Professional Documents
Culture Documents
FRAKTUR
Pembimbing:
dr. Yuswardi, Sp.B,FInaCS, MH.Kes
Disusun oleh:
Nikki Sanjaya
Hanna Anggitya
Azka Faridah
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas Pasien
Nama
: Tn.J
Jenis kelamin
: Pria
Usia
: 65 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Tukang Kayu
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Tanggal pemeriksaan
: 1 April 2015
Anamnesis
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Riwayat Pengobatan
III. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A
: Clear
B
: VBS ki=ka, bentuk dan gerak simetris, RR= 20 x/menit
C
: TD = 100/70 mmHg, nadi = 80x/menit + Bleeding Control
D
: GCS = 15, pupil bulat isokor, RC (+/+), parese (-/-)
Kesadaran
: CM
100/90 mmHg
Laju napas
28x/menit
Laju nadi
80 x/menit
Suhu
36,4 derajat.
: KA +/+, KI -/-
Intra oral
Leher
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: cardiomegali (-)
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: supel
Auskultasi
: BU +
3
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Atas
normal
Bawah Kanan
: luka (+), edema (+), Nyeri Tekan (+)
Bawah Kiri
: luka (-), hematoma pada betis (-), edema (-), capillary refill < 2
detik, deformitas (-), pergerakan aktif normal
Pelvis
: Tidak ada kelainan
Genitalia
Status lokalis
a/r fibula dekstra :
Look
Feel
: Skin
Shape
: swelling (+)
Deformity
: (+)
: Skin
Movement
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
27/3/2015
28/3/201
5
Hb
9,7
GDS
128
Leukosit
7000
SGOT
48
Hematokrit
28
SGPT
28
Eritrosit
3,2
Ureum
57
MCV
87
Kreatinin
1,19
MCH
30
Asam Urat
3,3
MCHC
35
Na
140
Trombosit
238000
4,8
GDS
142
Ca
8,1
Cl
107
5
30/3/201
5
Hb
10,1
Leukosit
5800
Hematokrit
29
Eritrosit
3,4
MCV
87
MCH
30
MCHC
34
Trombosit
204000
Rontgen
V.
Diagnosis
Fraktur 1/3 proximal tibialis dekstra + ruptur tendon otot gastrocnemius + skin
loss.
VI.
Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 tpm
- Anti Tetanus Serum
- Ketorolac 2 Amp
- Ranitidin 1 Amp
- Dilusi luka
- Wound closure
- Konsul Ortophedi
VII. Prognosis :
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma sistem muskuloskeletal sering tampak dramatis dan ditemukan pada 85%
penderita trauma tumpul, tetapi jarang menjadi penyebab ancaman nyawa atau ancaman
ekstremitas. Salah satu akibat dari trauma muskoloskeletal adalah fraktur. Fraktur
merupakan salah satu masalah ortopedi yang paling banyak ditemui di dunia. Hampir
setiap hari selalu ada insiden terjadinya fraktur, di mana fraktur ini bila tidak ditangani
dapat menyebabkan kecacatan. Selain itu, adanya gangguan pada struktur pembuluh
darah besar seperti arteri femoralis yang dapat menyebabkan perdarahan hingga syok.
Di negara berkembang seperti Indonesia, insiden fraktur terbanyak disebabkan
oleh karena trauma, di mana trauma terbanyak berasal dari kecelakaan lalu lintas, di
mana pasien biasa datang dengan multipel trauma. Meskipun pemeriksaan awal dan
pengelolaan telah dilakukan secara teliti pada penderita trauma multipel, mungkin
adanya fraktur dapat luput dari perhatian. Tanpa tahu penanganan fraktur yang tepat
maka tingkat kecacatan dan kematian dapat meningkat. Apalagi dengan pengetahuan
masyarakat yang minim, di mana tingkat penanganan patah tulang masih banyak
dilakukan oleh tenaga non-medis yang berakibat pada banyaknya angka komplikasi dan
kecacatan yang timbul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang
mengenai
tulang,
dimana
trauma
tersebut kekuatannya
melebihi
kekuatan
Ekstrinsik: meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma.
2.2
Klasifikasi
Transversal
Merupakan fraktur yang garis frakturnya tegak lurus dengan tulang. Jika
permukaan fraktur saling bertemu secara akurat, fraktur tersebut stabil
terhadap gaya kompresi. Oleh karena itu, dengan adanya reduksi yang
akurat, weight-bearing pada fraktur transversal masih aman.
Oblik
Mirip dengan fraktur transversal di mana tidak tampak adanya gambaran
torsi pada fraktur. Umumnya garis fraktur berjalan di sepanjang tulang
dalam sudut 45-600.
Spiral
Fraktur yang garis frakturnya memiliki komponen torsi. Dengan adanya
weight-bearing pada fraktur spiral dapat menyebabkan overlap
dan
shortening.
Kominutif
Fraktur yang yang memiliki lebih dari 2 fragmen, contoh dari fraktur
kominutif ini adalah fraktur segmental dan fraktur butterfly.
Impaksi
Merupakan fraktur yang ujungnya saling tertekan satu sama lain.
Umumnya fraktur ini merupakan fraktur yang stabil. Suatu fraktur
dikatakan stabil jika setelah reduksi tidak memiliki kecenderungan untuk
mengalami displacement.
10
2. Lokasi anatomis
Pada tulang panjang seperti humerus contohnya maka fraktur dapat
dikategorikan sebagai sepertiga (1/3) proksimal, tengah dan distal. Jika
fraktur tadi berjalan sampai ke ruang sendi maka dikatakan sebagai fraktur
11
4. Displacement
Displacement menunjukkan pergerakan dari fragmen fraktur dari
posisi biasanya pada arah yang tegak lurus terhadap aksis panjang dari
sebuah tulang. Displacement ini dideskripsikan sebagai jumlah persentase
dari lebar tulang yang mengalami pergeseran dan arah dari pergeseran
fragmen distal dibandingkan dengan proksimalnya. Sebagai contoh pada
12
13
Grade I
Fraktur terbuka dengan luka bersih berukuran kurang dari 1 cm.
Grade II
Fraktur terbuka dengan luka berukuran lebih dari 1 cm
Grade III
Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
III A
Luka > 10 cm disertai dengan adanya soft tissue yang cukup
untuk melapisi tulang. Atau fraktur yang berasal dari trauma dengan
14
B Fraktur tertutup
Pada fraktur tertutup tidak didapatkan adanya kontak antara
fraktur dengan dunia luar. Kerusakan soft tissue bervariasi mulai dari
minimal sampai ke masif. Klasifikasi dari kerusakan terhadap soft tissue
menurut Tscherne adalah : 3,4
Grade 0
Grade 1
15
Grade 2
Grade 3
Dislokasi
Merupakan kerusakan pada permukaan sendi yang disertai dengan adanya
kehilangan kontak normal di antara kedua ujung tulang.
Subluksasi
Merupakan kerusakan sebagian pada sendi yang di mana masih disertai
dengan kontak sebagian antara kedua tulang yang membentuk suatu sendi.
Diastasis
Terdapat beberapa tulang yang dihubungkan melalui sendi sindesmotik yang
memungkin terjadinya sedikit pergerakan. Terdapat membran interosseus
16
2.3
dari tulang dan bukan pembentukan jaringan parut seperti pada organ lainnya.
Penyembuhan tulang ini membutuhkan adanya jaringan dengan vaskularisasi yang baik.
Prosesnya sendiri dibagi menjadi 4 bagian, yaitu5
Inflamasi
Merupakan proses yang terjadi setelah kecelakaan dan dikarakteristikkan
dengan nyeri, rasa panas, nyeri tekan, demam. Perdarahan yang terjadi akan
membentuk hematoma, berikutnya akan terjadi migrasi dari sel inflamasi ke
daerah luka. Kemudian diikuti dengan sel fibroblas, kondroblas dan sel
osteoprogenitor. Kadar pO2 yang rendah pada daerah fraktur akan
merangsang terjadinya angiogenesis. 5
17
Pada fase inflamasi akan terjadi hematoma yang terbentuk dari darah
akibat rupturnya pembuluh darah. Sel inflamasi akan menginvasi hematoma
dan memulai dibentuknya jaringan nekrotik. Menurut Bolander, hematoma
merupakan sumber dari sinyal molekul seperti TGF-B dan PDGF yang
menginisiasi proses penyembuhan fraktur. 4
Setelah itu akan terjadi fase reparasi yang umumnya dimulai 4-5 hari
setelah luka yang dikarakteristikkan dengan invasi sel mesenkimal yang
pluripoten
yang
kemudian
akan
berdiferensiasi
menjadi
fibroblas,
Remodeling
Merupakan tahap terakhir yang meliputi perubahan dari tulang yang
lemah menjadi tulang yang kuat dan disertai struktur tulang yang normal
(kanal havers). Baik kontur maupun angulasi yang sebelumnya ada dapat
18
2.4
Etiologi
Tulang sendiri bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat 3 hal, yaitu :6
19
Lokal
Merupakan penyebab utama dari fraktur patologis, yaitu keganasan
tulang primer, gangguan hematopoiesis seperti myeloma, limfoma
dan leukimia, metastasis. Metastasis 80% berasal dari lesi pada
payudara, paru, tiroid, ginjal dan prostat. Di mana lokasi tersering
yang terkena adalah vertebra, pelvis, femur dan humerus. 7
Pada fraktur patologis ini penyembuhan tulang akan berjalan lebih lambat
dibandingkan dengan tulang normal. 7
2.5. Diagnosis Fraktur
A. Riwayat
Usia pasien dan mekanisme kejadian trauma penting untuk ditanyakan pada
anamnesis. Biasanya pasien datang dengan riwayat trauma baik yang hebat maupun
ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan utnuk menggerakkan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya datang
karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, dan deformitas.
B. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Pada pasien trauma, prioritas utama adalah penanganan airway, breathing, dan
circulation (primary survey), kemudian dilanjutkan dengan secondary survey. Penting
untuk diperhatikan tanda-tanda syok, perdarahan atau anemia, kerusakan organ, dan
faktor predisposisi fraktur patologis.
Status lokalis
a. Inspeksi / Look :
lain
bandingkan dengan bagian tubuh yang sehat.
21
b. Palpasi / Feel
temperatur.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa.
Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang
mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi
c. Move
Biasanya dilakukan dengan meminta pasien untuk menggerakan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal pada daerah yang mengalami trauma.
Kemudian meminta pasien menggerakan bagian yang diduga mengalami fraktur
untuk memastikan lokasi serta memeriksa range of movement (ROM) dari sendi.
C.Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test,
dan urinalisa.
2. Foto rontgen untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
22
Dua trauma : pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
lebih dari satu tulang, misalnya pada fraktur femur penting untuk
Tatalaksana Fraktur
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4 R yaitu:
terjadi.
Reduction: restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis. Dalam hal ini reposisi fraktur
Indikasi:
Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa
fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak
Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat
dilakukan
Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi
definitif
Fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil
26
Komplikasi:
Penyakit tromboemboli
Abrasi, infeksi serta alergi pada kulit
Traksi Tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat kirschner (K-wire) atau batang
dari steinmann pada lokasi tertentu yaitu:
Proksimal tibia
Kondilus femur
Olekranon
Kalkaneus
Traksi pada tengkorak
Trokanter mayor
Distal metacarpal
Indikasi:
dapat dilakukan
Traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya dislokasi panggul
yang lama.
Komplikasi:
Infeksi melalui kawat yang digunakan
Nonunion akibat traksi berlebihan
Parese saraf akibat overtraksi atau bila kawat mengenai saraf
27
31
32
33
2. Delayed Union
3. Non-Union
Di mana secara klinis dan radiologis tidak terjadi
penyambungan kedua fragmen tulang.
o Tipe I (hypertrophic non union) :
Tidak akan terjadi proses penyembuhan
fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh
jaringan fibrous yang masih mempunyai potensi
untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi
dan bone grafting.
o Tipe II (atrophic non union) :
Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)
terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi
beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses
union tidak akan dicapai walaupun dilakukan
imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti
disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi
fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak
34
terjadi
dalam
kondisi
di
mana
pasien
gagal
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Brinker, M. Review of Orthopaedic Trauma. Saunders, USA.
2. Canale, T., Beaty, J. Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke 11. Mosby Elsevier,
USA. 2007.
3. Greene, W. Netters Orthopaedics. Edisi pertama. Saunders, USA. 2006
4. Koval, K., Zuckerman, J. Handbook of Fracture. Edisi ke 3. Lippincott Williams &
Wilkins, USA. 2006.
5. Simon, R., Sherman, S., Kenigsknecht, S. Emergency Orthopedics : The Extremities.
Edisi ke 5. McGraw Hill, USA. 2007.
6. Solomon, L., Warwick, D., Nayagam, S. Apleys System of Orhopaedics and Fractures.
Edisi ke 8. Arnold, London. 2001
7. Rasjad,Chairuddin. Pengantar Ilmu bedah Ortopedi. Yarsif watampone, Jakarta.2007.
36