You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu komoditas bahan tambang yang jumlahnya
melimpah di Indonesia. Seiring dengan berkurangnya energi minyak dan gas bumi,
batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif yang amat penting saat ini.
Kegiatan eksplorasi dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan cadangan
batubara sebagai salah satu sumber daya energi untuk kelangsungan hidup manusia,
seperti produksi baja, semen dan pembangkit listrik, serta kegiatan lainnya. Dalam
kegiatan eksplorasi ini diperlukan program terancana dan terpola sehingga
menghasilkan temuan cadangan batubara yang bernilai ekonomis. Kegiatan ekplorasi
tersebut melibatkan berbagai macam profesi, salah satu diantaranya ialah profesi
survei dan pemetaan yang berperan memetakan areal cadangan batubara dan
perhitungan volume cadangan batubara.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, perangkat lunak
yang digunakan dalam dunia pertambangan pun beraneka ragam,namun tanpa
merubah konsep perhitungan cadangan batubara. Prinsip perhitungan cadangan
batubara sendiri menggunakan metode pendekatan dari kondisi yang sebenarnya di
lapangan. Faktor yang dibutuhkan dalam perhitungan

cadangan batubara

diantaranya adalah titik bor, elevasi, kedalaman dan perhitungan variasi ketebalan,
kandungan kalori, kandungan pengotor (parting), jenis, dan kualitas batu bara pada
setiap seam batubara. Dalam penghitungan cadangan bahan tambang dituntut tingkat
ketelitian yang tinggi sehingga cadangan dan produksi tambang dapat diperkirakan
untuk memenuhi nilai ekonomisnya.
Salah satu perangkat lunak yang dapat menghitung cadangan batubara adalah
Minescape. Minescape merupakan perangkat lunak yang dirancang khusus untuk
pertambangan. Perangkat lunak ini mampu memaksimalkan perolehan cadangan
batubara mulai dari eksplorasi, perancangan tambang jangka pendek, perancangan
tambang jangka panjang dan sampai penjadwalan produksi tambang. Minescape
digunakan untuk penaksiran sumber daya maupun cadangan batubara serta memilih

daerah yang lebih menguntungkan untuk menghasilkan cadangan batubara yang


ekonomis dan mempermudah pemodelan batubara. Selain itu, dengan perangkat
lunak Minescape dapat memodelkan cadangan batubara dan memvisualkan arah
kemenerusan batubara sesuai kondisi sebenarnya. Dalam proyek ini akan dibahas
mengenai pembuatan model lapisan batubara dan hitungan cadangan batubara
menggunakan perangkat lunak Minescape 4.118 dengan data masukan adalah data
kontur topografi original, data lithology, data quality dan data survey.
I.2 Cakupan
Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka cakupan penyusunan proyek ini
adalah :
1. Pemodelan seam batubara dengan menggunakan data kontur topografi
original, lithology, quality dan survey yang diperoleh dari PT. Multi Prima
Universal.
2. Perhitungan volume cadangan batubara dan nilai stripping ratio
menggunakan perangkat lunak Minescape 4.118.
3. Design bench atau ramp pada final wall tidak diperhitungakan.
I.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari
proyek ini adalah :
1.

Memodelkan seam batubara di lokasi proyek menggunakan perangkat


lunak Minescape 4.1.8.

2.

Menghitung cadangan batubara menggunakan perangkat lunak Minescape


4.118.
I.4 Manfaat

Dari

proyek

ini

dihasilkan sebuah pemodelan

penambangan ( seam

batubara ) dan perhitungan volume cadangan batubara menggunakan perangkat lunak


Minescape 4.118, sehingga dapat memberikan gambaran bagi perusahaan tambang
dalam merencanakan kegiatan penambangan terutama jika akan menggunakan
perangkat lunak sejenis.

I.5 Landasan Teori


1.5.1 Batubara
Batubara adalah batuan sedimen organik yang berasal dari tumbuhan, yang
sejak pengendapannya terkena proses fisik dan kimia sehingga mengakibatkan
pengkayaan kandungan karbon (Stach et.al 1975) . Unsur-unsur pembentuk batubara
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara ini terbentuk dari
endapan sisa tumbuhan dan fosil pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip
dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tergolong kubah gambut yang terbentuk
di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang
terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang
berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum
dijumpai pada batubara miosen. Sebaliknya, endapan batu bara eosen umumnya
lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini
terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah
pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian
besar Kalimantan (Sukandarrumidi 1995).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda beda sesuai dengan zamannya
dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan
(sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan
perubahan yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara
yang jenisnya bermacam macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda
beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).

Gambar I.1. Proses Terbentuknya Batubara (Sekitan 2004)

Pada Gambar I.1 dapat dilihat proses terbentuknya batubara yang terdiri dari
banyak lapisan hal ini dikarenakan proses pembentukanya selama berjuta-juta tahun
yang mengalami proses fisik dan kimia, kandungan pembentuk batubara adalah
hydrogen, oksigen dan karbon.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
tersier yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Kalimantan dan
Sumatra). Pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong batubara usia muda
(sekitar 20 juta tahun yang lalu). Potensi batubara di Indonesia sangat berlimpah,
terutama di Pulau Kalimantan dan Sumatra, dan sebagian kecil lainnya dapat
ditemukan di pulau lain, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Pulau Papua, dan
Sulawesi.
1.5.2 Kualitas Batubara
Untuk mengetahui mutu dan kualitas batubara, perlu dilakukan beberapa
analisa mutu batubara. Jenis analisa yang umum dilakukan adalah analisa proksimat
dan analisa ultimat. Analisa proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air, zat
terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, sulfur dan sebagainya. Analisa proksimat sering dipakai dalam menentukan
indikasi bagaimana batubara yang digunakan dalam proses industri (Sukandarrumidi
1995). Analisis ini meliputi :
1. Kandungan air ( Moisture Content)
Kandungan air ini dapat dibedakan atas kandungan air bebas (free moisture),
kandungan air bawaan (inherent moisture) dan kandungan air total (total
moisture)
2. Analisa Kadar Abu ( ash content)
Abu dari batubara adalah salah satu residu anorganik yang sukar terbakar
yang tertimbun ketika batubara terkubur. Pada kegiatan industri, kualitas batubara
sangat dipengaruhi oleh kandungan abu. Abu yang dihasilkan pada saat
pembakaran batubara dapat berupa fly ash maupun bottom ash. Titik leleh abu
dipengaruhi oleh kandungan Na20 dalam abu.

3. Kandungan zat terbang (volatile Matter Content)


Kandungan zat terbang sangat erat kaitannya dengan kualitas batubara yang
akan diproduksi. Makin tinggi kandungan zat terbang makin rendah kelasnya.
Pada pembakaran batubara, maka kandungan zat terbang yang tinggi akan
mempercepat pembakaran karbon padatnya dan sebaliknya zat terbang yang lebih
rendah akan mempersulit proses pembakaran.
4. Karbon tertambat (Fixed Carbon)
Kandungan karbon tertambat dari batubara adalah karbon yang didapatkan
dalam material yang tertimbun setelah zat terbang dipisahkan. Kandungan karbon
tertambat digunakan sebagai indeks dari hasil pematangan dari karbonisasi
batubara atau sebagai indeks dari rank batubara dan parameter dalam klasifikasi
batubara.
5. Kandungan belerang ( Sulphur Content)
Belerang dapat terjadi dalam batubara dengan beberapa cara, yakni:
1. Belerang

organik

dimana

belerang

diketahui

sebagai

campuran

hidrokarbon dari substansi batubara


2. Belerang sabagai mineral sulfide dan pirit pada bagian organic
6. Nilai kalor (Calorific Value )
Harga nilai kalor

merupakan penjumlahan dari harga-harga panas

pembakaran dari unsur-unsur pembentuk batubara.


1.5.3 Perhitungan volume cadangan batubara
Perhitungan cadangan batubara atau coal adalah perhitungan pada batubara
yang telah diketahui ketebalan masing-masing seam batubara, luasan batubara
beserta berat jenisnya. Menurut Wood, dkk (1983) persamaan perhitungan cadangan
batubara atau coal dapat dilihat pada rumus I.1.

Tonnase batubara atau coal = A x B x C . (I.1)

Dimana A = Ketebalan rata-rata batubara (m)


B = Berat jenis batubara (ton / m3)
C = Luas daerah terhitung (m2)

I.5.4. Lapisan tanah pengotor atau penutup


Lapisan tanah pengotor atau penutup dalam batubara terdiri dari lapisan
penyisip dalam satu seam batubara (parting), lapisan penutup (overburden), dan
lapisan pembatas antar-seam (interburden). Parting adalah bagian nonbatubara
(pengotor) yang membagi atau menyisip di dalam satu seam batubara yang bisa saja
merupakan tanah, sandstone, atau limestone, sedangkan overburden (OB) adalah
lapisan tanah dan batuan yang ada di atas seam batubara sampai pada permukaan
struktur topografi (permukaan tanah). Selain overburden dikenal juga istilah
interburden (IB), yaitu lapisan tanah penutup yang ada di antara dua seam batubara
(Andaru 2010). Pada Minescape lapisan pengotor atau penutup tersebut
diidentifikasikan sebagai overburden, interburden dan parting. Gabungan tiga
pengotor tersebut disebut waste. Persamaan atau ekspresi matematika dari
penghitungan waste di perangkat lunak Minescape dapat dilihat pada rumus I.2

Waste = rangeoverburden + rangeinterburden + rangeparting


(I.2)

Dimana,Rangeoverburden = penjumlahan volume OB dari semua seam (m3)


Rangeinterburden = penjumlahan volume IB dari semua seam (m3)
Rangeparting

= penjumlahan parting dari semua lapisan (m3)

I.5.4 Stripping ratio atau nisbah pengupasan


Nisbah pengupasan atau stripping ratio adalah perbandingan antara volume
lapisan tanah penutup yang akan digali dengan jumlah tonase batubara yang akan
diambil. Ini dilakukan untuk dapat menentukan pada elevasi berapakah nisbah
pengupasan yang paling menguntungkan untuk ditambang dengan metode tambang
terbuka. Nisbah pengupasan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
ekonomis tidaknya pengambilan suatu cadangan batubara. Semakin kecil nisbah
pengupasannya, semakin sedikit overburden yang harus digali. Semakin besar nisbah
pengupasannya, berarti semakin banyak overburden yang harus digali untuk mengambil
endapan batubara, apabila semakin banyak overburden yang harus digali maka semakin
besar pula biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan batubara.
Permasalahan tersebut diatasi perusahaan dengan cara menentukan batasan atau

titik batas tertentu untuk nilai dari nisbah pengupasan sehingga nantinya perusahaan
dapat memperkirakan apakah apabila dilakukan penggalian dapat menguntungkan
atau tidak. Ekspresi matematika untuk perhitungan stripping ratio di perangkat lunak
Minescape dapat dilihat pada rumus I.3

SR =

Coal .. (I.3)
Waste

Dimana, SR

= Stripping ratio

Coal = tonnase batubara (ton)


Waste = lapisan pengotor atau penutup (m3)
Perolehan volume batubara didapat dari rumus I.1, sementara waste didapat
dari penjumlahan volume interburden dan overburden. Nilai stripping ratio sangat
berpengaruh dalam menentukan apakah suatu deposit batubara layak untuk
ditambang (mineable) atau tidak. Dalam kasus tertentu nilai stripping ratio dapat
dimanipulasi dengan memperluas atau mempersempit cakupan daerah pertambangan
atau memanipulasi batas akhir penambangan (final wall) ( Simamora, J. 2012 ).
I.5.5 Final wall
Final wall adalah batas akhir dari suatu daerah pertambangan. Final wall
didesain membentuk bench (berundak-undak) untuk menghindari longsoran material
pada batas daerah penambangan. Batas final wall dibuat dengan memperhatikan nilai
stripping ratio yang ingin diperoleh (Andaru 2010). Dengan mendesain final wall
maka dapat didesain areal pertambangan dengan nilai SR tertentu serta dapat pula
mendesain agar nilai stripping ratio suatu daerah pertambangan dinaikkan atau
diturunkan. Desain final wall dan hubungannya dengan nilai SR dapat dilihat pada
gambar I.2.

Gambar I.2. Hubungan stripping ratio dan final wall (Andaru 2010)
1.5.6 Seam atau lapisan batubara
Arti sederhana dari seam adalah lapisan batubara di bawah permukaan tanah.
Batubara di bawah permukaan tanah terdiri dari beberapa lapisan yang membentuk
suatu tebalan dengan sekat tanah (interburden) sebagai pembatas tiap lapisan.
Lingkungan pengendapan batubara merupakan salah satu kendali utama yang
mempengaruhi pola sebaran, ketebalan, kemenerusan, kondisi roof dan floor, dan
kandungan sulfur pada lapisan batubara (Horne,dkk. 1978). Melalui model
pengendapan juga dapat ditentukan lapisan batubara ekonomis yang ditandai oleh
sebarannya yang luas, tebal, serta kandungan abu dan sulfur rendah. Artinya, ada
hubungan genetik antara geometri lapisan batubara dan lingkungan pengendapannya
(Rahmani dan Flores 1984) yang dicerminkan oleh proses-proses geologi, yaitu:
1. Proses geologi yang berlangsung bersamaan dengan pembentukan
batubara, meliputi perbedaan kecepatan sedimentasi dan bentuk morfologi
dasar pada cekungan, pola struktur yang sudah terbentuk sebelumnya, dan
kondisi lingkungan saat batubara terbentuk.
2. Proses geologi yang berlangsung setelah lapisan batubara terbentuk,
meliputi adanya sesar, erosi oleh proses - proses yang terjadi di
permukaan, atau terobosan batuan beku (intrusi).
Lapisan batubara sering kali terdiri dari beberapa seam yang saling
menumpuk dan disebut multyseam dan lapisan tunggal disebut dengan single seam.

Lapisan paling muda menurut waktu geologi terletak pada elevasi paling atas.
Masing masing seam memiliki ciri ciri dan kualitas tersendiri. Bahkan dalam
seam yang sama bisa saja memiliki nilai kalori, jenis, pengotor, dan kualitas yang
bervariasi.

Lapisan batubara dapat dilihat pada gambar I.3. Tanda panah pada

gambar I.3 menunjukkan seam batubara.

Gambar I.3 Seam batubara (sumber: http://roxar.wordpress.com/2008/12/10/coalfundamental-for-fundamentalist/)


1.5.7 Model roof dan floor
Dalam dunia pertambangan, suatu struktur lapisan (seam) terdiri dari seam
roof dan seam floor. Roof adalah struktur penampang permukaan atas dari suatu jenis
deposit tambang, misalnya batubara. Floor adalah struktur penampang permukaan
bawah dari suatu deposit tambang, misalnya batubara. Suatu roof dan floor yang
hanya dibatasi oleh batubara dan parting-nya disebut sebagai satu seam (Andaru
2010).
Lapisan batubara yang mempunyai tebalan tanpa lapisan pengotor (parting)
disebut net coal thickness. Lapisan batubara yang mempunyai tebalan termasuk
parting disebut gross coal thickness, dan lapisan batubara yang mempunyai tebalan
lapisan batubara yang dapat ditambang disebut mineable thickness.
Pemodelan roof dan floor seam batubara didapat dari input data lithology
yang sangat penting pada tahap eksplorasi karena sangat membantu dalam usaha
menentukan besarnya cadangan batubara dan untuk hal hal berikut:

1. Evaluasi pada setiap tahap eksplorasi,


2. Perencanaan pengembangan atau perluasan daerah eksplorasi,
3. Sebaran kualitas dan sekaligus kuantitas,
4. Keputusan mendirikan usaha pertambangan, dan
5. Rencana penambangan.
Akan tetapi dalam software Minescape pemodelan roof dan floor tidak dibuat secara
manual, namun sudah langsung terbuat setelah pembuatan skema pada Minescape
dilakukan.
Selanjutnya pada tahap penambangan, karakteristik geometri lapisan batubara
akan menjadi salah satu dasar didalam penentuan (Kuncoro 2009) :
1. Perencanaan produksi dan umur tambang karena berkait dengan cadangan
batubara,
2. Sistem penambangan yang akan diterapkan.
3. Pemilihan tata letak tambang,
4. Penerapan teknologi penambangan,
5. Proses pengolahan,
6. Penumpukan batubara, dan
7. Pemasaran batubara.
1.5.8 Klasifikasi Metode Penambangan
Secara umum dikenal dua metode penambangan batubara, yaitu cara tambang
dalam dan cara tambang terbuka. Metode penambangan yang akan digunakan sangat
tergantung pada (Sukandarrumidi 1995) :
1. Keadaan geologi dan topografi daerah, antara lain lapisan penutup, struktur
geologi, keadaan lapisan batubara dan bentuk lapisan batubara.
2. Biaya penambangan
3. Batuan yang dapat diambil (coal recovery)
4. Pengotoran hasil pprodeukdi oleh batuan sekitar.
Menurut Hutton dan Jones (1995) teknik penambangan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Ketebalan lapisan penutup (overburden) dan sifat batuan penutup
2. Ketebalan, bentuk dan struktur dari batubara

3. Faktor ekonomi dan faktor lingkungan


1.5.9 Metode Penambangan Terbuka (Open Cut Mining)
Metode tambang terbuka dilakukan dengan cara membuka lapisan penutup
batubara. Kedalaman batubara yang didapat diambil oleh metode ini adalah 150 m
(Hutton dan Jones 1995). Beberapa kelebihan tambang terbuka dibandingkan dengan
tambang dalam adalah relatif lebih aman, sederhana, mudah pengawasannya dan
biaya yang dikeluarkan relatif lebih kecil dari pada metode penambangan dalam atau
bawah tanah. Penambangan dibuat berdasarkan data hasil eksplorasi detil endapan
batubara di daerah penelitian.
Kegiatan penambangan dengan cara open pit terdiri dari serangkaian kegiatan
yaitu pembersihan lahan yang sekaligus dilakukan pengupasan dan pemindahan
tanah pucuk, operasi ini dilakukan pada lokasi dimana tambang akan dibuka yang
kemudian diikuti dengan penggalian dan pemindahan lapisan penutup berupa
overburden dan interburden yang dilakukan dengan menggunakan backhoe dibantu
dengan bulldozer. Untuk material lemah sampai sedang langsung dilakukan
penggalian dan pemuatan ke dump truck, dan bila ditemukan material keras, terlebih
dahulu diberaikan dengan bulldozer.
Metode ini dibagi menjadi tiga tipe dasar (Hutton dan Jones 1995), yaitu
sistem jenjang tunggal (single bench), jenjang majemuk (multiple bench) dan
pengupasan (strip)

1. Sistem jenjang tunggal (single bench)


Sistem ini hanya digunakan untuk mengambil batubara yang memiliki
kedalaman yang dangkal yaitu maksimal 20 meter dari permukaan.

Gambar I.4 Sistem jenjang tunggal (sumber : Hutton dan Jones 1995)

2. Sistem Jenjang Majemuk (Multiple bench)


Sistem ini dapat digunakan pada berbagai ketebalan dan kedalaman
batubara. Sistem jenjang majemuk biasa digunakan pada eksploitasi
batubara karena secara umum multiple bench digunakan pada lapisan
batubara lebih dari 10 meter.

Gambar I.5 Sistem jenjang majemuk (sumber : Hutton dan Jones 1995)
3. Sistem Pengupasan (strip)
Sisten penambangan ini umum dilakukan dalam eksploitasi batubara.
ketebalan batubara mulai dari 1 meter hingga 10 meter dan stripping ratio
hingga 30:1 dapat ditambang dengan sistem ini.
1.5.10 Digital Terrain Model (DTM)
Digital Terrain Model (DTM) merupakan suatu model pendekatan matematis
dari data posisi planimetris dan vertikal untuk menyajikan keadaan permukaan bumi.
Sumber data untuk pembuatan DTM meliputi data titik tinggi dan/atau garis kontur
yang dapat diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan, konversi dari peta
topografi, teknik fotogrametri, INSAR dan LIDAR (Cahyono 2009). Digital Terrain
Model merupakan sistem informasi yang menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan informasi
tentang permukaan. .DTM menyediakan informasi mendetail yang merepresentasikan
variasi permukaan topografi bumi, misalnya relief. Istilah DTM ini pertama kali
diperkenalkan oleh Miller dan La Flame pada tahun 1958. Sejak itu istilah ini banyak
digunakan dan dikembangkan dibidang surveying, geologi, geografi, sipil dan
perencanaan serta disiplin ilmu kebumian lainnya (Manjari 2011).
1.5.11 Triangular Irregular Network ( TIN )
Menurut Djurjani (1994), TIN merupakan salah satu bentuk struktur data
acak. Satuan dari struktur data ini adalah segitiga segitiga yang tak beraturan. TIN

ini dikembangkan mengingat data acak mempunyai keunggulan dalam hal


menyesuaikan dengan bentuk permukaan tanah.
TIN memodelkan permukaan relief sebagai pembatasan berbentuk segitiga.
Dalam konteks pemodelan permukaan digital, TIN didefinisikan sebagai struktur
data untuk menyajikan suatu permukaan seperti halnya permukaan bumi. Menurut
Musdadi (2001), upaya pembentukan TIN bertujuan untuk membangun suatu
bentukan yang merepresentasikan unit unit ilmiah untuk analisis bentukan lahan
seperti kelerengan (slope), puncak (peak), punggung bukit (ridge) dan lain-lain.
Garis kontur dapat dijadikan sebagai sumber data bagi pembangunan TIN.
Dari model yang dihasilkan dapat dilakukan analisis dan klasifikasi sehingga hasil
yang diperoleh adalah struktur data geometris berbentuk segitiga tak beraturan.
I.5.12 Penentuan Luas
Penentuan luas yang dimaksud adalah luas yang dihitung dalam peta, yang
merupakan gambaran permukaan bumi. Menurut Basuki (2006) luas suatu bidang
tanah dapat ditentukan dengan cara ketersediaan data yang digunakan, antara lain :
1.5.12.1 Penentuan luas secara numeris. Pada penentuan luas dengan cara
numeris dapat dilakukand dengan dua cara, yaitu :
a. Dengan memakai koordinat, apabila titik-titik batas tanah diketahui
koordinatnya.
Misal bidang tanah pada Gambar dibatasi oleh titik A,B,C,D yang diketahui
koordinatnya: A (X1,Y1), B(X2,Y2), C(X3,Y3), D (X4,Y4)
Y
B
C

X
A1

B1

D1

C1

Gambar I.6 Penentuan luas secara numeris dengan koordinat (Basuki 2006)

Luas ABCD = (Luas trapesium A1ABB1) + (luas trapesium B1BCC1)(luas trapesium D1DCC1) (luas trapesium A1ADD1)
Luas ABCD = 0.5 (X2 - X1) (Y2 - Y1) + 0.5 (X3 - X2) (Y3 Y2) 0.5 (X3
X4) (Y3 + Y4) 0.5 (X4 X1) (Y4 Y1)
Dapat disimpulkan
2 Luas ABCD = (Xn Xn-1) (Yn Yn-1) = diproyeksikan terhadap
sumbu x
2 luas ABCD = (Yn Yn-1) (Xn Xn-1) = diproyeksikan terhadap
sumbu y
Kedua rumus tersebut disederhanakan menjadi :
2 Luas ABCD = Xn ( Yn-1 Yn+1 ) (I.4)
2 Luas ABCD = Yn ( Xn-1 Yn-1 ) . (I.5)
b. Dengan ukuran dari batas tanah, jika batas-batas tanah diukur langsung
(disebut juga angka-angka ukur)
1.5.12.2 Penentuan luas cara grafis. Cara ini dilakukan apabila gambar tanah
hanya diketahui skalanya saja tanpa dukungan data lain seperti angka ukut dan lainlain, serta batas tanah berupa garis lurus. Untuk itu diperlukan piranti pengukur jarak
dalam gambar seperti mistar, jangka tusuk dan sebagainya.
1.5.12.3 Penentuan luas secara grafis mekanis. Cara ini dipakai apabila batasbatas gambar tanah dibatasi oleh garis-garis non linear (tidak lurus), yaitu berupa
garis-garis lengkung atau curva. Cara ini menggunakan peralatan yang disebut
planimeter.
1.5.13 Metode Perhitungan Volume Batubara
1.5.13.1 Metode cut and fill. Prinsip perhitungan volume batubara
menggunakan metode cut and fill adalah menghitung luasan dua penampang serta
jarak antara penampang atas dan penampang bawah tersebut. Dengan mengetahui
data penampang atas dan penampang bawah, maka dapat dihitung luas masing
masing penampang. Perhitungan volume DTM dilakukan dengan terlebih dahulu
mencari luasan pada DTM tersebut dalam bidang horizontal. DTM didefinisikan
sebagai hasil penjumlahan volume dari prisma yang dibentuk masing-masing TIN

(Usman 2004). Visualisasi penghitungan volume dengan metode cut and fill dapat
dilihat pada Gambar I.7.

Gambar I.7. Metode cut and fill (Ale 2008)

Gambar I.7 menunjukan TIN yang dibentuk pada permukaan atas dan
permukaan bawah dihubungkan sehingga membentuk sejumlah prisma segitiga yang
kemudian volume setiap prisma dijumlahkanuntuk mengetahui volume cut and fill.
Volume total dari suatu area dihitung dari penjumlahan volume semua prisma.
Volume prisma dihitung dengan mengalikan permukaan proyeksi (Ai) dengan jarak
antara pusat massa dari dua segitiga yaitu desain surface dan base surface (di).
Rumus penghitungan volume dengan prism method dapat dilihat pada rumus
I.5.(Ale, 2008)
Vi= Ai.di ... ( I.6)
Keterangan :
Vi

:Volume prisma

Ai

: Luas bidang permukaan proyeksi

di

: Jarak antara pusat massa dua segitiga surface desain dan base desain.

1.5.13.2 Rumus tampang rata-rata (mean area). Dalam rumus ini volume
didapat dengan mengalikan luas rata-rata dati tampang awal dan akhit. Apabila
tampang-tampang seperti yang disajikan pada Gambar I.8
A1, A2, A3, A4 dan jarak antar tampang A1 ke A4 adalah D, dengan n adalah
jumlah penampang, maka:
Volume = ( A1 + A2 + A3 + A4 ) X D ( I.7 )
n
A1
A2
A3

A4

Gambar I.8 Penentuan volume dengan Mean area (Irvine 1995)

Keterangan gambar :
,

,..

: Luas tampang ke-1 sampai ke-n

: Jarak antar tampang awal dan tampang akhir

: Volume mean area

1.5.13.3 Rumus dua tampang (end area). Metode ini digunakan untuk
perhitungan volume yang telah diketahui luas dari dua tampang dan jarak antara
kedua tampang tersebut. Misalnya

dan

adalah luas tampang atas dan bawah

yang berjarak D, maka rumus perhitungan volumenya dinyatakan dengan persamaan:


Volume = D. A1 + A2 ..(I.8)
2

A2

A2

Gambar I.9 Penentuan volume dengan End area (Irvine 1995)

Rumus tersebut benar jika sepanjang tampang tengah antara A1 dan A2


merupakan rata-rata dari keduanya. Apabila tampang-tampang yang diperoleh sangat
banyak dan jarak-jarak antar penampang bervariasi missal D1, D2, D3 dan
seterusnya, maka :
Volume = D1(A1 + A2) + D2(A2 + A3) + D3 (A3 + A4) + ..( I.9)
2

Apabila D1, D2, D3 jaraknya sama yaitu : D, maka


V = D. {A1 + An + A2 + A3 An-1} ....(I.10)
2

Keterangan gambar :
: Luas tampang ke-1 dan ke-2
D
: Jarak antar masing-masing tampang
V
: Volume end area

1.5.13.4 Metode Prismoida. Metode ini adalah metode yang paling baik di
antara metode-metode yang lain (Basuki 2006). Prismoida adalah suatu benda padat
yang dibatasi dua bidang sejajar pada bagian atas dan bawah serta dibatasi beberapa
bidang di sekelilingnya (Sosrodarsono 1983) adalah sebuah bangun yang bidang sisisisinya berupa bidang datar, sedangkan bidang alas dan atasnya sejajar. Bentuk
rumus prismoida sesuai dengan Gambar I.10 adalah :
Volume = V =

. (A1 + 4AM + A2) . (I.11)


A1

Am

h
2
A2

Gambar I.10. Penentuan volume dengan metode prismoida (Sosrodarsono 1983)


Keterangan gambar :
A1 dan A2

: Luas tampang atas dan bawah

: Jarak antara A1 dan A2

: Luas penampang tengah

Prismoida adalah benda padat yang mempunyai dua permukaan datar yang
sejajar, bentuknya teratur dan tidak teratur, yang dapat dihubungkan dengan
permukaan baik datar maupun melengkung, yang padanya dapat ditarik garis lurus
dari salah satu ujung yang sejajar ke ujung sejajar lainnya (Irvine, 1995).
1.5.14 Minescape
Minescape merupakan piranti lunak (software) yang diperuntukkan untuk
pengolahan data geologi, pertambangan, serta perencanaan tambang. Minesscape
menyediakan berbagai fitur yang sangat berguna dalam proses pengolahan dan
analisa data data tambang. Minescape dikembangkan untuk memenuhi berbagai
tuntutan dalam industri pertambangan dan digunakan oleh lebih dari 100 perusahaan

pertambangan di Indonesia. Minescape juga merupakan rangkaian solusi terintegrasi


yang

dirancang

untuk

operasi

pertambangan

menggunakan

sistem

open

cut dan underground dan merupakan software mining system terpadu yang dirancang
khusus untuk pertambangan. Minescape mampu meningkatkan semua aspek
informasi teknis suatu lokasi tambang mulai dari data eksplorasi, perancangan
tambang jangka pendek, penjadwalan jangka panjang dan sampai ke penjadwalan
produksi tambang dan juga memiliki fungsi pemodelan geologi dan desain tambang
yang luas, misalnya pembuatan final wall, perencanaan jalan, analisa progres
tambang, perencanaan kegiatan eksploitasi bahan tambang, perhitungan cadangan
sumberdaya batubara, pemodelan batubara dan masih banyak lagi. Sehingga
menjadikannya solusi pertambangan terkemuka di Indonesia.
Software Minescape terdiri dari beberapa fitur yang memiliki fungsi
pemodelan geologi dan desain tambang. Fitur-fitur yang dimiliki seperti:
1. Stratmodel. Minescape Stratmodel menyediakan lingkungan kerja yang
canggih dimana deposit stratigrafi dimodelkan untuk mewakili geologi
setempat.
2. Block Model. Digunakan untuk sebuah pengenalan unsur-unsur geologi
melalui pemuatan bentuk-bentuk yang ditafsirkan secara fisik atau
interpolasi menggunakan kumpulan-kumpulan material dan/atau zona,
diikuti oleh serangkaian algoritma.
3. Plot and viewer memiliki kemampuan penanganan patahan yang baik dan
mampu membuat model patahan pada deposit secara vertikal, normal, dan
bolak-balik, serta menyediakan pemodelan kualitas deposit stratigrafi.
4. Drill & Blast memungkinkan ahli rancang ledakan memperoleh
lingkungan CAD 3D yang interaktif dimana ledakan optimal dapat dengan
cepat direncanakan, dan lubang-lubangnya diproyeksikan ke permukaan.
5. Open Cut merupakan tool untuk membuat dan mengeksplorasi pilihan
desain untuk perencanaan tambang open pit.
Fitur-fitur tersebut saling terintegrasi satu sama lain tanpa menimbulkan
kesulitan, sehingga dalam menyelesaikan suatu keadaan dalam dunia pertambangan
akan sangat mudah dan dapat disesuaikan dengan keperluan yang bersifat khusus.

Pada software Minescape penyimpanan data tersimpan dalam bentuk folder folder yang pemanggilan datanya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Selain
itu Minescape dapat menampilkan objek data secara tiga dimensi dan dapat
dirotasikan mudah sehingga data dapat dilihat dari berbagai sudut.
I.5.14.1. Tipe data. Format data dan file yang digunakan dalam perangkat lunak
Minescape 4.118 adalah:
1. DXF format menggunakan ekstensi file .dxf
2. AS2482 dan ASCII menggunakan ekstensi file .txt, .csv, .prn, .xls
3. Surpac menggunakan ekstensi file .str, .dtm.
4. Triangle atau DTM menggunakan ekstensi file .tri, .edg, .vrt
5. Tabel Files menggunakan ekstensi file.tab, .tmp
Perangkat lunak ini juga mampu mengimport dari format file lain seperti : M2
Blocks, Load, M2 Limit, M2 Culture, M2 Fault Plots, Vulcan, Moss-Genio, Surpac,
Microlynk, dan Features, sehingga software Minescape dapat terintegrasi dengan
mengolah beberapa informasi dari software pertambangan yang lain dengan mudah.
Data-data tersebut disimpan dalam proyek yang telah dibuat dengan folder
penyimpanan yang berbeda.
I.5.14.2. Penggambaran dan pengeditan. Minescape memiliki beberapa tool
yang digunakan untuk membantu dalam kegiatan penggambaran dan pengeditan.
Beberapa tool yang digunakan dalam proses penggambaran dan pengeditan
pada Minescape 4.118, yaitu :
1. Page merupakan menu yang digunakan untuk membuka produk dan
mencetak.
2. Edit merupakan menu yang digunakan untuk editing, ploting, dan convert
3. View merupakan menu yang mengatur tentang tampilan yang ada pada
Minescape.
4. Draw merupakan menu yang digunakan untuk penggambaran titik dan
garis.
5. Settings merupakan menu yang digunakan untuk mengatur dalam
pengambaran maupun editing.

6. Model merupakan menu yang digunakan untuk pembentukan DTM


7. Graphics merupakan menu yang digunakan dalam pembentukan kontur.
I.5.14.3. Fasilitas pembentukan permukaan digital. Pada perangkat lunak
minecsape pembentukan permuakaan digital menggunakan metode triangular
irregular network (TIN) yang membentik model 3D yang solid. Tool yang
digunakan dalam pembentukan model digital ada pada menu Triangles :
1. Data memiliki fungsi untuk membuat triangle dari data ASCII.
2. Design memiliki fungsi untuk membuat triangle dari data design.
3. Table memiliki fungsi untuk membuat data dari table.

You might also like