You are on page 1of 20

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1

Pengertian Fraud
Fraud tidak hanya diartikan sempit sebagai kecurangan, sehingga ada banyak

sinonim yang digunakan untuk mendefinisikan kecurangan, diantaranya :


1. Mengutip pernyataan Fraud Examiners Manual yang mendefinisikan
kecurangan sebagai keuntungan yang diperoleh dari seseorang dengan cara
menghadirkan sesuatu yang palsu.
2. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ada empat pasal
yang mendefinisikan kecurangan dalam dunia keuangan, yaitu :
a. Pasal 362 : Pencurian (definisi KUHP : mengambil barang sesuatu,
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum)
b. Pasal 368 : Pemerasan dan pengancaman definisi KUHP : dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
membuat utang maupun menghapuskan piutang
c. Pasal 372 : Penggelapan : (definisi KUHP : dengan sengaja melawan
hukum memiliki sesuatu barang seluruhnya atau sebagian yang
adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan).
8

d. Pasal 378 : Perbuatan curang : ( definisi KUHP : dengan maksud


sengaja untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan
orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang kepadanya, atau supaya
memberi hutang atau maupun menghapuskan piutang).
3. Singleton, Tommie, Aoron Singleton, Jack Bologna (2006) mendefinisikan :
a. Fraud as a crime.
Fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means
which human ingenuity can devise, which are resorted to by one
individual, to get an advantage over another by false
representations.
Maksud dari penjelasan diatas adalah kecurangan adalah istilah
umum, yang mencakup berbagai macam kelihaian manusia, dimana
satu individu memberikan gambaran yang salah untuk mendapatkan
keuntungan dari orang lain.
b. Fraud as a tort.
Fraud is the defendant has made a representation in regard to
material fact; that such representation is false; that such
representation was not actually believed by the defendant, on
reasonable grounds, to be true; that is was made with intent that it
should be acted on; that is acted on by complainant to his damage;
and that in so acting on it the complainant was ignorant of its falsity,
and reasonably believed it to be true.

Maksud dari penjelasan diatas adalah bahwa kecurangan merupakan


tindakan yang disengaja dalam menyajikan laporan tentang faktafakta material yang salah, sehingga menjadikan seseorang salah
dalam mengambil keputusannya karena menganggap itu benar.
9

4. Golden, T.W, Steven L.K Mona M. Clayton (2006) mengidentifikasi fraud


kedalam empat elemen, yaitu :
a. A false representation of material nature
b. Scienter- knowledge that the representation is false, or reckless
disregard for the truth
c. Reliance- the person receiving the representation reasonably and
justifiably relied on it
d. Damage- financial damages resulting from all of the above

Dalam kaitannya dengan kecurangan, maka elemen pertama adalah


kesalahan dalam penyajian yang bersifat material, elemen yang kedua
adalah scienter- ilmu yang memberikan gambaran/representasi salah
atau mengabaikan kebenaran. Reliance- orang yang menerima
representasi

yang

layak

dan

dapat

dibenarkan

berdasarkan

representasi itu, dan elemen yang ke empat adalah damages- kerugian


keuangan yang diakibatkan dari ke tiga elemen diatas.
II. 2

Fraud Triangle

Penelitian tradisional tentang kecurangan dilakukan pertama kali oleh Donald


Cressey pada tahun 1950 yang menimbulkan pertanyaan mengapa kecurangan dapat
terjadi. Hasil dari penelitian itu memunculkan faktor-faktor pemicu kecurangan yang
saat ini dikenal dengan Fraud Triangle.

Dalam penelitian tersebut Cressey memutuskan untuk mewawancarai pelaku


kecurangan yang menjadi tahanan atas tindakan kecurangan berupa penggelapan.
Cressey mewawancarai 200 pelaku penggelapan yang sedang menjalani masa tahanan.
Satu dari tujuan utama penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap kecurangan yang
dilakukan oleh para pelaku memenuhi tiga faktor penting sebagai faktor pemicu
10

kecurangan, yaitu : Pressure (menunjukkan motivasi dan sebagai unshareable need),


rationalization (personal ethics), Knowledge dan opportunity.

Gambar II.1.
Fraud Triangle
Dari dasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Donald Cressey, memunculkan
banyak pendapat-pendapat lain yang kian beragam, diantaranya :
1. Ramos (2003) dikutip dari Rosyid, menggambarkan penyebab kecurangan
dalam bentuk segitiga (The fraud triangle), sebagai berikut :
a. Penyalahgunaan

wewenang

jabatan

(Occupational

Frauds):

kecurangan yang dilakukan oleh individu-individu yang bekerja


dalam suatu organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
b. Kecurangan organisatoris (Organisational Fraud): kecurangan yang
dilakukan oleh organisasi itu sendiri demi kepentingan / keuntungan
organisasi itu.

11

c. Skema kepercayaan (Confidence Schemes). Dalam kategori ini,


pelaku membuat suatu skema kecurangan dengan menyalahgunakan
kepercayaan korban.
2. CKM dr Kurtiyono mengutip pendapat Riduan Simanjuntak mengatakan
bahwa terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan
kecurangan, yang dikenal dengan teori GONE, yaitu :
a. Greed (keserakahan)
b. Opportunity (kesempatan)
c. Need (keinginan)
d. Exposure (Pengungkapan)
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu
pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor
Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan
organisasi

sebagai

korban

perbuatan

fraud

(disebut

juga

faktor

generik/umum).

II.2.1 Opportunity (Kesempatan/Peluang)

Menurut Tuanakotta (2010) yang mengungkapkan bahwa dari penelitian


Cressey, pelaku kecurangan selalu memiliki pengetahuan dan kesempatan untuk
melakukan tindakan tersebut agar tindakan itu tidak dapat terdeteksi. Cressey
berpendapat ada dua komponen dari peluang, yaitu ;

1. General information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan


yang mengandung trust (kepercayaan), dapat dilanggar tanpa
12

konsekuensi. Pengetahuan ini diperoleh pelaku dari apa yang ia dengar


atau lihat, misalnya dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud
dan tidak ketahuan atau tidak dihukum atau terkena sanksi.
2. Technical skill atau keahlian/keterampilan
Keahlian/keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan
tersebut. Ini biasanya keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang
itu dan yang menyebabkan ia mendapat kedudukan tersebut.

Selain itu, faktor yang menciptakan kesempatan adalah lemahnya


pengendalian internal (internal controls) yang telah ada pada perusahaan. Dalam
bukunya Modern Auditing Boynton menyatakan mengenai Committee of Sponsoring
Organizations (COSO) dan mengidentifikasikan lima komponen pengendalian intern
yang saling berhubungan, yaitu :

1. Lingkungan Pengendalian (control environment)


Faktor pembentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas dapat
berupa integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi,
dewan direksi dan komite audit, filosofi dan gaya operasi manajemen,
struktur organisasi, penetapan wewenang dan tanggung jawab, serta
kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
2. Penilaian Resiko (risk assessment)
Penilaian resiko oleh manajemen harus mencakup pertimbangan
khusus atau resiko yang dapat muncul dari perubahan kondisi
lingkungan operasi, personel baru, sistem informasi yang baru atau
dimodifikasi, pertumbuhan yang cepat, teknologi baru, restrukturisasi
13

perusahaan, operasi di luar negri, pernyataan akuntansi, dan lini,


produk, atau aktivitas baru.
3. Informasi dan Komunikasi (information and communication system)
Sistem akuntansi yang efektif harus mencatat transaksi yang valid dan
benar-benar terjadi, otorisasi yang tepat, penyajian secara tepat dalam
laporan keuangan.
4. Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan
dapat dikategorikan dalam berbagai cara, yaitu pemisahan tugas,
pengendalian pemrosesan informasi, pengendalian fisik, review kerja.
5. Pemantauan (monitoring)
Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang berkelanjutan
(ongoing activities) dan melalui pengevaluasian periodik secara
terpisah.

II.2.2 Pressure (Tekanan)

Tekanan merujuk pada sesuatu hal yang terjadi pada kehidupan pribadi
pelaku yang memotivasinya untuk mencuri. Biasanya motivasi tersebut timbul karena
masalah keuangan, tetapi ini dapat menjadi gejala dari faktor-faktor tekanan lainnya,
sehingga tekanan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : tekanan dari faktor keuangan
(financial), dan tekanan dari faktor sosial (non financial)

14

1. Financial Pressure
Masalah keuangan yang dialami pelaku dapat dipecahkan dengan
mencuri uang atau aset lainnya. Berikut faktor-faktor dari tekanan
keuangan :
a. Greed. Keserakahan seseorang akan kekayaan dapat memicu
orang tersebut bertindak curang karena merasa tidak puas
dengan apa yang dimiliki.
b. Gaya hidup mewah
c. High personal debts. Hutang yang menumpuk dapat membuat
seseorang tertekan. Ketertekanan akan semakin tinggi ketika
hutang

tersebut

tidak

dapat

dilunasi,

sehingga

akan

menghalalkan segala cara untuk dapat melunasinya.


d. High medical bills. Ketika calon pelaku kecurangan
mengalami masalah kesehatan dan membutuhkan biaya
pengobatan yang tinggi, sedangkan si calon pelaku tidak
mempunyai cukup dana, maka dari tekanan biaya tersebut
akan mendorong tindakan kriminal/ curang sebagai cara
memenuhi biaya tersebut.
e. Kerugian keuangan yang tak terduga.
2. Social Pressure
Tekanan yang berasal dari faktor non-keuangan diantaranya :
a. Vice
Kebiasaan berjudi (gambling), drugs dan alcoholic (peminum
berat)dapat menciptakan keinginan keuangan yang besar agar
15

supaya mendukung kebiasaan-kebiasaan tersebut. Hal ini


menciptakan hubungan tekanan dengan aspek ini sebagai
fraud triangle.
b. Work related
1) Seseorang akan merasa tertekan ketika performa
pekerjaan kurang diakui dan dinilai secara adil oleh
manajemen
2) Kepuasan atas pekerjaannya
3) Takut akan kehilangan pekerjaannya
4) Tertekan karena ingin mendapatkan promosi
5) Merasa digaji rendah oleh perusahaan
3. Other Pressure
a. Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going,
tidak seperti biasanya.
b. Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat
kerja
c. Tertantang untuk merusak atau membobol sistem
d. Krisis keuangan yang tak terduga
Tuanakotta menjelaskan komponen pressures sebagai perceived nonshareable financial need, yang dibagi kedalam enam kelompok :
1. Violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan,
membawa konsekuensi tertentu yang bersangkutan dan juga menjadi
harapan atasan atau majikannya. Disamping harus jujur, ia dianggap
16

perlu memiliki perilaku tertentu. Orang dalam jabatan seperti itu


merasa wajib menghindari perbuatan seperti berjudi, mabuk,
menggunakan narkoba dan perbuatan lain yang merendahkan
martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait dengan jabatan yang
dipercayakan kepadanya. Ini adalah ascribed obligation baginya. Jika
ia menghadapi situasi yang melanggar kewajiban terkait dengan
jabatannya, ia merasa masalah yang dihadapinya tidak dapat
diungkapkannya kepada orang lain.
2. Problems resulting from personal failure
Kegagalan pribadi yang merupakan situasi yang dipersepsikan oleh
orang yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang
keuangan, sebagai kesalahannya menggunakan akal sehatnya, dan
karena itu menjadi tanggung jawab pribadinya.
3. Business reversals
Kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang juga mengarah
kepada non-shareable problem. Kegagalan ini dikarenakan oleh
inflasi yang tinggi, atau krisis moneter, atau ekonomi, dan tingkat
bunga yang tinggi.
4. Physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam
kesendirian.
5. Status gaining
Kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan tetangga atau
pelaku berusaha meningkatkan statusnya.
17

6. Employer-employee relations
Kekesalan atau kebencian pelaku dalam pekerjaannya. Kekesalan itu
biasa terjadi karena ia merasa gaji atau imbalan lainnya tidak layak
dengan pekerjaan atau kedudukannya, atau ia merasa beban
pekerjaannya teramat banyak, atau ia merasa kurang mendapat
penghargaan batiniah (pujian).

II.2.3 Rationalization (Justifikasi melakukan kecurangan)


Rationalisasi adalah komponen kecurangan yang paling krusial. Rasionalisasi
menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran
atas tindakannya, misalnya:
1. Tidak akan ada orang lain yang terluka
2. Saya berhak mendapatkan sesuatu yang lebih
3. Tindakan kecurangan yang ia lakukan bertujuan baik
4. Sesuatu yang menjadi kepuasaannya jika ia bertindak curang
5. Semua orang melakukan itu, jadi saya melakukannya juga
6. Orang-orang tidak mampu dan tidak peduli tentang konsekuensi atas
tindakan atau atas pelakunya yang tidak jujur
7. Pelaku percaya bahwa jika mereka bertindak curang, mereka tidak
akan kehilangan keluarga, uang dan kekayaannya.
8. Ketidakpuasan pekerjaan akan sesuatu hal yang berhubungan dengan
gaji,lingkungan pekerjaan, perhatian yang diberikan oleh manajer,
membuat pelaku berpikiran bahwa perusahaan berhutang kepada dia
9. Saya hanya meminjam uang perusahaan saja, nanti akan saya
18

kembalikan
10. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan
tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan
tersebut
II.3

Unsur-unsur Fraud
Kecurangan dianggap terjadi apabila memenuhi setiap unsur-unsur dari

kecurangan. Apabila salah satu unsur tidak ada maka kecurangan dianggap tidak terjadi.
Berikut unsur-unsur kecurangan :
1. Harus terdapat salah saji (misrepresentation)
2. Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present)
3. Fakta bersifat material (material fact)
4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or
necklessly)
5. Harus ada korban (there is a victim)
6. Harus ada yang dirugikan (there is a lost)
7. Tindakan illegal (illegal act)

II.4

Jenis dan Klasifikasi Fraud

Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang
kecurangan dalam audit atas laporan keuangan dalam Standar Profesional Akuntan
Publik(SPAP).SA seksi 316. Pernyataan Standar Akunting (PSA) No.70 (paragraph 4
dan 5), yaitu :

19

1. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam laporan keuangan


adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau
pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai
laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat
menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:
a. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau
dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi
penyajian laporan keuangan
b. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan
keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan
c. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang
berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau
pengungkapan.
2. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap
aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan)
berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan
keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap
aktiva entitas dapat dilakukan.
Sedangkan klasifikasi fraud mengutip pernyataan Direktorat Utama Pembinaan
dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara (Ditama Binbangkun)
menurut The Association of Certified Fraud Examiners(ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang
pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai
20

tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam


beberapa klasifikasi, yang dikenal dengan istilah Fraud Tree yaitu Sistem Klasifikasi
Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational
Fraud Classification System),dengan bagian sebagai berikut (Lihat Lampiran Gambar
II.2. Fraud Tree):
Berdasarkan bagan Uniform Occupational Fraud Classification System tersebut,
ACFE mengklasifikasikan Fraud dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan
perbuatan, yaitu :
1. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation);
Asset Misappropriation meliputi penyalahgunaan atau pencurian aset atau
harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling
mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung
(defined value).
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement);
Fraudulent Statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi
kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan
(financial engineering)dalam penyajian laporan keuangannya untuk
memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah
window dressing.
Mengacu dalam buku Auditing and Assurance Services oleh Elder,R..,
Mark S. Beasley, Alvin A.Arens menyatakan ada tiga jenis fraudulent
financial statement, yaitu :

21

a. Cookie jar reserves merupakan penundaan pendapatan pada


masa baik dan memasukannya pada masa sulit. Tujuannya
agar pergerakan laba antar periode tidak terlalu fluktuatif.
b. Pemerataan laba (income smoothing) merupakan usaha
manajemen dalam mengurangi pergerakan laba yang terlalu
fluktuatif. Tujuannya ialah agar pergerakan naik turunnya laba
antar periode tidak berbeda terlalu jauh.
c. Earning management merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas
suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa
mengakibatkan

peningkatan

(penurunan)

profitabilitas

ekonomis jangka panjang unit tersebut.


3. Korupsi (Corruption)
Kecurangan jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena pihak yang
bekerja sama menikmati keuntungan secara bersama atau dengan kata
lain tindakan ini saling menguntungkan kedua belah pihak. Termasuk
didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan
(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic
extortion)
II.5

Gejala Adanya Fraud

Fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit


ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu
22

diketahui gejala-gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, Bologna


mendefinisikan gejala tersebut sebagai red flag. Menurut Ditama Binbangkum red flag/
gejala dapat dideteksi dengan melihat beberapa hal berikut ini :

1. Gejala kecurangan pada manajemen :


a. Ketidakcocokan diantara manajemen puncak perusahaan
b. Rendahnya moral dan motivasi karyawan
c. Kurangnya staf Departemen akuntansi pada suatu perusahaan
d. Tingkat komplai yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan
dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas
e. Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi
f. Penjualan/laba menurun sementara itu hutang dan piutang
dagang meningkat
g. Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk
jangka waktu yang lama
h. Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan
i. Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada
akhir tahun buku
2. Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai :
a. Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen
dan tanpa perincian/ penjelasan pendukung
b. Pengeluaran tanpa dokumen pendukung
c. Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar

23

d. Penghancuran,

penghilangan,

pengrusakan

dokumen

pendukung pembayaran
e. Kekurangan barang yang diterima
f. Kemahalan harga barang yang dibeli
g. Adanya faktur ganda
h. Penggantian mutu barang
II.6

Pelaku dari Fraud

Pelaku kecurangan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu


manajemen dan karyawan/pegawai. Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya
untuk kepentingan perusahaan, contoh kecurangan yang dilakukan oleh manajemen
yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements
arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan karyawan/pegawai melakukan
kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).

Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan


ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan
terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan).
Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen
(management fraud), misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan
terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian
laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan
(intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan
keuangan.
24

Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan


(employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi
penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva
umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan
karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta
pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh dari kecurangan karyawan (employee
fraud) mengacuh pada Sawyers dalam The Practice of Modern Internal Audit yang
telah dialih bahasakan oleh Amin Widjaja, ada 40 bentuk kecurangan karyawan, antara
lain :
1. Pemalsuan cap stempel
2. Mencuri barang dagangan, peralatan, persediaan, dan barang-barang
perlengkapan lainnya
3. Mengambil sejumlah kecil uang kas dari mesin kasir
4. Tidak mencatat penjualan barang dan mengantongi uangnya
5. Menciptakan kelebihan dana kas dan register dengan melakukan kurang
pencatatan
6. Pembebanan berlebihan pada akun-akun pengeluaran atau menggunakan
uang muka untuk kepentingan pribadi
7. Memutar penagihan atas rekening pelanggan
8. Membiayakan rekening pelanggan dan mencuri uangnya
9. Mengeluarkan kredit untuk klaim dan pengembalian oleh pelanggan
palsu

25

10. Tidak memberikan setoran harian ke bank, atau menyetorkan sebagian


dari uang saja

II.7

Hipotesa Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap rumusan masalah penelitian.


Tidak semua penelitian menggunakan hipotesis. Penelitian yang merumuskan hipotesis
adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif.

Terdapat tiga variabel independen dan satu variabel dependen dalam penelitian
ini. Variabel independen terdiri dari opportunity, pressures, dan rationalization,
sedangkan variabel dependen adalah fraudulent financial statement. Hubungan antar
variable-variabel

dalam

penelitian

ini

adalah

sebagai

berikut

Opportunity

Fraudulent
Financial Statement

Pressures

Rationalization

Gambar II.2. Model Penelitian


Ketiga faktor tersebut memiliki pengaruh terhadap terjadinya fraudulent
financial statement. Kecurangan ini biasanya dilakukan oleh para pihak manajemen
perusahaan yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang keuangan. Faktor-faktor

26

tersebut dapat berasal dari dalam diri pelaku (internal)ataupun dari faktor luar
(eksternal)seperti pandangan masyarakat, keadaan ekonomi, lingkungan dan faktor
lainnya.

Setiap laporan keuangan dalam suatu perusahaan dapat menjadi subjek yang
berpotensi dalam pemanipulasian. Pemanipulasian itulah yang dikenal dengan
kecurangan atas laporan keuangan (fraudulent financial statement) atau management
fraud. Beberapa contoh dan jenis dari kecurangan ini yang telah dibahas dalam teori
sebelumnya. Apapun bentuk dan jenis kecurangannya penyebabnya dari faktor
opportunity, pressures, dan rationalization.
Mahasiswa akuntansi telah mendapat mata kuliah Pemeriksaan Auditing I (bagi
mahasiswa semester 6 dan 8)dan mata kuliah Audit atas Kecurangan(bagi semester 8)
jadi adanya asumsi mereka telah mengetahui dan memahami fraudulent financial
statement dan faktor pemicu terjadinya kecurangan tersebut, sehingga diharapkan dapat
mempersepsikan bahwa:
H1 : Opportunity berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent financial
statement
H2 : Pressures berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent financial
statement
H3 :Rationalization berpengaruh terhadap terjadinya fraudulent financial
statement

27

You might also like