Professional Documents
Culture Documents
Zarnuzi Ghufron*
"Siapa yang punya otoritas untuk menilai sesat, siapa yang yang tahu faham
ini sesat atau tidak, tiada yang berhak untuk menilai sesat kecuali
Tuhan".
Ayat ini diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ketika berselisih dengan kaum
Yahudi dalam menetapkan hari yang diagungkan Allah swt di setiap minggunya
untuk dijadikan hari raya dan hari berkumpul bersama untuk beribadah.
Sebelumnya, Allah swt telah menetapkan hari Jumat kepada Nabi Ibrahim as.,
kepada kaum Yahudi lewat lisan Nabi Musa as., dan kepada kaum Nasrani
lewat lisan Nabi Isa as. Akan tetapi kaum Yahudi menolak dan memilih
hari Sabtu, serta kaum Nasrani menolak dan memilih hari Minggu.
Nabi Muhammad saw mengajak kaum Yahudi untuk kembali mengikuti petunjuk
Tuhan dan mereka pun tetap menolak dan memilih dalam kesesatan. Dan Allah
swt berkata kepada Nabi Muhammad bahwa Dia yang lebih mengetahui siapa
yang berhak Dia beri petunjuk dan siapa yang berhak mendapat kesesatan,
dan tugas Nabi hanyalah menunjukan jalan kebenaran yang telah Tuhan
berikan agar terhindar dari kesesatan, adapun hidayah adalah hak absolut
Tuhan. (lihat:Tafsir Ibnu Katsir, dll)
Dari keterangan ini dapat kita fahami bahwa pemahaman ayat tersebut bukan
menunjukan manusia tidak bisa mengetahui siapa yang sesat dan bukan, akan
tetapi siapa yang berhak Tuhan beri petunjuk dan Dia sesatkan setelah Dia
mengutus para Rasul untuk memberi tahu umat manusia; mana jalan sesat dan
mana jalan yang benar.
Orang yang menolak adanya klaim sesat di dunia --karena menurutnya hanya
Tuhan yang tahu, sebenarnya memiliki kerancuan di dalam berpikir. Mereka
seolah-olah ingin mengagungkan Tuhan, akan tetapi sebenarnya malah
sebaliknya. Di sini dapat kita ketahui kerancuan cara berpikir mereka:
Pertama, kita tahu Allah swt akan menempatkan orang yang sesat di dalam
neraka, sebagai balasan atas perbuatannya ketika di dunia. Jika dilihat
dari cara berpikir mereka, seolah Tuhan tidak bijaksana (Maha Suci Allah
dari ketidakbijaksanaan) , karena Tuhan menempatkan orang-orang yang
menurut Dia sesat di neraka, sedangkan mereka tidak tahu kalau perbuatan
mereka selama di dunia adalah sesat, karena hanya Tuhan yang tahu. Jika
demikian, sama dengan mengganggap Tuhan berbuat tidak adil (Maha Suci
Allah dari ketidakadilan) karena ingin menghukum manusia yang tersesat
tanpa memberi tahu apa itu sesat terlebih dahulu, atau dalam bahasa kita,
tidak ada sosialisai atau informasi sebelumnya.
" Ya Tuhan...! Kenapa Kau masukan aku ke neraka karena menurutmu aku
sesat, kami kan tidak tahu kalau apa yang aku lakukan selama di dunia
ternyata sesat, yang tahu kan hanya Engkau. Kenapa Engkau tidak memberi
tahu kami, agar kami bisa menjauhinya" .
Kedua, seolah Tuhan telah melakukan kesia-siaan (Maha Suci Allah dari
kesia-siaan dari apa yang Dia perbuat) di dalam mengutus para Nabi dan
menurunkan Kitab Suci kepada hamba-Nya, karena manusia tetap saja tidak
mendapat informasi apa itu sesat atau bukan, padahal dengan jelas Dia
berfirman di dalam Al-Quran bahwa Dia mengutus para rasul dengan membawa
kitab suci untuk menjadi petunjuk bagi manusia.
Ketiga, jika mereka benar-benar tetap mengatakan bahwa hanya Tuhan yang
tahu, kenapa mereka tidak mencari informasi dari firman Tuhan itu sendiri
(Kitab Suci: Al-Quran) atau lewat para utusan-Nya(Rasul) , atau mereka
memang tidak mengimani keduanya sebagai sumber dari Tuhan? Lalu dengan
petunjuk apa dan siapa mereka dapat mengetahui tentang sesat, sedangkan
neraka telah menanti orang-orang yang sesat di dunia, apakah mereka ingin
langsung bertanya dengan Tuhan?
Maha suci Allah swt yang Maha Bijaksana, yang telah mengutus Rasul dan
menurunkan Kitab Suci sebagai pemberi informasi tentang kebenaran dan
kesesatan kepada manusia, sehingga mereka dapat memilih jalan mana yang
harus ditempuh dengan segala konsekuensinya.
Dan Maha Adil Allah swt yang tidak akan menyiksa hamba yang tersesat
karena Dia belum menurunkan informasi tentang jalan yang benar dan jalan
yang sesat, dan Dia yang akan menyiksa setiap orang yang menolak untuk
mengikuti petunjuk yang telah Dia berikan kepada umat manusia lewat para
Rasul.
Dari sinilah pula kita mengetahui fungsi diutusnya para Rasul dengan
membawa Kitab Suci, yang tidak lain adalah untuk memberi petunjuk kepada
kita, mana jalan yang sesat yang harus kita jauhi dan mana jalan yang
lurus yang harus kita tempuh.
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia
ke dalam jahanam, dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali."
Saya rasa sangat tidak berdasar orang -terlebih jika orang muslim- yang
mengatakan bahwa manusia tidak bisa mengetahui; siapa manusia yang sesat
dan bukan, karena tidak mau memahami fungsi diturunkannya Kitab Suci dan
diutusnya rasul oleh Allah swt. Dan sekarang bukan saatnya lagi untuk
mengatakan tidak adanya informasi tentang hal ini, karena Rasul telah
diutus, firman Tuhan telah diturunkan, yang tertuang dalam kitab suci dan
pewaris para nabi (ulama) sangat banyak untuk kita jadikan tempat
bertanya tentang agama.
"(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah swt
sesudah diutusnya rasul-rasul itu. dan adalah Allah swt Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana." QS: Al-Nisa:165)
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengungkapkan apa dan siapa yang sesat,
karena sangat banyaknya kriteria sesat yang tertulis di dalam Al-Quran dan
As-Sunah. Tulisan ini hanya bertujuan memberi informasi bahwa informasi
tentang sesat itu terdapat di dalam dua kitab tersebut. Dan bukan saatnya
lagi untuk mengatakan bahwa yang tahu hanya Tuhan dan kita tidak ada yang
tahu, karena Tuhan sendiri telah memberi tahu kita lewat Al-Quran dan
Sunah rasul-Nya, dan kita pun bisa mengetahui. Walaupun kita tidak
mengingkari bahwa Tuhan lebih mengetahui, akan tetapi informasi yang telah
Tuhan berikan sudah sangat mencukupi untuk dijadikan petunjuk.
Sekarang tinggal diri kita, mau atau tidak untuk memanfaatkan kedua sumber
informasi tersebut. Bagi yang belum mampu memahami (QS:Al-Nisa: 115)isi
kedua kitab tersebut dengan baik, lebih baik bertanya kepada ulama yang
berkompeten di bidangnya atau mengikuti fatwa-fatwa mereka agar terhindar
dari kesalahfahaman.