatan atau ukuran yang digunakan.Bisanya dengan member tanda yang sesuai
dengan tanda yang terdapat dikanan atas singkatan yang digunakan.Tanda yang
biasanya dapat berupa *x dan lain lain.Catatan kaki diletakkan dibawah kiri tabel.
Sumber Data : Sumber data diletakan dibagian kiri bawah(dibawah catatan
kaki),sumber ini mempunyai arti penting bila data yang sajikan berupa data sekunder.

Jenis Jenis Tabel Berdasarkan Fungsinya


1) Tabel Sinopsis : tabel ini berisi semua variable yang akan dikumpulkan dan ditulis
dalam koloman baris dengan urutan yang sama.
2) Tabel Induk : tabel ini berfungsi sebagai referensi.Oleh karena itu,tabel induk sering
disebut tabel referensi yang dapat diambil sebagian dan disisipkan dalam laporan
penulisan laporan. Pada tabel induk terddapat semua variable yang dikumpulkan.
Contoh
G

Jenis

Kelam

in

Pekerjaan

Pendidikan

D
sb

o
n
g

Pr

ia

ni

a
n
u

m
u
r

J
u
m
l
a
h
3) Tabel Teks : tabel teks adalah tabel yang menggambarkan beberapa variable secara
rinci.Tabel ini berguna untuk mengadakan pembahasan lebih mendalam terhadap hasil
penelitian,mengadakan perbandingan antar variable atau untuk memberikan gambaran
tentang adanya hubungan antara dua variable.
Contoh
Jenis Pekerjaan
Tingkat
Pendidikan

Bu

Ta

Da

Pengus

ruh

ni

gan

aha

g
Tidak sekolah
SD
SMP
SMU

Perguruan Tinggi
Lain Lain
Jumlah

4) Tabel Kontigensi : tabel kontigensi Disusun berdasarkan banyaknya baris dan


kolom.Tabel ini disajikan untuk memberikan gambaran hasil penelitian.Tabel ini juga
banyak digunakan dalam perhitungan statistic inferensial untuk pengujian hipotesis.

Berdasarkan Penyusunan Judul Baris


1. Penyusunan Judul Baris menurut abjad : Tabel yang disusun menurut abjad
dimaksudkan untuk memudahkan pencarian kembali tabbel yang dibutuhkan.Oleh
karena itu,tabel ini banyak terdapat paa tabel induk.
2. Penyusunan Judul Baris Menurut Geografis : Tabel ini bertujuan untuk mengetahui
keadaan berbagai daerah .Oleh karena itu, table yang disusun menurut geografis
banyak dikeluarkan oleh instansi pemerintah seperti:Biro Pusat Statistik.
3. Penyusunan Tabel Berdasarkaan Perkembang Waktu : Tabel ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui perkembangan yang terjadi bersamaan
berjalannya waktu.Perkembangan tersebut dapat berupa perubahan alami atau
perubahan yang disebabkan oleh intervensi manusia.
4. Penyusunan Tabel Berdasarkan Besarnya Angka : Penyusunan angka dapat dilakukan
dari angka terkecil sampai angka terbesar atau
sebaliknya.
5. Penyusunan Berdasarkan Kelaziman : Penyusunan tabel ini didasarkan pada
kelaziman.Oleh karena itu tidak terdapat ketentuan yang baku.
6. Penyusunan Berdasarkan Tingkatan : Misalnya,penyusunan tingkat pendidikan
diawali dari pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.

35. Pembuatan Grafik

Grafik merupakan salah satu bentuk penyajian data statistik yang banyak dilakukan
dalam berbagai bidang,termasuk bidang kedokteran karna penyajian dalam bentuk
grafik lebih menarik dan mudah dipahami.

Manfaat Grafik
Penyajian dalam bentuk grafik bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:

Membandingkan beberapa variable,beberapa kategori dalam variable atau satu

variable pada waktu dan tempat yang berbeda.


Meramalkan perubahan yang terjadi dengan berjalan nya waktu ( time series )
Mengetahui adanya hubungan dua variable atau lebih.
Memberikan penerangan pada masyarakat.

Hal yang perlu diperhatikan ketika membuat grafik :


1

Menentukan sumbu absis (X) dan ordinat Y). Sumbu absis mencantumkan nilai dan
sumbu ordinat mewakili frekuensi.

Menentukan perbandingan antara X dan Y. Lazimnya sumbu X dibuat lebih panjang.

Pemberian nama pada tiap sumbu.

Pemberian nama pada grafik.


Grafik dikategorikan sebagai Gambar

Judul dan nomor gambar diletakkan di bawah Gambar

Dalam penulisan PI, skripsi atau thesis nomor gambar menunjukkan Bab + Nomor
Urut Gambar dalam suatu Bab

Nomor Urut berlaku per Bab, tidak bersambung antar Bab

Jenis Grafik, Bagan dan Diagram : Histogram, Poligon, Ogive, Bagan melingkar,
grafik batang, kartogram, Piktogram, diagram garis, bagan piramida.
1) Histogram : grafik ini disebut juga Bar diagram yakni grafik berbentuk segi empat.
Dasar pembuatan dengan menggunakan batas nyata atau titik tengah.
2) Poligon : grafik ini juga populer dengan sebutan poligon frekuensi. Dibuat dengan
menghubungkan titik tengah dalam bentuk garis (kurve). Grafik ini mendasarkan pada
titik tengah dalam pembuatannya.
3) Grafik Ogive : disebut juga grafik frekuensi meningkat, karena cara pembuatannya
dengan menjumlah frekuensi pada tiap nilai variabel.
4) Bagan melingkar/ grafik melingkar : grafik atau bagan berupa lingkaran yang telah
dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan proporsi data. Biasanya dinyatakan
dalam persen.
5) Grafik Batang atau balok : grafik yang berbentuk persegi panjang yang lebarnya sama
dan dilengkapi dengan skala atau ukuran sesuai data yang bersangkutan. Setiap batang
tidak boleh saling melekat atau menempel dan jarak tiap batang harus sama. Susunan
grafik ini boleh tegak atau mendatar.
6) Kartogram atau peta statistik : grafik data berupa peta yang menunjukkan kondisi data
dan diwakili oleh lambang tertentu dalam sebuah peta. Biasanya untuk
menggambarkan kepadatan penduduk, curah hujan, hasil pertanian, hasil penjualan,
hasil pertambangan dan sebagainya.
7) Piktogram : grafik data yang menggunakan gambar atau lambang dalam
penyajiannya. Satu lambang bisa mewakili jumlah tertentu.
8) Grafik garis : grafik data berupa garis yang diperoleh dari ruas garis yang
menghubungkan titik-titik pada bilangan. Grafik ini dibuat dengan 2 sumbu yakni

sumbu X menunjukkan bilangan yang sifatnya tetap, seperti tahun, ukuran dan
sebagainya. Sedangkan pada sumbu Y ditempatkan bilangan yang sifatnya berubahubah seperti, harga, biaya dan jumlah.
36. Tata Cara Penulisan Sitasi dan Daftar Pustaka
A. Sitasi Pustaka
Pengacuan sitasi pustaka dilakukan dengan sistem nama-tahun. Untuk pencantuman
pustaka yang melibatkan nama penulis berjumlah lebih dari dua digunakan nama
belakang penulis pertama diikuti dengan dkk. atau et al. (pilih salah satu secara
konsisten). Jika artikel ditulis oleh dua orang, nama belakang kedua penulis harus
dicantumkan.
Contoh :
a) Penulis tunggal :
Ross (1984) menyatakan
Menurut Ross (1984) ..
Himpunan A subset nR kompak jika dan hanya jika ..... (Lang, 1997).
b) Penulis dua orang :
Brauer dan Castillo-Chavez (2001) menyatakan bahwa
Jika titik ekuilibrium sistem non linear hiperbolik, maka ............. (Nayfeh dan
Balachandra, 1995) .
c) Penulis lebih dari dua orang/hanya ditulis nama penulis pertama saja :
Nagle et al. (2004) menyatakan bahwa ....
Nagle dkk. (2004) menyatakan bahwa ....
d) Jika sitasi terpaksa dilakukan tidak dari sumber asli:
Dalam Hirsch dan Smale (1974), Liapunov menyatakan bahwa, jika terdapat fungsi
Liapunov yang terdefinisi pada persekitaran suatu titik ekuilibrium, maka ...........
B. Penulisan Daftar Pustaka
Perlu diperhatikan bahwa pustaka yang dicantumkan dalam daftar pustaka adalah
pustaka yang benar-benar diacu di dalam skripsi, dengan susunan sebagai berikut :

Daftar pustaka
Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad nama belakang penulis pertama. Daftar
pustaka ditulis dalam spasi tunggal. Antara satu pustaka dan pustaka berikutnya diberi

jarak satu setengah spasi. Baris pertama rata kiri dan baris berikutnya menjorok ke
dalam. Contoh halaman Daftar Pustaka tercantum di Lampiran 10.
Penulisan pustaka
a) Pustaka dalam bentuk Buku dan Buku Terjemahan :
1) Buku :
Penulis, tahun, judul buku (harus ditulis miring) volume (jika ada), edisi (jika ada),
nama penerbit dan kota penerbit .
2) Buku Terjemahan :
Penulis asli, tahun buku terjemahan, judul buku terjemahan (harus ditulis miring),
volume (jika ada), edisi (jika ada), (diterjemahkan oleh : nama penerjemah), nama
penerbit terjemahan dan kota penerbit terjemahan.
3) Artikel dalam Buku :
Penulis artikel, tahun, judul artikel (harus ditulis miring), nama editor, judul buku
(harus ditulis miring), volume (jika ada), edisi (jika ada), nama penerbit dan kota
penerbit.
b) Pustaka dalam bentuk artikel dalam majalah ilmiah :
Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah (harus ditulis miring sebagai singkatan
resminya), nomor, volume dan halaman.
c) Pustaka dalam bentuk artikel dalam seminar ilmiah :
1) Artikel dalam prosiding seminar:
Penulis, tahun, judul artikel, Judul prosiding Seminar (harus ditulis miring), kota
seminar.
2) Artikel lepas tidak dimuat dalam prosiding seminar:
Penulis, tahun, judul artikel, Judul prosiding Seminar (harus ditulis miring), kota
seminar, dan tanggal seminar.
d) Pustaka dalam bentuk Skripsi/tesis/disertasi :
Penulis, tahun, judul skripsi, Skripsi/tesis/Disertasi (harus ditulis miring), nama
fakultas/ program pasca sarjana, universitas, dan kota.

e) Pustaka dalam bentuk Laporan penelitian :


Peneliti, tahun, judul laporan penelitian, nama laporan penelitian (harus ditulis
miring), nama proyek penelitian, nama institusi,dan kota.
f) Pustaka dalam bentuk artikel dalam surat kabar :
Penulis, tahun, judul artikel, nama surat kabar (harus ditulis miring), nama surat
kabar, tanggal terbit dan halaman.
g) Pustaka dalam bentuk Dokumen paten :
Penemu, tahun, judul paten (harus ditulis miring), paten negara, Nomor.
h) Pustaka dalam bentuk artikel dalam internet (sedapat mungkin hindari pustaka dari
internet tanpa nama penulis) :
1) Artikel majalah ilmiah versi cetakan :
Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah (harus ditulis miring sebagai singkatan
resminya), nomor, volume dan halaman.
2) Artikel majalah ilmiah versi online :
37. Penulis, tahun, judul artikel, nama majalah ((harus ditulis miring sebagai singkatan
resminya),

38.

nomor,

volume,

halaman

dan

alamat

website.

DAFTAR PUSTAKA
Saryono. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Mitra Cendikia Press
Sastroasmoro S, Ismael S (2002). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke2. Jakarta: CV. Sagung Seto 18.Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ahmad W. Pratiknya (2007). Dasar Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Alimul, Azis (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data, Jakarta,
Salemba Medika.
Arikunto, Suharsimi (2002). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Bhisma Murti (1996). Penerapan Metode Statistik Non Parametrik dalam Ilmu ilmu
Kesehatan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran : Sebuah Pengantar. Jakarta :
EGC.
Budiarto,E. (2004). Metodologi Penelitian Kedokteran : Sebuah Pengantar, Jakarta,
EGC.
Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. Bandung. PT. Refika Aditama
Chandra. B. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. EGC
Churchill, Gilbert A. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran, Edisi 4, Jilid I, Alih
Bahasa Oleh Andriani, Dkk, Penerbit Erlangga, Jakarta. 2. Iyan Afriani, 2009. Metode
Riset Kualitatif - Artikel, Lembaga Panalitian Mahasiswa Penalaran, Universitas
Negeri Makasar.
Creswell.J.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Danim. S. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung. CV. Pustaka Setia. Metodologi
Penelitian: Ig. Dodiet Aditya Setyawan, SKM, MPH. Page 11
Dawson, C. (2010). Metode Penelitian Praktis: Sebuah Panduan. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Drs. Kuntjojo, M.Pd. Drs. Kuntjojo, M.Pd. , M.Pd. metodologi penelitian , 2009
Hadi.S. (2001). Metodologi Research. Jilid 3. Yogyakarta. Andi Offset.
Heriyanto. A., Sandjaja. (2006). Panduan Penelitian. Jakarta. Prestasi Pustaka
http://digilib.uinsby.ac.id/7354/3/bab%203.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/194808181974121NONO_SUTARNO/MODUL_5B.pdf
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PENELITIAN%20PENDIDIKAN.pdf
Ideputri, M.E., Muhith, A., Nasir, A. (2011). Buku Ajar Metodologi Penelitian: Konsep
Pembuatan Karya Tulis dan Tesis untuk Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta. Nuha
Medika.
Ig. Dodiet Aditya Setyawan, SKM, MPH. METODOLOGI PENELITIAN .
MASALAH PENELITIAN [Perumusan Masalah Dalam Penelitian] pol iteknik kesehat
an kemenkes surakar t a , 2014
Imam Suprayogo, Tobroni, Metode Penelitian Sosial Agama cet. 1, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2001
Ircham, Machfoedz, Endah Marianingsih, Margono, Heni Puji Wahyuningsih. 2005.
Metoldologi Penelitian Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Fitramaya.
Karlinger, Fred, N. Foundation of Behavior Science Research. Holt, Rinehart. 1973.
Mardalis (2002). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta, Bumi Aksara.
Nasution (2003). Metode Research. Jakarta. PT. Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari. 2012. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Notoatmodjo, Soekidjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka


Cipta. 6. Sugiyono (2007). Statistik untuk Penelitian, Jakarta, Alfabeta
Notoatmodjo, Soekidjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka
Cipta. 14. Pratiknya, A.W. (2007). Dasar Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran
dan Kesehatan, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Pengantar Evidence-Based Case Reports Partini Pudjiastuti Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sari Pediatri, Vol. 11, No.
6, April 2010.
Prof. Bhisma Murti, dr, MPH, MSc, PhD. Validitas dan Reliabilitas Pengukuran
Matrikulasi Program Studi Doktoral, Fakultas Kedokteran, UNS, Mei 2011 .
VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENGUKURAN Institute of Health Economic and
Policy Studies (IHEPS), Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret
Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD Desain Studi Matrikulasi Program Studi
Doktoral Kedokteran - FKUNS DESAIN STUDI Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc,
PhD Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS), Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret
Sangaji, E.M., Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam
Penelitian. Yogyakarta. Andi Offset.
Soetriono dan Hanafie (2007), Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, Andi Yogyakarta.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung, Alfabeta.
2009.
Sumarni, Murti dan Salama Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Ed.1.
Yogyakarta : Andi Offset.

You might also like