Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
daerah
dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Berbagai peraturan perundangundangan diterbitkan untuk memayungi otonomi daerah itu, diantaranya UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemekaran demi pemekaran
telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk memperkuat asas desentralisasi. Asas ini
memungkinkan pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan desa untuk mengatur
daerahnya sendiri berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kedudukan
pemerintahan desa menjadi lebih kuat sebagai pelaksana otonomi daearah. Hal ini
berimplikasi terhadap pentingnya penetapan batas antar daerah bahkan antar desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 tahun 2006 tentang
penetapan dan penegasan batas desa mengamanatkan setiap pemerintah daerah untuk
melakukan penetapan dan penegasan batas desa. Permendagri Nomor 27 tahun 2006
dilaksanakan menurut ketentuan Pasal 106 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun
2005 tentang desa. Penetapan dan penegasan batas desa menjadi program yang
sangat penting guna memberikan kepastian hukum terhadap batas desa dalam rangka
menentukan batas kewenangan dan administrasi kepala desa dalam menjalankan
sistem pemerintahan otonomi daerah.
Penetapan batas desa perlu dilakukan mengingat desa-desa yang ada di
Indonesia terus berkembang dan jumlahnya meningkat seiring dengan otonomi
daerah yang diterapkan oleh pemerintah pusat. Pembentukan desa baru
mengakibatkan perubahan batas-batas administrasi desa sehingga perlu dilakukan
penetapan batas desa kembali. Di Indonesia terdapat 81.253 desa yang terdiri dari
72.944 administrasi desa dan 8.309 administrasi kelurahan (Kemendagri, 2013).
I.3. Tujuan
Kegiatan proyek ini dilakukan
I.4. Manfaat
Apabila pilot project ini berhasil akan memperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Metode
kartometrik
dapat
dijadikan
sebagai
upaya
mempercepat
Jenis
Persyaratan
Datum Horizontal
DGN 95
Elipsoid Referensi
WGS 1984
Skala peta
1 : 3.500 1: 10.000
Sistem Grid
Ketelitian Planimetris
Batas desa indikatif pada Peta Rupa Bumi Indonesia selanjutnya disebut peta
RBI adalah batas sementara yang dibuat oleh tim penetapan batas desa pada peta RBI
yang merupakan batas desa yang tidak dapat digunakan sebagai acuan batas desa
yang benar akan tetapi batas indikatif dibuat dengan tujuan memudahkan tim
penetapan batas dalam pembuatan batas desa yang sebenarnya (Khafid, 2013).
kartometrik ini mengikuti spesifikasi teknis yang sudah ditentukan oleh Peraturan
Menteri Dalam Negeri No.27 tahun 2006 (Permendagri, 2006). Metode kartometrik
ini dilakukan langsung di atas peta dasar dengan cara membuat garis batas desa di
atas peta dasar secara manual menggunakan alat tulis untuk membuat batas desa dan
survei lapangan jika diperlukan. Pengukuran dan penentuan posisi titik batas secara
kartometrik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Pengukuran titik-titik
koordinat batas dengan pengambilan (ekstraksi) titik-titik koordinat pada jalur batas
dengan interval tertentu menggunakan peta kerja. Pengukuran berpedoman pada
hasil pelacakan yang disepakati. Hasil pengukuran dalam bentuk daftar titik-titik
koordinat batas desa. Hasil pengukuran dan penentuan posisi dituangkan dalam
berita acara.
I.5.3. Ajudikasi
Menurut definisi hukum Kamus Umum Bahasa Indonesia Ajudikasi adalah
penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan; pengambilan keputusan. Kegiatan
ajudikasi meliputi pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak dan
pembukuannya, penerbitan sertifikat, penyajian data fisik dan data yuridis,
penyimpanan daftar umum dan dokumen untuk memperoleh data fisik yang
diperlukan untuk penetapan batas, kumpulan dari bidang-bidang tanah (persil) yang
akan dipetakan dilakukan pengukuran, ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan
menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas disetiap titik batas yang
bersangkutan. Ajudikasi yang dimaksud dalam kegiatan ini bukan merupakan
pengertian ajudikasi dalam pendaftaran tanah tetapi yang dimaksud dengan ajudikasi
dalam hal ini adalah kegiatan penetapan batas desa yang diwujudkan melalui tahapan
penelitian dokumen, penentuan peta kerja yang dipakai, dan deliniasi batas secara
kartometrik diatas peta kerja.
1. Penelitian dokumen, Dokumen batas yang perlu disiapkan adalah perundangundangan dan peraturan lainnya, baik yang bersifat tertulis maupun yang
tidak tertulis tentang pembentukan batas yang ditentukan. Dokumen batas
yang perlu disiapkan, antara lain adalah :
dikembangkan
oleh
perusahaan Digital Globe yang memiliki keakuratan yang tinggi dan merupakan citra
komersial beresolusi tinggi. Citra pankromatik dan multispektral citra Quickbird
didesain untuk mendukung aplikasi pembuatan peta batas wilayah yang
membutuhkan resolusi citra yang tinggi untuk memudahkan identifikasi obyek diatas
citra.
Wahana
Delta II
Orbit
Inklinasi
Lebar swath
Sensor
Pankromatik
Resolusi
Bandwidth
spectral
Multispektral
Red : 630-690 nm
Near-IR : 760-900 nm
Rentang Dinamik
akan sangat terlihat jelas detilnya. Dari citra multispektral yang terdiri dari beberapa
band (RGB) citra akan memiliki warna, hal tersebut akan memudahkan kita untuk
mengenali obyek di lapangan berdasarkan warna yang divisualisasikan pada citra.
Sehingga dapat meningkatkan kemampuan interpretasi citra secara manual.
Citra Quickbird adalah citra yang memiliki resolusi yang tinggi, dengan
resolusi yang tinggi tersebut obyek di lapangan yang dijadikan sebagai acuan
penetapan batas seperti garis tepi sungai, garis tepi jalan, pematang sawah dan
obyek-obyek lainnya akan mudah diidentifikasi. Untuk menafsirkan atau mengkaji
obyek-obyek yang tampak pada citra dilakukan interpretasi citra. Interpretasi citra
dapat didefinisikan sebagai proses menafsirkan secara intensif suatu citra yang
dilaksanakan secara menyeluruh untuk mengidentifikasi dan menyimpulkan
kenampakan unsur-unsur yang ada pada citra tersebut, yang selanjutnya digunakan
untuk menyajikan informasi yang diperlukan mengenai daerah yang diinterpretasi
(Sumaryo, 2002).
I.5.4.1 Koreksi Geometrik.
I.5.4.1 Koreksi Geometrik. Koreksi Geometrik terdiri dari dua langkah yaitu :
Georeferensi dan rektifikasi. Georeferensi adalah suatu proses pemberian koordinat
peta pada citra yang sebenarnya telah planimetris. Dalam arti pemberian sistem
koordinat suatu peta hasil pada hasil digitasi peta atau hasil scaning citra. Hasil dari
digitasi citra sebenarnya sudah datar tetapi area yang direkam masih memiliki
kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan sensor
itu sendiri. Koreksi geometrik sesungguhnya melibatkan proses georeferensi karena
semua sistem proyeksi sangat terkait dengan koordinat peta. Registrasi citra ke citra
melibatkan proses georeferensi apabila citra acuannya sudah digeoreferensi.
Georeferensi hanya merubah sistem koordinat peta dalam file citra, sedangkan grid
citra tidak berubah (Prasetyo,2008).
Rektifikasi adalah proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid
menggunakan suatu transformasi geometrik. Karena posisi piksel pada citra output
(hasil) tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang
digunakan untuk mengisi citra yang baru harus dilakukan ekstrapolasi nilai data
10
untuk piksel-piksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya
(Harintaka. 2005).
Tahap dalam rektifikasi peta secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Memilih titik kontrol lapangan (Ground Control Point). GCP tersebut
sedapat mungkin adalah titik-titik yang mudah berubah dalam jangka
waktu lama, misalkan tugu dipersimpangan jalan atau di pojok
bangunan.GCP harus menyebar merata keseluruh obyek citra yang akan
dikoreksi. Dan juga bisa menggunakan peta RBI untuk penarikan GCP
dalam penetapan batas sebagai kontrol kualitas titik.
2. Membuat persamaan transformasi yang digunakan untuk interpolasi
spasial. Persamaan yang sering digunakan adalah :
Ordo I : disebut juga persamaan affin (diperlukan 3 GCP)
Ordo II : Memerlukan 6 GCP
Ordo III : Memerlukan 10 GCP
3. Menghitung kesalahan RMS (Root Mean Square Error) dari GCP yang
dipilih.Pada umumnya tidak boleh dari 0,5 piksel.
4. Melakukan interpolasi intensitas (nilai kecerahan).
11
(5), Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asalusul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.5.5.2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014.
1.5.5.2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014. Undang-undang No.6/2014 tentang
desa dibuat mengingat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 5
ayat 1,
pasal 18, pasal 18B ayat 2, pasal 20, pasal 22D ayat 2 bahwa dalam
12
mengikuti prinsip-prinsip penetapan batas desa yang telah ditentukan dalam lampiran
Permendagri No. 27 tahun 2006. Penetapan batas desa dilakukan secara kartometrik
di atas peta dasar yang disepakati.
Penegasan batas daerah berpedoman pada batas daerah yang ditetapkan dalam
undang-undang pembentukan daerah, peraturan perundang-undangan, dan dokumen
lain yang mempunyai kekuatan hukum.Batas daerah hasil penegasan batas ditetapkan
oleh Menteri Dalam Negeri dengan Peraturan Menteri yang memuat titik koordinat
batas daerah yang diuraikan dalam batang tubuh dan dituangkan dalam bentuk peta
batas dan daftar titik koordinat yang tercantum dalam laporan.