You are on page 1of 10

Frekwensi merupakan salah spesikasi sumber tenaga listrik yang ada atau dipilih oleh suatu negara

tertentu. Spesifkasi lain yalah tegangan atau


voltage. Pemilihan ditentukan oleh standard apa yang dianut negara tsb. perbedaan yang dianut
kedua standard tsb. Jika NEMA memakai 60 Hz maka IEC memalai 50 Hz. Pemakaian motor 60Hz ke
supply listrik 50 Hz tentu ada pengaruh demikian pula sebaliknya. Frekwensi paling berpengaruh
pada putaran motor yang disupply tenaga listrik tsb. Kita perlu tahu seberapa besar pegaruh tsb, apa
pengaruhnya terhadap faktor daya guna, umur motor dan baik atau buruknya.
NEMA dan IEC
Standard NEMA dipakai di Amerika bagian utara, terutama Amerika Serikat tentunya ditambah negara
yang yang memakai tehnologi atau membeli pabriknya dari Amerika Serikat. Sedangkan IEC dianut
oleh sebagian negara di dunia selain di Amerika. Disamping standard lain seperti negara Inggris
BS2613, Jerman VDE 0530 dan Jepang JIS. Biasanya standard lain mengadopsi IEC yang bersifat
metrik.
NEMA atau National Electrical Manufacturers Association berkantor di Amerika .
IEC , International Electrotechnical Commission berpusat di Eropa.
Spesifikasi Motor
Dibawah ini contoh spesifikasi listrik dari sebuah motor sebagai contoh untuk pembahasan
sehubungan dengan pemakaian frekwemsi. Yang sulit dihindari ialah kita membeli motor standard
NEMA untuk dipasang dinegara yang memakai standard IEC atau sebaliknya. Sehingga diperlukan
pengetahuan tentang spesikasi listril dan spesifikasi mekanis dari kedua standard tsb.
Contoh : Motor 100HP, 230/460 V, 60 Hz,
Pengertian dari spesifikasi tsb, sbb :
NEMA menuliskan kapasitas dengan horse power, 100 HP sebagai kapasitas atau kemampuan
motor menggerakan beban sebesar 100 horse power. Biasanya IEC menyatakan kapasitas dengan
KW, (100 HP = 74,57 KW)
230V , winding motor terdiri dari dua set setiap phase dan dihubungkan secara parallel
460V, winding motor terdiri dari dua set setiap phase dan dihubungkan secara serie.
60Hz, adalah frequency jaringan listrik yang seharusnya tersedia untuk motor tsb.

Effek pada Motor 230/460 V, 60 Hz, jika di pasang pada frekwensi 50 Hz

( table tsb. Disalin dari Catalog Leeson Motor)


Memasang motor 60 Hz di Freq 50 Hz
Power-grid di Eropa dan dihampir semua negara lain menggunakan system freq 50Hz, kecuali
Amerika bagian Utara menggunakan 60Hz.
Apa efek performance, memasang motor 60Hz pada freq. 50Hz? Apakah cukup aman ?
Jawabnya meragukan ya atau mungkin ya tidak.
Motor 3 phase 60Hz dapat dioperasikan cukup memuaskan (sesuai dengan nameplate) pada power
supply freq 50Hz jika tegangan/voltage di turunkan sama dengan rasio penurunan frequency.
Jadi motor 60Hz,460V jika dipasang pada 50Hz,380V akan menghasilkan performance yang
memuaskan sesuai nameplate horsepower, dan putaran poros hanya 50/60 dari putaran yang tertera
di nameplate. Jadi jika 60Hz ke 50Hz, berarti seharusnya Voltage 5/6x460V=383V
Motor 60Hz 230V jika dipasang di 50Hz 230V, mungkin tidak memuaskan tanpa menurunkan
horsepower sebesar faktor 0,80-0,85. Jadi HP rated beban yang digerakan harus diturunkan, ini
hubungannya dengan efek panas yang timbul di winding.
Dengan panduan table tsb, dapat disimpulkan
Motor 100HP, 230V/460V, 60 Hz, 1800Rpm motor winding terkoneksi 230V dipasang pada 220V / 50
Hz akan terjadi sbb:
Torsi full load diperlukan 120%

Putaran sinkron stator turun menjadi 5/6 atau 83,3% yaitu 0.8331800 Rpm = 1500 Rpm
Arus full load menjadi 115%
Efisiensi saat full load turun 2%
Power faktor turun 3-4%
Locked rotor torque naik dari rated menjadi 130 135%
Breakdown torque, naik dari rated menjadi 120 125%
Arus locked rotor naik dari rated menjadi 106%
Panas di motor naik menjadi 153%
Magnetic noise bertambah.
Kesimpulan dari kasus ini bahwa umur motor berkurang karena bertambahnya arus yang berarti
bertambah panas.

relay frekuensi merupakan relay yg berfungsi untuk


memonitoringbesarnya frekuensi pada sistem biasanya dipasang pada
pembangkitberupa UFR (under frekuensi relai) kalau ada pembebanan
lebih biasanyabekerja sama dengan under voltage relay, dan juga ada
OFR (oferfrequensi relay) u/ mendeteksi overspeed dari turbin.dan juga
biasa dipasang di feeder sebagai load seeding (UFR)Tambahan ya Mas.
UFR biasanya digunakan sebagai Load Shedding (Pelepasan Beban ).
Dan ada tingkatan-tingkatannya untuk menentukanwilayah mana yang
akan di "korbankan" terlebih dahulu jikaterjadi suatu masalah
dari sistem pembangkit. Dan berurutan dan untukwilayah yang critical
biasanya terakhir. UFR ini juga digunakan untukmencegah terjadinya
"Black Out".Secara logika begini:-Sistem apabila mendapat
beban berlebih otomatis frekuensi sistemmenurun. Dan ini sangat
mengganggu peralatan sistem. Untuk kembalike frekuensi normal
maka wilayah pembebanan yang pertama akandilepas. Sehingga beban
berkurang, frekuensi kembali normal.-Bisa juga apabila salah
satu pembangkit shut down. Maka pembangkityang lain akan menerima
beban yang ditanggung pembangkit yg s/d tadi.Apabila pembangkit yg
lain tidak sanggup menanggung beban tersebutmaka frekuensi akan
turun. Maka terjadilah Load Shedding. Apabilamasih rendah juga
frekuensinya, maka UFR akan melepaskan wilayahpembebanan
berikutnya. Sampai frekuensi normal kembali.Hal penting disini, frekuensi
erat kaitannya dengan Daya ( P(kW)>> , maka f<<)seperti
relay proteksi pada umumnya terdiri dari sensor berupa PT(potensial
transformer) informasi frekuensi sistem diambil dari PTkemudian relai
membandingkan antara frekuensi setting denganfrekuensi aktual dari PT,
jika freuensi aktual lebih kecil atau sama denganfrekuensi setting dalam
batas waktu yg ditentukan maka akanmemerintahkan Cirkuit
breaker untuk pengurangan beban.Bagaimana prinsip kerja dari
Relai frekuensi pada sistem pambangkitan?

Parameter-Parameter yang Menentukan Keandalan dan Kualitas Listrik


Ukuran keandalan dan kualitas listrik secara umum ditentukan oleh beberapa parameter sebagai
berikut:
1. Frekuensi dengan satuan hertz (Hz);
Yaitu jumlah siklus arus bolak-balik (alternating current, AC) per detik. Beberapa negara termasuk
Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar, sebesar 50 Hz.
Frekuensi listrik ditentukan oleh kecepatan perputaran dari turbin sebagai penggerak mula. Salah satu
contoh akibat dari frekuensi listrik yang tidak stabil adalah akan mengakibatkan perputaran motor listrik
sebagai penggerak mesin-mesin produksi di industri manufaktur juga tidak stabil, dimana hal ini akan
mengganggu proses produksi.
Gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem frekuensi:
a. Penyimpangan terus-menerus (Continuous Deviation); frekuensi berada diluar batasnya pada saat
yang lama (secara terus-menerus), frekuensi standar 50 Hz dengan toleransi 0,6 Hz ------ (49,4 50,6
Hz)
b. Penyimpangan sementara (Transient Deviation); penurunan atau penaikkan frekuensi secara tiba-tiba
dan sesaat.
2. Tegangan atau voltage dengan satuan volt (V);
Tegangan yang baik adalah tegangan yang tetap stabil pada nilai yang telah ditentukan. Walaupun
terjadinya fluktuasi (ketidak stabilan) pada tegangan ini tidak dapat di hindarkan, tetapi dapat di
minimalkan.
Gangguan pada tegangan antara lain :
a. Fluktuasi Tegangan; seperti: Tegangan Lebih (Over Voltage), Tegangan Turun (Drop Voltage) dan
tegangan getar (flicker voltage)
Tegangan lebih pada sistem akan mengakibatkan arus listrik yang mengalir menjadi besar dan
mempercepat kemunduran isolasi (deterioration of insulation)
sehingga menyebabkan kenaikan rugi-rugi daya dan operasi, memperpendek umur kerja peralatan dan
yang lebih fatal akan terbakarnya peralatan tersebut. Peralatan-peralatan yang dipengaruhi saat terjadi
tegangan lebih adalah transformer, motor-motor listrik, kapasitor daya dan peralatan kontrol yang
menggunakan coil/kumparan seperti solenoid valve, magnetic switch dan relay. tegangan lebih biasanya
disebabkan karena eksitasi yang berlebihan pada generator listrik (over excitation), sambaran petir pada
saluran transmisi, proses pengaturan atau beban kapasitif yang berlebihan pada sistem distribusi.
Tegangan turun pada sistem akan mengakibatkan berkurangnya intensitas cahaya (redup) pada
peralatan penerangan; bergetar dan terjadi kesalahan operasi pada peralatan kontrol seperti automatic
valve, magnetic switch dan auxiliary relay; menurunnya torsi pada saat start (starting torque) pada
motor-motor listrik. Tegangan turun biasanya disebabkan oleh kurangnya eksitasi pada generator listrik
(drop excitation), saluran transmisi yang terlalu panjang, jarak beban yang terlalu jauh dari pusat
distribusi atau peralatan yang sudah berlebihan beban kapasitifnya.

b.Tegangan Kedip (Dip Voltage); adalah turunnya tegangan (umumnya sampai 20%) dalam perioda
waktu yang sangat singkat (dalam milli second). Penyebabnya adalah hubungan singkat (short circuit)
antara fasa dengan tanah atau fasa dengan fasa pada jaringan distibusi. Tegangan kedip dapat
mengakibatkan gangguan pada: stabilisator tegangan arus DC, electromagnetic switch, variable speed
motor, high voltage discharge lamp dan under voltage relay.
c. Harmonik Tegangan (Voltage Harmonic); adalah komponen-komponen gelombang sinus dengan
frekuensi dan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang asalnya (bentuk gelombang yang cacat),
contoh :
Gelombang asal : (28,3) sin (t) kV.
Harmonik ke-3 : (28,3/3) sin (3t) kV.
Harmonik ke-5 : (28,3/5) sin (5t) kV.
Tegangan harmonik dapat mengakibatkan: panas yang berlebihan, getaran keras, suara berisik dan
terbakar pada peralatan capacitor reactor (power capacitor); meledak pada peralatan power fuse (power
capacitor); salah beroperasi pada peralatan breaker; suara berisik dan bergetar pada peralatan rumah
tangga (seperti TV, radio, lemari pendingin dsb.); dan pada peralatan motor listrik, elevator dan
peralatan-peralatan kontrol akan terjadi suara berisik, getaran yang tinggi, panas yang berlebihan dan
kesalahan operasi. Kontribusi arus harmonik akan menyebabkan cacat (distorsi) pada tegangan,
tergantung seberapa besar kontribusinya.
Cara mengurangi pengaruh tegangan harmonik yang terjadi pada sistem adalah dengan memasang
harmonic filter yang sesuai pada peralatan-peralatan yang dapat menyebabkan timbulnya harmonik
seperti arus magnetisasi transformer, static VAR compensator dan peralatan-peralatan elektronika daya
(seperti inverter, rectifier, converter, dsb.)
d. Ketidak seimbangan tegangan (Unbalance Voltage); umumnya terjadi di sistem distribusi karena
pembebanan fasa yang tidak merata.
Gangguan-gangguan tegangan sebagaimana dijelaskan diatas dapat menyebabkan peralatan-peralatan
yang menggunakan listrik, beroperasi secara tidak normal dan yang paling fatal adalah kerusakan atau
terbakarnya peralatan.
3. Interupsi atau Pemadaman Listrik;
Interupsi ini dapat dibedakan menjadi:
a. Pemadaman yang direncanakan (Planned Interruption/scheduled interruption); adalah pemadaman
yang terjadi karena adanya pekerjaan perbaikan atau perluasan jaringan pada sistem tenaga listrik.
b. Pemadaman yang tidak direncanakan (Unplanned Interruption); adalah pemadaman yang terjadi
karena adanya gangguan pada sistem tenaga listrik seperti hubung singkat (short circuit).
Parameter-parameter yang menentukan keandalan dan kualitas listrik sebagaimana dijelaskan diatas
adalah sesuatu yang meyakinkan (measureable) dan dapat diminimalkan dengan cara mengkoreksi
terhadap konfigurasi dan peralatan pada sistem, manajemen serta sumber daya manusia yang handal
dari perusahaan yang menjual energi listrik.

Frekuensi
Frekuensi secara umum dapat diartikan sebagai jumlah kemunculan suatu kejadian
yang berulang pada suatu jangka waktu tertentu. Frekuensi didefinisikan
sebagai jumlah periode gelombang yang terjadi selama 1 detik. Mengacu pada SI,
satuan frekuensi adalah Hertz yaitu jumlah siklus per detik. Nama ini diberikan
sebagai penghargaan kepada Heinrich R. Hertz atas kontribusinya pada bidang
gelombang elektromagnetik.
Pada sistem tenaga listrik, istilah frekuensi diasoasikan dengan frekuensi tegangan
dan arus listrik. Frekuensi ini diperoleh dari kombinasi jumlah putaran dan jumlah
kutub listrik pada generator di pembangkit listrik. Pada awal sejarah munculnya
listrik, pemahaman terhadap frekuensi tidak seperti yang sekarang ini kita semua
pahami. Pada masa itu frekuensi lebih dipahami sebagai banyaknya jumlah
perubahan polaritas (alternasi) per menit, akibatnya pada masa tersebut banyak kita
temui frekuensi sistem tenaga yang apabila kita ubah ke definisi frekuensi modern
akan menghasilkan angka yang tidak lazim, seperti 83 Hz atau 133 Hz.
Perkembangan Frekuensi pada Sistem Tenaga Listrik
Kita kembali ke sekitar tahun 1890an dimana listrik masih baru mulai berkembang.
Pada masa itu listrik masih bersifat lokal, tidak ada transmisi jarak jauh, tidak ada
interkoneksi, dan beban utama adalah penerangan. Akibatnya adalah muncul
bermacam-macam frekuensi listrik yang beroperasi tergantung pada perusahaan
penyedia generator pada pusat pembangkit lokal.
Di Amerika Utara, Westinghouse memilih mengoperasikan generator buatannya
pada 133 Hz, sementara Thompson-Houston (sebelum nanti namanya berubah
menjadi General Electric) menggunakan generator yang beroperasi menghasilkan
125 Hz. Di Britania Raya, frekuensi sistem bervariasi mulai dari 83 Hz hingga 133
Hz. Frekuensi yang beroperasi di eropa daratan juga bervariasi mulai dari 30 Hz
hingga 70 Hz. AEG dari Jerman menggunakan frekuensi 40 Hz untuk
mentransmisikan listrik sejauh 175 km ke Frankfurt, MFO dari Swiss menggunakan
frekuensi 50 Hz untuk mentransmisikan listrik ke pabriknya, sementara Ganz dari
Hungaria menggunakan 42 Hz untuk melayani konsumen beban penerangannya.
Begitu banyaknya frekuensi yang muncul menawarkan kelebihan dan kekurangan
masing-masing, disamping juga mengakibatkan kebingungan tersendiri. Beberapa
hal yang menjadi pertimbangan untuk mendapatkan frekuensi yang paling tepat,

sesuai dengan teknologi dan karakteristik sistem tenaga listrik jaman tersebut,
diantaranya:
1. Frekuensi yang tinggi dengan pertimbangan transformator
Semakin tinggi frekuensi operasi maka ukuran transformator akan semakin kecil.
Keuntungan menggunakan frekuensi yang lebih tinggi adalah biaya produksi
transformator akan bisa menjadi lebih murah.
2. Frekuensi yang rendah dengan pertimbangan turbin-generator
Generator-generator pada masa tersebut umumnya diputar dengan menggunakan
sabuk yang terhubung ke turbin, seperti pada generator Westinghouse yang
menghasilkan frekuensi 133 Hz. Perkembangan selanjutnya adalah menghubungkan
langsung turbin dengan generator pada 1 sumbu, namun dengan teknologi pada
masa itu hanya bisa apabila putaran generator-turbin cukup rendah, artinya
frekuensi listrik yang dihasilkan juga rendah.
3. Frekuensi dengan pertimbangan lampu penerangan
Beban utama yang dilayani sistem tenaga listrik pada saat itu adalah beban
penerangan. Beban penerangan menuntut frekuensi sistem yang tidak rendah,
karena akan mengakibatkan lampu yang berkedip-kedip. Frekuensi sistem harus
tinggi supaya kedip pada lampu tidak lagi terasa oleh mata manusia.
4. Perkembangan teknologi motor listrik
Motor induksi mulai berkembang pada masa tersebut. Belum adanya teknologi
pengaturan kecepatan motor mengkibatkan motor akan berputar proporsional
dengan frekuensi sistem tenaga listrik yang ada. Produsen motor listrik pada
umumnya adalah perusahaan yang juga membuat generator sehingga cenderung
untuk memproduksi motor listrik yang sesuai dengan spesifikasi frekuensi generator
yang diproduksinya sendiri, misalnya MFO dari Swiss dengan sistem 50 Hz. Apabila
kita ingin menggunakan motor listrik tersebut, tentu saja kita harus menyediakan
sistem tenaga yang sesuai dengan spesifikasi frekuensi motor tersebut.
Kompromi menjadi jalan tengah untuk mendapatkan frekuensi terbaik dari sekian
banyak persyaratan yang saling berlawanan tersebut. Angka kompromi yang muncul
pada masa itu adalah frekuensi pada kisaran 50 60 Hz. Angka tersebut cukup
rendah untuk teknologi pembangkitan, cukup tinggi untuk mendapatkan
transformator yang sesuai, dan cukup tinggi supaya kedip pada lampu penerangan
tidak terasa.

Tidak cukup jelas alasan mengapa pada akhirnya sistem tenaga listrik Eropa
berkembang dengan menggunakan 50 Hz, sedangkan sistem tenaga listrik di
Amerika Utara berkembang dengan menggunakan 60 Hz. Kembali pada faktor
produsen generator pada masa tersebut, selain itu sudah dimulainya interkoneksi
antar daerah yang bertetangga. Apabila suatu daerah ingin digabungkan melalui
interkoneksi, frekuensi yang dipilih harus sama dengan frekuensi yang sudah ada
sebelumnya yaitu 50 Hz atau 60 Hz.
50 Hz dan 60 Hz

Peta pemakaian jenis frekuensi di dunia (www.cites.illinois.edu)

Perdebatan lebih bagus mana 50 Hz atau 60 Hz akan selalu ada, dan tidak akan
pernah selesai. Para pengguna 60 Hz akan mengatakan bahwa sistem 50 Hz tidak
seefisien 60 Hz pada penyaluran daya, transformator 50 Hz membutuhkan belitan
yang lebih besar, generator 50 Hz berputar lebih lambat sehingga tidak seefektif
generator 60 Hz. Di sisi lain, para pengguna 50 Hz akan mengatakan bahwa rugirugi pada transformator 60 Hz akan lebih besar karena ada rugi-rugi yang
tergantung frekuensi operasi, frekuensi yang lebih tinggi akan membatasi ukuran
konduktor pada transmisi tegangan tinggi. Padahal, apabila kita lihat kembali sekian
banyak frekuensi yang pernah muncul pada awal-awal perkembangan listrik, baik 50
Hz atau 60 Hz relatif sama saja dibandingkan dengan frekuensi rendah 25 Hz
ataupun frekuensi tinggi 133 Hz yang pernah muncul dan beroperasi.
Akibat interkoneksi yang semakin meluas serta faktor industrialisasi dan
kolonialisasi juga, sekarang ini frekuensi 50 Hz digunakan oleh kebanyakan negara
di dunia, sementara 60 Hz populer di negara-negara Amerika Utara. Jepang adalah

kasus khusus karena menjadi negara yang memiliki dua sistem frekuensi 50 Hz dan
60 Hz sekaligus.
Jepang: Negara Dua Frekuensi
Jepang adalah salah satu negara yang unik di dunia dari sudut pandang frekuensi
sistem tenaga yang digunakan. Jepang memiliki dua frekuensi operasi, 50 Hz dan 60
Hz, pada satu sistem interkoneksi secara sekaligus. Kejadian ini boleh dibilang
merupakan kecelakaan, pada awal keberadaan listrik di Jepang sekitar tahun
1890an. Perkembangan listrik di Jepang timur dimulai dari Tokyo yang mengimpor
generator set dari AEG Jerman dengan frekuensi 50 Hz, kota-kota lain di Jepang
timur pun mengacu Tokyo dengan menggunakan frekuensi 50 Hz. Sementara itu,
untuk wilayah Jepang bagian barat, dimulai dari Osaka yang mengimpor generator
dari GE Amerika Serikat yang menggunakan frekuensi 60 Hz. Perkembangan
selanjutnya kota-kota di Jepang bagian barat mengacu pada Osaka dengan
menggunakan frekuensi 60 Hz.

Peta pembagian frekuensi di Jepang (www.tepco.co.jp)

Untuk menggabungkan dua frekuensi yang berbeda, Jepang harus menggunakan


sistem HVDC back to backsehingga daya tetap bisa saling mengalir ke dua sistem
frekuensi yang berbeda. Terdapat tiga gardu induk HVDC back to backuntuk
menghubungkan kedua frekuensi tersebut, yaitu di Higashi-Shimizu, Shin-Shinano,
dan Sakuma. Total kapasitas ketiga gardu penghubung tersebut adalah 1GW.
Pada kondisi normal, operasi interkoneksi dengan dua frekuensi yang berbeda tidak
menjadi masalah, apalagi dengan didukung oleh saluran penghubung yang

berkapasitas hingga 1 GW. Tetapi, Jepang mengalami masalah akibat perbedaan


frekuensi ini setelah gempa dan tsunami besar di daerah Tohoku pada Maret 2011.
Setelah gempa dan tsunami, total daya listrik yang hilang di Jepang bagian timur
mencapai 9.7 GW. Sementara saluran penghubung hanya mampu total 1 GW,
akibatnya daya yang dihasilkan oleh pembangkit di Jepang bagian barat tidak bisa
disalurkan untuk memenuhi defisit energi di daerah Jepang timur. Praktis pada
kondisi darurat seperti ini, sistem interkoneksi Jepang seolah-olah terpisah menjadi
dua bagian, 50 Hz dan 60 Hz.
Frekuensi di masa mendatang?
Perkembangan elektronika daya sudah sangat maju sekarang ini, sehingga sampai
pada kapasitas daya tertentu, frekuensi bukan menjadi masalah lagi karena kita bisa
mengubah sesuai dengan nilai yang kita inginkan. Pada aplikasi-aplikasi khusus,
frekuensi yang digunakan bukan lagi frekuensi tradisional 50 Hz/60 Hz tetapi 400
Hz. Frekuensi ini kita temui pada sistem kelistrikan pesawat terbang, kapal laut,
kapal selam, dsb.
Namun untuk aplikasi sistem tenaga skala besar, penulis rasa masih akan tetap
menggunakan frekuensi tradisional 50 Hz atau 60 Hz. Pertama karena kemampuan
daya dari peralatan elektronika daya belum bisa untuk aplikasi yang masif, kedua
karena infrastruktur kelistrikan yang sudah terbentuk saat ini, akan membutuhkan
modal yang sangat besar untuk mengubah dalam waktu singkat.
***
Bacaan lebih lanjut:

G. Neidhofer, 50-Hz frequency: How the standard emerged from a

European jumble, IEEE Power & Energy magazine, Vol. 9, No. 4, July/August
2011.
Knowledge: Difference in power frequency between western and eastern

Japan (http://www.shimbun.denki.or.jp/en/knowledge/index.html)
Electric power around the world (http://www.kropla.com/electric2.htm)
IEA, Impact of earthquakes and tsunamis on energy sectors in
Japan,http://www.iea.org

You might also like