You are on page 1of 9

Pertempuran Surabaya dan Revolusi Indonesia Pada Tahun 1945

Scott C. Abel
Di Indonesia, Surabaya terkenal sebagai Kota Pahlawan. Pertempuran
Surabaya paling berdarah adalah serangan selama Revolusi Indonesia. Ada banyak
masalah dengan cerita-cerita tentang Pertempuran Surabaya. Karena Revolusi Indonesia
topik emosional untuk orang Indonesia dan orang lain, mempelajari tentang sejarah
secara seimbang tentang serangannya sulit sekali. President Suharto mau orang
Indonesia merayakan tentara Surabaya sebagai pahlawan dan membuat 10 November
sebagai Hari Pahlawan. Hari itu dan zaman revolusi dirayakan sebagai muharam.
Peristiwa di Surabaya pada bulan September sampai Desember tidak jelas dan banyak
orang mau menulis atau menceritakan sejarah dan cerita yang memperkuat pandangan
dunia.
Sesudah Hindia Belanda jatuh pada Maret tahun 1942, Tentara Jepang
mengirimkan orang Barat dan Indo-Eropa ke kamp penjara. Ada banyak kekerasan pada
waktu itu karena tidak ada pemerintah kuat tetapi kemudian Jepang membuat pemerintah
baru. Jepang menduduki Seluruh Hindia Belanda. Surabaya adalah pelabuhan penting di
Jawa Timur. Sesudah proklamasi merdeka dan berakhirnya Perang Dunia Kedua pada
bulan Augustus 1945, Sekutu perlu membebaskan orang Barat di Indonesia dan
membawa tentara Jepang kembali ke negaranya. Keputusan Sekutu mengirimkan Tentara
India Inggris ke Jawa untuk misi ini. Mereka perlu menyerahkan diri kepada Tentara
Jepang di Jawa. Kebanyakan orang Indonesia tidak mau pemerintah Belanda kembali.
Pemimpin Indonesia dan kaum cendekiawan di Indonesia dan tempat lain mau
membuat mitologi untuk Revolusi Indonesia. Banyak buku yang terkenal tentang perang

ini memihak kepada orang Belanda, orang Indonesia, dan orang Inggris sebagai orang
baik dan pihak lain sebagai orang jahat. Benedict Anderson salah ketika dia menulis
bahwa tentara Inggris memulai Pertempuran Surabaya hanya untuk balas dendam dan
tidak untuk membebaskan dan mengungsikan interniran. Tetapi, itu tidak benar karena
Tentara Inggris masih mau mengungsikan 3,500 interniran. Ada masalah dengan sejarah
yang ditulis oleh orang Eropa (McMillan 2005, 6). Kami perlu tulisan tanpa banyak
emosi dan prasangka. Juga, sejarawan tidak harus menulis untuk melegitimaskan
revolusi dan pemimpinnya. Tidak seperti sejarawan lain, mereka harus menulis tentang
kekejaman orang republik.
Tentara Inggris sangat lambat dengan mengirimkan divisinya ke Indonesia karena
mereka perlu juga menduduki Burma, Malaya, dan Vietnam Selatan. Juga, tidak ada
cukup tentara untuk seluruh tanahnya, pada khususnya Jawa yang mempunyai kira-kira
70 juta orang (McMillan 2005, 2-3). Southeast Asia Command dipimpin oleh
Mountbatten mempunyai tugas sulit sekali. Mountbatten memutuskan bahwa
menyebarkan tentaranya ke kota penting karena kebanyakan orang Indonesia tidak
mengormati kekuasaan Belanda. Orang Indonesia biasanya tidak mau tentara Inggris
memberi perintah kepada Pemerintah Belanda dan ada banyak serangan antara mereka
(McMillan 2005, 3-5).
Ada banyak pembunuhan pada bulan Oktober 1945 oleh orang pro-Republik di
Surabaya. Karena Perang Dunia Kedua berakhir tanpa kedatangan tentara Sekutu di
kebanyakan Indonesia, pada khususnya Jawa dan Sumatra, penjara Belanda dan IndoEropa bisa pulang ke rumah mereka dengan cepat seperti dua atau tiga minggu sesudah
berakhirnya perang. Kumpulan terorgansir pertama datang di Surabaya pada tanggal 6

September 1945. Pada hari yang sama, setelah kumpulan Sekutu pertama datang ke
Surabaya, pemuda revolusioner membunuh pemimpin Indo-Eropa dan membuat bendera
Belanda menjadi bendera Indonesia dengan menyobek bagian biru dari bendera Belanda
pada tanggal 19 September (Frederick 2012, 361-362). Kumpulan itu, RAPWI Belanda
melihat banyak orang dari Jawa pergi ke Surabaya dan seorang Kapten Huijer, dengan
izin pemimpin Hindia Belanda tetapi tanpa izin Inggris, menerima penyerahan tentara
Jepang dipimpin oleh Jenderal Nagano dan secara tidak sengaja membantu tentara dan
orang Republik karena mereka mengambil senjata Jepang karena tidak ada cukup
penjaga. Senjata-senjata ini bukan hanya senjata kecil tetapi juga beberapa tank Jepang.
Juga, tentara di Jawa Timur menerima latihan dari tentara Jepang (McMillan 2005, 3132). Kemarahan orang Indonesia, orang Belanda, dan temannya, kehadiran banyak
senjata adalah masalah besar untuk kota Surabaya.
Ada dua organisasi Indonesia, Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Pemuda
Republik Indonesia (PRI). Pada bulan Oktober 1945, dua organisasi ini mempunyai
kekuasan yang lebih kurang sama. Di Klub Simpang, orang Indonesia membunuh
tawanan. Mereka membunuh tentara Jepang tanpa senjata dan kemudian orang lain
dibunuh di sana. Klub Simpang menjadi markas besar PRI dan penjaja serta tempat
pembunuhan. Pada tanggal 15 Oktober 1945, orang pro-Republik mulai mencari orang
Belanda, Indo, Ambon, Timor, dan lain-lain dan menangkap mereka. Biasanya, mereka
dipukul dan diperiksa. Juga, ada banyak orang dibunuh dan dipotong-potong. Ada cerita
tentang anak perempuan yang mau membantu ayahnya tetapi dibunuh oleh orang yang
memotong jantungnya. Tawanan menerima banyak mutilasi seksual. Yang pertama, lakilaki dikirimkan ke sana tetapi perempuan juga kemudiannya. Selama Pertempuran

Surabaya, tentara India dan Inggris juga menerima mutilasi seksual. Sejumlah orang
dikirimkan ke Klub Simpang dan tempat seperti itu dan dibunuh tidak jelas (Frederick
2012, 361-365). Tidak ada banyak informasi jelas tentang pembunuhan orang Belanda
dan lain-lain dari pihak republik. Kemungkinan, orang Indonesia mau balas dendam dan
mencegah kembali pemerintah Hindia Belanda.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade Infanteri India ke-49 berlayar ke
Surabaya dipimpin oleh Brigadir Mallaby yang melihat banyak orang Indonesia dengan
senjata dan bertanya Kapten Macdonald di atas HMS Waveney kalau satu brigade bisa
menaklukkan Surabaya. Macdonald menjawab bahwa mereka tidak bisa dan Mallaby
setuju. Macdonald dengan petugas angkutan laut bertemu Dr. Moestopo yang memimpin
Tentara Keamanan (TKR) berteriak bahwa dia tidak mau bertemu Mallaby. Kemudian,
mereka bertemu Dr. Soerio, Guberner Jawa Timur, yang setuju bertemu dengan
Macdonald walaupun Moestopo mau membunuh Macdonald dan temannya (McMillan
2005, 33-36). Pada keesokan harinya, Mallaby dan Moestopo bertemu dan setuju polisi
dan tentara Indonesia boleh menjaga senjata mereka dan orang Belanda tidak bisa datang
ke Surabaya. Tetapi, jenderal divisi, Jenderal Hawthorn mengirimkan pesawat terbang
yang menurunkan pamflet dengan pemerintah orang Indonesia memberi senjata kepada
tentara Inggris. Orang Indonesia menerima pamflet pada hari kemudian dan mungkin
menyerang tentara Inggris karena itu, walaupun dokumen-dokumen tidak jelas. Selama
27 sampai 28 Oktober, menara siaran mememinta orang Indonesia menyerang tentara
Inggris (McMillan 2005, 38-41). Damai hilang di Surabaya dengan khilaf tentara Inggris
dan kemauan orang Indonesia untuk kekerasan.

Pertempuran dimulai lebih awal daripada 10 November, tetapi orang Indonesia


merayakan hari itu sebagai Hari Pahlawan. Pada jam 4.20 siang 28 Oktober, ada
tembakan; tentara dan rakyat Indonesia menyerang posisi-posisi Tentara Inggris sesudah
ditembak. Infanteri India ke-49 hanya mempunyai 4,000 tentara walaupun ada 20,000
TKR Indonesia dengan latihan dan kira-kira 120,000 rakyat yang bisa menyerang.
Dalam sepuluh menit pertama, sebelas petugas tewas dan empat-puluh-empat tentara
India tewas. Banyak petugas tewas karena mereka tidak tahu menjaga low profile dan
tidak mempunyai pengalaman pertempuran. Menurut seorang petugas, para perjuang
mau memakai anak dan perempuan sebagai perisai ketika mereka menyerang tentara di
sekolah. Tetapi, untunganya, itu tidak dilakukan (McMillan 2005, 42-44). Pertempuran
Surabaya dimulai oleh tentara Indonesia yang mau menhancurkan Brigade ke-49.
Pasukan pro-republik menyerang konvoi orang Belanda yang dijaga oleh Tentara
India dan banyak orang dibunuh. Pada tanggal 28 Oktober 1945, konvoi ketiga dan
terakhir diserang oleh tentara Indonesia dan rakyat dari kampung yang dekat. Kemudian,
tentara dan rakyat saling menyerang. Menurut sebuah sumber, 304 orang dari konvoi dan
39 penjaga tewas dan orang lain berkata bahwa mereka diperiksa dan ada yang dimutilasi
seksual (Frederick 2012, 365-366). Kebanyakan orang Belanda, perempuan dan anak,
dan tentara India tewas, tetapi ada yang hidup seperti seorang perempuan Belanda, Nonya
Van Hannem, yang melihat anak laki-lakinya dipukul pada kepala dengan kapak dan
ditembaki oleh orang Indonesia sesudah ditangkap. Orang Belanda lain dan tentara
melarikan diri dan diselamatkan oleh tentara lain. Pada 29 Oktober, satuan-satuan ke-49
menjaga posisinya sampai kehabisan amunisi sementara temannya bisa mendengar jeritan

terakhir mereka pada radio (McMillan 2005, 44-45). Tidak ada orang yang aman di
Surabaya pada saat itu.
Pada tanggal 29 Oktober dan 30 Oktober, Mallaby, Jenderal Hawthorn, dan
Sukarno setuju untuk gencatan senjata. Mereka setuju untuk membuat tiga zona di
Surabaya dengan Tentara Inggris tinggal di kamp-kamp sampai interniran keluar dan di
perlabuhan dan lapangan terbang. Orang Indonesia harus tinggal di pusat kota dan tidak
boleh pergi ke zona Inggris. Menurut Kolonel Pugh, pemimpin kedua ke-49, orang
Indonesia masih menembaki ambulans dan posisi Inggris. Pada malam tanggal 30
Oktober, Mallaby mau melaksankan perjanjian dengan Sukarno di Pusat Bank dengan
6/5th Mahrattas dari ke-49 di Bangunan Bank Internasional. Alasan untuk kembali
bertempur di bank tidak jelas tetapi Mallaby dan stafnya terperangkap di dalam
mobilnya. Seseorang menembaki mobil empat kali tetapi tidak ada orang yang
tertembak. Pertempuran berlangsung selama dua jam dan dua orang datang ke mobil
tetapi keluar ketika ada pertempuran. Kemudian, satu orang tembaki Mallaby dengan
pistol dan Mallaby meninggal. Kemudian lagi, penembak menembaki Kapten Laughland
sementara Kapten Smith melemparkan granat dan mungkin membunuh dua orang
Indonesia. Karena takut, Laughland dan Smith berenang di Kali Mas, yang sangat kotor,
selama lima jam dan hampir ditembak oleh tentaranya. Kemudian, mereka menaiki
H.M.S. Waveney. Keesokan haringya, Mahrattas dan Kapten Shaw keluar bank
(McMillan 2005, 46-51). Keadaan saat terakhir Mallaby tidak jelas, tetapi cerita
Indonesia yang menulis bahwa Mallaby dibunuh olen granat Inggris tidak benar.
Walaupun ada gencatan senjata, masih ada banyak masalah. Pemimpin Indonesia
menjaga gencatan senjata walaupun masih ada penembakan. TRI membantu ke-49

dengan truk pergi ke tempat baru. Brigade memulai memindahkan perempuan dan anakanak dari Dharmo ke pelabuhan Surabaya. Ada airdrop dengan makanan dan amunisi
yang membuat pemimpin Indonesia marah karena mereka tidak mau Inggris menerima
amunisi. Tetapi, Kolonel Pugh membujuk orang Indonesia dia tidak memerintahkan
amunisi. TRI membantu ke-49 memindahkan perempuan dan anak-anak pada tanggal 6
November; 6,050 pengungsi berangkat Surabaya oleh kapal (McMillan 2005, 52-53).
Pada waktu itu Divisi India, ke-5 mulai datang ke Surabaya dan tinggal di tempat
pelabuhan dengan 9,000 tentara dan dua-puluh-empat tank dipimpin oleh Jenderal-Mayor
Mansergh. Pemimpin berbicara tentang mengembalikan kendaraan dan tawanan. Orang
Indonesia memberikan jenazah Mallaby ke Inggris dan pada tanggal 3 November,
beberapa petugas dan 87 tentara India kembali. Menurut Mayor Dube, petugas India,
sesudah mereka menyerah, orang Indonesia membunuh dan mutilasi mereka (McMillan
2005, 53). Brigade ke-49 menerima 427 korban dari 4,000 tentara dalam Pertempuran
Surabaya (McMillan 2005, 32). Walaupun, tentara India menyerang dengan berani,
tentara dan rakyat Indonesia mempunyai keuntangan sebelum kedatangan Divisi ke-5.
Mengapa tentara Indonesia memulai dan mengakhiri pertempuran tidak jelas tetapi
pemimpin membuat keputusan ke-49 karena tentara Indonesia menyerang pada waktu
sama. Tetapi, pemimpin Indonesia tidak bisa menghentikan pertempuran karena mereka
tidak kuat dengan seluruh rakyat Indonesia.
Di konferensi pada tanggal 7 November, Mansergh mau pemimpin Indonesia,
Soerio, memberi sipil dan tentara yang ditangkap dan infanteri dan tank dikeluarkan di
lapangan terbang. Walaupun Soerio setuju, menurut Pugh, dia tidak bisa memenuhi itu.
Pada tanggal 9 November, pesawat terbang menurunkan pamphlet yang memerintah

rakyat Indonesia, bukan tentara atau polisi, memberi senjata kepada tentara atau ditembak
hari kemudian (McMillan 2005, 54). Tentara India Inggris mau membebaskan internin di
Surabaya dan mengamankan kota itu.
Pada tanggal 10 November sampai 29 November, Tentara India Inggris
menyerang tempat yang dimiliki oleh tentara republik di Surabaya. Ada tentara India
yang mau balas dendam untuk temannya yang tewas dan kebanyakan mereka beragama
Hindu dan tidak mempunyai masalah membunuh orang Muslim. Juga, orang Cina di
Surabaya membantu teman Inggris yang mencoba tidak menghancurkan kota Cina.
Tujuan Tentara India Inggris membebaskan tawanan dan pada hari pertama 3,500 internin
dibebaskan dari penjara. Menurut orang Inggris, mereka membebaskan 6,000 internin.
Walaupun tentara Indonesia berani, mereka kurang latihan dan pengalaman. Orang
Indonesia meminta tentara India yang beragama Islam membantu mereka (McMillan
2005, 55-56).
Tentara sekutu menggunakan infanteri, artileri, tank, dan kapal perang untuk dan
tentara Indonesia mempunyai senjata, tank, dan mortir. Juga, Angkatan Udara Inggris
membomb tempat di kota. Tentara Indonesia menembak mortir dengan bantuan tentara
Jepang. Banyak rakyat mempunyai tombak, pedang, dan lain-lain. Orang yang bukan
kombatan melarikan diri sebelumnya tentara India datang kecuali kota Cina, mana tentara
menyerang dekat keluarga Cina. Tentara India menang di kota Cina pada 17 November
dan tentara Indonesia keluar dan pada waktu itu, tentara India sampai kampung Eropa
seperti Dharmo dan Goebeng. Pertempuran selesai pada 29 November. Banyak tentara
tewas sudah menyerang di banyak tempat di dunia sementara Dunia Perang Kedua
(BRETT-JAMES 1951). Sejumlah korban Inggris dan India seluruh okupasi Indonesia

adalah 2,353 orang dengan 620 dibunuh, 1,331 luka, dan 402 hilang. Sejumlah korban
Indonesia 13,441 tewas dan 17,808 luka (McMillan 2005, 73). Tetapi, mungkin sejumlah
korban Indonesia salah karena jumlah dari sumber Inggris
Pertempuran Surabaya merupakan sebuah tragedi. Tidak ada banyak sumbersumber bagus dari pihak Indonesia. Ada banyak cerita seperti tentara India yang
beragama Islam memberi senjata kepada orang Indonesia. Orang Indonesia biasanya
ingat Pertempuran Surabaya sebagai waktu penting untuk merdeka dan kekalahan
kolonialisme Belanda. Tetapi ada banyak masalah dengan perspektif ini karena mereka
lupa tentang banyak sipil yang tewas dan Tentara Indonesia kehilangan satuan terbaik
terhadap tentara India, bukan tentara Belanda yang mau menduduki Indonesia sekali lagi.

Bibliograf
BRETT-JAMES, ANTONY. BALL OF FIRE: THE FIFTH INDIAN DIVISION IN THE
SECOND WORLD WAR. Aldershot: Gale and Polden, 1951.
Frederick, William. "The killing of Dutch and Eurasians in Indonesias national
revolution." Journal of Genocide Research, 2012: 359-380.
McMillan, Richard. The British Occupation of Indonesia, 1945-1946. London:
Routledge, 2005.

You might also like