You are on page 1of 29

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT PADA PASIEN DENGAN


CEDERA KEPALA

Your Logo

KELOMPOK 1

Fiqi Ramadhan
Laela Anggraeni
Velyane Yuanamulya
Rini Aryanti
Siti Wulan
Mantri Ginggi
Nurjannah
Neneng Kudsiah
Choirul Anwar
Irfan Alwin
Badru Hikam
A. Badru Zaman

Definisi Head Injury


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma
langsung atau deselerasi terhasdap kepala yang
menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Pierce
Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91)

Cedera Kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit


kepala, tengkorak, dan otak. (Brunner & Suddarth,
2001:2010)

Etiologi
Cedera kepala disebabkan oleh :
Kecelakaan lalu lintas
Jatuh
Trauma benda tumpul
Kecelakaan kerja
Kecelakaan rumah tangga
Kecelakaan olahraga
Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

Klasifikasi Cedera
Kepala
Berdasarkan kerusakan jaringan otak :
Komosio Serebri (Gagar Otak) : Gangguan fungsi
neurologi ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak,
terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau
tanpa disertai amnesia retrograt, mual, muntah, nyeri
kepala.
Kontusio Serebri (Memar) : Gangguan fungsi neurologi
disertaikerusakan jaringan otak tetapi kontunuitas otak
masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.

Laserasio Serebri : Gangguan fungsi neurologi disertai


kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak
terbuka . massa otak terkelupas keluar dari rongga
intracranial

Berdasarkan berat ringanya cidera kepala :


Cidera kepala ringan : Jika GCS antara 15-13, terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak
terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.
Cidera kepala sedang : Jika nilai GCS antara 9-12,
hilang kesadaran antara 30 menit 24 jam, dapat
disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.

Cidera kepala berat : Jika GCS antara 3-8, hilang


kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematom, edema serebral.
(Tarwoto & Wartonah, 2007)

Skala Koma Glasgow


No
1

Respon

nilai

Membuka mata:
Spontan
Terhadap rangsangan suara
Terhadap nyeri
Tidak ada

4
3
2
1

Verbal
Orientasi baik
Orientasi terganggu
Kata-kata tidak jelas
Suara tidak jelas
Tidak ada respon

5
4
3
2
1

Motorik
Mampu bergerak
Melokalisir nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak ada respon

6
5
4
3
2
1

Total :

3-15

Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :


Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan
dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan
untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda
klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk
kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT


Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis
penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan
koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya
koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona
Difus ( CAD).

Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.
Umumnya terjadi pada regon temporal atau
temporopariental akibat pecahnya arteri meningea
media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa
gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala
(interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh
gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul
secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese,
papil edema dan gejala herniasi transcentorial.

Perdarahan epidural difossa posterior dengan


perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi
dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri
kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi
kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks
atau menyerupai lensa cembung

Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada
perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala
berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri
dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun
dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya
menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan
epidural.

Kontusio dan perdarahan intracerebral


Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan
lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian
otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio
cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari
atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan
intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi
penyimpangan neurologist lebih lanjut

Patofisiologi
Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung
terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang
membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri
dalam rongga tengkorak. Pada cedera deselerasi, kepala biasanya
membentur suatu objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi
deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak
kearah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat di bawah titik
bentur kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan
dengan titik bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada
daerah benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup).
Sisi dalam tengkorak merupakan permukaan yang tidak rata. Gesekan
jaringan otak tehadap daerah ini dapat menyebabkan berbagai
kerusakan terhadap jaringan otak dan pembuluh darah.

Respon awal otak yang mengalami cedra adalah


swelling. Memar pada otak menyebabkan vasoliditasi
dengan peningkatan aliran darah ke daerah tersebut,
menyebabkan penumpukan darah dan menimbulkan
penekanan terhadap jaringan otak sekitarnya. Karena
tidak terdapat ruang lebih dalam tengkorak kepala maka
swelling dan daerah otak yang cedera akan
meningkatkan tekanan intraserebral dan menurunkan
aliran darah ke otak. Peningkatan kandungan cairan otak
(edema) tidak segera terjadi tetapi mulai berkembang
setelah 24 jam hingga 48 jam. Usaha dini untuk
mempertahankan perfusi otak merupakan tindakan
penyelamatan hidup.

Kadar CO2 dalam darah mempengaruhi aliran darah serebral. Level


normal CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan kadar CO2
(HIPOVENTILASI) menyebabkan vasodilatasi dan bengkak otak,
sedangkan penurunan kadar CO2 (HIPERVENTILASI) menyebabkan
vasokontruksi dan serebral iskemia. Pada saat lampau, diperkirakan
bahwa dengan menurunkan kadar CO2 (hiperventilasi) pada penderita
cedera kepala akan mengurangi bengkak otak dan memperbaiki aliran
darah otak. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa hiperventilasi hanya
memberikan peranan kecil terhadap bengkak otak, tetapi berpengaruh
besar dalam menurunkan aliran darah otak karena vasokonstriksi. Hal
ini menyebabkan hipoksia serebral. Otak yang mengalami cedera tidak
mampu mentoleransi hipoksia

Hipoventilasi atau hipoksia meningkatkan angka kematian


dengan mempertahankan ventilasi yang baik pada
frekuensi nafas berkisar 15 kali permenit dan aliran oksigen
yang memadai merupakan hal yang sangat penting.
Hiperventilasi profilaksis pada cedera kepala sudah tidak
direkomendasikan.

Manifestasi klinis
Kontusio serebri :
Muntah tanpa nausea, Nyeri lokasi cidera
Mudah marah
Hilangnya energy
Pusing dan mata berkunang-kunang
Orientasi terhadap waktu,tempat, dan orang.
Tidak ada defisit neurologi
Tidak ada ketidaknormalan pupil
Ingatan sementara hilang
Scalp tenderness

Kontusio serebri :
Perubahan tingkat kesadaran
lemah dan paralisis tungkai
Kesulitan berbicara
Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma
Sakit kepala
Leher kaku
Perubahan dalam penglihatan

Penatalaksanaan
Observasi 24 jam
Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan
terlebih dahulu
Berikan terapi intravena bila ada indikasi
Anak diistirahatkan atau tirah baring
Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi
Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi
Pembedahan bila ada indikasi.

Pemeriksaan
Penunjang

CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya


hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Komplikasi

Peningkatan TIK
Iskemia
Infrak
Kerusakan otak irreversible
Kematian
Paralis saraf fokal seperti amosia (tidak dapat mencium
bau-bauan)
Infeksi sistemik (Pneumonia, ISK, Septikemia)
Infeksi bedah neuro (Smeltzer, 2001)

Asuhan Keperawatan dan Rencana


Keperawatan pindah ke WORD

THANK YOU!

Your Logo

You might also like