You are on page 1of 12

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA PADA BUDIDAYA TANAMAN

SAYURAN OLEH PETANI SLPHT DAN NON-SLPHT


DI PROVINSI JAWA TIMUR
Luluk sulistiyono1), Rudy C Tarumingkeng2), Bunasor Sanim3), Dadang4)
1),

Mahasiswa Program Doktor Program Studi Teknologi


Industri Pertanian IPB Bogor
2)
, Dosen Program Studi Managemen
Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB Bogor
3)
,Dosen Program Studi Ekonomi Pertanian,
Fakultas Sosial Ekonomi Pertanian IPB Bogor
4)
,Dosen Program Studi Hama dan Penyakit,
Fakultas Budidaya Pertanian IPB Bogor

Abstract
The purpose of this study was to identify the use of four pesticides on vegetable crops
and compare the use of pesticides on vegetable crops in the four farmers who never
had a course (Field school of Integrated Pest Management/IPM) and never get the
courses (Not Field School of Integrated Pest Management/No-IPM). The research was
conducted from April to December 2006 continued in August 2010 to February 2011, at
the study site Nganjuk, Kediri, Malang and Probolinggo. Respondents were farmers
Allium sp, Capsicum sp, Solanum tuberosum and Brassica oleracea as many as 224
people (112 SLPHT farmers and 112 Non SLPHT farmers) taken in acidental sampling.
The basic method of research used is descriptive analytical, with a non-parametric
statistical analysis with the help of SPSS version 16.0 software. The results showed
that in (1) accuracy type category 70.53% is not appropriate, (2) accuracy of the dose
93.75% is not appropriate category, 3) timeliness of the application 94,29% category
are not exactly, (4) the precision of how the application proper 63,4 % is categories not
appropriate (5) the precision of the target 84,37% are category appropriate. As for the
results of the comparison between SLPHT farmers and Non SLPHT indicates the
existence of a difference in the significance of the variable precision commodities
Allium sp, Brassica oleracea and Solanum tuberosum.
Keywords: use of pesticides, plant vegetables, farmer
PENDAHULUAN
Pada sektor pertanian tanaman
sayuran mempunyai peranan penting
karena sayuran merupakan tanaman
hortikultura penting yang mengandung
nutrisi tinggi, terutama vitamin, mineral
serta serat yang tinggi. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan sayuran bagi
penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta
penduduk (tahun 2010) (BPS 2010),
pemenuhan
bahan
baku
industri,
membuka lapangan kerja juga untuk
meningkatkan pendapatan negara pada
sektor pertanian, pemerintah telah

memacu produksi sayuran melalui


program
intensifikasi
maupun
ekstensifikasi.
Program
ini
telah
menimbulkan kosekuensi positif dan
negatif. Konsekuensi positif yang ditandai
dengan meningkatnya produksi sayuran
sehingga sektor pertanian tanaman
sayuran mampu menyediakan sayuran
bagi penduduk.
Dengan program intensifikasi
pertanian untuk mencapai sasaran
produksi mengakibatkan terjadinya tidak
keseimbangan ekosistem, kondisi ini

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 82

berdampak pada sistem budidaya


pertanian sayuran yaitu munculnya
masalah hama, penyakit dan gulma.
Gangguan oleh hama, penyakit dan
gulma ini selanjutnya disebut dengan
organisme pengganggu tanaman (OPT).
Data menunjukkan bahwa serangan OPT
pada tanaman sayuran pada tahun 2008
mencapai 49.918,9 hektar pertahunnya
(Direktorat Perlindungan Hortikultura
2009). Di Jawa Timur tahun 2008
serangan
OPT pada lima tanaman
sayuran utama
mencapai 4.798,19
hektar (Dinas Pertanian Provinsi Jawa
Timur, 2009). Menghadapi ancaman
serangan
OPT,
pemerintah
telah
memprogramkan
langkah-langkah
penaggulangan meliputi pengaturan pola
tanam, pengendalian secara mekanis,
biologis dan penggunaan bahan kimia.
Praktek
penggunaan
input
kimia,
organisme renik dan virus yang tinggi
yang berdampak pada kualitas sayuran
yang diproduksi menjadi lebih rendah
atau kurang sehat. Selain menurunnya
kualitas sayuran penggunaan input kimia,
organisme renik dan virus yang tinggi
juga
berdampak
pada
kualitas
lingkungan sekitar lokasi budidaya
tanaman sayuran, sehingga pengelolaan
lingkungan pertanian menjadi tidak baik.
Selain berdampak pada lingkungan yang
dapat
menimbulkan
bahaya
bagi
kesehatan masyarakat terutama bagi
tenaga penyemprot dan keluarganya,
disamping itu menimbulkan resisten dan
resurgensi pada organisme pengganggu
tanaman (OPT).
Untung (1996)
melaporkan bahwa jenis insektisida;
dosis, waktu, intensitas dan metoda
aplikasi insektisida
mempengaruhi
derajat resistensi suatu jenis hama.
Selanjutnya mereka menyatakan bahwa
hampir semua golongan insektisida
utama seperti organofosfat, karbamat
dan
piretroid
sintesis
dapat
menyebabkan resistensi. Efek terhadap
gangguan kesehatan petani adalah
pengaruh terhadap Cholinesterase petani
dan
tenaga
penyemprot
akibat
terganggunya
aktivitas
enzim
asetilkolinesterase pada petani bawang

merah
pada
tiga kecamatan
di
Kabupaten Brebes dengan kategori
ringan hingga sedang yang mencapai
25,57% dari total petani sampel (Nuryana
2005).
Sebagai
antisipasi
terhadap
bahaya pestisida diperlukan pengaturan
dan
pembatasan
melalui
regulasi
pemerintah pada tingkat nasional dan
regional (Higley LG. and Wintersteen
WK. 1992). Untuk mengantisipasi hal
tersebut diperlukan data-data
dasar
melalui studi penggunaan pestisida oleh
petani tanaman sayuran. Untuk itu
penelitian ini untuk menjawab pertanyaan
sejauhmana penggunaan pestisida pada
petani sayuran di Propinsi Jawa Timur?.
Dalam menjawab pertanyaan tersebut
maka tujuan penelitian ini untuk
mengukur
ketepatan
penggunaan
pestisida pada tanaman sayuran di
propinsi
Jawa
Timur
dan
membandingkan penggunaan pestisida
oleh petani tanaman sayuran SLPHT dan
Non SLPHT.

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 83

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April sampai bulan Desember 2006
dan dilanjutkan pada bulan Agustus 2010
sampai Februari 2011. Lokasi penelitian
di sentra pertanian sayuran meliputi
Kabupaten Nganjuk, Kediri, Malang dan
Probolinggo. Untuk pengukuran tingkat
penggunaan pestisida oleh petani
sayuran, data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner dengan teknik
wawancara langsung dan observasi.
Responden yang dijadikan sampel
adalah petani pengguna pestisida di
lapangan sebanyak 224 petani SLPHT
dan Non SLPHT yang diambil dengan
teknik acidental sampling. Komoditas
yang menjadi obyek penelitian meliputi
petani
bawang
merah
(Allium
ascalonicum L), cabai (Capsicum sp),
kubis (Brassica oleracea L) dan kentang
(Solanum tuberosum L). Jumlah sampel
masing-masing komoditas 28 petani
SLPHT dan 28 petani non SLPHT.

Tabel 1 Definisi operasional dan teknik pengukuran variabel penelitian kajian


penggunaan pestisida pada petani tanaman sayuran.
Definisi
Parameter
Variabel
Alat Ukur
Kriteria
Operasional
Pengukuran
Tepat
Ketepatan
Ketepatan jenis
Koesioner Tepat : jika
jenis
penggunaan
penggunaan
Observasi penggunaan
pestisida menurut
berdasarkan jenis
pestisida sesuai
jenis OPT misal :
OPT
dengan
insektisida untuk
keperuntukan jenis
serangga,
OPT.
rodentisida untuk
Tidak tepat : jika
binatang pengerat,
penggunaan
dll.
pestisida tidak
sesuai dengan
keperuntukan jenis
OPT.
Tepat
Ketepatan
Ketepatan petani
Observasi Tepat : jika sesuai
sasaran
penggunaan
dalam
dengan jenis
pestisida sesuai
penggunaan
tanaman dan
jenis tanaman dan
pestisida sesuai
organisme sasaran
organisme sasaran dengan jenis
Tidak tepat :
tanaman dan
apabila
organisme
penggunaan tidak
sasaran
sesuai dengan jenis
tanaman dan
organisme sasaran
Kuisioner Tepat : jika sesuai
Ketepatan waktu
Tepat
Ketepatan waktu
penggunaan
dan
waktu
penggunaan
dengan fase instar
pestisida yang
pesisida menurut Observasi dan perhitungan
paling efektif sesuai fase pertumbuhan
abang eknomi
dengan fase instar, organisme, nilai
Tidak tepat : jika
ambang ekonomi
ambang ekonomi
tidak sesuai
dan kondisi
dan kondisi tidak
dengan fase instar
lingkungan
hujan, angin dan
dan ambang
sinar matahari.
ekonomi
Tepat
Ketepatan
Kesesuaian
Kuesioner Tepat : sesuai
dosis
penggunaan
konsentrasi yang
dan
konsentrasi yang
pestisida sesuai
digunakan
observasi tercantum dalam
label
dengan konsentrasi berdasarkan
konsentarsi yang
Tidak tepat : tidak
yang dianjurkan
tertera pada label
sesuai dengan
konsentrasi yang
kemasan
dianjurka (kurang
atau lebih)
Tepat
Ketapatan
Ketepatan cara
Kuesioner Tepat : aplikasi
cara
penggunaan
aplikasi sesuai
dan
sesuai formulasi
pestisida sesuai
formulasi dan
observasi dan penggunaan
dengan formulasi
penggunaan alat
alat pelndung diri
dan cara
pelindung diri saat
lengkap

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 84

penggunaan
dengan
mempertimbangkan
aspek kesehatan
manusia

aplikasi (topi,
kacamata,
masker, sarung
tangan, baju
lengan panjang,
celana panjang
dan sepatu
Keterangan : tepat (kode 2) dan tidak tepat (kode 1)
Penggunaan pestisida oleh petani
dianalisis secara diskriptif dengan
distribusi frekwensi sedangkan untuk
membandingkan kedua kelompok petani
SLPHT dan Non SLPHT dianalisis
dengan statistik non parametrik secara
komparatif dengan bantuan komputer
menggunakan software Statistic Product
and Service Solutions (SPSS version
16.0) melalui uji statistik Mann whitny
pada taraf siknifikan : 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketepatan Penggunaan Pestisida oleh
petani tanaman sayuran
1) Ketepatan Jenis Pestisida
Sebagaimana
dijelaskan
yang
dimaksud dengan tepat jenis adalah
ketepatan petani dalam menggunakan
pesisida sesuai dengan jenis organisme
pengganggu tanaman (OPT), misalnya
insektisida
untuk
mengendalikan
serangga,
herbisida
untuk
mengendalikan gulma, dan lain-lain.

Tidak tepat : tidak


sesuai formulasi
dan atau tidak
lengkap
penggunaan
pelindung diri.

Hasil
survei
lapangan
dengan
menggunakan kuesioner dan observasi
pada empat komoditas dapat dilihat pada
Tabel 2.
Pada komoditas bawang merah,
kubis dan kentang, baik pada petani
SLPHT dan Non SLPHT macam
pestisida yang paling banyak digunakan
dalam satu musim tanam > 6 macam
formulasi. Bahkan pada budidaya
tanaman bawang merah dan kentang
formulasi yang digunakan antara 7-9
macam setiap musim tanam. Macam
pestisida yang digunakan oleh petani
pada umumnya adalah jenis herbisida
(minimal 1 macam), insektisida (minimal
2 macam), fungisida (minimal 2 mcam),
perekat (minimal 1 mcam) dan ZPT.
Adapun
akarisida,
bakterisida,
molluskisida, rodentisida dan lainnya
jarang digunakan. Sesuai dengan
Herawaty
dan
Nadhira
(2008)
menyatakan bahwa pemakaian pestisida
pada tanaman sayuran per aplikasi
menggunakan dua sampai empat macam
formulasi mencapai 88,9 persen.

Tabel 2 Jenis pestisida yang banyak digunakan oleh petani SLPHT dan Non
SLPHT pada komodite cabai di provinsi Jawa Timur tahun 2006
SLPHT
Non SLPHT
Kriteria
Komoditas Jumlah
Jenis
n
%
n
%
Pestisida
Cabai
1-2
Tidak
macam
Tepat
3-4
2
7,14
3
10,71
macam
5-6
8
28,57
6
21,43
macam
>6
18
64,29
19
67,86
macam
Jumlah
28
100,00
28
100,00
Bawang
1-3
Tidak

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 85

Merah

Jumlah
Kubis

Jumlah
Kentang

Jumlah

macam
4-6
macam
7-9
macam
>9
macam
1-2
macam
3-4
macam
5-6
macam
>6
macam
1-3
macam
4-6
macam
7-9
macam
>9
macam

Tepat
10

35,71

10,71

17

60,71

18

64,29

3,57

25,00

28
-

100,00
-

28
-

100,00
-

10,71

7,14

11

39,29

11

39,29

14

50,00

15

53,57

28
-

100,00
-

28
-

100,00
-

2,50

7,14

15

53,57

18

64,29

28,57

28,57

28

100,00

28

100,00

Tidak
Tepat

Tidak
Tepat

Pada tanaman bawang merah


tingginya
macam
formulasi
yang
digunakan di musim kemarau dipicu oleh
serangan ulat daun (Spodoptera Sp) dan
serangan Liriomiza chinensis, sedangkan
pada musim penghujan oleh Phytopthora
sp, tiga macam OPT inilah yang
mengakibatkan
macam
formulasi
pestisida banyak. Faktor lain adalah
keinginan
petani
melakukan
pencampuran (mixing) dalam rangka
mencari formulasi baru agar memiliki
daya racun yang lebih tinggi, dan upaya
preventif jika ada hama atau penyakit lain
yang akan menyerang. Pencarian
formulasi untuk meningkatkan daya
racun didasari oleh keyakinan para
petani bahwa laju serangan OPT bersifat
sporadis dan ada keyakinan bahwa laju
resistensi OPT lebih cepat dari pada
teknologi formulasi pestisida yang
diketahui oleh petani.
Semakin banyak jenis OPT yang
menyerang semakin banyak jenis
pestisida
yang
digunakan
karena

berbeda jenis OPT berbeda jenis


pestisidanya, demikian juga semakin
berat tingkat serangan dan semakin luas
tingkat serangan semakin banyak pula
pestisida yang digunakan.
Dengan demikian penggunaan
pestisida yang diaplikasikan untuk
mengendalikan
serangan
OPT
cenderung melakukan pengendalian
dengan cara mencampur beberapa
pestisida sehingga spesifik jenis OPT
yang dikendalikan menjadi tidak tepat.

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 86

2) Ketepatan sasaran
Tabel 3 menggambarkan bahwa
ketepatan sasaran penggunaan pestisida
pada tanaman sayuan dikategorikan
tepat. Hal ini ditunjukan dominansi
persentase distribusi frekwensi tepat
pada tanaman Cabai dengan nilai ratarata 85,72 % (SLPHT maupun Non
SLPHT), Bawang Merah 83,14 %, Kubis
91,07 % dan Kentang 78,57%.
Berdasarkan data tersebut maka dapat

disimpulkan
bahwa
penggunaan
pestisida
pada
tanaman
sayuran
dikategorikan tepat sasaran. Meskipun
sebagian
kecil
petani
sayuran
dikategorikan tidak tepat sasaran dalam
.

penggunaan pestisida dikarenakan para


petani ada kecenderungan mencari
formula baru dengan mencampur dua
atau lebih pestisida untuk mengendalikan
OPT
tertentu

Tabel 3 Ketepatan sasaran penyemprotan pestisida yang digunakan oleh petani


SLPHT dan Non SLPHT pada tanaman sayuran utama di Jawa Timur
tahun 2006
SLPHT

Komoditas
Cabai
Jumlah
Bawang
Merah
Jumlah
Kubis
Jumlah
Kentang
Jumlah

n
25
3
28
24
4
28
27
1
28
23
5
28

%
89,29
10,71
100
85.71
14,29
100
96,43
3,57
100
82,14
17,86
100

Hal ini dilakukan diawali oleh


serangan OPT tertentu yang sulit
dikendalikan dengan pestisida yang
sudah biasa digunakan oleh petani
beberapa bulan yang lalu, sementara
pestesida yang telah tersedia dipasaran
telah dicoba untuk diaplikasikan dan
belum
membuahkan
hasil
yang
memuaskan para petani, sehingga
munculah inisiatif para petani untuk
melakukan trial and error dengan
mencampur beberapa pestisida yang
menurut
prediksi
petani
akan
menghasilkan formulasi yang diharapkan
oleh para petani. Proses uji coba ini
berjalan secara terus menerus selama
belum ada toksisitas pestisida sesuai
harapan beberapa petani.

23
5
28
22
6
28
24
4
28
21
7
28

Non SLPHT
n
%
82,14
17,86
100
78,57
21,43
100
85,71
14,29
100
75,00
25,00
100

Kriteria
Tepat
Tidak Tepat
Tepat
Tidak Tepat
Tepat
Tidak Tepat
Tepat
Tidak Tepat

Dosis adalah takaran atau ukuran


dalan liter, gram atau kilogram pestisida
yang digunakan untuk mengendalikan
OPT
per
satuan
luas
tertentu.
Berdasarkan Tabel 24
menunjukkan
persentase penggunaan pestisida pada

seluruh komoditas melebihi dosis yang


telah ditetapkan. Pada komoditas Cabai
60,71% (SLPHT) dan 82,154 % (Non
SLPHT) melebihi dosis yang tertera pada
label
kemasan.
Tingginya
dosis
penggunaan pestisida ini disebabkan
oleh tingginya tingkat serangan hama
yakni Lalat buah, Kutu daun, dan Trips,
sedangkan kategori penyakit yakni Virus,
Patek atau antracnosa (Oleh Jamur
Colletotrichum), Virus kuning, bercak
daun (Cercospora sp) dan layu
Fusarium. Lima tahun terakhir (20042009)
yang
mendorong
volume
penggunaan pestisida dengan dosis
tinggi adalah serangan Kutu daun
(Aphids sp), Trips (trips parvispinus),
Patek/Antracnosa (Colletotricum sp), dan
layu Fusarium, dengan julah komulatif
kenaikan luas serangan mencapai
415,67 %.
Tingginya penggunaan pestisida
pada
budidaya
tanaman
Cabai
disebabkan oleh rasa kekawatiran para
petani terjadi kerusakan tanaman yang
parah oleh serangan OPT khususnya

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 87

3) Ketepatan Dosis

oleh Trips dan Virus. Disisi lain


berdasarkan pengalaman yang mereka
dapatkan di lapangan bahwa ada fakta
yang
membuktikan
penggunaan
pestisida yang disesuaikan dengan dosis
kurang berpengaruh nyata dengan
pengendalian
OPT.
Para
petani

memprediksi bahwa hama dan penyakit


tanaman sudah mengalami resistensi.
Sehingga petani cenderung untuk
menggunakan pestisida melebihi dosis
anjuran yang tertera pada label
kemasan.

Tabel 4 Ketepatan dosis pestisida yang digunakan oleh petani SLPHT dan Non
SLPHT pada tanaman sayuran utama di Jawa Timur tahun 2006
Komoditas
Cabai

Jumlah
Bawang
Merah

Jumlah
Kubis

Jumlah
Kentang

Jumlah

Ketepatan
Dosis
= Dosis
< Dosis
> Dosis
2 x Dosis
>2 x
Dosis
= Dosis
< Dosis
> Dosis
2 x Dosis
> x Dosis
= Dosis
< Dosis
> Dosis
2 x Dosis
>2 x
Dosis
= Dosis
< Dosis
> Dosis
2 x Dosis
>2 x
Dosis

SLPHT
%
9
32,14
2
7,14
12
42,86
3
10,71
2
7,14

Non SLPHT
n
%
2
7,14
3
10,71
14
50,00
4
14,29
5
17,86

28
8
9
11
28
2
3
13
7
1

100
28,57
32,14
39,29
100
7,14
10,71
46,43
25,00
3,57

28
4
16
7
28
1
1
16
9
1

100
14,29
57,14
25,00
100
3,57
3,57
57,14
32,14
3,57

28
4
4
20

100
14,29
14,29
71,43

28
4
6
18

100
14,29
21,43
64,29

28

100

28

100

Kriteria
Tepat
Tidak
Tepat

Tepat
Tidak
Tepat

Tepat
Tidak
Tepat

Tepat
Tidak
Tepat

Pengaruh besarnya modal yang


diinvestasikan dalam budidaya tanaman
cabai sayuran yang besar (menurut
ukuran petani), dan modal itu bukan milik
pribadi petani yang melainkan berasal
dari berbagai sumber pendanaan baik
modal sendiri maupun dari pendanaan
lainnya, menimbulkan kecemasan yang
luar biasa pada diri petani sehingga
mendorong
petani
melakukan
penyemprotan secara terjadwal. Data

yang berhasil dikumpulkan dari petani


Cabai penyemprotan dilakukan secara
terjadwal mencapai 57,14 % (SLPHT)
dan 64,29 % (Non SLPHT).
Tingginya
dosis
penggunaan
pestisida pada tanaman bawang merah
di Jawa Timur karena serangan Ulat
bawang (Spodoptera litura), Penggorok
daun (Liriomyza chinensis), Trips,
Pythopthora dan Altenaria. OPT yang
paling tinggi mempengaruhi dosis

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 88

penggunaan pestisida yakni serangan


Ulat bawang (Spodoptera sp, Pengorok
daun
(Liriomyza
chinensis)
dan
Pythopthora, diketahui lima tahun
terakhir (2004-2009) serangan OPT ini
mengalami peningkatan secara signifikan
yang mecapai sepuluh kali lipat (958,98
%).
Di Jawa Timur lima tahun terakhir
ini pada tanaman kubis khususnya
varitas dataran tinggi sering mengalami
serangan
organisme
pengganggu
tanaman beberapa jenis OPT, jenis OPT
yang menyerang dengan intensitas
serangan luas ada 3 (tiga) jenis yaitu Ulat
daun (Pluttela xylostella), Ulat krop
(Crosidolomia binotalis) dan Akar gada
(Plasmodiophora
brasicae).
Namun
serangan
Plutella
xyllostela
dan
Plasmodiophora brassicae pada waktu
lima
tahun
terkahir
mengalami
penurunan -6,75 % dan -17,42 %, namun
meskipun menurun luas serangan masih
dikategorikan tinggi karena pada tahun
2009 serangan mencapai 402,27 ha dan
Palsmodiophora brassicae seluas 126,50
ha. Sedangkan tingkat serangan masih
tetap bertahan, bahkan cenderung terjadi
peningkatan
luas
serangan
yaitu
Crocidolomia binotalis dengan luas
serangan rerata 49,38 ha per tahunnya.
Jenis hama yang paling dominan
menyerang tanaman kubis per satuan
luasnya adalah Plutella xylostella.
Karena luas serangan Plutella xylostella
paling besar maka
penggunaan
pestisida paling tinggi jika dibandingkan
dengan hama lainnya.
Distribusi frekwensi penggunaan
pestisida paling tinggi pada komoditas
kentang adalah >2x dosis dengan jumlah
rerata responden 67,86 % dari seluruh
responden. Tingginya dosis penggunaan
pestisida ini banyak diaplikasikan untuk
pengendalian Phytothora infestan karena
memiliki luas serangan paling tinggi jika
dibandingkan dengan serangan OPT
lainnya yang mencapai 578,73 ha..

Selain pada itu dosis penggunaan


pestisida tinggi oleh para petani karena
serangan Phytopthora infestans yang
berkemampuan
menyerang
sangat
mengkawatirkan petani. Pertimbangan
lain petani menggunakan pestisida yang
tinggi dosis pada tanaman kentang
karena para petani dihantui oleh rasa
kekawatiran
yang
sangat
hebat
mengingat nilai investasi yang tinggi.
Kondisi yang demikian, mendorong
petani untuk melakukan upaya preventif
dengan dosis yang tinggi. Selain itu
petani
juga
berpendapat
bahwa
resistensi hama dan penyakit terus
meningkat dengan bertambahnya waktu
sehingga penggunaan dosis tinggi lebih
efektif.

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 89

4) Ketepatan waktu aplikasi


Tabel 5 menunjukkan bahwa
frekwensi tertinggi dlakukan secara
terjadwal atau sistem kalender disusul
aplikasi pengamatan sekilas diawal saat
aplikasi perdana dan terjadwal
dan
terakhir pengamatan menurut amang
ekonomi. Pada komoditas Cabai ratarata aplikasi secara terjadwal mencapai
55,36 %, yang didahului pengamatan di
awal
aplikasi
perdana
37,5
%,
sedangkan pengendalian OPT yang
berorientasi pada nilai ambang ekonomi
atau ambang pengendalian ditemukan
pada petani SLPHT 14,29 %.
Pada komoditas bawang merah
paling tinggi aplikasi pestisida juga
dilakukan secara terjadwal dengan ratarata distribusi frekwensi responden
mencapai 57,14 %, sedangkan aplikasi
dengan
pengamatan
diawal
dan
dilanjutkan terjadwal mencapai 33,93 %
dan yang menarik perhatian pada data ini
aplikasi pestisida didahului dengan
analisa ambang ekonomi pada petani
Non SLPHT ada 1 responden atau 3,57
% sedangkan pada petani SLPHT 14,29
%.

Tabel 5 Waktu penyemprotan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPHT
pada tanaman sayuran utama di propinsi Jawa Timur tahun 2006
Komoditas
Cabai

Jumlah
Bawang
merah

Jumlah
Kubis

Jumlah
Kentang

Jumlah

Ketepatan
waktu
Ambang
ekonomi
Pengamata
n dan
terjadwal
Terjadwal
Ambang
ekonomi
Pengamata
n dan
terjadwal
Terjadwal
Ambang
ekonomi
Pengamata
n dan
terjadwal
Terjadwal
Ambang
ekonomi
Pengamata
n dan
terjadwal
Terjadwal

n
4

SLPHT
%
14,29

Non SLPHT
n
%
-

12

42,86

32,14

12
28
4

42,86
100
14,29

19
28
1

67,86
100
3,57

32,14

10

35,71

15
28
3

53,57
100
10,71

17
28
-

60,71
100
-

32,145

25,00

16
28
3

57,71
100
10.71

23
28
-

82,4
100
-

11

39,29

25,00

14
28

50,00
100

21
28

75,00
100

Kriteria
Tepat
Tidak
Tepat

Tepat
Tidak
Tepat

Tepat
Tidak
Tepat

Tepat
Tidak
Tepat

5) Ketepatan Cara Aplikasi


Demikian halnya pada komoditas
kentang, waktu aplikasi pestisida pada
tanaman sayuran ayoritas dilakukan
secara terjadwal dengan nilai rata-rata
distribusi frekwensi responden mencapai
62,5 % sedangkan waktu aplikasi
pestisida
yang
didahului
dengan
pengamatan awal kemudian terjadwal
32,15 %. Pada kelompok petani SLPHT
ditemukan waktu aplikasi pestisida
dengan
diawali
dengan
evaluasi
serangan OPT dengan nilai ambang
ekonomi (AE) sebanyak 3 responden dari
28 responden atau sebesar 10,71 %.

Tabel 6 menunjukkan bahwa cara


aplikasi pestisida pada tanaman sayuran
dikategorikan tepat banyak terjadi pada
petani SLPHT dengan nilai rata-rata
72,32 %.Pada petani Non SLPHT lebih
banyak kategori tidak tepat 45,53 %.
Ketidaktepatan cara aplikasi pestisida 98
% disebabkan oleh penggunaan alat
pelindung diri yang tidak lengkap sedang
2 %
karena kesalahan aplikasi
formulasinya. Keselahan formulasi ini
banyak didorong oleh keinginan para
petani untuk membuat formula baru yang
diyakini oleh para petani bahwa akan
lebih beracun.

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 90

Tabel 6 Cara penggunaan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada
tanaman sayuran utama di propinsi Jawa Timur tahun 2006
SLPHT
n
%
19
67,86
9
32,14

Non SLPHT
n
%
10
35,71
18
64,29

Jumlah
Bawang
merah

28
15
13

100
53,57
46,43

28
9
19

100
32,14
67,86

Jumlah
Kubis

28
20
8

100
71,43
28,57

28
16
12

100
57,14
42,85

Jumlah
Kentang

28
27
1

100
96,43
3,57

28
26
2

100
92,86
7,14

Jumlah

28

100

28

100

Komoditas
Cabai

Tingginya nilai persentase pada


petani SLPHT kategori tepat (72,32%)
jika dibandingkan dengan petani Non
SLPHT (45,53%) disebabkan oleh
pengetahuan tentang pestisida lebih
tinggi jika dibandingkan dengan petani
Non SLPHT. Sebagaimana substansi
SLPHT di dalamnya menjelaskan tentang
efek
negatif
pestisida dan cara
menghindari resiko bagi kesehatan
manusia. Hal ini sesuai dengan Robert P.
dan Rice Jr. (2000) yang menyebutkan
bahwa di dalam Integrated Pest
Management memuat materi tentang
prinsip-prinsip
pengendalian
OPT,
regulasi pestisida juga prinsip-prinsip
penggunaan pestisida yang aman.
Perbandingan penggunaan pestisida
pada petani SLPHT dan Non SLPHT
Sebagaimana kaidah penggunaan
pestisida bahwa selain pestisida memiliki
nilai ekonomis yang artinya penggunaan
pestisida dapat memberikan keuntungan

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

Kriteria
Tepat
Tidak
Tepat
Tepat
Tidak
Tepat
Tepat
Tidak
Tepat
Tepat
Tidak
Tepat

tetapi
juga
dapat
mengakibatkan
kerugian. Maka penggunaan pestisida
secara bijaksana menjadi penting.
Kaidah penggunaan pestisida yang
dimaksud adalah penerapan prinsip 5
(lima) tepat yakni sasaran, jenis, dosis,
waktu dan cara (Dirjen Sarprastan,
2010). Hasil pengolahan data dengan uji
statistik Mann Whitny dengan bantuan
software SPSS version 16.0 for
windows,perbadingan
penggunaan
pestisida pada tanaman sayuran di Jawa
Timur oleh petani SLPHT dan Non
SLPHT, disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa
penggunaan pestisida pada petani
masing-masing komoditas menunjukkan
perbedaan yang siknifikan 35.% dan
yang tidak signifikan 65 % dari sub
variabel. Hal ini menggambarkan bahwa
pada petani SLPHT dan Non SLPHT
secara
umum
perilaku
dalam
penggunaan pestisida tidak berbeda
nyata pada taraf : 0,05.

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 90

Tabel 7 Probablitity value perbandingan penggunaan pestisida oleh petani


tanaman sayuran SLPHT dengan Non SLPHT di propinsi Jawa Timur
tahun 2006

No

Indikator

1
1.

2
Tepat Jenis

Probabilty Value perbandingan petani


SLPHT & Non SLPHT
Allium sp Capsicum
Brassica
Solanum
sp
sp
sp
3
4
5
6
0,002
0,322
0,001
0,007

2.

Tepat Dosis

0,745

0,040

0,480

0,061

3.

0,530

0,549

0,164

0,583

4.

Tepat
Sasaran
Tepat Waktu

0,078

0,031

0,112

0,036

5.

Tepat Cara

0,108

0,017

0,269

0,556

Berdasarkan
Tabel
7
diatas`menggambarkan
bahwa
implementasi kebijakan penggunaan
pestisida pada tanaman sayuran di Jawa
Timur banyak yang tidak tepat dan
cenderung tidak berbeda nyata antara
kedua
petani.
Sebagaimana
data
ketepatan jenis yang diperoleh pada
tanaman cabai tidak berbeda nyata
antara petani SLPHT dan Non SLPHT
hal ini disebabkan oleh banyaknya jenis
hama dan penyakit yang menyerang
tanaman cabai mulai dari gulma, lalat
buah, kutu daun, trips, Antracnose, virus,
virus kuning dan Bakteri. Sehingga
petani
ada
kecenderungan
untuk
menggunakan formulasi lebih dari 6
(enam) macam formulasi pestisida, pada
petani SLPHT (64,29 %) dan 5-6 macam
pestisida (28,57 %) pada petani Non
SLPHT (67,86 %) serta 5-6 macam jenis
21,43%. Sesuai dengan pendapat
Kruniasih dan Paramita (2006) yang
menyatakan bahwa pada budidaya
tanaman sayuran penggunaan pestisida
dalam pengendalian OPT tanaman lebih
dari 3 macam formulasi pestisida, hal ini
sangat tergantung pada tingkat dan
macam serangan OPT.
Pada komoditas bawang merah,
kubis dan kentang, baik pada petani
SLPHT dan Non SLPHT macam
pestisida yang paling banyak digunakan
dalam satu musim tanam > 6 macam
formulasi (>53%). Bahkan pada budidaya

tanaman bawang merah dan kentang


formulasi yang digunakan antara 7-9
macam (>64%) setiap musim tanam.
Jenis pestisida yang digunakan oleh
petani pada dapat diklasifikasikan
sebagai berikut herbisida (minimal 1
macam), insektisida (minimal 2 macam),
fungisida (minimal 2 macam), perekat
(minimal 1 mcam) dan ZPT. Pada
tanaman bawang merah tingginya
macam formulasi yang digunakan di
musim kemarau dipicu oleh serangan
ulat daun (Spodoptera Sp) dan serangan
Liriomiza
chinensis,
pada
musim
penghujan
oleh
Phytopthora
Sp.
Banyaknya formulasi pestisida yang
digunakan
juga
disebabkan
oleh
keinginan petani untuk mencari formulasi
baru dengan cara mixing.

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 92

KESIMPULAN
Penggunaan
pestisida
pada
tanaman sayuran pada empat komoditi
dikategorikan tidak tepat kecuali variabel
ketepatan sasaran jenis tanaman dan
organisme
sasaran.
Penggunaan
pestisida oleh petani SLPHT dan Non
SLPHT menunjukkan tidak berbeda
nyata kecuali pada (1) ketepatan jenis
pada petani Allium sp, Brassica oleracea
L dan Solanum tuberosum L, (2) tepat
waktu pada petani Capsicum sp dan
Solanum tuberosum L.

]DAFTAR PUSTAKA
BPS Jatim (2010) Jumlah Penduduk
Jatim Tahun 2010. Surabaya.
Badan Pusat Statistik.
Direktorat

Ditjen

Perlindungan Hortikultura.
2009. Data Serangan OPT
Sayuran
Nasional.Jakarta.
Direktorat
Perlindungan
Hortikultura.

Sarprastan 2010. Pedoman


Pembinaan
Penggunaan
Pestisida. Jakarta. Direktorat
Jenderal
Sarana
dan
Prasarana
Pertanian.
Direktorat
Pupuk
Dan
Pestisida
Kementrian
Pertanian. h. 23-25.

Herawaty,

Nadhira A (2008) Kajian


Penggunaan Pestisida oleh
Petani
Pemakai
Serta
Informasi
dari
Berbagai
Stakeholder
terkait
Di
Kabupaten
Tanah
Karo
Sumatera
Utara.
https://
www.info.stppmedan.ac.id/pdf
/jurnalhera. (17 Juli 2011)

Institut Pertanian Bogor. hlm


78-82
Robert P., Rice Jr., (2000) Teaching
Integrated Pest Management
Using the Learning-by-doing
Philoshopy. San Luis Obispo.
Environmental
Horticultural
Science
Departement,
California polytechnic State
University.
Hortechnology.
10(2):287-289.
Untung

K. 1996. Residu Pestisida


sebagai Indikator Ekolabel
Hasil Pertanian. Lokakarya
Peraturan dan Penanganan
Residu Pestisda dan Hasil
Tanaman
Pangan
dan
Hortikultura. Cisarua Bogor.
hlm.9.

Higley LG., Wintersteen WK. 1992. A


Novel
Approach
to
Environmental
Risk
Assesment of Pesticides as a
Basisfor
Incoporating
Environment
Cost
into
Economic
Injury
Levels.
American
Entomologist.
Spring92:p. 34-39.
Kruniasih

I., Paramita S. 2006.


Penggunaan Pestisida Dalam
Pengendalian Hama Terpadu
Petani Sayuran di Kecamatan
Pakem Kabupaten Sleman
Yogyakarta.
Yogyakarta.
Fakultas
Pertanian
Universitas Jayabadra. Agros:
8 (1):103-115

Nuryana.

2005. Pengaruh Intensitas


Kontak
Pestisida dengan
Aktifitas Cholinesterase pada
petani Bawang Merah di
Brebes
(Thesis).
Bogor.

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012

KAJIAN PENGGUNAAN PESTISIDA.. 93

You might also like