You are on page 1of 22

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN GLOBALISASI BAHASA

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BAGI DOSEN


Agustin Rebecca Lakawa
Pusat Bahasa, Lembaga Budaya, Universitas Trisakti

Abstract
Lecturers need to realize that English is not merely a communication tool but also
an important part in their daily activities. The needs of English is connected to
motivation and language globalization. The improved motivation is based on the
increased needs of studying English which underlie the willingness to invest time
and effort to learn the language. As the globalized language, English dominates the
use of written communication in the internet which is functioned as one of the
sources of information and needed by the lecturers in the academic and nonacademic activities. This paper presents an argument that lecturers need to study
English because of self improvement, professional development and transfer
knowledge as well as understanding language in the internet. These three reasons
enable the lecturers to consistently undergo the long process of learning English
which is followed by the need to maintain successful language learning. This is a
library research coupled with the analysis of trends in language learning. The
result shows that in the long process of language learning, the lecturers should
create instrumental motivation as pragmatical reason so that learning English
becomes more effective especially in implementing the Higher Learning Triad of
Duties.

Abstrak
Dosen perlu menyadari bahwa bahasa Inggris bukan hanya berfungsi sebagai alat
komunikasi tetapi juga menjadi bagian yang penting dalam kegiatan sehari-hari
mereka. Kebutuhan akan bahasa Inggris dapat dihubungkan dengan motivasi dan
globalisasi bahasa. Motivasi yang meningkat didasarkan pada meningkatnya
kebutuhan akan pembelajaran bahasa Inggris yang mendasari keinginan untuk
meluangkan waktu dan usaha untuk belajar bahasa tersebut. Sebagai bahasa
global, bahasa Inggris mendominasi penggunaan komunikasi tulis di internet yang
juga berfungsi sebagai salah satu sumber informasi dan dibutuhkan oleh dosen
dalam kegiatan akademis maupun non-akademis. Makalah ini membahas
pandangan bahwa dosen perlu belajar bahasa Inggris karena peningkatan diri,
peningkatan profesional dan alih pengetahuan sekaligus juga agar mampu
mengerti bahasa yang digunakan di internet. Ketiga alasan ini memampukan
dosen untuk secara konsisten menjalani proses panjang pembelajaran bahasa
yang diikuti dengan kebutuhan untuk mempertahankan pembelajaran bahasa
yang berhasil. Makalah ini merupakan suatu studi kepustakan yang digandengkan
dengan analisis kecenderungan yang sedang terjadi pada pembelajaran bahasa.
Page 1 of 22

Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa dalam proses panjang pembelajaran
bahasa, para dosen perlu mempunyai motivasi instrumental sebagai suatu alasan
pragmatis sehingga pembelajaran bahasa Inggris menjadi lebih efektif terutama
dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

PENDAHULUAN
Hampir setiap orang mengetahui pentingnya bahasa dalam kehidupan
keseharian, tetapi tidak setiap orang menyadari betapa pentingnya bahasa
Inggris dalam kehidupan masa kini. Sebab dengan memiliki kemampuan
bahasa Inggris atau bahasa asing lain, seseorang dapat mengakses
informasi langsung dari sumbernya dengan lebih mudah. Merupakan suatu
kebiasaan yang baik bagi masyarakat untuk mengetahui sesuatu langsung
dari sumber aslinya sehingga salah pengertian dapat dihindari. Dengan
demikian bahasa Inggris bukan saja berfungsi sebagai sumber informasi
tetapi juga merupakan alat komunikasi yang perlu diketahui dan diterima
oleh semua orang hampir di seluruh pelosok dunia.
Seberapa besar usaha yang diupayakan untuk mempelajari bahasa
tersebut

menentukan

motivasi

yang

bersangkutan

dalam

proses

pembelajaran bahasa. Dalam proses pembelajaran bahasa, para ahli


linguistik

terapan

mengungkapkan

memengaruhi

proses

sikap/minat,

motivasi,

bahwa

pembelajaran
gaya

belajar,

ada

tersebut

banyak

antara

kepribadian,

hal

lain:

strategi

yang
bakat,

belajar,

kepercayaan si pembelajar, percaya diri, dll (mis: Drnyei, 2005: Gardner,


Page 2 of 22

1985; Cooper, 2002). Dari semua hal tersebut maka motivasi merupakan
hal yang paling penting kedua setelah bakat dan yang sangat memengaruhi
proses pembelajaran bahasa asing terutama pada individu yang telah
dewasa (Gardner & Lambert, 1972). Proses tersebut adalah proses panjang
yang membutuhkan suatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk
tetap konsisten dan fokus pada apa yang dipelajari (Drnyei, 2005;
Sternberg, 2002) sehingga proses tersebut dapat berhasil dengan baik.
Ada dua hal penting yang diperlukan untuk mempertahankan
motivasi dalam proses pembelajaran bahasa. Kedua hal tersebut berasal
dari luar dan dalam diri pembelajar yaitu kebutuhan akan belajar bahasa
yang jelas (clear needs analysis) dan fasilitas pembelajaran bahasa
(language teaching facilities) yang memadai (Lakawa, 2007). Apabila kedua
hal ini dapat dipenuhi maka proses pembelajaran dan pengajaran bahasa
diharapkan dapat berhasil dengan baik.
Dalam makalah ini, saya akan membahas peran bahasa Inggris bagi
dosen dengan menghubungkannya pada motivasi dan globalisasi bahasa
serta bagaimana para dosen dapat meningkatkan motivasi mereka dalam
mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa dunia.

Peningkatan motivasi

ini dapat terjadi karena para dosen di perguruan tinggi mempunyai


kebutuhan yang sangat mendesak untuk mempelajari bahasa Inggris. Bagi
para dosen, kebutuhan tersebut dapat diungkapkan dalam bentuk: self
Page 3 of 22

improvement, professional development dan transfer knowledge, serta


language in the internet.

PEMBAHASAN
Motivasi dan Globalisasi Bahasa
Dunia yang hampir tidak berbatas lagi mendorong setiap orang untuk
mengetahui bahasa lain agar dapat saling terhubung dengan bagian dunia
lain dan agar dapat mengakses berbagai informasi dengan lebih mudah. Hal
ini berkaitan dengan globalisasi bahasa (Drnyei, et al, 2006) dimana
kemajuan dibidang telekomunikasi dan saling ketergantungan dibidang
ekonomi dan keuangan di seluruh dunia menuntut setiap individu
meningkatkan

kemampuan

agar

tidak

ketinggalan.

Peningkatan

kemampuan melalui proses pembelajaran bahasa merupakan jawaban dari


tantangan globalisasi bahasa yang menentukan apakah seseorang dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,

memperoleh

pekerjaan

kemampuan

sesuai

yang

diinginkan,

atau

meningkatkan

profesional.
Globalisasi sangat erat kaitannya dengan faktor ekonomi misalnya
meningkatnya

pengaruh

perusahaan-perusahaan

multinasional

dan

tumbuhnya saling keterhubungan dengan pelaku-pelaku ekonomi lokal


yang berdampak langsung dengan dimensi linguistik (Drnyei, et al, 2006).
Dalam hal ini, dimensi linguistik menyangkut kebutuhan akan bahasa
Page 4 of 22

asing/bahasa

Inggris.

Karena

pentingnya

dimensi

linguistik

dalam

globalisasi, maka serangkaian riset dibidang linguistik terapan telah


dilaksanakan yang menyangkut globalisasi bahasa khususnya bahasa
Inggris (lih. Crystal, 2001; Fishman, 1992; Pennycook, 1994; Kachru, 1992).
Lebih lanjut

Drnyei dan kawan-kawan (2006) mengungkapkan bahwa

dimensi linguistik dari pentingnya globalisasi bahasa memungkinkan


bahasa Inggris berfungsi sebagai lingua franca karena peran politik, sosial,
dan budaya (Crystal, 2003; Sonntag, 2003) yang sudah lama melekat pada
bahasa Inggris sekaligus menjawab tantangan kebutuhan akan bahasa
dunia.
Sejalan dengan bergesernya peran bahasa Inggris dari hanya sebagai
bahasa internasional yang dipakai di PBB hingga menjadi bahasa dunia
membuat para ahli linguistik terapan melakukan serangkaian penelitian
yang membahas prospek perkembangan bahasa dunia ini. Sebagai bahasa
dunia, bahasa Inggris membawa implikasi politis dan budaya yang
berhubungan dengan globalisasi (Sonntag, 2003). Di berbagai belahan
dunia, globalisasi bahasa yang merupakan area bidang linguistik membuat
para ahli linguistik terapan membahas bahasa Inggris sebagai bahasa dunia
dari perspektif wilayah masing-masing. Dalam pembahasan tersebut, David
Crystal (2001) misalnya menyatakan bahwa posisi bahasa Inggris sebagai
bahasa dunia pada masa mendatang dapat disimpulkan bukannya

Page 5 of 22

melemah malahan semakin menguat sejalan dengan semakin besarnya


kebutuhan akan sebuah bahasa yang berfungsi sebagai lingua franca.
Semakin meningkatnya penggunaan bahasa Inggris untuk tujuan
internasional mendorong dilakukannya interpretasi ulang akan status
kepemilikian dari bahasa Inggris (Widdowson, 1997). Hal ini disebabkan
karena bahasa Inggris global semakin tidak dapat dihubungkan dengan
masyarakat penutur bahasa kedua tertentu malahan semakin terhubung
dengan

meminjam

istilah

Norton

(2001)

suatu

kelompok

yang

cosmopolitan, technologically advanced, westernized imagined community.


Dengan demikian, bahasa Inggris tidak lagi dapat diasosiasikan dengan
suatu budaya tertentu tetapi diasosiasikan dengan budaya global sebab
bagi sebagian besar masyarakat dunia saat ini, bahasa Inggris secara luas
mewakili bahasa dari seluruh penjuru dunia (Drnyei, et al, 2006).
Walaupun

demikian,

proses

globalisasi

bahasa

Inggris

sangat

bervariasi dari satu negara dengan negara yang lain sesuai dengan tingkat
integrasi global dalam bidang ekonomi dan bagaimana status dan
penggunaan

bahasa

Inggris

di

negara

tersebut.

Misalnya

Sonntag

(2003:113) menerangkan bahwa Nepal adalah negara yang tidak terlalu


berkaitan secara ekonomi dengan bahasa Inggris, sedangkan India dan
Afrika Selatan adalah negara-negara yang umumnya berkaitan secara
ekonomi dengan bahasa Inggris sedangkan Amerika dan Perancis adalah
Page 6 of 22

negara-negara yang sangat terkait dengan globalisasi. Selain itu, globalisasi


bahasa Inggris dapat menurunkan tingkat pembelajaran bahasa asing lain
sebab masyarakat dunia akan selalu berpikir bahwa cukup dengan
mempelajari satu bahasa saja yaitu bahasa Inggris (Crystal, 2003)
seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja di seluruh dunia. Hal-hal
tersebut dapat menjadi kelemahan dalam pembelajaran bahasa kedua (Gass
& Selinker, 2001) karena terjadinya proses perubahan status bahasa Inggris
menjadi bahasa dunia.
Kepemilikan bahasa Inggris yang semakin meluas ini berdampak
langsung pada riset dibidang motivasi pada pembelajaran bahasa kedua (L2
motivation research). Riset dalam bidang motivasi yang berkaitan erat
dengan globalisasi bahasa Inggris masih kurang dilakukan oleh para ahli
linguistik terapan. Robert Gardner (1985) kemudian diikuti oleh Zoltan
Drnyei dan kawan-kawan adalah mereka di antara sedikit ahli yang
melakukan penelitian L2 motivation (2006). Hasil dari penelitian tersebut
dimaksudkan untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh masyarakat
global dalam kegiatan keseharian yang saling terhubung tanpa batas
wilayah, sosial, dan budaya.
Dalam proses globalisasi ini kebutuhan akan pengetahuan mengenai
keberbagaian budaya dan bahasa dalam masyarakat yang sangat majemuk
dapat meningkatkan keutuhan dari keberbedaan yang ada. Dalam hal ini,
Page 7 of 22

sangat penting membahas akibat dari kontak inter kultural antar individu
terutama di negara-negara yang sangat kental dengan masyarakat multi
kultural.

Disinilah sebenarnya motivasi sangat berperan penting dimana

teori-teori motivasi dalam pembelajaran bahasa kedua dapat digunakan


agar proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik.
Model-model

motivasi

dalam

pembelajaran

bahasa

kedua

telah

dikembangkan dan diteliti oleh Gardner & Lambert sejak tahun 1950an di
Kanada sebagai tempat asal mereka yang merupakan laboratorium
kehidupan nyata dari masyarakat multi kultural sebagai penutur bahasabahasa besar yaitu bahasa Inggris dan bahasa Perancis (Gardner &
Lambert, 1959). Kedua penutur bahasa ini saling bersinggungan dalam
kehidupan keseharian masyarakat multi kultural di Kanada. Mereka
mengungkapkan bahwa ada dua jenis motivasi yang sangat memengaruhi
seseorang dalam belajar bahasa kedua yaitu motivasi instrumental dan
integrative (Gardner & Lambert, 1959).

Gardner dan Lambert kemudian

menyatakan secara spesifik apa yang dimaksud dengan kedua jenis


motivasi tersebut seperti terungkap dalam kutipan di bawah ini (1959:271):
An integrative motivation concerns a learners positive attitude toward
the L2 group and the desire to interact with and even become similar to
valued members of the community, while an instrumental orientation is
the utilitarian view of language and its worth in attaining pragmatic
goals.

Page 8 of 22

Apa yang dimaksud dengan motivasi instrumental adalah motivasi yang


dimiliki seseorang apabila belajar bahasa kedua dengan tujuan misalnya
untuk melanjutkan sekolah, supaya dapat dengan mudah memperoleh
pekerjaan, supaya dapat berjalan-jalan ke negara-negara lain, dll. yang
merupakan alasan yang sangat pragmatis. Sedangkan yang dimaksud
dengan motivasi integratif adalah motivasi yang dimiliki seseorang apabila
belajar bahasa kedua dengan tujuan karena mengagumi budaya dari
masyarakat penutur bahasa tersebut, belajar karena ingin diterima oleh
masyarakat penutur bahasa tersebut, bahkan dapat dianggap menjadi
masyarakat dari penutur bahasa kedua yang sedang dipelajari tersebut.
Lebih lanjut Gardner (1985) mengungkapkan dalam teori Socioeducational Model

yang dikembangkannya

tentang pentingnya

peran

perbedaan individu dalam pemerolehan bahasa kedua (SLA). Tema utama


dalam SLA ini adalah bahwa pemerolehan bahasa kedua terjadi pada suatu
koteks budaya tertentu. Sehingga dengan demikian pemerolehan bahasa
kedua tidak hanya menyangkut bahasa kedua saja tetapi juga menyangkut
budaya yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa yang
sedang dipelajari/diperoleh.

Peran bahasa Inggris bagi dosen


Dikotomi motivasi instrumental dan integratif yang ditawarkan oleh
Gardner & Lambert (1959) telah banyak digunakan oleh para peneliti di
Page 9 of 22

seluruh dunia dengan

konteks berbeda-beda (Csikszentmihalyi, 1997;

Mahon, 2001; Csizer & Drnyei, 2005; Lakawa, 2007) yang membuktikan
bahwa dikotomi ini membantu proses pembelajaran bahasa kedua secara
konsisten.

Dalam

hal

pentingnya

pembelajaran

bahasa

Inggris

di

lingkungan para dosen perlu mempunyai/mempertanyakan pada diri


sendiri kebutuhan yang jelas berdasarkan konteks masing-masing (Lakawa,
2007) dalam pembelajaran bahasa Inggris ini.
Seperti sudah diungkapkan sebelumnya, para dosen dapat melihat
betapa pentingnya bahasa Inggris sebagai bahasa dunia dan kebutuhan
untuk meningkatkan kemampuan diri menjadi motivasi yang kuat dalam
proses pembelajaran bahasa Inggris ini. Motivasi dari para dosen dalam
pembelajaran

bahasa

dapat

berupa

self

improvement,

professional

development dan transfer knowledge, serta language in the internet yang


semuanya dapat meningkatkan

kemampuan profesional dalam proses

belajar mengajar materi yang menjadi tugas pokok dari tiap-tiap dosen.
Dengan pemahaman yang jelas akan pentingnya bahasa Inggris, para dosen
seharusnya mampu menjalani proses pembelajaran bahasa tersebut dengan
lebih fokus.

Ketiga hal tersebut yang sebenarnya merupakan hal yang

saling terkait akan dibahas pada bagian berikut ini secara berurutan.
-

Self improvement

Page 10 of 22

Pembelajaran bahasa Inggris untuk tujuan meningkatkan kualitas diri dari


tiap-tiap dosen sangat diperlukan agar dapat menjadikan diri mereka lebih
berwawasan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai
pengampu mata kuliah. Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris untuk
para dosen ini, motivasi yang melandasi terjadinya proses pembelajaran ini
adalah motivasi instrumental. Motivasi instrumental seringkali melandasi
seseorang dalam belajar bahasa untuk alasan yang pragmatis hal ini sesuai
dengan konteks di mana pembelajar serta proses pembelajaran itu terjadi.
Untuk konteks pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau
bahasa asing seperti Indonesia, motivasi instrumental yang paling sesuai
(Lakawa, 2007) karena di Indonesia bahasa Inggris merupakan bahasa
asing pertama yang harus dipelajari dan menjadi bagian dari kurikulum
sekolah sejak SD hingga SMA dan universitas.
Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan terjadinya motivasi
integratif dengan adanya globalisasi sehingga kontak dengan budaya yang
beragam tidak dapat dihindari. Kontak dengan budaya yang berbeda ini
dapat meningkatkan keinginan untuk belajar bahasa Inggris dikarenakan
beberapa hal (Lakawa, 2007) yaitu ingin:
-

Membaca lebih banyak sumber informasi tentang berbagai hal


sekaligus

meningkatkan

budaya

membaca

Indonesia.
Page 11 of 22

pada

masyarakat

Mempelajari bagaimana budaya penutur asli bahasa Inggris dalam


mengembangkan pokok pikiran/ide dalam bentuk bahasa tulisan

yang runtut dan mengalir dengan baik.


Mengenal bagaimana budaya lain

mengembangkan

kebiasan

membaca dan menulis pada masyarakatnya mulai dari anak-anak


sampai dewasa yang tergambar dan termanifestasi dengan jelas pada

sistem pendidikan yang berkesinambungan.


Mengenal budaya sendiri dan menyesuaikannya dengan situasi
belajar bahasa Inggris yang berbeda yaitu budaya timur sebagai latar
belakang budaya Indonesia.

Penggabungan kedua motivasi dalam pembelajaran bahasa bukan tidak


mungkin terjadi dalam konteks Indonesia yang semakin terbuka dengan
masuknya berbagai pengaruh budaya dan bahasa dari seluruh dunia.
Namun perlu diingat bahwa multibudaya juga ada kelemahannya yaitu
dapat mengaburkan keistimewaan dari budaya tertentu yang semestinya
tidak

perlu

terjadi

apabila

para

pelaku

budaya

tersebut

dapat

menyeimbangkan pengaruh budaya lain dalam kehidupan pribadi budaya


sendiri.
-

Professional development dan transfer knowledge

Drnyei dkk (2006:143-144) menghasilkan penemuan yang menarik


dalam penelitian mereka di Hungaria yaitu bahwa walaupun dominasi
internasional dan kepopuleran bahasa Inggris semakin kuat, hubungan
Page 12 of 22

antara motivasi dan pilihan mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa


global bukan merupakan pilihan yang signifikan. Masyakarat di sana
mempelajari bahasa Inggris bukan disebabkan oleh alasan motivasi yang
kuat tetapi karena merupakan bagian dari keharusan dalam bidang
pendidikan. Lebih lanjut, dalam survey tersebut diungkapkan pula bahwa
karena status global bahasa Inggris memengaruhi hampir semua lapisan
masyarakat.
Hasil penelitian dari Zoltan Drnyei dkk (2006) menarik untuk
digunakan sebagai acuan sebab Hungaria adalah negara yang multibahasa
dan multibudaya yang hampir sama kondisinya dengan Indonesia. Kondisi
demikian menjadikan pembelajar pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah tidak dapat mengandalkan adanya motivasi yang kuat pada diri
si pembelajar. Pada tingkat pendidikan tinggi, pembelajar dapat diharapkan
memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tahap pemahaman tertentu
pada bahasa asing/bahasa Inggris. Hal yang sama terjadi juga di Indonesia.
Motivasi yang kuat dalam pembelajaran bahasa asing apakah itu
instrumental atau integratif memungkinkan seseorang menyelesaikan
proses pembelajaran bahasa dengan baik. Walaupun demikian, Gardner
(1985) yang awalnya menyatakan bahwa seseorang dengan motivasi
integratif akan lebih berhasil dalam belajar bahasa kedua, dalam penelitianpenelitian selanjutnya menyatakan bahwa seseorang dengan motivasi
Page 13 of 22

instrumental dapat mempelajari bahasa kedua dengan berhasil tergantung


pada situasi dan kondisi di mana pembelajaran tersebut terjadi (Gardner &
MacIntyre, 1991; Drnyei, 1994; Kassabgy, 1976) yaitu pada konteks
bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
Berkaitan
melakukan

dengan

pembelajaran

motivasi
bahasa

instrumental,
Inggris

karena

para

dosen

dapat

kebutuhan

untuk

meningkatkan kemampuan dalam bidang masing-masing sehingga proses


alih pengetahuan pada peserta didik dapat berjalan dengan baik. Kindler
(2004) menyatakan bahwa globalisasi bahasa mengharuskan para dosen
melengkapi diri dengan pengetahuan bahasa Inggris yang memadai
sehingga proses alih pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa dapat
terjadi. Sebagai langkah awal yang dapat dilakukan oleh para dosen adalah
dengan mengikuti tes TOEFL untuk mengetahui kondisi awal tingkat
kemampuan bahasa Inggris mereka.
Tabel 1 (Kindler, 2004:163) adalah gambaran bagaimana nilai TOEFL
peserta yang berasal dari berbagai negara dengan jumlah dan nilai yang
bervariasi. Tabel 1 menggambarkan secara signifikan betapa negara yang
berpenduduk sekitar 200 jutaan (Indonesia) hanya 87 orang yang mengikuti
tes TOEFL dengan nilai cukup memuaskan yaitu 545 dibandingkan Filipina
yang penduduknya jauh lebih kecil tapi mengirimkan 92 peserta dengan
nilai yang lebih baik. Hal lain adalah negara tetangga Malaysia dengan
Page 14 of 22

jumlah penduduk lebih kecil dari Indonesia dapat mengikutkan 218 dari
anggota masyarakat untuk mengikuti tes TOEFL dengan nilai yang cukup
yang baik 536.
Rank
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Country
Philippines
India
Sri Lanka
China
Nepal
Indonesia
Pakistan
Malaysia
South Korea
Vietnam

TOEFL candidature
92
30658
57
70760
71
87
6274
218
6166
531

Average score
584
583
571
562
560
545
542
536
535
530

Tabel 1 Test of English as a Foreign Language (TOEFL) data 1998-1999


(Kindler, 2004).

Setelah nilai TOEFL diperoleh, sebaiknya seorang dosen segera


membuat tujuan dan analisis kebutuhan pembelajaran bahasa Inggris
pribadi

dan

melakukan

langkah-langkah

yang

signifikan

untuk

mengubah/memperbaiki kemampuan bahasa Inggris. Apabila para dosen


sudah memperoleh nilai yang cukup maka yang seharusnya dilakukan
adalah bagaimana mempertahankan kemampuan tersebut dengan berbagai
macam cara.
Diharapkan dengan pengetahuan bahasa Inggris yang baik seorang
dosen dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya sehingga ilmu yang
dimiliki dapat diterima oleh mahasiswa dengan baik. Dalam hal ini transfer
knowledge dalam proses pembelajaran di lingkungan kampus dapat
mencapai sasaran yang diinginkan.

Page 15 of 22

Language in the Internet

Apabila kita berbicara tentang internet maka yang menjadi acuan dan
perhatian dari para sosiolog, komentator politik, pakar ekonomi, dan pihakpihak lainnya adalah dampak negatif dari internet pada masyarakat umum
misalnya pornografi, hak kekayaan intelektual, wilayah pribadi, keamanan,
kriminal, dll (Crystal, 2001).
Sebagai bahasa dunia, bahasa Inggris mendominasi penggunaan
media komunikasi dalam bentuk bahasa tulis di internet. Dominasi dan
kepopuleran bahasa Inggris membawa dampak yang positif dan negatif bagi
perkembangan bahasa ini sebagai bahasa global. David Crystal (2001)
merupakan orang pertama yang menyusun buku tentang hubungan bahasa
dengan internet.

Buku ini disusun sebagai representasi kekuatiran

penggunaan bahasa yang sangat tidak mengikuti kaidah-kaidah linguistik


bahasa Inggris yang baik dan benar.
Berikut ini ada beberapa contoh penggunaan bahasa Inggris yang
menyalahi aturan penulisan tetapi yang dapat diterima sebagai bentuk
komunikasi tulis bahasa Inggris. Contoh-contoh di bawah ini adalah bentuk
kalimat-kalimat yang disingkat dan diambil dari buku Language and the
Internet (Crystal, 2001:19):
-

Shes multitasking (said of someone doing two things at once).


Lets go offline for a few minutes (i.e. tell me all you know).
Page 16 of 22

Give me a brain dump on that (i.e. tell me all you know).


Ill ping you later (i.e. get in touch to see you if youre around).
Are you wired? (i.e. ready to handle this).
Get with the programme (i.e. keep up).
I got a pile of spam in the post today (i.e. junk-mail).
Hes living in hypertext (i.e. hes got a lot to hide).
E you later (said as a farewell).

Kemudian,

selain

kalimat

yang

tidak

sesuai

dengan

kaidah-kaidah

struktural bahasa Inggris, para pengguna internet juga menciptakan


singkatan-singkatan yang digunakan pada percakapan tulis di internet
seperti contoh yang disampaikan oleh Crystal (2001:85) berikut ini. Bentuk
lain dari komunikasi tulis melalui internet ini seringkali juga digunakan
dalam komunikasi tulis via telepon genggam, misalnya:
-

Cfc (call for coments)


Cul (see you later)
F2f (face to face)
Iow (in other words)
Idk (i dont know)
Jam (just a minute)
Obtw (oh by the way)
Otoh (on the other hand)
Ptmm (please tell me more)
Ta4n (thats all for now)
T2ul (talk to you later)
Tuvm (thank you very much)

Sejalan
informasi

dengan

dalam

perkembangan

bahasa-bahasa

teknologi

tertentu

dan

maka

kebutuhan
multibahasa

akan
dan

multibudaya menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan seperti pendapat


yang diungkapkan oleh Marcel Grangier dalam Crystal (2001:221-222)
berikut ini:
Page 17 of 22

Multilingualism on the Internet can be seen as a happy and above all


irreversible inevitability. In this perspective we have to make fun of the
wet blankets who only speak to complain about the supremacy of
English. This supremacy is not wrong in itself, inasmuch as it is the
result of mainly statistical facts (more PCs per inhabitant, more
English-speaking people, etc.). The counter-attack is not to fight
against English and even less to whine about it, but to increase sites
in other languages. As a translation service, we also recommend the
multilingualism of websites.

Ranking

Language

Number of pages

1
2.
3.
4.
5.
6.
7.

English
German
Japanese
French
Spanish
Swedish, Italian, Portuguese
Dutch, Norwegian, Finnish, Czech,

2.722
147
101
59
38
35,31, 21
20, 19, 14, 11, 9,

Corrected
percentage
82.3
4.0
1.6
1.5
1.1
0.6, 0.8, 07
0.4, 0.3, 0.3, 0.3,

Danish, Russian, Malay

8, 4

0.3, 0.1, 0.1

Tabel 2 Jumlah web dan bahasa yang digunakan (Crystal, 2001)


Perkembangan dunia yang semakin maju membuat para pengelola dan
pembuat

web

menciptakan

web

dalam

bahasa-bahasa

lain

sesuai

kebutuhan penutur bahasa tersebut seperti terlihat pada Tabel 2 (Crystal,


2001: 217). Tyler Chambers, pencipta Web dalam berbagai bahasa
selanjutnya mengungkapkan hal yang sama dengan Grangier seperti
kutipan berikut ini yang diambil dari Cystal (2001:222):
The future of the Internet is even more multilingualism and crosscultural exploration and understanding that weve already seen.
Dengan demikian, pengetahuan bahasa Inggris saja tidak memadai dalam
menyikapi perkembangan internet di masa yang akan datang sebab

Page 18 of 22

diperlukan pengetahuan akan bahasa lain agar dapat menjadi anggota


masyarakat global yang tidak ketinggalan informasi.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Para dosen di perguruan tinggi harus menyadari benar arti dan peran
bahasa Inggris dalam dunia akademis yang sangat dinamis dan
berkembang dengan cepat.
2. Kesadaran akan pentingnya bahasa Inggris lebih dikarenakan adanya
kebutuhan

yang

mendesak

untuk

meningkatkan

kualitas

diri

sehingga mampu menjalani proses panjang pembelajaran bahasa


Inggris.
3. Kebutuhan yang diungkapkan berupa motivasi instrumental yang
kuat untuk belajar bahasa Inggris karena adanya alasan pragmatis
seperti keinginan untuk melakukan self-improvement, professional
development dan transfer knowledge, serta menyadari pentingnya
bahasa dalam bentuk language in the internet.
Saran-saran
1. Adanya kebutuhan yang jelas dan mendesak, seharusnya para dosen
dapat mulai meningkatkan pengetahuan bahasa Inggris dengan lebih

Page 19 of 22

serius mengatur waktu dan usaha yang keras sehingga proses


panjang pembelajaran bahasa Inggris dapat berhasil dengan baik.
2. Perubahan trend bahasa Inggris dari bahasa internasional menjadi
bahasa global seharusnya menyadarkan para dosen akan urgensinya
pengetahuan bahasa untuk pengembangan ilmu masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, C. Individual Differences (2nd ed). London: Arnold. 2002.
Crystal, David. English as a Global Language. Cambridge, UK:
Cambridge University Press. 2003.
Crystal, David. Language and the Internet. Cambridge, UK:
Cambridge University Press. 2001.
Csikszentmihalyi, M. Intrinsic Motivation and Effective Teaching: A
flow analysis. In J.L. Bess (Ed.) Teaching Well and Liking it: Motivating
faculty to teach effectively (pp. 72-89). Baltimore: John Hopkins
University Press. 1997.
Csizer, K., & Drnyei, Z. Language Learner Motivational Profiles and
Their Motivated Learning Behaviour. Language Learning, 2005, 55 (4),
613-659.
Drnyei, Zoltn. Motivation & Motivating in the Foreign Language
Classroom. Modern Language Journal, 1994, 78, 515-523.
Drnyei, Zoltn. The Psychology of the Language Learner: Individual
Differences in Second Language Acquisition. New Jersey, USA:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. 2005.
Drnyei, Zoltn; Csizr, Kata, and Nmeth, Nra. Motivation,
Language Attitudes and Globalisation: A Hungarian Perspective.
Clevedon, UK: Multilingual Matters, Ltd. 2006.
Fishman, J.A. Sociology of English as an Additional Language. In
Page 20 of 22

B.B. Kachru (ed.). The Other Tongue: English accross Cultures (pp.
19-26). Urbana, IL: University of Illinois Press. 1992.
Gardner, R.C. & Lambert, W. E. (1959). Motivational Variables in Second
Language Learning. Canadian Journal of Psychology, 1959, 13, 266272.
Gardner, R.C. & MacIntyre, P.D. An Instrumental Motivation in
Language Study. Who Says it isnt effective? Studies in Second
Language Acquisition, 1991, 13, 57-72.
Gardner, Robert C. Social Psychology and Second Language
Learning: The Role of Attitudes and Motivation. London: Edward
Arnold. 1985.
Gardner, Robert C. Integrative Motivation and Second Language
Acquisition. dalam Zoltn Drnyei & Richard Schmdt (Eds). Motivation
and Second Language Acquisition (hal. 1-19). Hawai, USA; University of
Hawaii Press. 2001.
Gass, Susan M & Selinker, Larry. Second Language Acquisition: An
Introductory Course. London, GB: Lawrence Erlbaum Associates,
Publishers. 2001.
Kassabgy, O. Attitudes and Motivation in Foreign Language Learning:
A Study Made on a Sample of Egyptian Adult Learners. Unpublished
Masters Thesis, The American University in Cairo, Egypt. 1976.
Kindler, Michael. English in Asia: The Case of Japan. In Wayne
Sawyer & Eva Gold (Eds). Reviewing English in the 21st Century (hal.
159-164). Melbourne, Australia: Phoenix Education. 2007.
Kuiper, Koenraad & Allan, Scott W. An Introduction to English
Language: Sound, Word, and Sentence. London, GB: Macmillan Press,
Ltd. 1996.
Lakawa, Agustin Rebecca. Revisiting Motivation in ESP Mass
Education (An Action Research Study at Trisakti University in JakartaIndonesia). Disertasi PhD dalam bidang Linguistik Terapan pada
School of Languages and Comparative Cultural Studies, the University
of Queensland, Australia. 2007.
Mahon, R. Motivation and Second Language Acquisition. Tesol
Page 21 of 22

Quarterly, 2001, 34 (4), 620-621.


Norton, B. Non-participation, imagined communities and the
Language Classroom. In M.P. Breen (ed.) Learner Contributions to
Language Learning: New Directions in Research (pp. 159-71). Harlow,
England: Longman. 2001.
Oxford, Rebecca L. New Pathways of Language Learning Motivation.
In Rebecca L. Oxford (Ed). Language Learning Motivation: Pathways to
the New Century (hal. 1-8). Hawai, USA: University of Hawaii
Press.1999.
Pennycook, A. The Cultural Politics of English as an International
Language. Harlow, England: Longman. 1994.
Sonntag, Selma K. The Local Politics of Global English: Case Studies
in Linguistic Globalization. Maryland, USA: Lexington Books. 2003.
Stenberg, R. J. The Theory of Successful Intelligence and Its
Implications for Language-aptitude Testing. In P Robinson (Ed.),
Individual Differences and Instructed Language Learning (pp. 13-43).
Amsterdam: John Benjamins. 2002.
Widdowson, H.G. EIL, ESL, EFL:Global Issues and Local Interests.
World Englishes 16, 1997, 135-409.

Page 22 of 22

You might also like