You are on page 1of 34

LO.

1 Memahami dan
Menjelaskan Sistem Limfatikum
1.1 Definisi
Sistem limfatik adalah sebuah sistem sirkulasi sekunder yang
berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening dalam tubuh yang
berasal dari cairan atau protein yang hilang, sistem ini dianggap
juga sebagai sistem pelengkap dari sisitem imunitas tubuh.
Sistem limfatik terdiri atas limfe, pembuluh limfe, dan sekumpulan
massa kecil jaringan limfoid yang disebut nodus limfe, dan tiga
organ yaitu tonsil, timus, dan limpa. Bagian penting lain dari
penelitian meliputi peran organ limfatik dalam pembentukan
antibodi, respons imun, reaksi alergi, dan dasar penolakan terhadap
transplantasi, teknik imunosupresif, dan penyakit autoimun
1.2 Makroskopik
Organ limfoid primer :
Organ limfoid primer terdiri dari sumsum tulang dan timus. Sumsum
tulang merupakan jaringan yang kompleks tempat hematopoiesis
dan depot lemak. Lemak merupakan 50 % atau lebih dari
kompartemen rongga sumsum tulang. Organ limfoid diperlukan
untuk pematangan, diferensiasi dan poliferasi sel T dan B sehingga
menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen. Sel hematopoietik
yang diproduksi di sumsum tulang menembus dinding pembuluh
darah dan masuk ke sirkulasi dan di distribusikan ke bagian tubuh.
1. Timus
Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai pubertas, timus
akan mengalami involusi dan mengecil seiring umur kadang sampai
tidak ditemukan. akan tetapi masih berfungsi untuk menghasilkan
limfosit T yang baru dan darah. Mempunyai 2 buah lobus,
mempunyai bagian cortex dan medulla, berbentuk segitiga, gepeng
dan kemerahan. Timus mempunyai 2 batasan, yaitu :

Batasan anterior : manubrium sterni dan rawan costae IV


Batasan atas : Regio colli inferior (trachea)
Letak :
Terdapat pada mediastinum superior, dorsal terhadap sternum.
Dasar timus bersandar pada
perikardium, ventral dari arteri pulmonalis, aorta, dan trakea. Batas
anterior yaitu manubrium sterni, dan rawan costae IV. Batas Atas
yaitu regio colli inferior (trachea).
Perdarahan :
Berasal dari arteri thymica cabang dari arteri thyroidea inferior dan
mammaria interna.
Kembali melalui vena thyroidea inferior dan vena mammaria
interna.
2. Sumsum Tulang
Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka, dan tulang iga. Sel
stem hematopoetik akan membentuk sel-sel darah. Proliferasi dan
diferensiasi dirangsang sitokin. Terdapat juga sel lemak, fibroblas
dan sel plasma. Sel stem hematopoetik akan menjadi progenitor
limfoid yang kemudian mejadi prolimfosit B dan menjadi prelimfosit
B yang selanjutnya menjadi limfosit B dengan imunoglobulin D dan
imunoglobulin M (B Cell Receptor ) yang kemudian mengalami
seleksi negatif sehingga menjadi sel B naive yang kemudiankeluar
dan mengikuti aliran darah menuju ke organ limfoid sekunder. Sel
stem hematopoetik menjadi progenitor limfoid juga berubah
menjadi prolimfosit T dan selanjutnya menjadi prelimfosit T yang
akhirnya menuju timus.

Organ limfoid sekunder :


Organ limfoid sekunder merupakan tempat sel dendritik
mempersentasikan antigen yang yang ditangkapnya di bagian lain
tunuh ke sel T yang memacunya untuk poliferasi dan diferensiasi
limfosit.
1. Limfonodus
Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi untuk
memproduksi limfosit dan antibodi untuk mencegah penyebaran
infeksi lanjutan, menyaring aliran limfatik sekurang-kurangnya oleh
satu nodus sebelum dikembalikan kedalam aliran darah melalui
duktus torasikus, sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi
lebih luas. Terdapat permukaan cembung dan bagian hillus (cekung)
yang merupakan tempat masuknya pembuluh darah dan saluran
limfe eferen yang membawa aliran limfe keluar dari limfonodus.
Saluran afferen memasuki limfonodus pada daerah sepanjang
permukaan cembung.

Bentuk :
Oval seperti kacang tanah atau kacang merah dengan pinggiran
cekung (hillus)
Ukuran :
Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat diraba pada daerah
leher, axilla, dan inguinal
dalam keadaan infeksi.
2. Lien
Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh, vaskular
berwarna kemerahan karena banyak mengandung darah dan
berbentuk oval. Pembesaran limpa disebut dengan splenomegali.
Pembesaran ini terdapat pada keaadan leukimia, cirrosis hepatis,
dan anemia berat.

Letak :
Regio hipochondrium sinistra intra peritoneal. Pada proyeksi costae
9, 10, dan 11. Setinggi vertebrae thoracalis 11-12. Batas anterior
yaitu gaster, ren sinistra, dan flexura colli sinistra. Batas posterior
yaitu diafragma, dan costae 9-12.
Ukuran :
Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.
Aliran darah :
Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu arteri lienalis
dan keluar melalui vena lienalis ke vena porta menuju hati.
3. Tonsil
Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid yang terdiri atas 3
buah tonsila yaitu Tonsila Palatina, Tonsila Lingualis, Tonsila
Pharyngealis. Ketiga tonsil tersebut membentuk cincin pada saluran
limf yang dikenal dengan Ring of Waldeyer hal ini yang
menyebabkan jika salah satu dari ketiga tonsila ini terinfeksi dua
tonsila yang lain juga ikut meradang. Organ limfoid yang terdiri atas
3 buah tonsila, yaitu :

o Tonsila palatina

Terletak pada dinding lateralis (kiri-kanan uvula) oropharynx dextra


dan sinistra.
Terletak dalam 1 lekukan yang dikenal sebagai fossa tonsilaris
dengan dasar yang biasa
disebut tonsil bed. Fossa tonsilaris dibatasi oleh dua otot
melengkung membentuk arcus
yaitu arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus.
o Tonsila lingualis
o Tonsila pharyngealis
Perdarahan :
Aliran darah berasal dari arteri tonsillaris yang merupakan cabang
dari arteri maxillaris externa (fascialis) dan arteri pharyngica
ascendens lingualis.
1.3 Mikroskopik
TIMUS
-

Timus memiliki suatu simpai jaringan ikat


yg masuk ke dalam parenkim dan
membagi timus menjadi lobulus.
- Setiap lobulus memiliki satu zona perifer
gelap disebut korteks dan zona pusat yg
terang disebut medula korteks dan
medula berisi sel-sel limfosit.
- Sel limfosit berasal dari sel mesenkim
yang menyusup ke dalam suatu epitel primordium dr kantung
faringeal ke 3 dan 4.
Korteks Timus
Terdapat :
-

limfosit T yang sangat banyak,


Sel retikular epitel yang tersebar
Beberapa makrof

Medula Timus

Mengandung sel retikular dan limfosit


Sel-sel ini menyebabkan medula tampak
lebih pucat dibanding baguan korteks
Mengandung BADAN HASSAL yang mrpkn
sel retikular epitel gepeng yang tersusun
konsentris, mengalami degenerasi dan
mengandung granula keratohialin.
Fungsi BADAN HASSAL belum diketahui
TONSIL
TONSILA PALATINA
Terletak pada dinding lateral faring
bagian oral
Setiap tonsila memiliki 10-20 invaginasi
epitel (epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk) yang menyusup ke dalam
parenkim membentuk KRIPTUS yang
mengandung sel-sel epitel yang terlepas,
limfosit hidup dan mati, dan bakteri
dalam lumennya
Yang memisahkan jaringan limfoid dari organ-organ
berdekatan adalah satu lapis jaringan ikat padat yang disebut
simpai tonsila yang biasanya bekerja sebagai sawar terhadao
penyebaran infeksi tonsila
TONSILA PHARINGEA
-

Merupakan tonsila tunggal yang terletak dibagian superoposterior faring.


Ditutupi epitel bertingkat silindris bersilia
Tidak ada lipatan-lipatan mukosa dengan jaringan limfoid difus
dan nodulus limfatikus
Tidak memiliki kriptus
Simpai lebih tipis dari T. palatina

TONSILA LINGUALIS
-

Lebih kecil dan lebih banyak


Terletak pada pangkal lidah
Ditutupi epitel berlapis gepeng

Masing-masing mempunyai sebuah kriptus

LO.2 Memahami Vaksinasi &


Imunisasi
2.1 Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak ia terkena antigen serupa, tidak akan
terjadi penyakit. (Ranuh, 2008,p.10). Kemudian menurut
Kamus
Kedokteran
Dorland,
hanya
berarti
untuk
menyuntikkan "suspensi mikroorganisme dilemahkan atau
dibunuh, diberikan untuk pencegahan atau pengobatan
penyakit menular.
1) Imunisasi Pasif
A. Imunisasi pasif alamiah: Imunisasi pasif, terjadi bila
seseorang menerima antibodi atau produk sel dari
orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif.
Imunitas pasif dapat diperoleh melalui antibodi dari
ibu atau dari globulin gama homolog yang
dikumpulkan.
i. Imunitas maternal melalui plasenta, antibodi
dalam darah ibu merupakan proteksi pasif
kepada janin. Ibu yang mendapat vaksinasi
aktif akan memberikan proteksi pasif kepada
janin dan bayi.
ii. Imunitas maternal melalui kolostrum (ASI
pertama segera setelah partus). Antibodi
ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih
tinggi dalam kolostrum. Antibodi terhadap
mikroorganisme yang menempati usus ibu
dapat ditemukan dalam kolostrum sehingga
selanjutnya
bayi
memperoleh
proteksi
terhadap mikroorganisme yang masuk saluran
cerna.
B. Imunisasi pasif buatan:
i. Immune Serum Globulin nonspesifik (Human
Normal Immunoglobulin):
ISG digunakan untuk imunisasi pasif
terhadap berbagai penyakit atau untuk
perawatan penderita imunokompromais
dan pada keadaan tertentu.
ISG diberikan kepada penderita purpura
TIP. Dosis tinggi IgG diperlukan untuk
dapat mencegah reseptor Fc pada

fagosit,
terjadinya
fagositosis
rusaknya trombosit akibat ADCC.

dan

ii. Immune Serum Globulin spesifik


Plasma atau serum yang diperoleh dari donor
yang dipilih sesudah imunisasi atau booster
atau konvaselen dari suatu penyakit.
Hepatitis B immune Globulin:
ISG Hepatitis A
ISG Campak
Human Rabies Immune Globulin
Human Varicella-Zoster Immnue Globulin
Antisera terhadap virus Sitomegalo
iii. Serum asal hewan: Serum asal hewan seperti
anti bisa ular tertentu, laba-laba, kalajengking
yang beracun digunakan untuk mengobati
mereka yang digigit. Bahayanya ialah penyakit
serum.
iv. Antibodi heterolog versus antibodi homolog:
antibodi
heterolog
asal
kuda
dapat
menimbulkan sedikitnya 2 jeni hipersensivitas
yaitu reaksi tipe I atau tipe III (penyakit serum
atau kompleks imun)
v. Hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
pada
pemberian globulin serum: Biasanya preparat
globulin diberikan IM mengingat pemberian IV
dapat
menimbulkan
reaksi
anafilaksis.
Preparat baru adalah aman untuk pemberian
IV.
Keunikan
kontraindikasi
pemberian
Immunoglobulin yaitu pada defisiensi IgA
kongenital.
2) Imunisasi aktif: untuk mendapatkan proteksi dapat
diberikan vaksin hidup/dilemahkan atau yang dimatikan.
Keuntungan dari pemberian vaksin hidup/dilemahkan ialah
terjadinya replikasi mikroba sehingga menimbulkan
pajanan dengan dosis lebih besar dan respons imun di
tempat infeksi alamiah. Risiko vaksin yang dilemahkan
ialah oleh karena dapat menjadi virulen kembali dan
merupakan
hal
yang
berbahaya
untuk
subyek
imunokompromais.
A. Respons primer dan sekunder
Respons primer ditandai dengan lag phase yang
diperluka sel naif untuk menjalani seleksi klon,
ekspansi klon dan diferensiasi menjadi sel memori
dan sel plasma. Kemampuan untuk memberikan
respons humoral sekunder tergantung dari adanya
sel B memori dan sel T memori. Aktivasi kedua sel

memori menimbulkan respons antibodi sekunder


yang dapat dibedakan dari respons primer.
Perbedaan respons imun di berbagai bagian tubuh: ada perbedaan
kadar antibodi dalam intra dan ekstra-vaskuler. sIgA diproduksi
setempat di lamina propria di bawah membran mukosa saluran
napas dan cerna yang sering merupakan tempat kuman masuk.
sIgA merupakan Ig utama dalam sekresi hidung, bronkus, intestinal,
saluran kemih, saliva, kolostrum dan empedu. sIgA memberikan
keuntungan dan dapat mencegah virus di tempat virus masuk
tubuh, sintesis antibodi sekretori lokal terbatas pada lokasi-lokasi
anatomis tertentu yang dirangsang langsung melalui kontak dengan
antigen.

2.2 Vaksinasi
Suspensi mikroorganisme (bakteri, virus atau riketsia)
yang dilemahkan atau dimatikan, atau suspensi protein
antigentik yang berasal dari mikroorganisme tersebut, yang
diberikan untuk mencegah, meringakan, atau mengobati
penyakit menular (Dorland). Vaksinasi merupaka imunisasi
aktif karena memasukkan antigen agar terbentuk antibodi
spesifik atau sel limfosit T dalam tubuh.
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin
mati. Vaksin hidup dibuat dalam pejamu, dapat menimbulkan
penyakit ringan, dan menimbulkan respons imun seperti yang
terjadi pada infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan bahan
(seluruh sel atau komponen spesifik) asal patogen seperti
toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.
Klasifikasi vaksin
Hidup - diatenuasikan

Mati - diinaktifkan

Patogen

Komponen

Bakteri

Virus

Rekayasa

Seluruh
Agens

Toksoid

Subunit
dimurnikan

Rekaya
subunit

Rekombina
n

BCG

Adeno
Campa
k
Mump
s
Polio
Rubell
a
Yellow
fever

Influenza
(intranasa
l)
Kolera
Virus Rota
Tifoid
(Ty21oral)

Antraks
Kolera
USP
(parenter
al)
Kolera
WC/rBS
(oral)
Hepatitis
A
Hepatitis
B (asal
plasma)
Influenza
(seluruh
virus)
Pes
Polio (IPV)
Rabies
Tifoid
(parenter
al)

Difteri
Tetanus

Petusis
(aselular)
Hib
(polisakarida)
Kolera EC/rBS
(oral)
Influenza
(vaksin slit)
Menigokok
(polisakarida)
Pneumokok
(polisakarida)
Tifoid Vi
(polisakarida)

Hib
konjugat
Pneumoko
k konjugat
Meningok
ok
konjugat

Jenis-jenis vaksin
1) BCG
BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum
anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan
karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan
atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun
diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak
berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1
mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus CalmetteGuerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.0001.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita
gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita
leukemia, penderita yang menjalani pengobatan
steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi:
i. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan,
pada tempat penyuntikan timbul kemerahan
dan benjolan kecil yang teraba keras.
Kemudian benjolan ini berubah menjadi
pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah
dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini
akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu
8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan
parut.

Hepatitis B
(antigen
permukaa
n)
Penyakit
lyme
(OspA)

ii. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah


bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri
tekan maupun demam, yang akan menghilang
dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah
i. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di
tempat penyuntikan karena penyuntikan yang
terlalu dalam. Abses ini akan menghilang
secara spontan. Untuk mempercepat
penyembuhan, bila abses telah matang,
sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan
abses dengan menggunakan jarum) dan bukan
disayat.
ii. Limfadenitis
supurativa,
terjadi
jika
penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan
membaik dalam waktu 2-6 bulan.

2) DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang
melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang
tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi
yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada
saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat
yang menetap serta bunyi pernafasan yang
melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa
minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk
hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan
atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan
komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan
kerusakan otak.
Tetanus
adalah
infeksi
bakteri
yang
bisa
menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan
kepada anak yang berumur kurang dari 7
tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau
paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada
saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II)
dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari
4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun
setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin
pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal,
sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-

3) DT

16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin


hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun,
setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir
85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali
suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan
memperoleh perlindungan terhadap difteri selama
10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan,
seperti demam ringan atau nyeri di tempat
penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping
tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di
dalam vaksin.
Pada
kurang
dari
1%
penyuntikan,
DTP
menyebabkan komplikasi berikut:
i. demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
ii. kejang
iii. kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak
yang sebelumnya pernah mengalami kejang
atau
terdapat
riwayat
kejang
dalam
keluarganya)
iv. syok
(kebiruan,
pucat,
lemah,
tidak
memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius
dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda
sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami
kejang, penyakit otak atau perkembangannya
abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai
kondisinya
membaik
atau
kejangnya
bisa
dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT,
mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri,
kemerahan
atau
pembengkakan
di
tempat
penyuntikan.
Untuk
mengatasi
nyeri
dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen
(atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat
penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat
atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan
maupun tungkai yang bersangkutan
memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang
dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya
pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu
menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu
menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama
dengan imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot
lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak

boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit


berat atau menderita demam inggi. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan
pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang
biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
4) TT

Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan


kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti
Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk
pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan
penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2
kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan
8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau
lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus
toksoid adalah reaksi lokal pada tempat
penyuntikan, yaitu berupa kemerahan,
pembengkakan dan rasa nyeri.

5) Polio
Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan
kelumpuhan pada salah satu maupun kedua
lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan
kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot
untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
i. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk),
mengandung virus polio yang telah dimatikan
dan diberikan melalui suntikan
ii. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin),
mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil
atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif
melawan semua bentuk polio, bentuk
monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis
polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III,
dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.
Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (56 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin.
Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL)
langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan
sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
i. Diare berat

ii. Gangguan kekebalan (karena obat


imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
iii. Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa
kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk
menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan
dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk
meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada
tingkat yang tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar,
kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan
pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia
hendak bepergian ke daerah dimana polio masih
banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang
belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan
perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya
diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami
reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian
IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak
boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia,
kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV
juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani
terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau
obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita
diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan
atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi
ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada
tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung
hanya selama beberapa hari.
6) Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi
campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak
berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa
dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6
bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan
dalam sebanyak 0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
i. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38
Celsius
ii. gangguan sistem kekebalan
iii. pemakaian obat imunosupresan
iv. alergi terhadap protein telur

v. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan


eritromisin
vi. wanita hamil
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam,
ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral
serta ensefalitis (jarang).

7) MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap
campak, gondongan dan campak Jerman dan
disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk,
hidung meler dan mata berair. Campak juga
menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia.
Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih
serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan
kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit
kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun
kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri.
Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi
pada selaput otak dan korda spinalis) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga
menyebabkan pembengkakan pada buah zakar
sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman
(rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit
dan pembengkakan kelenjar getah bening leher.
Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan
otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa
terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi
yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan
bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme,
tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada
hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin
MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi
anak terhadap campak, gondongan dan campak
Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR
hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya
jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada
bayi yang berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur
12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak
memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat,
karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak
berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada
saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk
SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa
yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir

sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status


imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan
MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum
tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena
banyak dari mereka yang telah menderita penyakit
tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98%
orang yang menerimanya, suntikan MMR akan
memberikan perlindungan seumur hidup terhadap
campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan
kedua diberikan untuk memberikan perlindungan
adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan
pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh
masing-masing komponen vaksin:
i. Komponen campak 1-2 minggu setelah
menjalani imunisasi, mungkin akan timbul
ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5%
anak-anak yang menerima suntikan MMR.
Demam 39,50 Celsius atau lebih tanpa gejala
lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang
menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya
muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah
disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2
hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada
suntikan MMR kedua.
ii. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan
pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang,
berlangsung selama beberapa hari dan terjadi
dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima
suntikan MMR.
iii. Komponen campak Jerman, Pembengkakan
kelenjar getah bening dan atau ruam kulit
yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul
dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima
suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15%
anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri
atau kekakuan sendi yang ringan selama
beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu
setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya
ditemukan pada 1% anak-anak yang
menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada
25% orang dewasa yang menerima suntikan
MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus
berlangsung selama beberapa bulan (hilangtimbul).
iv. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri)
berlangsung selama 1 minggu dan terjadi
pada kurang dari 1% anak-anak tetapi

8) Hib

ditemukan pada 10% orang dewasa yang


menerima suntikan MMR. Jarang terjadi
kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau
mati rasa pada tangan atau kaki selama
beberapa hari lebih sering ditemukan pada
orang dewasa. Meskipun jarang, setelah
menerima suntikan MMR, anak-anak yang
berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami
aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini
biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu
setelah suntikan diberikan dan biasanya
berhubungan dengan demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika
dibandingkan dengan efek samping yang
ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak
Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan
komplikasi yang sangat serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai
anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan
kepada:
i. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau
antibiotik neomisin
ii. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma
globulin
iii. anak yang mengalami gangguan kekebalan
tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma
maupun akibat obat prednison, steroid,
kemoterapi, terapi penyinaran atau obati
imunosupresan.
iv. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan
kemudian hamil.
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh
Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa
menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi
tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak
tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan,
biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.

9) Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan
terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam
kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara
perlahan mengering dan membentuk keropeng yang
akan mengelupas.
Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah
menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani

imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan


suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya
memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang
berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah
mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah
menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis
vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan
sangat menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan
tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus
terjadi penyakit yang sangat serius sehingga
penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan
beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada
orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi
yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya
cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang
menderita cacar air meskipun telah mendapatkan
suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan,
hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang
komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan
yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya
lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka
panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin
juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan,
yaitu berupa :
i. Demam
ii. nyeri dan pembengkakan di tempat
penyuntikan
iii. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat
penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah :
i. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu
1-6 minggu setelah penyuntikan
ii. pneumonia
iii. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa
menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata,
bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan
perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam
waktu beberapa menit sampai beberapa jam
setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang
terjadi.
iv. Ensefalitis
v. penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan
kepada :
i. Wanita hamil atau wanita menyusui

ii. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki


sistem kekebalan yang lemah atau yang
memiliki riwayat keluarga dengan kelainan
imunosupresif bawaan
iii. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi
terhadap antibiotik neomisin atau gelatin
karena vaksin mengandung sejumlah kecil
kedua bahan tersebut
iv. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita
penyakit serius, kanker atau gangguan sistem
kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
v. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang
mengkonsumsi kortikosteroid
vi. Setiap orang yang baru saja menjalani
transfusi darah atau komponen darah lainnya
vii. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan
yang lalu menerima suntikan immunoglobulin.
10) HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap
hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati
yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir
atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa
diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi
dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang
waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II,
serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II
dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun
setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan
imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa
kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan
atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg
positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan
0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada
lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2
bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak
berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status
HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan,
contoh darah ibu diambil untuk menentukan status
HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG
(sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat
sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih.
Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.

Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal


(nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam
ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran
pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.

11) Pneumokokus Konjugata


Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak
terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan
infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan
penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan
bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin.
Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak
yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap
terjadinya infeksi pneumokokus.

LO.3 Memahami dan


Menjelaskan Antigen
3.1 Definisi
Antigen (imunogen) adalah bahan yang berinteraksi dengan produk
respons imun yang dirangsang oleh imunogen dan atau TCR (T-Cell
Receptor). Antigen lengkap adalah antigen yang menginduksi baik
respons imun maupun bereaksi dengan produknya. Yang disebut
dengan antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri
menginduksi respons imun, tetapi dapat bereaksi dengan produknya
seperti antibodi. Hapten dapat dijadikan imunogen melalui ikatan
dengan molekul besar yang disebut molekul atau protein pembawa.
3.2 Klasifikasi
Antigen
dapat
dibagi
menurut
epitop,
spesifisitas,
ketergantungan terhadap sel T dan sifat kimiawi:
1) Pembagian antigen menurut epitop
Unideterminan, univalen
Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu
molekul. Contoh: Hapten
Unideterminan, multivalen
Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih
determinan tersebut ditemukan pada satu
molekul. Contoh: Polisakarida
Multideterminan, univalen

Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi


hanya saty dari setiap macamnya (kebanyakan
protein). Contoh: Protein
Multideterminan, multivalen
Banyak macam determinan dan banyak dari
setiap macam pada satu molekul (antigen dengan
berat molekul yang tinggi dan kompleks secara
kimiawi)/ contoh: Kimia kompleks
2) Pembagian antigen menurut spesifisitas
Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu
Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk
individu dalam satu spesies
Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ
tertentu
Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3) Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap
sel T
T dependen, yang memerlukan pengenalam oleh
sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan
respons antibodi. Kebanyakan antigen protein
termasuk dalam golongan ini.
T independen, yang dapat merangsang sel B
tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi.
Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul
besar polimerik yang dipecah didalam tubuh
secara perlahan-lahan misalnya lipopolisakarida,
ficoll, dekstran, levan dan flagelin polimerik
bakteri
4) Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik.
Glikoprotein yang merupakan bagian permukaan
sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan
respons imun terutama pembentukan antibodi.
Contoh lain adalah respons imun yang ditimbulkan
golongan dara ABO, sifat antigen dan spesifitas
imunnya berasal dari polisakarida pada
permukaan sel dara merah
Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi
imunogenik bila diikat protein pembawa. Lipid
dianggap sebagai hapten, contohnya adalah
sfingolipid
Asam nukleat
Asam nukelat tidak imunogenik, tetapi dapat
menjadi imunogenik bila diikat protein molekul
pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya

tidak imunogenik. Respons imun terhadap DNA


terjadi pada penderita dengan LES
Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada
umunya multideterminan dan univalen
3.3 Struktur
Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi
determinan dan struktur tersier.
Ukuran
Antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai
berat molekul yang besar.Tetapi molekul kecil dapat
bergabung dengan protein inang sehingga dapat
bersifat
imunogen
dengan
membentukkompleks
molekul kecil (hapten) dan protein inang (carrier).
Bentuk
Bentuk determinan sangat penting sebagai komponen
utama, seperti DNP dalam DNP-L-lisin yang memberi
bentuk molekul yang tidak dapat ditemukan dalam
homolog primer.
Kopolimer dari dua asam amino
bersifat imunogenik untuk beberapa spesies, yang
mana polimer dari tiga atau empat asam amino yang
merupakan syarat yang penting untuk spesies lain.
Lokasi dari struktur dalam determinan juga sangat
penting.

Rigiditas
Gelatin, yang mempunyai berat molekul yang sangat
besar,
hampir
semuanya
non
imunogenik.Kespesifitasanya dari produksi antigen
secara langsung diangkut ke gelatin.
Lokasi determinan
Bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan
determinan antigen yang penting yang dapat
dimasukkan oleh molekul besar.
Struktur tersier
Struktur tersier dari protein (spatial folding) penting
dalam mendeterminasi kespesifikan dari respon suatu
antibody. Produksi antibody rantai A dari insulin tidak
bereaksi dengan molekul alami. Reduksi dan reoksidasi
dari ribonuklease di bawah kondisi kontrol diproduksi
dari campuran molekul protein yang berbeda hanya
dalam struktur tiga dimensi. Jika katabolisme terjadi,
struktur tersier dari imunogen akan dihancurkan

LO.4 Memahami dan


Menjelaskan Antibodi
4.1 Definsi
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan
antigen spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul
yang sama; digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin,
bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis
oleh limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen
pada reseptor permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat
penulisaanya menjadi Ab. (Dorlan)
4.2 Fungsi
Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan menghantarkannya
ke sistem efektor pemusnahan
4.3 Klasifikasi

IgG (Imuno globulin G)


Merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan
hanya dalam waktu beberapa hari, ia memiliki masa
hidup berkisar antara beberapa minggu sampai
beberapa tahun. IgG beredar dalam tubuh dan banyak
terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus.
Mereka mengikuti aliran darah, langsung menuju
musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka
mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur
antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan
virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam
racun. Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel
dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis
yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena
kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka
dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan
melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Jika antibodi
tidak
diciptakan
dengan
karakteristik
yang
memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam
plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan
terlindungi
melawan
mikroba.
Hal
ini
dapat
menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu,
antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh
sampai anak itu lahir.
IgA (Imuno globulin A)
Terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan
antigen seperti air mata, air liur, ASI, darah, kantongkantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi

usus. Kepekaan daerah tersebut berhubungan langsung


dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih
menyukai media lembap seperti itu. Secara struktur,
IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian
tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka
menjaga daerah itu dalam pengawasannya layaknya
tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi
daerah kritis. Antibodi ini melindungi janin dari berbagai
penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah
kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang bayi,
melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru
lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA
tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru lahir.
Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan
melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba.
Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan hilang setelah
mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi
telah berumur beberapa minggu.
IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan
pada permukaan sel B. Pada saat organisme tubuh
manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan
antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan
musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM
pada umur kehamilan enam bulan. Jika musuh
menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit,
produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui
apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui
dari kadar IgM dalam darah.
IgD (Imuno globulin D)
IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada
permukaan sel B. Mereka tidak mampu untuk bertindak
sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada
permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T
menangkap antigen.
IgE (Imuno globulin E)
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran
darah. Antibodi ini bertanggung jawab untuk
memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya
untuk berperang. Antibodi ini kadang juga
menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu,
kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang
mengalami alergi. (Yahya, Harun. 2005)

4.4 Struktur
Porter telah menemukan struktur dasar immunoglobulin
yang terdiri dari 4 rantai polipeptida, terdiri dari 2 rantai
berat (heavy chain=H) dan 2 rantai ringan(light chain =L)

yang tersusun secara simetris dan dihubungkan satu sama


lain oleh ikatan disulfide(Interchain disulfide bods). Molekul
IgG dapat dipecah oleh enzim papain menjadi 3 fragmen. Dua
fragmen ternyata identik dan dapat mengikat antigen
membentuk kompleks yang larut yang menunjukkan bahwa
fragmen itu univalent atau mempunyai valensi satu. Frakmen
ini disebut Fab (fragment antigen binding). Fragmen yang
ketiga tidak dapat mengikat antigen dan karenanya dapat
membentuk kristal disebut Fc(fragment crystallizable).
Pepsin, suatu enzim proteolitik lain, dapat memecah IgG pada
tempat Fc sehingga tertinggal satu fragmen besar yang
masih dapat mengendapkan antigen, sehingga masih bersifat
divalen (bervalensi dua), dan disebut F(ab)2. Analisis asam
amino menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa terminal-N
dari rantai L maupun rantai H selalu menjadi variabel
sehingga urutan asam amino yang ditemukan tidak konstan,
disebut disebut bagian variabel. Sisa dari rantai ternyata
menuunjukkan struktur yang relatif konstan; disebut konstan.
Bagian variabel dan rantai-L dan rantai-H, yang membentuk
ujung dari Fab menentukan sifat khas dari antibodi itu. Oleh
karena setiap molekul immunoglobulin mempunyai 2 Fab,
maka struktur dasar dari immunoglobulin dapat mengikat 2
determinan antigen.
Rantai- L (light chain). Dari hasil pemeriksaan protein
Bence-Jones dalam air kemih penderita myeloma, ditemukan
2 macam rantai-L, yang disebut rantai-(kappa) dan rantai-
(lambda). Pada setiap orang sehat dapat ditemukan kedua
macam rantai-L itu dengan perbandingan rantai- 65% dan
rantai- 35%, atau ratio : adalah 2:1.
Rantai- H. Imunoglobulin dibagi menjadi 5 kelas, dan
ternyata perbedaannya antara lain terletak pada rantai-H.
Maka tiap klas immunoglobulin mempunyai rantai-H tertentu,
tetapi semua klas immunoglobulin mempunyai rantai- atau
(di dalam satu molekul selalu hanya satu macam saja).
o Rantai-H dari IgG disebut juga rantai- (gama)
o Rantai-H dari IgA disebut rantai- (alpha)
o Rantai-H dari IgM disebut rantai- (mu)
o Rantai-H dari IgD disebut rantai- (delta)
o Rantai-H dari IgE disebut rantai- (epsilon)
Bagian variabel dari molekul immunoglobulin menentukan sifatnya
yang khas terhadap antigen. Bagian yang konstan sama sekali tidak
berpengaruh langsung terhadap antigen, tetepi kemungkinan besar
bagian Fc dari imunoglobulin menentukan aktifitas biologis dari
antibodi itu, misalnya Fc dari IgG memungkinkan molekul itu
menembus jaringan plasenta dan Fc dari IgA ikut menentukan sifat
dari molekul itu dikeluarkan pada secret. Selain fungsi biologis di
atas, bagian Fc juga meningkatkan aktivitas tertentu setelah

antibody bergabung dengan antigen, misalnya kemampuan


mengikat zat yang disebut komplemen, perlekatan dengan sel
macrofag atau menyababkan degranulasi mast cell. Fungsi biologis
dari bagian Fc pada berbagai jenis immunoglobulin berbeda satu
sama lain, tergantung dari struktur primer molekul itu dan mungkin
memerlukan ikatan dengan antigen sebelum fungsi itu menjadi aktif

LO.5 Memahami dan


Menjelaskan Respon Imun
5.1 Definisi
Sistem perlindungan dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh
sel dan organ khusus pada suatu organisme. Sistem imun adalah
sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel
dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap
infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat
asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya
sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Sistem Imun bisa juga
diartikan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam
resistensi terhadap infeksi, reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan
molekul-molekul terhadap mikroba

5.2 Klasifikasi

Respon imun adalah bentuk reaksi pertahanan tubuh terhadap


antigen. Sedangkan imunitas lebih mengarah kepada darimana
pertahanan itu kita dapatkan. Respon imun dapat dibagi menjadi
respon imun alamiah atau
nonspesifik/natural/innate/native/nonadaptif dan didapat atau
spesifik/adaptif/acquired.
1. Respon Imun Nonspesifik
Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba
tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir.
Mekanismenya tidak menunjukkan spesifisitas terhadap bahan
asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen
potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan

dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat


memberikan respons langsung.
a. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan
bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap
infeksi.
b. Pertahanan biokimia
1) pH asam keringat dan sekresi kelenjar sebaseus,
berbagai asam lemak yang dilepas kulit
mempunyai efek denaturasi terhadap protein
membrane sel sehingga dapat mencegah infeksi
melalui kulit.
2) Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, ASI dapat
melindungi tubuh dari kuman gram (+) dengan
cara
menghancurkan
lapisan
peptidoglikan
dinding bakteri.
3) ASI, ludah juga mengandung laktooksidase. Pada
ASI mempunyai sifat antibacterial terhadap E.Coli
dan stafilokok. Pada saliva dapat merusak dinding
sel
mikroba
dan
menimbulkan
kebocoran
sitoplasma.
c. Pertahanan humoral
Menggunakan berbagai molekul larut yang diproduksi di
tempat infeksi dan berfungsi local. Molekulnya berupa
peptide antimikroba seperti defesin, katelisidin, dan IFN
dengan efek antiviral.
1) Komplemen: terdiri atas sejumlah besar protein
yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi
terhadap infeksi dan berperan dalam respons
inflamasi.
Spectrum
yang
luas
diproduksi
hepatosit dan monosit. Berperan sebagai opsonin
yang meningkatkan fagositosis, sebagai factor
kemotaktik
dan
menimbulkan
destruksi/lisis
bakteri dan parasit.
2) CRP (C-reactive protein): salah satu PFA, termasuk
golongan protein yang kadarnya dalam darah
meningkat pada infeksi akut sebagai respons
imunitas nonspesifik. Pengukuran CRP digunakan
untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. Dengan
bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul
antara lain fosforikolin yang ditemukan pada
permukaan bakteri/jamur.
d. Pertahanan selular

Fagosit, sel NK (Natural Killer), sel mast dan eosinofil


berperan dalam sistem imun nonspesifik selular. Sel-sel
sistem imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi
atau jaringan. Contoh sel yang dapat ditemukan dalam
sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel
T, sel B, sel NK, sel darah merah dan trombosit. Sel-sel
tersebut dapat mengenal produk mikroba esensial yang
diperlukan untuk hidupnya. Contoh sel-sel dalam
jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel
plasma dan sel NK.
2. Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik mempunyai kemampuan untuk
mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda
asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal
oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan
sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh
untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian
dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik.
Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi
tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan
sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin
kerjasama yang baik antara sistem imun nonspesifik dan
spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan antara
makrofag-sel T.
a. Respon imun spesifik humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral
adalah limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh.
Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang.
Pada manusia diferensiasinya terjadi dalam sumsum
tulang.
b. Respon imun spesifik selular
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel
tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada
orang dewasa, sel T dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi
proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus atas
pengaruh berbagai faktor asal timus. 90-95% dari semua sel T
dalam timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan
selanjutnya meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
5.3 Mekanisme

Mekanisme Respon Imun Non-Spesifik


Sistem imun alami merupakan pertahanan tubuh yang
pertama kali bekerja saat terdapat invasi. Sistem ini umumnya

aktif sampai 12 jam pertama sejak invasi organisme. Sel yang


berperan dalam sistem imun alami di antaranya adalah
makrofag dan natural killer cell. Sel-sel tersebut dinamakan
fagosit karena akan melawan invasi dengan cara fagositosis
(penelanan organisme asing).
Selain fagositosis, salah satu mekanisme lain dalam sistem
imun alami adalah dengan produksi antibiotik alami berupa
interferon
dan lysozyme.
Interferon
berperan
dalam
mengeblok replikasi dari virus yang masuk ke dalam tubuh,
sedangkan lysozyme berperan dalam menyerang dinding sel
bakteri.

Proses fagositosis bakteri. Luka yang menyebabkan bakteri


masuk menembus barrier kulit akan direspon langsung oleh
fagosit yang bermigrasi dari pembuluh darah. Kemudian
membran sel fagosit akan membentuk cekungan agar bakteri
bisa masuk. Dari situ bakteri akan masuk ke dalam sel di
dalam vacuola berbungkus membran (disebut Fagosom). Lalu
fagosom akan bergabung bersama lisosom untuk proses
digesti bakteri.
Salah satu contoh respon imun non-spesifik adalah Natural
Killer (NK). Dimana sel tersebut merupakan jenis pertahanan
selular. Mereka membuat sekitar 5% sampai 15% dari total
populasi limfosit beredar. Mereka menargetkan sel tumor dan
melindungi terhadap berbagai mikroba menular. Natural Killer
Sel adalah faktor yang sangat penting dalam memerangi

kanker. Stimulasi imun adalah kunci untuk menjaga jumlah sel


darah putih yang tinggi dan memberikan Sel Natural Killer
kesempatan untuk melawan kanker dan penyakit lainnya.
Natural Killer ikut mengalir bersama peredaran darah. Ketika
terjadi viremia, virus akan melekat pada sel tersebut dan
melakukan penetrasi genom. Pada saat inilah sel natural killer
mendapatkan identitas gen mengenai virus. Sel ini
selanjutnya akan mencari sel terinfeksi yang memiliki
identitas yang sama seperti virus lalu membunuhnya dengan
mengeluarkan toksin.
Mekanisme Respon Imun Spesifik
Aktivasi dari respon imun pada umumnya berawal dari
masuknya patogen ke dalam tubuh. Kemudian makrofag akan
mencerna(memakan), memproses, dan membuat fragmen
antigen pada tubuh mereka. Makrofag dengan pengenalan
fragmen pada tubuhnya disebut Antigent Presenting Cell
(APC). Kemudian sel T helper akan mendeteksi fragmen
tersebut dan membentuk interaksi dengan fragmen di
permukaan
APC.
Saat proses
interaksi,
APC akan
menegeluarkan sinyal kimia dalam bentuk Interleukin-1 yang
merangsang sel T helper untuk melepas Interleukin-2. Zat
kimia Interleukin ini akan merangsang proliferasi dari sel T
efektor jenis sel T sitotoksin dan sel B. Respon imun dalam
poin ini kemudian akan terbagi menjadi dua jalur, yaitu
1. Sel T Sitotoksin
Sel normal yang terinfeksi juga dapat mencerna serta
membuat fragmen antigen pada permukaan tubuh mereka.
Tubuh kita membuat berjuta-juta sel T sitotoksin dengan
tipe yang berbeda untuk setiap jenis antigen yang berbeda.
Sel T sitotoksin dapat berinteraksi dengan fragmen antigen
pada sel terinfeksi, dengan cara berikatan dengan fragmen
tersebut. Ikatan tersebut akan merangsang sel T sitotoksin
untuk mengeluarkan zat kimia toksik yang dapat
membunuh sel terinfeksi beserta dengan antigen di
dalamnya.
2. Sel B
Sel B juga terdiri dari berjuta-juta tipe yang dimana setiap jenisnya
berfungsi untuk mengenali antigen berbeda. Sel B ini akan
teraktivasi oleh sel T helper yang memiliki pasangan struktur
fragmen antigen. Kemudian sel B akan berdiferensiasi menjadi sel
plasma. Sel plasma ini menjadi pabrik utama sumber antibodi yang
akan ikut mengalir bersama aliran darah. Antibodi yang sudah
spesifik akan mengikat antigen tertentu sehingga tidak bisa

berikatan dengan sel lainnya. Pengikatan ini sebagai marker bagi


makrofag untuk menghancurkan patogen tersebut

LO.6 Memahami dan


Menjelaskan Pandangan Islam
Terhadap Vaksin
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena
termasuk penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang
memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar
sehari itu dari racun dan sihir(HR. Bukhari : 5768, Muslim :
4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyariatkannya
mengambil sebab untuk membentengi diri dari penyakit sebelum
terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi wabah yang
menimpa maka hukumnya boleh

sebagaimana halnya boleh berobat tatkala terkena penyakit.


Boleh dalam kondisi darurat dalil firman Allah :
Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya. (QS. Al- Anam [6]:119)
1) Dhorurat dalam Obat
Dhorurat (darurat) adalah suatu keadaan terdesak untuk
menerjang keharaman, yaitu ketika seorang memilki
keyakinan bahwa apabila dirinya tidak menerjang larangan
tersebut niscaya akan binasa atau mendapatkan bahaya
besar pada badanya, hartanya atau kehormatannya. Dalam
suatu kaidah fiqhiyyah dikatakan:
Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang
Namun kaidah ini harus memenuhi dua persyaratan: tidak
ada pengganti lainya yang boleh (mubah/halal) dan
mencukupkan sekadar untuk kebutuhan saja.
Oleh karena itu, al-Izzu bin Abdus Salam mengatakan :

Seandainya seorang terdesak untuk makan barang najis


maka dia harus memakannya, sebab kerusakan jiwa dan
anggota badan lebih besar daripada kerusakan makan
barang najis.20
2) Kemudahan Saat Kesempitan
Sesungguhnya syariat islam ini dibangun di atas kemudahan. Banyak
sekali dalil-dalil yang mendasari hal ini, bahkan Imam asy-Syathibi
mengatakan: Dalil-dalil tentang kemudahan bagi umat ini telah mencapai
derajat yang pasti.20
Semua syariat itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada
tambahan kemudahan lagi. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafii
tatkala berkata :
Kaidah syariat itu dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu apabila
sempit maka menjadi luas.21

You might also like