Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertambahan penduduk dan luas kota menyebabkan jumlah lalu lintas juga meningkat. Sedangkan
sistem lalu lintas mendekati jenuh, sehingga bertambahnya jumlah lalu lintas berpengaruh besar terhadap
kemacetan lalu lintas, yang berarti pula bertambahnya waktu dan biaya perjalanan di dalam sistem lalu lintas
tersebut. Panjang jalan raya, jalan tol maupun jalan rel yang dibutuhkan untuk tiap orang tergantung pada jarak
perjalanan rata-rata orang per hari, dan lebih lanjut ini tergantung pada luas daerah perkotaan. Efisiensi
penggunaan bahan bakar, energi, ruang dan waktu yang digunakan dalam transportasi akan sangat berbeda
untuk setiap jenis sistem transportasi, menurut jumlah dan kepadatan penduduk dalam kota. Pemilihan sistem
transportasi yang salah untuk wilayah perkotaan dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan lalu lintas, yang
berarti pemborosan besar dari penggunaan energi dan ruang, serta timbulnya masalah pencemaran udara akibat
gas buang kendaraan yang semakin besar jumlahnya.
Masalah
kemacetan
dan
polusi
(pencemaran)
dari
sistem
transportasi
darat
memang
merupakanproblema yang sulit dicari solusinya. Hal ini bukan saja menimpa Kota Bandung, namun kota-kota
lainnya di Indonesia, bahkan kota-kota di dunia pun juga mengalami kesulitan dalam upaya mengurangi
kemacetan dan menekan kadar polusi udara dari kendaraan bermotor. Untuk itu, perencanaan sistem transportasi
haruslah menjadi prioritas dalam upaya menanggulangi hal tersebut,terutama dalam menekan dampak negatif
bagi lingkungan.
Memang, dampak sektor transportasi terhadap lingkungan perlu dikendalikan dengan melihat semua
aspek yang ada di dalam sistem transportasi, mulai dari perencanaan sistem transportasi, model transportasi,
sarana, pola aliran lalu lintas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar yang digunakan.
Dampak negatif dari masalah sistem transportasi ini adalah tingginya kadar polutan akibat emisi
(pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Hal ini bisa menjadi ancaman serius bila dibiarkan begitu saja, bukan
saja bagi lingkungan yang kita diami, lebih jauh ini bisa mengakibatkan menurunnya derajat kesehatan
masyarakat
dengan
berjangkitnya
penyakit
saluran
pernapasan
akibat
polusi
udara.
Program langit biru (PLB) yang pernah dicanangkan oleh Pemkot Bandung dalam rangka menekan tingkat
pencemaran udara di Kota Bandung, pada praktiknya sulit untuk diterapkan dan disosialisasikan kepada
masyarakat. Terbukti dengan masih banyaknya masyarakat yang menggunakan mobil pribadi atau kendaraan
roda dua dibandingkan dengan menaiki kendaraan umum. Termasuk dalam pemeliharaan kondisi mesin
kendaraan pun masih banyak yang tidak terawat, hingga menimbulkan semakin bertambahnya tingkat
pencemaran udara.
Dari sekilas keberadaan kota bandung yang dijuluki sebagai kota kembang karena keasrian kota
dulunya, menjadi perhatian dan pemikiran penulis dalam penulisan makalah ini yang berjudul Sistem
Transportasi Darat Dan Pengaruhnya Pada Lingkungan Perkotaan.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui analisis dampak lingkungan dari penggunaan jenis transportasi darat dan
1.3
Pendekatan masalah
Penulis mencoba mengidentifikasi masalah dalam penganalisisan dampak lingkungan ini melalui
Bagaimana analisis dampak lingkungan dari penggunaan jenis transportasi darat dengan teknologi
terbarukan dan pengendalian transportasi untuk berkelanjutan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Transportasi
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan
menggunakan sebuah wahana yang digerakkan olehmanusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk
memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan
kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk disana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena
mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi mereka. Transportasi sendiri dibagi 3
yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak
uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan
alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya.
2.2
tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi dan
komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). Dari sini timbul jasa
angkutan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan (trans-portasi) dari satu tempat ke
tempat lain. Di sini terlihat, bahwa transportasi dan tata guna lahan merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan transportasi yang diwujudkan dalam bentuk lalu
lintas kendaraan, pada dasarnya merupakan kegiatan yang menghubungkan dua lokasi
dari tata guna lahan yang mungkin sama atau berbeda. Memindahkan orang atau barang
dari satu tempat ke tempat lain, berarti memindahkannya dari satu tata guna lahan ke
tata guna lahan yang lain, yang berarti pula mengubah nilai ekonomi orang atau barang
tersebut. Transportasi dengan demikian merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan cara mengubah letak
geografis barang atau orang. Jadi salah satu tujuan penting dari perencanaan tata guna
lahan atau perencanaan sistem transportasi, adalah menuju ke keseimbangan yang
efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan transportasi. Untuk wilayah
perkotaan, transportasi memegang peranan yang cukup menentukan.
Suatu kota yang baik dapat ditandai, antara lain dengan melihat kondisi
transportasinya. Transportasi yang baik, aman, dan lancar selain mencerminkan
keteraturan kota, juga memperlihatkan kelancaran kegiatan perekonomian kota.
Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk tata jaringan jalan
dengan segala kelengkapannya, berupa ramburambu lalu lintas, marka jalan, penunjuk
jalan, dan sebagainya. Selain kebutuhan lahan untuk jalur jalan, masih banyak lagi
kebutuhan lahan untuk tempat parkir, terminal, dan fasilitas angkutan lainnya.
Perkembangan teknologi di bidang transportasi menuntut adanya perkembangan
teknologi prasarana transportasi berupa jaringan jalan. Sistem transportasi yang
berkembang semakin cepat menuntut perubahan tata jaringan jalan yang dapat
menampung kebutuhan lalu lintas yang berkembang tersebut.
2.3
Transportasi darat
Masyarakat pada masa lalu menggunakan alat transportasi yang masih sederhana. Sebelum ditemukan
mesin, alat transportasi seperti pedati, delman, dan kuda merupakan alat transportasi andalan. Teknologi
transportasi tersebut masih menggunakan tenaga hewan dan manusia. Kemampuan jelajahnya juga masih sangat
terbatas dan memerlukan waktu yang lama. Sekarang orang masih menggunakan alat transportasi tersebut
namun tidak menjadi alat utama. Seringkali kuda dan delman digunakan sebagai sarana rekreasi saja
Sejak ditemukan mesin uap, berkembang pula kendaraan bermesin lainnya. Alat transportasi bermesin
seperti sepeda motor, mobil, kereta api merupakan alat transportasi yang modern. Dengan alat transportasi
tersebut, jarak jauh dapat ditempuh dalam waktu yang singkat.
Selain untuk mengangkut barang,manusia yang memiliki mobilitas yang tinggi juga perlu
bepergian,kemudian diciptakanlah kendaraan yang selain cepat juga memberikan kenyamanan dalam
perjalanan. Dengan bus dan kereta api misalnya,sejumlah besar orang dapat diangkut sekaligus yang membuat
ongkos angkutnya lebih murah. Selain itu,waktu tempuh yang dirasakan pun akan terasa lebih cepat.
Adapun risiko yang sering dialami dengan penggunaan kendaraan bermotor adalah tabrakan yang
sering menimbulkan kefatalan terhadap manusia itu sendiri. Yang aneh bahwa kereta api yang memiliki jalur
khusus pun dapat tabrakan. Korbannya sering jauh lebih besar daripada mobil yang disebabkan adanya
kesalahan manusia (human error). Kereta api Prancis dan Jepang misalnya,memiliki daya laju lebih dari 300 km
per jam. Bila sampai terjadi kecelakaan, manusia yang menjadi korban bukan saja mati, melainkan semua
hancur hanya meninggalkan jejak.
Moda transportasi darat dipilih berdasarkan
faktor-faktor:
2.4
1.
2.
Jarak perjalanan
3.
Tujuan perjalanan
4.
Ketersediaan moda
5.
6.
Faktor sosial-ekonomi
Transportasi di dalam Lingkungan Perkotaan
Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam
pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor transportasi akan
secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang berjalan.
Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat
memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang
besar. Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan perkotaan, merupakan kegiatan
yang potensial mengubah kualitas udara perkotaan. Perkembangan perkotaan berjalan
secara dinamik, mengikuti perkembangan sosial-ekonomi perkotaan itu sendiri. Dengan
semakin berkembangnya perkotaan dalam hal wilayah spasial (ruang) dan aktivitas
ekonominya, akan semakin besar pula beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke
atmosfer perkotaan. Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan
kota.
Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu memikirkan implikasi / dampak terhadap
lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara dan kebisingan. Ada tiga
aspek utama yang menentukan intensitas dampak terhadap lingkungan, khususnya
pencemaran udara dan kebisingan, dan penggunaan energi di daerah perkotaan
(Moestikahadi 2000), yaitu:
a. Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia).
b. Aspek rekayasa transportasi, meliputi pola aliran moda transportasi, sarana jalan,
sistem lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya.
c. Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat transportasi.
Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan pola
ruang (spatial pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dari
suatu daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang digunakan orang di
perkotaan (Miller 1985) :
a. Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor, sepeda, atau
berjalan kaki,
b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api bis, opelet, dan sebagainya.
c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang menjalani rute tetap
atau yang disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya.
Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri. Sistem
transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara angkutan pribadi,
massal, dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah perkotaan tertentu.
2.5
tempat pelayanan, mengambil bagian dalam berbagai kegiatan sosial dan bersantai di
luar rumah, serta banyak tujuan yang lain. Hal yang utama dalam masalah perjalanan
adalah adanya hubungan antara tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya
lintasan, alat angkut (kendaraan) dan kecepatan. Pola perjalanan di daerah perkotaan
dipengaruhi
oleh
tata
letak
pusat-pusat
kegiatan
di
perkotaan
(permukiman,
BAB III
TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN
3.1
persyaratan pokok, yaitu pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah yang terbesar dan jarak yang
terkecil. Transportasi massal merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan transportasi individual.
Dengan mengurangi jumlah sarana transportasi (kendaraan) sekecil mungkin dan dalam waktu tempuh yang
sekecil mungkin akan diperoleh efisiensi yang tertinggi, sehingga pemakaian total energi per penumpang akan
sekecil mungkin, dan intensitas emisi pencemar yang dikeluarkan akan berkurang.
Aspek perencanaan perkotaan dan sistem transportasi akan menjadi faktor generik dampak yang
umumnya timbul, khususnya penggunaan energi, pencemaran udara-termasuk dalam mengurangi tingkat
kemacetan lalu lintas. Selama aspek sistem transportasi yang memadai dan sesuai terlaksana dalam konteks
perencanaan kota melalui manajemen transportasi efisiensi energi dan pencegahan dampak bagi lingkungan
dapat dilakukan.
Dengan demikian, dalam mencapai sistem transportasi yang hemat energi, diperlukan terlebih dahulu
upaya proaktif dalam perencanaan yang menjamin bahwa sistem transportasi yang direncanakan sesuai dengan
tata ruang dan perencanaan kota, dalam cakupan waktu tertentu. Keadaan yang banyak ditemui sekarang di
kota-kota besar Indonesia, umumnya timbul karena tidak serasi lagi antara program perencanaan tata kota
dengan sistem transportasi yang ada, terutama akibat gejala urbanisasi yang jauh di luar perkiraan semula.
Dalam keadaan ini, umumnya upaya remedial sistem transportasi yang diterapkan lebih banyak
bertujuan memecahkan masalah yang timbul sekarang dan berjangka panjang, tanpa integrasi yang sesuai
dengan perencanaan kotanya. Tanpa perbaikan mendasar pada aspek perencanaan sistem transportasi secara
menyeluruh, masalah sporadik yang timbul beserta implikasi dampaknya tak akan dapat terpecahkan dengan
tuntas.
Pendekatan secara makro (komprehensif/holistik) mengenai sistem kegiatan transportasi, dapat
digambarkan sebagai berikut:
3.1.1
Sistem Kependudukan
Sasaran : Kepadatan penduduk (population density) tinggi (metropolitan), sedang
(kota), rendah (desa), nol (kawasan hutan). Dari sini muncul kebijakan mengenai
kepadatan (density policy) yang dituangkan dalam sistem Tata Ruang, meliputi kawasan
budidaya (terdiri atas kawasan terbangun dan budidaya) dan kawasan lindung. Sistem
Tata Ruang lebih lanjut dijabarkan dalam Struktur Ruang, meliputi Struktur Wilayah
(regional/rural/desa)
dan
Struktur
kota
(simpul
pusat/urban).
Density
policy
berpengaruh terhadap sistem kependudukan. Skala: lingkungan, desa, kota kecil, kota,
metropolitan, regional. Proses : cepat (pesat), sedang, lambat, stagnan (tetap), tertinggal
mengenai tingkat pertumbuhan (rate of growth) atau tingkat pengembangan (level of
development), seperti antara lain :
- Kawasan tertinggal
- Kawasan yang lambat bertumbuh
- Kawasan dengan pertumbuhan yang cepat
3.1.2
Sistem Kegiatan
Terdiri atas kegiatan dasar dan kegiatan jasa yang meliputi jasa pendidikan, jasa
perkantoran, jasa niaga, dengan tujuan / sasaran : tempat kerja ; fasilitas sosial fasilitas
umum. Sebagai contoh :
Lingkungan terdiri dari 500 KK (kepala keluarga), 1 unit KK (Scale Neighbourhood Unit)
dianggap terdiri
atas 5 jiwa (keluarga dengan 3 anak). Pergerakan per KK, terdiri atas :
-
konsentrik ; pola radial pola linier (lurus), contoh : Pantura (Pantai Utara Jawa).
Pengembangan dari pola ini berupa pengembangan
membentuk pita (ribbon development) pola kotak (grid iron), contoh : New York
3.1.4
Sistem Pergerakan
Dalam skala sistem pergerakan ada tiga kategori sistem pergerakan :
- Nasional : mengikuti Sistranas (Sistem Strategi Nasional) yang merupakan
kebijakan (policy) nasional yang dikembangkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), meliputi antara lain Rencana Induk Perhubungan sebagai
masterplan perhubungan nasional.
- Regional: berupa Sistem dan Strategi Transportasi Regional, yang merupakan
acuan dari Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ)
- Lokal: berupa Sistem dan Strategi Transportasi Perkotaan (Urban Transportation
Policy).
3.2
perlu diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah lingkungan karena konsentrasi CO di udara
umumnya memang kurang dari 100 ppm. Senyawa CO dapat menimbulkan reaksi pada hemoglobin (Hb) dalam
darah.
Adapun faktor penting yang menentukan pengaruh COHb terdapat dalam darah, makin tinggi persentase
hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin fatal pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.
Sistem transportasi ramah lingkungan. Perencanaan sistem transportasi harus disertai dengan pengadaan
prasarana yang sesuai dan memenuhi persyaratan dan kriteria transportasi antara lain volume penampungan,
kecepatan rata-rata, aliran puncak, keamanan pengguna jalan. Selain itu harus juga memenuhi persyaratan
lingkungan yang meliputi jenis permukaan, pengamanan penghuni sepanjang jalan, kebisingan, pencemaran
udara, penghijauan, dan penerangan.
Dalam mencapai sistem transportasi yang ramah lingkungan dan hemat energi, persyaratan spesifikasi
dasar prasarana jalan yang digunakan sangat menentukan. Permukaan jalan halus, misalnya, akan mengurangi
emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik atau tunggul tanah dan jalur hijau
sepanjang jalan raya akan mereduksi tingkat kebisingan lingkungan pemukiman yang ada di sekitar dan
sepanjang jalan, dan juga akan mengurangi emisi pencemar udara keluar batas jalan kecepatan tinggi.
Pencemaran udara adalah hadirnya di dalam atmosfer/ udara luar, satu atau lebih
kontaminan (bahan pencemar) udara, atau kombinasinya dalam jumlah dan waktu
sedemikian yang cenderung melukai / menyakiti manusia, tanaman, hewan, atau benda
milik manusia (Poernomosidhi 1995). Pencemaran udara akibat transportasi terutama
terpusat di sekitar daerah perkotaan dan pada prinsipnya disebabkan oleh lalu lintas di
perkotaan. Kendaraan bermotor yang berhenti dan mulai berjalan (di kebanyakan jalanjalan arteri kota) mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam emisi gas-gas
hidrokarbon dan karbon monoksida dari kendaraan. Dispersi pencemaran udara
tergantung pada beberapa kondisi, seperti meteorologi, topografi, dan aerografi dari
daerah perkotaan. Polutan (bahan pencemar) yang dominan adalah CO, SO x, NOx, THC
(Total Hydro Carbon), dan TSP (Total Suspended Particulate) atau debu partikulat, dengan
kontribusi CO, NOx, dan hidrokarbon berasal dari transportasi, SO x dari kegiatan industri,
dan TSP umumnya dari kegiatan permukiman.
Pencemaran udara di banyak kota-kota besar pada umumnya berhubungan dengan
pembangunan dari kegiatan-kegiatan di sektor transportasi dan industri, meskipun sektor
perdagangan dan permukiman tetap memberikan kontribusi yang cukup besar pula.
Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki, atau tenaga getaran yang tidak
terkendali. Umumnya ada
tiga sumber kebisingan (Poernomosidhi 1995) :
a. Kebisingan lalu lintas/transportasi
b. Kebisingan pekerjaan atau industri
c. Kebisingan penduduk/permukiman
10
3.3.1
udara
di
perkotaan
didominasi
oleh
transportasi
kendaraan
bermotor, sehingga usaha yang lebih efektif dalam mengurangi pencemaran udara di
perkotaan adalah dengan memperkecil emisi gas buang dari kendaraan bermotor. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan (Miller 1985), yaitu:
a. Menggalakkan pemakaian sepeda dan mengembangkan sistem angkutan massal
(mass rapidtransit system) perkotaan.
b. Mengurangi kendaraan bermotor (mobil)
c. Mengubah mesin kendaraan bermotor
d. Menggunakan bahan bakar alternatif (al. gas) yang ramah lingkungan
Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor diperkotaan dapat dilakukan dengan
berbagai usaha,seperti:
- tidak membangun jalan-jalan baru
- menaikkan harga bahan bakar secara drastis
- menyediakan jalur khusus untuk kendaraan umum (bis, taksi) dan sepeda, khususnya
pada jam-jam sibuk/ padat lalu lintas
- mengenakan biaya tol jalan atau jembatan yang lebih tinggi pada jam-jam sibuk
- menghapuskan atau mengurangi biaya tol jalan atau jembatan untuk kendaraan
dengan tiga atau lebih penumpang
- mengenakan pajak untuk tempat-tempat parkir kendaraan
- meniadakan beberapa tempat parkir di pusat kota
- mengenakan pajak yang tinggi untuk kendaraan yang bolak-balik (commuters)
- melarang kendaraan bermotor pada beberapa jalan atau pada daerah tertentu
Selanjutnya usaha mengubah mesin kendaraan bermotor agar gas buang yang
dihasilkan lebih sedikit mencemari udara (kurang polutif), dapat dilakukan dengan antara
lain:
a. Mengubah mesin pembakar dalam (internal combustion engines), hingga penggunaan
bahan bakar berkurang dan polusinya lebih sedikit.
11
b. Memakai mesin yang lebih efisien tenaganya, hingga polusi yang dihasilkan juga lebih
sedikit.
c. Mengurangi berat kendaraan dengan memakai lebih banyak bahan plastik dan logam
ringan untuk badan (body) kendaraan.
3.3.2
Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat dioptimalkan secara terpadu dalam perencanaan jalur,
kecepatan rata-rata, jarak tempuh per kendaraan per tujuan (vehicle mile trip dan passenger mile trip), dan
seterusnya. pola berkendara (driving pattern/cycle) pada dasarnya dapat direncanakan melalui rekayasa lalu
lintas.
Data mengenai pola dan siklus berkendaraan yang tepat di Indonesia belum tersedia hingga saat ini.
Dalam perencanaan, pertimbangan utama diterapkan adalah bahwa aliran lalu lintas berjalan dengan selancar
mungkin, dan dengan waktu tempuh yang sekecil mungkin, seperti yang dapat di uji dengan model asal-tujuan
(origin-destination). Dengan meminimumkan waktu tempuh dari setiap titik asal ke titik tujuannya masingmasing akan dapat dicapai efisiensi bahan bakar yang maksimum, dan reduksi pencemar udara yang lebih besar.
3.3.3
transportasi yang akan memberikan dampak bagi lingkungan fisik dan biologi akibat emisi pencemaran udara
dan kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh jenis dan kinerja mesin penggerak yang
digunakan. Persyaratan pengendalian pencemaran seperti yang diterapkan Amerika Serikat (AS) telah terbukti
membawa perubahan-perubahan besar dalam perencanaan mesin kendaraan bermotor yang beredar di dunia
sekarang ini.
Sejak tahun 1970, bersamaan dengan krisis energi dan fenomena pencemaran udara di Los Angeles
Smog, dikeluarkan persyaratan-persyaratan yang ketat oleh pemerintah Federal untuk mengendalikan emisi
kendaraan bermotor dan efisiensi bahan bakar. Perubahan-perubahan yang dilakukan dalam rencana mesin,
meliputi pemasangan (katup) PCV palse sistem karburasi, sistem pemantikan yang memungkinkan pembakaran
lebih sempurna, sirkulasi uap bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi emisi tangki BBM, dan after
burner untuk menurunkan emisi. Sedangkan teknologi retrofit disyaratkan dengan pemasangan alat Retrofit
Catalitic Converter untuk mereduksi emisi HC dan NOX dan debu (TSP). Teknologi ini membawa implikasi
yang besar terhadap sistem BBM, karena TEL tidak dapat lagi ditambahkan dalam BBM. Besarnya intensitas
emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis dan karakteristik mesin, juga sangat
ditentukan oleh jenis BBM yang digunakan. Seperti halnya penggunaan LPG, akan memungkinkan pembakaran
sempurna dan efisiensi energi yang tinggi. Selain itu dalam rangka upaya pengendalian emisi gas buang, bila
peralatan retrofit digunakan, diperlukan syarat bahan bakar, khusus yaitu bebas timbal.
12
BAB IV
KESIMPULAN
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan
menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Perkembangan transportasi sekarang
membawa dampak kehidupan yang lebih baik. Semakin banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan
umum,semakin efektif pula penggunaan jalan raya. Namun ada pula dampak negatifnya. Pada umumnya
teknologi masa lalu masih menggunakan tenaga manual yakni hewan angin ataupun manusia. Selain itu
prosesnya juga lama atau lambat. Namun di sisi lain teknologi masa lalu mamiliki kelebihan yakni hampir
semua bebas polusi. Teknologi masa kini khususnya teknologi transportasi juga rawan menimbulkan
kecelakaan.
Dengan bertumbuhnya kota, diperlukan pula pembangunan lebih banyak jalan untuk kendaraan
bermotor. Namun demikian harus ada batasannya, karena tidak mungkin semua lahan harus dijadikan jalan, di
samping bertambah banyaknya kendaraan di jalan ditambah dengan kemacetan yang terjadi, akan meningkatkan
kebisingan dan pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor yang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah transportasi dalam
kaitannya dengan lingkungan, meliputi usaha:
- penataan ruang kota
- pengaturan lalu lintas di perkotaan
- penggunaan energi alternatif untuk kendaraan bermotor, yang lebih ramah lingkungan
- menggalakkan penggunaan sepeda dan angkutan cepat masal (mass rapid transit) dan usaha-usaha lain yang
bersifat mengurangi kepadatan lalu lintas dan pencemaran udara serta kebisingan akibat kendaraan bermotor.
13
Daftar Pustaka
R. Aria Indra P, KEBIJAKAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN : Suatu Penerapan Metodologi yang
Komprehensif, website :http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=317
WALHI Jabar, Sistem Transportasi dan Dampak Bagi Lingkungan. 2007. Website:
http://walhijabar.wordpress.com/2007/12/31/sistem-transportasi-dandampak-bagi-lingkungan/
Rofik Andi Hidayatullah,Pengaruh Perkembangan Teknologi Transportasi
Terhadap Kehidupan Manusia.
website :http://rofikandihidayatulloh.blogspot.com/2012/12/pengaruhperkembangan-teknologi.html
Sukarto,Haryono. Transportasi perkotaan dan lingkungan. Jurnal dari Jurusan teknik sipil , Universitas Pelita
Harapan
14