Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Melissa Arinie Raharjo
209.121.0005
Pembimbing:
dr. Dewi Astasari., Sp.A.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah -Nya kepada penyusun
sehingga Laporan Kasus Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak yang berjudul Sindroma
Nefrotik Idiopatik ini dapat terselesaikan.
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Madya serta untuk menambah pengetahuan mengenai permasalahan Sindroma
Nefrotik pada anak. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pembimbing kami, dr.
Dewi Astasari., Sp.A. atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan, hingga laporan
kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna. Untuk itu, diharapkan
saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan laporan kasus ini. Atas saran dan kritik
dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar .................................................................................................1
Daftar Isi ..........................................................................................................2
BAB I : Pendahuluan......................................................................................3
BAB II : Status Penderita
Identitas Penderita......................................................................................6
Anamnesa...................................................................................................6
Pemeriksaan Fisik....................................................................................11
Pemeriksaan Penunjang...........................................................................15
Resume.....................................................................................................17
Identifikasi Masalah.................................................................................18
Diagnosis..................................................................................................19
Penatalaksanaan ......................................................................................19
Prognosis..................................................................................................20
Follow Up................................................................................................20
BAB III : Pembahasan....................................................................................22
BAB IV : Penutup ..........................................................................................33
Daftar Pustaka.................................................................................................34
gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal.9 Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata
respons terhadap pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan
prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada
saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respons klinik yaitu: Sindrom
nefrotik sensitif steroid (SNSS),dan Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).
Karena tingginya angka kejadian Sindroma Nefrotik pada anak di Indonesia,
maka penyusun mengangkat kasus ini sebagai bahan pembelajaran dalam upaya
penanganan penyakit Sindroma Nefrotik pada anak. Berikut akan dilaporkan
sebuah kasus Sindroma nefrotik pada seorang anak perempuan berumur 11 tahun
yang dirawat di RSUD Mardi Waluyo Blitar.
Kepanjen Kidul. Masuk Rumah Sakit pada tanggal 5 April 2015 di ruang anak
dengan nomor rekam medis 57xxxxx.
Nama ayah Tn, S usia 35 tahun pekerjaan swasta. Ibu. Ny.E usia 31 tahun
pekerjaan swasta.
ANAMNESIS
Pasien An.Y datang ke RSUD Mardi Waluyo Blitar dengan keluhan utama
kedua kaki bengkak. Ibu pasien mengatakan bengkak di kedua kaki sejak 2
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak juga dikeluhkan pada
kedua kelopak mata, sehingga mata pasien terlihat sembab. Pasien mengatakan
tidak sesak nafas saat tidak beraktivitas, maupun saat beraktivitas, seperti berjalan
>10 meter, naik tangga, dan berlari. Pasien mengeluh batuk sejak 3 hari ini tidak
berdahak, tidak disertai demam. BAB sejak 1 hari ini (-), BAK biasanya sehari 2
kali sedikit, warna seperti the, BAK berwarna merah disangkal. Makan sehari 3
kali, terdiri dari nasi, sayur, tahu, tempe, telur, dan kadang-kadang daging. Minum
air putih dalam sehari 1 gelas (300cc), minum minuman kemasan serbuk, setiap
hari >2 kali sejak pasien usia 9 tahun. Ibu pasien mengatakan, bahwa sejak 2
minggu terakhir putrinya terlihat lebih gemuk dari sebelumnya. Penurunan berat
badan selama 2 bulan berturut-turut,disangkal. Nafsu makan pasien, tidak
menurun. Munculnya bercak merah pada kulit, kedua Tangan Dan kaki,dan
wajah, disangkal oleh ibu pasien. Sariawan pada rongga mulut juga disangkal.
Tidak didapatkan kejang, nyeri otot, dan kelemahan otot. Nyeri, kaku, bengkak,
dan kemerahan pada sendi jari tangan dan kaki juga disangkal. Nyeri perut, yang
sangat, disangkal.
Riwayat penyakit dahulu, ibu pasien menyangkal bahwa anaknya pernah
mengalami bengkak pada kaki dan, kelopak mata sebelumnya. Riwayat
masuk
rumah sakit juga disangkal. Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah
memiliki alergi makanan, ataupun alergi obat. Ibu pasien mengatakan bahwa
selama ini anaknya belum pernah mengalami sakit berat sehingga harus dirawat di
rumah sakit. Riwayat konsumsi obat-obatan secara terus menerus juga disangkal.
Riwayat batuk lama, disangkal. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama,
juga disangkal.
bisa duduk saat anak berusia 5 bulan. Pertama kali anak bisa merangkak saat anak
berusia 6 bulan. Pertama kali anak bisa berdiri saat anak berusia 10 bulan.
Pertama kali anak bisa berjalan saat anak berusia 12 bulan. Pertama kali anak bisa
tertawa saat anak berusia 4 bulan. Pertama kali anak bisa berceloteh saat anak
berusia 5 bulan. Pertama kali anak bisa memanggil mama/papa saat anak berusia 8
bulan.
Riwayat kebiasaan pasien ,setiap hari sebelum berangkat sekolah, pasien
selalu sarapan, komposisi makanan, nasi, dan lauk, jarang sayur. Biasanya saat
pagi pasien sarapan dengan mi instan, dan telur. Selama di sekolah, pasien juga
membeli jajanan yang dijual disekolahnya (berupa makanan ringan), selama
disekolah pasien jarang minum air putih, biasanya pasien membeli minuman
sachet yang dilarutkan dalam air putih. Saat pulang sekolah, pasien makan siang
di rumah, dengan komposisi makanan, nasi lauk pauk, kadang daging, disertai
sayur. Selama dirumah, pasien minum air putih 2 gelas kecil sehari, tapi kadang
dalam sehari pasien bisa tidak minum air putih sama sekali. Selama dirumah
pasien juga sering mengkonsumsi minuman serbuk. Sejak .Di keluarga tidak ada
yang merokok.
PEMERIKSAAN FISIK
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 5 Februari 2015, keadaan umum pasien
tampak baik. Kesadaran composmentis. Tanda Vital didapatkan antara lain :
frekuensi nadi radialis : 94 x/menit, teratur, kuat angkat. Frekuensi pernapasan :
21 x/menit ,teratur. Suhu axilla : 36,8 0C. Waktu Pengisian Kapiler : < 2 detik.
Pemeriksaan antropometri An.Y pada tanggal 5 Februari 2015 antara lain
Berat Badan anak : 50 kg. Panjang Badan 148 cm. Lingkar Lengan Atas : 26 cm..
Status gizi berdasarkan WHO Child Growth
perempuan 2-20th) grafik antara lain BB/U menunjukkan di titik antara mean 10
SD (Lihat lampiran 1). PB/U menunjukkan di titik antara mean 75 SD. Sedangkan
BBI berada pada titik 41kg yang menunjukkan berat badan ideal. Apabila di
rasiokan pada BB/BBI :
BB/BBI (%) : 50/41 x 100% = 121,9%
Hasil
Ket.
Unit
Nilai Normal
15,5
9.570
65-115
392.000
6.230.000
47,2
N
N
N
N
N
g/dl
/cmm
/jam
ul
Juta/u
l
%
11,5-16
4.000-11.000
0-20
150.000-450.000
3,0-6,0
35-47
75,7
25,0
33,0
2/1/1/47/44/
5
0,60
6
4,8
13
313
665
1,32
N
N
N
N/N/N/N/N/
N
N
N
N
N
Fl
Pg
%
%
70-84
23-30
31-37
0-1/0-3/3-5/15-35/3565/3-6
0,5-1,2
4,7-23,4
2,5-6,0
15-45
<240
<150
3,8-5,1
mg/dl
mg/dl
mg/dl
g%
Hasil Test
Kuning tua keruh
Positif 3
+
1,010
80
1-3
1-3
Triple phospat +
++
Nilai Normal
Kuning muda jernih
1,010 1,020
4,6 8,5
0-1
0-1
0-2
-
DIAGNOSA
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan diagnosa kerja berupa Nefrotik Syndrome Idiopatik.
PENATALAKSANAAN
Dari diagnosa kerja dapat dilakukan penatalaksanaan holistik berupa
penatalaksanaan non farmakoterapi dan farmakoterapi.
Diperlukan diet makanan rendah garam (1-2g/hari), protein cukup (1,52g/kgBB/hari) kebutuhan protein dalam satu hari adalah 2g x 41kg = 82 g/hari.
Pemberian oral kortikosteroid yaitu prednisone dengan dosis 2mg/kgBB/hari
(maksimal 80mg/hari) yaitu 2mg x 41kg = 82 mg/hari (pembulatan menjadi 80
mg). Sediaan prednisone tablet 5mg, yang berarti dalam 1 hari diberikan 16 tablet
prednisone/hari selama 4 minggu, dibagi dalam 3 kali pemberian yaitu 6 tablet
pagi hari, 5 tablet siang hari, dan 5 tablet malam hari.
Sedangkan penatalaksanaan farmakoterapi untuk NS diberikan transfuse
albumin dengan menggunakan rumus transfuse albumin yaitu:
0,8 x
albumin x BBI
Persentase albumin
= 87,904/0,2 = 439,52 cc
20%
11
Tabel 6. Follow Up
No
Tanggal
S
1.
6/4/2015
Bengkak di
Jam 14.00 kedua kaki dan
kelopak mata,
BAK (+) sehari
> 3 kali warna
kuning jernih
O
KU: Tampak baik
Kesadaran: compos mentis
N: 92x/menit, kuat angkat
RR : 22 x/menit, reguler
Suhu 36,80C
Edema palpebra +/+
Pulmo : Suara pernafasan
bronkovesikuler kasar, ronkhi (-/-)
, wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal regular, suara
tambahan (-)
Abdomen : Datar, soefl, BU
(4x/mnt) ,hepar lien tidak teraba ,
nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral hangat, edema
non pitting tungkai(+/+), CRT <
2
2.
7/4/2015
Bengkak di
kedua kaki (+)
bengkak di
kelopak mata
(+), BAK
sehari >4 kali
warna bening
jernih, BAB (-)
A
Wdx :
Sindroma
Nefrotik
episode
pertama
8/4/2015
Bengkak kaki
(+), bengkak
KU : tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
-Transfusi albumin
439cc
- inj.furosemid
40mg(post tansfusi)
-Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Pdx : DL,UL dan
albumin
Wdx :
Sindroma
nefrotik
Albumin urine : +3
Albumin : 1,56
3.
P
Planning Terapi:
Wdx :
Sindroma
Planning Terapi:
-Transfusi albumin
439cc
- inj.furosemid
40mg(post tansfusi)
-Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Pdx : DL,UL dan
albumin
Planning Terapi:
12
kelopak mata
(-), BAK (+)
4.
9/4/2015
N = 118 x/menit
RR = 28 x/menit
Tax = 36,5oC
Edema palpebra -/ Extremitas :,edema non pitting
tungkai (+/+)
Albumin : 1,05
Albumin urine : +3
Produksi urine
(1400ml/24jam)
Bengkak kaki (- Kesadaran : compos mentis
+), bengkak
N = 80x/menit
kelopak mata
RR = 24 x/menit
(-), BAK (+)
Tax = 35,5oC
Extremitas : Edema non pitting
tungkai (-/-)
5.
10/4/2015
nefrotik
episode
relaps
Planning Terapi:
Wdx :
Sindroma
nefrotik
episode
relaps
Planning Terapi:
Albumin urine : +3
Silinder: cast leukosit (+)
Albumin : 1,45
Produksi urine
(1500ml/24jam)
-Transfusi albumin
439cc
- inj.furosemid
40mg(post tansfusi)
-Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
-Transfusi albumin
439cc
- inj.furosemid
40mg(post tansfusi)
-Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
-Transfusi albumin
439cc
- inj.furosemid
40mg(post tansfusi)
-Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Pdx: DL,albumin
6.
11/4/2015
Tidak ada
keluhan .
N = 80x/menit
RR = 24 x/menit
Tax = 35,5oC
Albumin : 1,93
Wdx :
Sindroma
nefrotik
episode
relaps
Planning Terapi:
-Transfusi albumin
439cc
- inj.furosemid
40mg(post tansfusi)
-Prednison tablet
5mg
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Pasien bisa KRS
dengan membawa
obat pulang:
-Prednison tablet
5mg
13
Pagi :6 tab
Siang : 5 tab
Malam: 5 tab
Pdx : control poli
anak setelah obat
habis
14
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Edema
16
luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk
membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik. 11
Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik adalah, Hipoalbuminemi
apabila kadar albumin kurang dari 2,5g/dL. Hipoalbuminemi merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam dalam urine yang berlebihan dan
peningkatan katabolisme albumin. Dalam keadaan normal kehilangan albumin,
akan dikompensasi dengan meningkatnya laju metabolisme albumin setidaknya
tiga kali lipat, namun hal ini tidak terjadi pada sindrom nefrotik. Dalam suatu
penelitian disebutkan laju sintesis albumin pada nefrotik sindrom tetap tidak
meningkat walaupun diberikan diet protein yang adekuat. Hilangnya albumin
disebabkan oleh kenaikan permeabilitas membrane kapiler glomerulus, karena
adanya produksi FSGS (Focal segmental Glomerulosklerosis) dan factor plasma
karena mediasi dari kompleks imun sel T, dan penipisan prosesus kaki podosit
yang luas. 11
Hiperkolesterolemi juga terjadi pada pasien, hal ini sesuai dengan teori bahwa
hampir semua kadar lemak (kolestrol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindroma nefrotik. Hal ini dapat dijelaskan dari adanya kondisi
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil
lemak dari plasma. 11
Working diagnose pada pasien langsung bisa ditegakkan yaitu,Sindroma
nefrotik idiopatik. Penegakan diagnose berdasar terpenuhinya 4 kriteria sindroma
nefrotik yaitu: 1. Edema, 2.Proteinuria, 3.Hipoalbuminemi, 4. Hiperkolesterolemi.
criteria pembagian sindrom nefrotik dibagi berdasarkan etiologi, dan berdasarkan
kepekaannya terhadap pengobatan steroid.
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu
kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.5
1) Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah :
-
17
TRPC6)
Nail-patella syndrome (LMX1B)
Pierson syndrome (LAMB2)
Galloway-Mowat syndrome
Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
2) Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau
idiopatik adalah sebagai berikut :
-
3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain
sebagai berikut :
-
(postinfectious)
Glomerulonephritis
seperti
post
streptococcal
18
19
yaitu
41mg/hari. Berdasarkan teori, restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.
Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu
dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. 8,10,11,12
Sedangkan penatalaksanaan farmakoterapi untuk NS diberikan transfuse
albumin dengan menggunakan rumus transfuse albumin yaitu:
0,8 x
albumin x BBI
Persentase albumin
20
= 87,904/0,2 = 439,52 cc
20%
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari.8 ,10Diit rendah garam (12 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. Pada pasien diet
makanan rendah garam (1-2g/hari), protein cukup (1,5-2g/kgBB/hari) kebutuhan
protein dalam satu hari adalah 2g x 41kg = 82 g/hari.
Anak dapat dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 6 hari dengan
alasan secara klinis membaik dimana edema sudah tidak ditemukan lagi, tanda
vital stabil dan keadaan umum baik serta pemeriksaan albumin sebelum pulang
sudah mengalami kenaikan walaupun belum mencapai kadar normal. Ibu pasien
disarankan untuk kontrol poli setelah pemberian kortikosteroid oral untuk
diminum teratur dan setelah obat tersebut habis ibu pasien disarankan untuk
kontrol poli bertujuan untuk mengetahui perkembangan klinis pasien, dan
memberikan lanjutan terapi kostikosteroid oral. Prognosis umumnya baik dengan
pengawasan pada anak umumnya baik dengan pengawasan dan terapi yang
adekuat.
21
22
LAMPIRAN 1
Lampiran 1. CDC-NCHS 2000 : grafik berat badan dan tinggi badan anak perempuan 2-18
LAMPIRAN 2
23
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Clark AG, Barrat TM. Steroid responsive nephrotic syndrome. Dalam: Barrat TM, Avner ED,
Harmon WE, penyunting. Pediatric Nephrology, Edisi 4. Baltimore: Lippincott Williams &
Wilkins 1999. h.731-47.
2. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. Lancet 2003;362:629-39.
3. Wila Wirya IGN: Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik
primer pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14 Oktober 1992.
4. ISKDC. The primary nephrotic syndrome in children. Identification of patients with minimal
change nephrotic syndrome from initial response to prednisone. J Pediatr 1981;98:561-4.
5. Churg J, Habib R, White RH. Pathology of the nephrotic syndrome in children. A report for
the International Study of Kidney Disease in Children. Lancet 1970;760:1299-302.
6. White RH, Glasgow EF, Mills RJ. Clinicopathological study of nephrotic syndrome in
childhood. Lancet 1970;i:1353-9.
7. Srivastava RN, Mayekar G, Anand R, Choudry VP, Ghai OP, Tandon HD. Nephrotic syndrome
in Indian children. Arch Dis Child 1975;50:626-30.
8. ISKDC. Nephrotic syndrome in children: prediction of histopathology from clinical and
laboratory characteristics at time of diagnosis. Kidney Int 1978;13:159-65.
9. Trompeter RS. Steroid resistant nephrotic syndrome. Dalam: Postlethwaite RJ, penyunting.
Clinical paediatric nephrology. Edisi kedua. Oxford: Butterworth-Heinemann,1994. h. 22634.
10. Vogt AB, Avner ED. Nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia; WB
Saunders; 2007. h. 2190-5.
11. Alatas Husein, Dkk.Sindrom Nefrotik .Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2.IDAI 2002. Jakarta.
FKUI.H. 381-423
12. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam: Chiu MC,
Yap HK, penyunting. Practical paediatric nephrology. An update of current practices.
25
26