You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem organ dalam tubuh manusia ada beberapa macam, diantaranya adalah sistem
muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh, membantu
proses pergerakan, serta melindungi organ-organ tubuh yang lunak. Komponen utama dari
sistem muskuloskeletal merupakan jaringan ikat. Sistem ini terdiri atas tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan strukturstruktur tersebut (Patofisiologi, 2002). Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat
lunak, ganas dan yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat
cedera atau penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang
sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan
selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor
tulang yang ganas.
Dari berbagai macam jaringan yang menyusun sistem ini, bermacam-macam pula
gangguan yang dapat ditimbulkan. Salah satu gangguan itu yaitu Benigna Bone Tumor dan
Maligna Bone Tumor. Tumor ini sering terjadi pada anak-anak, karena sifatnya yang jinak
tumor ini tidak berbahaya. Tumor-tumor jaringan lunak merupakan suatu golongan heterogen
kelainan-kelainan yang berasal dari jaringan asal mesodermal. Dalam jaringan ini termasuk
organ gerak, seperti otot-otot dan tendon, kapsula, sendi dan juga semua struktur lemak dan
jaringan ikat penyangga, yang berada diantara komponen-komponen epitelial dan di sekitar
organ-organ. Sering juga kelainan yang berasal dari struktur mesenkimal, tetapi yang terletak
dalam organ tertentu, dibicarakan dan ditangani sebagai kelainan organ-organ itu dan tidak
dimasukkan dalam golongan tumor jaringan lunak.
Tumor tulang Benigna dan Maligna memiliki prevalensi yang jarang (kurang dari 1%
dari seluruh kasus tumor), namun tumor ini mengakibatkan dampak yang cukup fatal bagi
penderitanya. Penderita tumor tulang seringkali merasakan nyeri yang hebat bahkan pasien
tidak mampu menjalankan aktivitasnya. Selain itu penderita juga dapat berisiko mengalami
cidera akibat fraktur patologik.
Peran perawat dalam penyembuhan dan perawatan klien sangat dibutuhkan, karena
umumnya pada pasien tumor tulang ini pasien mengalami kesulitan bergerak. Bahkan efek
dari tindakan medis juga cukup mengganggu, misalnya pada kemoterapi dan pembedahan.
Oleh karena itu perawat juga harus mengetahui tumor tulang Benigna dan Maligna secara
menyeluruh. Hal ini ditujukan agar perawat mampu bertindak secara profesional dalam
asuhan keperawatan dan memberikan perawatan yang supportif pada penderita tumor tulang.

B. RUMUSAN MASALAH
Untuk membatasi bahasan dalam makalah ini maka penulis membatasi masalah sebagai
berikut :
1. Apa definisi tumor ?
2. Apa definisi tumor jinak?
3. Apa saja jenis-jenis tumor jinak pada sistem muskuloskeletal?
4. Bagaimana klasifikasi tumor jinak pada sistem muskuloskeletal?
5. Apa etiologi terjadinya tumor jinak pada sistem muskuloskeletal?
6. Apa saja faktor risiko terjadinya tumor jinak pada sistem muskuloskeletal?
7. Bagaimana patofisiologi Tumor jinak muskuloskeletsl?
8. Bagaimana manifestasi klinis Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal?
10. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang ada pada Tumor jinak sistem
muskuloskeletal?
11. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Tumr jinak pada sistem muskuloskeletal?
12. Bagaimana Asuhan Keperawatan klien dengan Tumor jinak sistem muskuloskeletal?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Menjelaskan patofisiologi dan asuhan keperawatan Tumor jinak pada sistem
muskuloskeletal.
b. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi Tumor.
2. Menjelaskan definisi Tumor jinak.
3. Menjelaskan jenis-jenis Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal
4. Menjelaskan klasifikasi tumor jinak pada sistem muskuloskeletal
5. Menjelaskan etiologi Tumor jinak muskuloskeletal.
6. Menjelaskan faktor risiko terjadinya Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal
7. Menjelaskan patofisiologi Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal.
8. Menjelaskan manifestasi klinis Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal.
9. Menjelaskan penatalaksanaan medis Tumor jinak pada istem muskuloskeletal.
10. Menjelaskan pemeriksaan penunjang Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal
11. Menjelaskan komplikasi tumor jinak pada sistem muskuloskeletal
12. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Tumor jinak pada sistem
muskuloskeletal.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Pembaca dapat memahami definisi, etiologi, faktor risiko, manifestasi klinis,


penatalaksanaan medis, serta patofisiologi Tumor jinak pada sistem muskuloskeletal.
2. Pembaca khususnya mahasiswa keperawatan memahami asuhan keperawatan pada
klien dengan Tumor jinak pada sistem muskuloskleletal.
3. Perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan Tumor
jinak pada sistem muskuloskeletal.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa
latin, yang berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan
biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut Brooker (2001), pertumbuhan tumor dapat
digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign).
Neoplasma (tumor) adalah masa abnormal dari jaringan, yang pertumbuhannya pesat
dan tidak terkoordinasi dari pada jaringan normal dan berlangsung lama serta berlebihan
setelah perhentian stimulus yang menimbulkan perubahan tersebut (Robin 1999, 261, basic
of pathology disease).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara
serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor
dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah
dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995).
Sedangkan kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang
tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel
ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan
kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan
fungsi lainnya (Tjakra, 1991).

B. JENIS-JENIS TUMOR JINAK (BENIGNA) PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL


4

a.

Osteoma

Osteoma merupakan lesi tulang yang bersifat jinak dan ditandai oleh pertumbuhan
tulang yang abnormal. Osteoma klasik berwujud sebagai suatu benjolan yang tumbuh dengan
lambat, tidak nyeri. Pada pemeriksaan radiografi, osteoma perifer tampak sebagai lesi, lesi
menimbulkan adiopak yang meluas dari perrmukaan tulang, osteoma sentral tampak sebagai
suatu massa sklerotik terbatas jelas didalam tulang. Kalau lesi menimbukan gejala-gejala,
membesar, atau menyebakan ketidakmampuan maka perawatan yang dipilih adalah eksisi
osteoma dengan pembedahan . Operasi pembuangan bagian tulang yang membesar ini juga
dilakukan untuk tujuan diagnostic pada lesi-lesi yang besar. Eksisi meemberikan
penyembuhan pada tulang.
b. Osteoid Osteoma
Osteoid Osteoma adalah tumor jinak pada tulang yang pertumbuhannya timbul dari
osteoblas. Osteoid osteoma dapat mengenai tulang manapun, tetapi biasanya mengenai tulang
panjang/ tulang paha. Osteoid Osteoma merupakan tumor yang sangat kecil, yang biasanya
tumbuh dilengan atau tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Belum diketahui secara
pasti penyebab tumbuhnya Osteoid Osteoma tetapi biasanya disebabkan karena trauma,
infeksi dan lesi. Biasanya akan menimbulkan nyeri yang memburuk pada malam hari dan
berkurang dengan pemberian aspirin dosis rendah. Kadang otot di sekitar tumor akan
mengecil (atrofi) dan keadaan ini akan membaik setelah tumor diangkat. Skening tulang
menggunakan pelacak radioaktif bisa membantu menentukan lokasi yang tepat dari tumor
tersebut. Kadang-kadang tumor sulit ditentukan lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan seperti CT scan dan foto rontgen dengan teknik yang khusus. Pengangkatan tumor
melalui pembedahan merupakan satusatunya cara untuk mengurangi nyeri secara permanen.
Bila penderita enggan menjalani pembedahan, untuk mengurangi nyeri bisa diberikan aspirin.
c.

Kondroblastoma

Kondroblastoma dalah tumor jinak yang jarang di temukan, dan biasanya paling
sering mengenai anak-anak pada remaja. Tempat paling sering terserang adalah tulang
humerus. Gejala seringkali berupa nyeri sendi yang timbul dari jaringan tulang rawan.
Perawatannya dengan eksisi pembedahan. Jika kambuh, tumor ini akan di tangani dengan
eksisi, bedah beku atau radioterapi.
d.

Non Ossifying Fibroma

Non Ossifying Fibroma (Nof) adalah kelainan perkembangan yang umum pada anakanak dan remaja dengan physes terbuka; itu tidak terlihat pada orang dewasa.
Meskipun namanya, kondisi ini mineralizes dan menghilang dengan jatuh tempo rangka.

Bila lesi sangat kecil, hal itu disebut cacat kortikal berserat. Terjadi eksentris di
metaphyses tulang panjang, paling sering di femur distal, tibia proksimal, atau tibia distal
Lesi terlihat pada anak-anak dan remaja, tapi tidak pada orang dewasa.
Pementasan (seperti dengan lesi jinak lainnya):
Tahap 1: Laten (~ 96%)
Tahap 2: Aktif (~ 2-3%)
Tahap 3: Agresif (<1%)
Alam sejarah: Aktif tahap 2 selama masa kanak-kanak Menjadi laten tahap 1 dalam
pematangan kerangka.
e.

Endrokoma

Endrokoma atau kondroma sentral adalah tumor jinak sel-sel rawan displatik yang
timbul pada metafisis tulang fibula, terutama pada tangan dan kaki. Pada pemerikasasn
radiografi didapati titik-titik perkapuran yang berbatas tegas , membesar dan menipis. Tanda
ini merupakan ciri khas dari tumor. Tumor berkembang semasa pertumbuhan pada anak-anak
atau remaja. Keadaan ini meningkatkan fraktur patologis untuk jenis gangguan ini biasanya
dilakukan pembedahan dengan kuretase dan pencangkokan tulang.
f. Tumor sel raksasa
Sifat khas sel raksasa adalah adanya stroma vascular yang terdiri dari sel-sel dan
bentuk oval yang mengandung sejumlah nucleus lonjong, kecil dan berwarna gelap. Sel
raksasa ini merupakan sel besar dengan sitoplasma yang berwarna merah muda. Sel ini
mengandung sejumlah nucleus yang vesicular dan menyerupai sel-sel stroma. Walaupun
tumor ini dianggap jinak tetapi tetap memiliki derajat keganasaaan bergantung pada sifat
sarkopatosa dari stromanya. Padajenis yang ganas, tumor ini menjadi anaplastik dengan
daerah-daerah nekrosis dan perdarahan . Tumor-tumor sel raksasa terjadi pada orang dewasa
muda dan lebih banyak terjadi pada perempuan. Tempat-tempat biasa yangt di sarang pada
tumor ini adalah ujung-ujung tulang panjang radius. Gejala yang paling sering adalah nyeri,
juga ada keterbatasan gerakan sendi dan keleamahan. Setelah dibiopsi untuk memastikan
adanyan tumor ini , biasanya diperlukkan eksisi yang cukup luas, termasuk pengangkatan di
tepi tumor. Tumor ini cenderung kambuh secara local dan tumor yang kambuh setelah suatu
eksisi yang tidak bersih biasanya lebih ganas. Dengan melakukan biopsy maka diagnosis
dapat ditegakkan dan yang disertai tindakan rekontruksi segera dapat dilakukan . Pada kasuskasus tumor sel raksasa ini menyerang suatu daerah yang luas di bagian distal radius, maka
bagian proksimal fibula pasien dapat di cangkokkan untuk rekontruksi lengan bawah.
6

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi tumor tulang berdasarkan asal sel.
1. Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)
Jinak : Osteoid Osteoma
Ganas : Osteosarkoma
Osteoblastoma
Parosteal Osteosarkoma, Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak : Kondroblastoma
Ganas : Kondrosarkoma
Kondromiksoid Fibroma
Enkondroma
Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak : Non Ossifying Fibroma
Ganas : Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik)
Ganas : Multiple Myeloma
Sarkoma Ewing
Sarkoma Sel Retikulum
e. Tumor lain-lain
Jinak : Giant cell tumor

Ganas : Adamantinoma
Kordoma
2. Sekunder/Metastatik
Tumor tulang metastatik merupakan tumor tulang yang berasal dari tumor dibagian
tubuh lain yang telah menyebar ketulang.
Lesi tulang metastatik dibagi menjadi tiga kelompok
1. Lesi Osteolitik
2. Lesi Osteoblastik
3. Lesi Campuran
Lesi osteolitik merupakan yan paling sering ditemukan pada proses destruktif.
Lesi osteoblastik terjadi akibat pertumbuhan tulang baru yang dirangsang oleh tumor.
Secara mikroskopik, sebagian besar tumor tulang metastatik merupakan lesi
campuran.
4. Neoplasma Simulating Lesions
Simple bone cyst
Fibrous dysplasia
Eosinophilic granuloma
Brown tumor/hyperparathyroidism

Klasifikasi menurut TNM.


T. Tumor induk
TX tumor tidak dapat dicapai
T0 tidak ditemukan tumor primer
T1 tumor terbatas dalam periost
T2 tumor menembus periost
T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
8

N Kelenjar limfe regional


N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limfe
N1 tumor di kelenjar limfe regional
M. Metastasis jauh
M1 tidak ditemukan metastasis jauh
M2 ditemukan metastasis jauh

D. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan
kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi
tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer.
2001).
Meskipun tidak ada penyebab tumor tulang yang pasti, ada beberapa factor yang
berhubungan dan memungkinkan menjadi faktor penyebab terjadinya tumor tulang yang
meliputi:
Genetik
Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya sarcoma
jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data penelitian diduga mutasi genetic
pada sel induk mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada beberapa gen yang sudah
diketahui ,mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen RB-1 dan p53.
Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam terjadinya STS. Gen lain yang juga
diketahui mempunyai peranan adalah gen MDM-2 (Murine Double Minute 2). Gen ini dapat
menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan
menginaktivitas gen tersebut.

Radiasi.
Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar radiasi seperti pada
klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang mendapat radioterapi. Halperin dkk.
Memperkirakan resiko terjadinya sarcoma pada klien penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah
0,9 %. Terjadinya keganasan jaringan lunak dan bone sarcoma akibat pemaparan radiasi
sudah diketahui sejak 1922. Walaupun jarang ditemukan, prognosisnya buruk dan umumnya
high grade.

Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous histiocytoma (MFH)
dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak waktu antara radiasi dan terjadinya sarcoma
diperkirakan sekitar 11 tahun.
Bahan Kimia.
Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat menimbulkan sarkoma,
tetapi belum dapat dibuktikan. Pemaparan terhadap torium dioksida (Thorotrast), suatu bahan
kontras, dapat menimbulkan angiosarkoma, pada hepar, selain itu, abses juga diduga dapat
menimbulkan mosotelioma, sedangkan polivilin klorida dapat menyebabkan angiosarkoma
hepatik.
Trauma
Sekitar 30 % kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat trauma. Walaupun
sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks lama, luka bakar, dan riwayat trauma,
semua ini tidak pernah dapat dibuktikan.
Limfedema kronis.
Limfedema akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan limfangiosarkoma dan kasus
limfangiosarkoma pada ekstremitas superior ditemukan pada klien karsinoma mammae yang
mendapat radioterapi pasca-mastektomi.
Infeksi.
Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh infeksi parasit, yaitu
filariasis. Pada klien limfedema kronis akibat obstruksi, filariasis dapat menimbulkan
limfangiosrakoma.

E. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya tumor tulang yaitu:
1. Kecepatan pertumbuhan tulang yang memacu timbulnya tumor tulang ganas selama
masa kanak-kanak terutama daerah metafise tulang panjang.
2. Paparan radiasi
3. Beberapa kasus pada tumor tulang ganas disebabkan oleh kelainan DNA pada tulang
faktor genetik contohnya:
a) Retinoblastoma kelainan pada gen 13q14
b) Displasi tulang, penyakit paget, fibrous displasia, enchondromatosis,
eksostosis herediter multiple
c) L1-Fraumenisyndrome (mutasi TP 53)
10

d)
e)

Gaya hidup yang tak sehat misalnya merokok, makanan dan minuman yang
mengandung karbon.
Rothmund-thomson sindrom yaitu kelainan pada resesif autosomal yang
berkaitan dengan kelainan tulang kongenitaaaal, displasia rambut dan kulit,
hipogonadism, dan katarak

F. PATOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi
destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.
Kelainan congenital, genetic, gender / jenis kelamin, usia, rangsangan fisik berulang, hormon,
infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh
atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat
malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya
tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak
sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari
jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan
dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya
cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya,
sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh
yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat
tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening
dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat
tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi
terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan
kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan
langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh
(metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA,
menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra,
Ahmad. 1991).

11

Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA, berdiferensiasi /
proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal,
menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan pembelahan).

G. MANIFESTASI KLINIS
1. Rasa sakit (nyeri),
Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
2. Pembengkakan
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas (Gale. 1999: 245).
3. Keterbatasan gerak
4. Fraktur patologik.
5. Menurunnya berat badan
6. Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta
distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
7. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.
Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi
jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau
ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau
terapi kombinasi. Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi
dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX)
dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
12

Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal
intravena, diuretika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau
kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau mengangkat jaringan maligna
dengan menggunakan metode yang seefektif mungkin.
Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada dua, yaitu:
1. Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan amputasi
pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui tulang
atau sendi di atas tumor untuk control lokal terhadap lesi primer. Beberapa pusat
perawatan kini memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan
menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali penempatan
tulang-tulang.
2. Kemoterapi
Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan dengan factor
citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.

I.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1.

Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi tulang.

2.

CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.

3.

Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi,
eksisi, biopsi jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai.

4.

Skrening tulang untuk melihat penyebaran tumor.

5.

Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin fosfatase.

6.

MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya.

7.

Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya skip lesion, ( Rasjad. 2003).

13

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul dari tumor-tumor jinak diatas diantaranya sebagai
berikut :
a. Akibat langsung : patah tulang
b. Akibat tidak langsung : penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
c. Akibat pengobatan : gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada
kemoterapi.

14

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status

perkawinan, alamat, dan lain-lain.

2. Riwayat kesehatan
Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
3. Pengkajian fisik
Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
a. Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
Keterbatasan rentang gerak
4. Hasil laboratorium/radiologi
Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal,
nyeri, dan amputasi.
3. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah
tertentu dalam waktu yang lama.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
C. RENCANA TINDAKAN
15

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut
teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a.

Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,

b.

Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,

c.

Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan

d.

Skala nyeri 0-2.

Intervensi:
1. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik
nyeri.
R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
4. Berikan lingkungan yang tenang.
R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan
penurunan rasa nyeri.
R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.

16

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan
amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan
keamanan,
Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam
aktivitas,
1. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
2. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Intervensi :
1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.
R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
2. Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,
meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi
sosial.
3. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun
yang tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
4. Bantu pasien dalam perawatan diri.
R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol
situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
5. Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan mineral.
17

R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi


biasanya terjadi penurunan BB.
6. Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
R / : Untuk menentukan program latihan.
3.

Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah
tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
integritas kulit / jaringan teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak
berlanjut.
Intervensi :
1. Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
2. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
3. Ubah posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit.
4. Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
4.

Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.

18

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1.

Tidak ada tanda-tanda Infeksi,

2.

Leukosit dalam batas normal, dan

3.

Tanda-tanda vital dalam batas normal.


Intervensi :
1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor,
fungsi laesa.
R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
3. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal,
eritema pada daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
5. Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.

19

You might also like