You are on page 1of 22

1

AKTIVITAS SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK


HUBUNGANNYA DENGAN AKHLAK ANAK DIDIK DI LINGKUNGAN PESANTREN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Undang-Undang Dasar 1945 yang secara historis disebut sebagai (Indonesian
declaration of Independence), dalam pembukaannya secara jelas mengungkapkan alasan
didirikannya negara untuk: (1) mempertahankan bangsa dan tanah air, (2) meningkatkan
kesejahteraan rakyat, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut serta dalam
mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan.
Konsep mencerdaskan kehidupan bangsa berlaku untuk semua komponen bangsa, tak
terkecuali mereka yang berada dalam tingkat ekonomi lemah. Oleh karena itu, UndangUndang Dasar 1945 pada pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia.
Perkembangan ilmu abad mutakhir, tepatnya dalam millennium baru peran globalisasi
terasa sangat mendominasi aktivitas masyarakat. Kebutuhan akan format satu sistem
pendidikan yang komperehensif-kondusif dirasa sangat perlu diupayakan. Kondisi ini lebih
disebabkan

karena

sangat

urgennya

pendidikan

dalam

pembinaan

anak

didik.

Keberadaannya harus bisa dilaksanakan secara komprehensif dan simultan antara nilai dan
sikap (afeksi), pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan (life skill) serta kemampuan
berkomunikasi dan sadar terhadap ekologi lingkungan.

2
Format pendidikan yang lebih baik sudah menjadi keharusan di abad dua satu ini,
sebab mereka yang menempati posisi penting adalah para educated person. Hal ini
sebagaimana yang diramalkan bahwa masyarakat modern mendatang adalah masyarakat
knowledge society, dan siapa yang menempati posisi penting adalah educated person1. Suatu
masyarakat yang setiap anggotanya adalah manusia yang bebas dari ketakutan, bebas
berekspresi, bebas menentukan arah kehidupannya dalam rangka wadah persatuan dan
kesatuan nasional.2 Sejarah peradaban Islam telah menunjukkan betapa pentingnya
pendidikan yang komprehensif dan kondusif dalam rangka memajukan dan meninggikan
martabat manusia. Bukanlah suatu sikap sombong bila kita katakan bahwa prinsip-prinsip
pendidikan modern yang mulai didengungkan pada pertengahan abad ke-20, yang hingga
kini belum mampu dilaksanakan sepenuhnya. Tetapi oleh negara-negara maju (modern)
telah diperhatikan dan dilaksanakan dalam pendidikan Islam, yaitu pada zaman keemasan
Islam, ratusan tahun sebelum dicetuskannya sistem pendidikan modern tersebut.
Di antara prinsip-prinsip yang ideal dalam pendidikan Islam itu, dapat kita terangkan
secara singkat sebagai berikut:

mengajarkan berpikir bebas dan berdiri sendiri dalam

belajar, kemerdekaan dan demokrasi dalam mengajar, sistem belajar secara perseorangan
(takhasshus), perhatian terhadap perbedaan individu anak-anak dalam memberikan pelajaran
dan cara mengajar, perhatian terhadap bakat dan kesediaan fitrah dari anak didik, serta
menguji kecapakan mereka, berbicara kepada mereka sesuai dengan akalnya, bergaul
dengan mereka secara baik-baik serta dengan rasa kasih sayang, memperhatikan pendidikan
akhlak, mendorong dilakukannya diskusi-diskusi ilmiah, memperhatikan pendidikan
berpidato, perdebatan-perdebatan, dan kelancaran berbicara, serta mendirikan banyak
1

Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong Indonesia Baru Pasca-Orde baru, (Jakarta: dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, 1994), ed. Ke- 1, hlm. 8
H. A.R. Tilaar, Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam perspektif Abad 21, (Jakarta: Terai Indonesia,
1999), cet. Ke-2, hlm. 16

3
perpustakaan, memperlengkapinya dengan buku-buku berharga dan referensi yang sulit
ditemui, dan mendorong supaya pelajar dan siswa mengambil manfaat dari isi buku-buku
yang bernilai tersebut, dengan tekun belajar, mengadakan penelitian dan mengajar.
Hal itu dijelaskan dalam kata mutiara arab yang artinyaMenuntut ilmu mulai dari buaian
sampai keliang lahat.
Jika melihat peribahasa di atas, tampaknya ada keserasian dengan gagasan pemikiran
Croply yang dikutip Umar Tirtarahardja tentang pendidikan sepanjang hayat (Life long
education). Berangkat dari teks hadits dan pendapat Croply di atas tentang pendidikan
sepanjang hayat, atau bahasa hadits mencari ilmu dari buaian sampai ke liang lahat, dapat
lahir suatu ungkapan bahwa

mencari ilmu merupakan bagian dari proses pendidikan.

Hal yang hampir senada diungkapkan Mudiharjo. (2001:6), Bahwa pendidikan merupakan
segala pengalaman mengajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Berdasarkan ungkapan di atas dapat dipahami tentang pentingnya pendidikan yang
salah satu tujuannya dapat membentuk watak manusia yang berpendidikan dan beradab.
Namun, selama beberapa abad terakhir peradaban Islam mengalami kemunduran
akibat kurangnya pendidikan yang tidak mencerdaskan dan memoralkan.
Proses pendidikan dalam Islam telah terwarisi oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
seorang pendidik umat, sekaligus sebagai peletak pertama dalam menanamkan

sudut

pandang pendidikan dalam Islam yang berdasarkan wahyu Allah SWT. Sejarah
membuktikan, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya untuk menyuruh
anaknya melakukan shalat pada usia tujuh tahun, andaikan pada usia sembilan tahun masih
tidak menuruti perintah orang tuanya, maka pukulah. Terlepas mengartikan pukulah yang

4
sebenarnya atau hanya bahasa kiasan, yang jelas dalam ajaran Islam diperintahkan
pendidikan itu dilakukan sewaktu dini.
Disadari cara pembinaan akhlak yang dicontohkan Nabi SAW seusia dini jauh lebih
bermanfaat dari pada usia senja. Dilihat dalam kapasitas intelektual juga jauh lebih baik.
Dalam pepatah diungkapkan: Belajar di usia dini bagaikan menulis di atas batu, dan belajar
di usia tua/senja bagaikan menulis di atas air. Pribahasa tadi menggambarkan pendidikan
diberikan diusia dini sangat membekas sekali, diibaratkan mengukir di atas batu, sangat jelas
dan membekas, tetapi jika pendidikan diberikan di usia tua/senja akan sulit dan diibaratkan
seperti menulis di atas air, akan sukar masuknya dan mudah hilangnya.
Pengajaran shalat sengaja Nabi memberikannya di usia tujuh tahun, karena pada usia
tersebut secara intelektual mulai menerima beberapa pengajaran. Secara pengalaman anakanak jika bergaul dengan orang yang berbicara sopan anak-anak tersebut akan terbawa
sopan, dan ucapan yang sopannya itu akan membekas, tetapi jika bergaul dengan
berbicaranya kasar akan terbawa kasar.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW tidak hanya memberikan pengajaran dan
pembinaan mental, juga memberikan keterampilan (skill), antara lain, mengajarkan
memanah, berkuda, berenang dan lain sebagainya. Dengan demikian pembinaan intelektual,
mental dan keterampilan meminjam bahasa pendidikan dapat diartikan memberikan aspek
kognitif, apektif, dan psikomotor.
Namun dalam memberikan pendidikan kepada anak, atau siswa akan selalu
diperhatikan gerak langkah pendidik, artinya seorang pendidik atau guru menjadi figur bagi
anak, atau para siswanya baik posisinya berada di rumah, maupun di sekolah. Ada ungkapan
yang mengatakan: Guru kencing berdiri murid kencing berlari. Ungkapan tersebut

5
mengisyaratkan bahwa segala langkah guru menjadi sorotan murid-muridnya, jika gurunya
mencontoh yang baik, bukan tidak mustahil muridnya akan mengikutinya, tetapi jika
gurunya melakukan tidak baik, kemungkinan muridnya akan melakukan hal yang sama.
Sikap ketauladanan perlu ditanamkan oleh seorang pengajar, baik posisinya di
sekolah, (suasana formal), maupun di luar sekolah (non formal). Sikap itu bukan tidak
mungkin dapat menambah kewibawaan seorang guru dihadapan siswanya. Dan sesekali
sikap ketauladanan terlupakan oleh pendidik, pengajar, sehingga secara tidak disadari
setahap demi setahap reaksi dari murid sedikit demi sedikit akan berdampak negatif .
Perbuatan yang dapat menjatuhkan harga diri guru tidak hanya berangkat dari halhal yang besar, bisa saja berangkat dari persoalan sepele. Seperti makan oleh tangan kiri,
atau makan sambil berdiri, mengeraskan suara, bukan mustahil praktik itu tidak luput dari
perhatian murid, bahkan murid menilainya bahwa itu prilaku yang baik, padahal dalam
Islam bahwa makan harus tangan kanan . Dan tidak boleh sambil berdiri, kalau bukan alasan
daruratmeminjam istilah fiqh Islam, walaupun tidak jatuh haram, tetapi dalam istilah
hadits harus ada sikap muruah (wibawa). Apalagi colak-colek yang bukan muhrim, jelas ini
bertentangan dengan agama Islam.
Keteladanan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) merupakan cara (metode)
seorang guru dalam memberikan pendidikan, salah satu tujuannya

untuk menanamkan

kedisiplinan. Mengomentari hal itu I Djumhur dan Mohammad Surya, (1975:15), dalam
bukunya berjudul, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah menjelaskan:

Guru

merupakan sosok pigur sentral bagi murid-muridnya untuk diteladani serta memberikan
kedisiplinan kepada muridnya, baik sebagai warga sekolah maupun warga masyarakat.

6
Menanamkan kedisiplinan merupakan bagian dari kelancaran proses balajar
mengajar. Oleh karenanya masalah disiplin perlu mendapat perhatian utama. Dengan
demikian para siswa

sudah seharusnya mendapat bimbingan yang sesuai dan

mengembangkan berbagai kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui disiplin


yang baik.
Berdasarkan hal tersebut ada beberapa persoalan yang menjadi perhatian utama
dalam tulisan ini yaitu: akidah sebagai dasar dalam setiap praktek ibadah, akhlak yang
senantiasa jadi tolak ukur kesolehan muamalah maupun kesolehan social, kewibawaan guru
dan kedisiplinan murid. Pada konteks Pesantren MA Al-Falah Puteri Banjarbaru dan
kewibawaan seorang guru menjadi hal yang utama, terlebih pada seorang guru yang
mengajarkan akidah akhlak.
Materi akidah akhlak yang diajarkan seorang guru juga mendapat perhatian utama di
lingkungan MA Al-Falah Puteri Banjarbaru. Hal itu bukan tanpa

alasan, antara lain alasan

yang dikedepankan bahwa seorang guru akidah akhlaq harus menjadi figur sentral di antara
guru-guru yang lain atau harus memberikan

teladan yang baik. Karena berawal dari

pemahaman seperti itu, bukan berarti guru-guru yang lain tidak memperhatikan
keteladanannya, atau apriori terhadap persoalan moral pada lingkungannya, berpijak dari
situlah siswa akan memahami prilaku guru akidah akhlak sehari-hari dan sekaligus akan
berdampak pada keteladanan seorang guru akidah akhlak. Sementara para siswa yang setiap
hari berkumpul dengan para gurunya akan dapat melihat karakter guru sehari-hari, baik di
sekolah, maupun di luar (jam) sekolah. Hal itu dapat mengundang perhatian para siswa
dalam menilai prilaku gurunya. Atau dengan perkataan lain, siswa dapat memahami secara
langsung sikap dan prilaku guru. Permasalahannya adalah

betulkah hal itu dapat

7
berpengaruh terhadap pemahaman dan akhlak siswa? bisakah dijadikan standarisasi
fenomena tersebut ?.
Untuk menjawab permasalahan tersebut akan diteliti lebih lanjut dalam sebuah
judul penelitian : Aktivitas Siswa Dalam Proses Pembelajaran Aqidah Akhlak Hubungannya
Dengan Akhlak Anak Didik di Lingkungan Pesantren. ( Penelitian di MA Al-Falah Puteri
Banjarbaru).

B. RUMUSAN MASALAH
Supaya permasalahan tersebut tidak melebar, maka dibatasi menjadi beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1.

Bagaimana Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar Akidah Akhlak di


MA Al-Falah Puteri Banjarbaru;

2.

Bagaimana kondisi akhlak siswa sehari-hari di MA Al-Falah Puteri


Banjarbaru;

3.

Bagaimana hubungan antara Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar


Akidah Akhlak dengan akhlak anak didik di MA Al-Falah Puteri Banjarbaru;

C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui tentang :
1.

Untuk mengetahui Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar Akidah


Akhlak di MA Al-Falah Puteri Banjarbaru;

4.

Untuk mengetahui kondisi akhlak siswa sehari-hari di MA Al-Falah Puteri


Banjarbaru;

5.

Untuk mengetahui hubungan antara Aktivitas siswa dalam proses belajar

8
mengajar Akidah Akhlak dengan akhlak anak didik

di MTs. Persis 5

Cibeber;
D.

KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan penelitian dalam proposal skripsi ini adalah:
1. Bagi Peneliti:
a. Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti dalam menambah ilmu pengetahuan
serta wawasan keilmuan, dan pendidikan pada umumnya, sekaligus untuk
mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis
yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta
melatih diri dalam research ilmiah.
b. Untuk memenuhi tugas dan sebagai bahan penyusunan skripsi serta ujian
munaqosyah yang merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar
sarjana Strata satu (S1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Darussalam
Martapura.
2. Bagi Obyek Penelitian
a. Sebagai sumbangan pemikiran ke dalam dunia pendidikan khususnya di MA
Al-Falah Puteri Banjarbaru .
b. Sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
sekaligus peningkatan akhlak siswa di MA Al-Falah Puteri Banjarbaru.
c. Sebagai bahan evaluasi terhadap kurikulum yang ditetapkan di MA Al-Falah
Puteri Banjarbaru.
3. Sebagai sumbangan kepada STAI Darussalam Martapura, khususnya kepada
perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan sebagai kontribusi
khazanah intelektual pendidikan.

9
E. KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam dunia pendidikan ada yang dinamakan proses kegiatan belajar mengajar. Dari
dua ungkapan belajar dan mengajar akan terlintas ada murid dan guru. Dua komponen ini lah
akan mengahsilkan interaksi belajar mengajar, logika sederhana mengatakan: ada murid,
tetapi tidak ada guru proses belajar dan mengajar tidak akan tercapai begitu juga sebaliknya.
Hal itu dipertegas oleh Mohammad Ali. (1987:1), mengatakan:

"mengajar merupakan inti

dari proses pendidikan, sementara pengajaran merupakan inti dari proses belajar siswa,
karena itu keduanya tidak bisa dipisahkan, artinya guru tidak bisa dipisahkan dengan murid.
Berdasarkan ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa ada guru dan murid berarti ada
pengajaran atau ada materi yang diberikan oleh guru kepada murid. Namun persoalannya
bagaimana materi pelajaran itu bisa diterima dihadapan murid sebagai aktivitas dalam
menuntut ilmu dan berakhlak?
Aktivitas menurut kamus bahasa Indonesia Pendidikan Pengajaran dan umum
diartikan sebagai kegiatan, kesibukan.3 Aktivitas adalah kerja, semacam kegiatan seseorang
baik yang bersifat fisik jasmani maupun bersifat rohani.4
Kaitanya dengan proses belajar mengajar bahwa proses belajar mengajar ini
merupakan dua proses atau kegiatan yang tidak bisa dipisahkan. Pada hakikatnya proses
belajar mengajar adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada
disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melukan
proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan
kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.5

3
4
5

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), cet. Ke-3, hlm. 17.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2001), cet. Ke-2, hlm. 99.
Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1989), cet. Ke-1, hlm. 29.

10
Untuk variable pertama tentang aktivitas belajar mengajar, sebagaimana Paul
B. Diedrick dalam Sardiman, mengklarifikasikan aktivitas belajar yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Listening activities seperti mendengarkan, uraian, percakapan, pidato.


Visual activities seperti membaca memperhatikan, demontrasi.
Writing activities seperti mencatat, menulis dan menyalin.
Mental activities seperti menanggapai, mengingat, berfikir.
Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat kontruksi.
Oral activities seperti bertanya, meneruskan, mengeluarkam pendapat.
Drawing activities seperti menggambar, membuat peta.
Emotional activities seperti menaruh minat, berani, bosan, gembira.
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab ( (bbentuk jamak

mufrodnya

khuluk (), yang berarti budi pekerti.6 Akhlak secara bahasa diartikan

sebagai perangai, tabiat, adat, atau sistem perilaku yang dibuat.7 Istilah budi pekerti sering
kali dipersamakan dengan istilah sopan santun, susila, moral, etika, adab atau akhlak.
Kesemua istilah itu memiliki makna yang sama, yaitu sikap, perilaku, dan tindakan individu
yang mengacu pada norma baik-buruk dalam hubungannya dengan sesama individu,
anggota keluarga, masyarakat, hidup berbangsa, bernegara bahkan sebagai umat beragama,
yang bertujuan untuk kebaikan dan peningkatan kualitas diri dalam mengarugi kehidupan
sehari-hari.8
Pembinaan akhlak merupakan tujuan terpenting dari pendidkan agama Islam. Rasul
sendiri diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana beliau bersabda
dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :

Sesunggunya Aku diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak

6
7

Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992), cet. Ke-1,hlm. 26.
Hamzah Yaqub, Etika Islam; Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Ponogoro,
1996), cet. Ke-1, hlm. 11
Dr. Abdul Mujib, M.Ag., et al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1, hlm. xiii

11
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang mempunyai potensi yang
dapat menjadikannya sebagai makhluk yang paling sempurna. Namun tak dapat dipungkiri
bahwa selain membawa potensi yang baik, manusia juga diciptakan dengan membawa
potensi negative yang dapat menjadikan dirinya sama dengan binatang bahkan lebih rendah
dari binatang.
Salah satu fakta yang menyebabkan degradasi akhlak di kalangan remaja dan siswa
didik dewasa ini adalah kurangnya pembinaan akhlak terhadap mereka. Hal ini mendorong
para pendidik untuk secara intensif membina akhlak remaja baik di lingkungan keluarga,
masyarakat, atau pun sekolah-sekolah umum, termasuk di lembaga pendidikan umum dan
kejuruan.
Menurut Al-Ghazali yang pendapatnya dikutip oleh Hamzah Yaqub, Akhlak ialah
suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuata-perbuatan dengan
mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pemikiran (lebih dahulu). Ibnu Maskawih
yang dikutip oleh Abudin Nata. (1997:3), menjelaskan:

memberikan batasan akhlak

dengan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatan
fikiran.
Akhlak dalam tataran konsep praktis dikehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan
etika. Kata yang cukup dekat etika adalah moral. Sebagian orang berpandangan bahwa
moral merupakan tataran aplikasi dari akhlak seseorang. Kata terahir ini berasal dari bahasa
Latin Mos (jamak :Mores) yang berarti juga kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan
bahasa lain, termasuk dalam bahasa Indonesia (pertama kali dimuat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1988) kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi
kata etika sama dengan etimologi kata moral, karena keduanya berasal dari adat

12
kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda : yang pertama berasal dari bahasa Yunani,
sedangkan yang kedua dari bahasa Latin.
Sekarang kita kembali ke istilah etika. Setelah mempelajari dulu asal usulnya,
sekarang kita berusaha menyimak artinya. Salah satu cara terbaik untuk mencari sebuah kata
adalah melihat dalam kamus. Mengenai kata etika ada perbedaan yang monyolok, jika kita
membandingkan apa yang dikatakan dalam kamus yang lama dengan kamus yang baru.
Menurut Poerwadarminta dalam K. Bertens, (2005:5), dalam kamus umum bahasa Indonesia
yang lama etika dijelaskan sebagai: ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban

moral (akhlak), pengetahuan tentang asas-asas nilai yang

berkenaan akhlak.9
Etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti, yaitu :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlah);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Akhlak adalah perbuatan, tindak tanduk seseorang yang dilakukan dengan mudah
tanpa banyak pertimbangan, dengan lancar tanpa merasa sulit ia lakukan. Sehingga
perbuatan dan tindak tanduk yang dilakukan dengan terpaksa atau merasa berat untuk
berbuat belumlah dikatakan akhlak.10

Orang yang baik akhlaknya ialah yang bersikap

lapang dada, peramah, pandai bergaul, tidak menyakiti orang lain, lurus benar, tidak
berdusta, sedikit berbicara banyak kerja, sabar (tabah) dalam perjuangan, tahu
berterimakasih, di percaya, tidak memfitnah, tidak dengki, baik dengan tetangga, kata-kata
dan perbuatanya disenangi orang lain..

9
10

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 237.


Oemar Bakry, Akhlak Muslim, (Bandung: Angkasa, 1992), cet. Ke-1, hlm. 12.

13
Akhlak merupak pokok dari ajaran Islam disamping akidah dan syariah karena
dengan akhlak akan terbina mental dan jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan
yang tinggi. Perbuatan yang baik maupun buruk merupakan manifestasi akhlak seseorang
dimana tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek secara sadar maupun
diluar kesadaran dapat membentuk pribadinya sehingga terwujud dalam suatu kebiasaan.
Kata akhlak berarti budi pekerti, dalam kehidupan sehari-hari budi pekerti memang
mempunyai peran yang amat penting bagi manusia, baik bagi pribadi maupun orang lain.
Jadi yang dimaksud akhlak disini adalah prilaku sopan santun siswa yang merupakan
realisasi hasil proses belajar mengajar. Syariat Islam tidak dapat dihayati dan diamalkan
kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus di didik melalui proses pendidikan. Nabi SAW telah
mengajarkan untuk beriman dan beramal serta berakhlak yang baik sesuai dengan ajaran
Islam. Tujuan dari pendidikan ini adalah membina insan paripurna yang taqarub kepada
Allah, bahagia di dunia dan akhirat .11
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa akhlak adalah tingkahlaku pada diri
seseorang dan hal itu telah dilakukanya secara berulang-ulang serta terus menerus. Kalau
perbuatanya sesuai dengan ajaran Islam, maka dikatakan akhlak baik, sebaliknya kalau
perbuatanya menyimpang dari ajaran Islam maka dinamakan akhlak buruk.
Berdasarkan uraian diatas, penulis sampaikan bahwa indikator perilaku akhlak siswa
meliputi : 1) Akhlak terhadap Allah, yang meliputi : taqwa, berdoa, ikhlas, dan ridhlo. 2)
Akhlak terhadap sesama manusia, yang meliputi : ishlah, saling tolong menolong, ukhuwah
atau persaudaraan, menjenguk orang yang sakit. 3) Akhlak terhadap diri sendiri, yang
meliputi : wafa, tawadlu, muruah .
11

Djamaludin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), cet.
Ke-1, hlm. 15.

14
Bagan
Hubungan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Dengan
Perilaku Akhlak Siswa di Lingkungan Pesantren
Korelasi

Aktivitas Siswa Dalam Mengikuti


Pembelajaran Aqidah Akhlak
(Variabel X )

Perilaku Akhlak Siswa


(Variabel Y )
1. Akhlak terhadap Allah, yaitu:
a. Shalat lima waktu
b. Berdoa
c. Ikhlas dan ridho
2. Akhlak terhadap sesamamanusia
yaitu:
a. Tidak suka mencuri
b. Tolong menolong
c. Ukhuwah atau persaudaraan
d. Menjenguk orang sakir
3. Akhlak terhadap diri sendiri
a. Introspeksi diri
b. tidak malas
c. tidak mencontek

1. Visual activity
2. Oral activity
3. Listening activity
4. Mental activity
5. Emotional activity

Siswa

Keterangan:
= Korelasi
= Pengambil Data
Berdasarkan bagan diatas, secara teoretik ternyata Aktivitas Siswa dalam Proses
Belajar Mengajar Akidah Akhlak (variable X) memiliki hubungan dengan perilaku Akhlak
Anak Didik di Lingkungan Pesantren (variable Y). Asumsi teoritis tersebut, selanjutnya akan
diaungkap tarap keterhubungannya melalui analisis statistik.

15
F. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Apabila para peneliti telah
mendalami permasalahan penelitianya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar,
lalu membuat suatu teori sementara, yang kebenarannya masih perlu diuji (dibawah
kebenaran), inilah hipotesis.12
Adapun Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Terdapat hubungan
yang signifikan antara Aktivitas Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar Aqidah Akhlak
Dengan Akhlak Mereka Di Lingkungan Pesantren . Artinya jika aktivitas siswa pada bidang
studi Akidah Akhlak tinggi, maka semakin baik pula Akhlak mereka di lingkungan
Pesantren. Dan sebaliknya, jika Aktivitas Siswa pada bidang studi Aqidah Akhlak rendah,
maka semakin rendah pula akhlak di lingkungan Pesantren.
Dengan tarap signifikasi sebesar 5% maka untuk menguji kebenaran Hipotesis
tersebut digunakan rumus: jika t hitung > t table maka hipotesis nol (Ho) di tolak, berarti
ada hubungan antara variable X dengan variable Y. Jika t hitung < t table maka hipotesis nol
(Ho) di terima, berarti tidak ada hubungan antara variable X dengan variable Y.

G. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menetukan Jenis data
Data hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun angka. Dari sumber
SK Menteri P dan K No. 0259/U/1977, tanggal 11 Juli 1977 disebutkan bahwa: Data
12

Prof. DR. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian I, (Jakarta: PT. Rinika Cipta,1997), cet. Ke-2,hlm.62.

16
adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu
informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu
keperluan.13
Dalam pengertian lain disebutkan data adalah suatu hal yang diperoleh di
lapangan ketika melakukan penelitian dan belum diolah. Dengan pengertian lain segala
keterangan mengenai variable yang diteliti di sebut data, suatu hal yang dianggap atau
diketahui.14 Data menurut jenisnya dibagi menjadi dua:
a. Data Kualitatif
Yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan dalam bentuk
angka. Data inilah yang menjadi data primer (utama) dalam penelitian ini. Yang
termasuk data kualitatif adalah:
1) Gambaran umum MA Al-Falah Puteri Banjarbaru;
2) Konsep Kurikulum MA Al-Falah Puteri Banjarbaru;
3) Literatur-literatur mengenai Kurikulum MA Al-Falah Puteri Banjarbarudan
peningkatan akhlak siswa/santri;
4) Gambaran tentang kebiasaan siswa dalam sehari-harinya;
5) Dokumen-dokumen tertulis yang berhubungan dengan penelitian penulis.
b. Data Kuantitatif
Yaitu data yang berbentuk angka statistik. Dalam penelitian ini data statistik
hanya bersifat data pelengkap, jenis data ini didapatkan dari isian angket.

13
14

Prof. DR. Suharsimi Arikunto, op.cit. hal. 100


Drs. Amirul Hadi dan Drs. H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia,
1998), cet. Ke-10, hlm. 126.

17
2. Menentukan Sumber Data
Menurut sumber datanya dalam penelitian ini, data dibedakan menjadi dua
macam yakni:
a. Sumber Data Primer
Yaitu sumber yang langsung memberikan data kepada peneliti, 15 di antaranya
adalah:
1)

Kepala MA Al-Falah Puteri Banjarbaru .

2)

Wakil Kepala dan bidang Kurikulum MA Al-Falah Puteri Banjarbaru .

3)

Guru mata Pelajaran Akidah Akhlak.

4)

Segenap siswa/santri MA Al-Falah Puteri Banjarbaru.

b. Data Sekunder
Yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, 16
seperti dokumentasi mengenai kurikulum, dan literatur-literatur mengenai pendidikan
dan peningkatan akhlak siswa.
menggunakan buku yang

Sedangkan untuk landasan teoritiknya

relevan dengan

masalah

penulis

penelitian serta dapat

mengungkapkan teori-teori yang ada kaitanya dengan penelitian.

c. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MA Al-Falah Puteri Banjarbaru. Penentuan lokasi
ini di dasarkan atas pertimbangan sebagai adik dari staf pengajar di sekolah itu.

15

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2007), cet. Ke-3, hlm. 308
16
ibid, 309

18
d. Penentuan Populasi dan Samplel
- Populasi penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto. (1997:115), dijelaskan : populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian,
elemen

yang

apabila

ada seseorang ingin

meneliti

semua

ada dalam wilayah penelitian maka penelitiannya merupakan

populasi. Sehubungan dengan itu maka penulis mengambil populasi penelitian


meliputi sebagian siswa MA Al-Falah Puteri Banjarbaru yang berjumlah 70 orang
dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 1
Daftar Populasi Siswa Siswi MA Al-Falah Puteri Banjarbaru
Tahun Ajaran 2014/2015

No

Kelas

Jumlah

Jumlah Total

VII

L
12

P
16

VIII

10

18

IX

17

23

29

41

70

Jumlah

29

- Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi. Dalam menetukan jumlah
sample Arikunto, (1998:120), menjelaskan dalam menggunakan ancer-ancer maka
apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subyeknya besar dapat diambil
antara 10% - 15%, atau 20% - 25% atau lebih. Berdasarkan pendapat tersebut,

19
penulis menetapkan sample sebanyak

33% X 70 = 23,1 atau dibulatkan menjadi 23.

Selanjutnya penulis mengambil semua sample dari kelas VII dan VIII.
e. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
korelasioner. Penelitian deskriptif berusaha memberikan dengan sistematis dan
cermat fakta-fakta actual dan sifat populasi tertentu. Metode ini mempunyai beberapa
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang.
2. Bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan,
dan dianalisis. Penelitian ini biasanya tampa hipotesis. Kalaupun ada hipotesis
biasanya tidak diuji menurut analisis statistik.17

3. Teknik Pengumpulan Data


Metode ilmiah pada hakikatnya ialah menggabungkan antara berfikir secara
deduktif dengan induktif. Jika pengajuan rumusan hipotesis dengan susah payah
diturunkan dari kerangka teoritis dan kerangka berfikir secara deduktif, maka untuk
menguji bahwa hipotesis tersebut diterima atau ditolak perlu dibuktikan kebenaranya
dengan data-data yang ada dilapangan. Data-data tersebut dikumpulkan dengan teknik
tertentu yang disebut teknik pengumpulan data. Selanjutnya data-data tersebut
dianalisisdan disimpulkan secara induktif. Dan akhirnya dapat diputuskan bahwa
hipotesis diterima atau ditolak.18
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan

17
18

Drs. Amirul Hadi dan Drs. H. Haryono, op.cit., hlm. 50


Ibid., hlm. 93.

20
data, sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala
yang diteliti. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari
perilaku tersebut.19 Adapun observasi yang dilakukan peneliti termasuk dalam
jenis observasi partisipasif. Yaitu peneliti terlibat langsung dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang
dikerjakan oleh sumber data. Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh
gambaran umum mengenai kondisi objektif MA Al-Falah Puteri Banjarbaru
Cianjur baik di bidang sarana, fisik, keadaan siswa, tenaga pendidik dan kegiatan
belajar.
b. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu.20 Dalam hal ini penulis melakukan wawancara
kepada para siswa, para guru yang ada dilingkungan sekolah. Dengan tujuan
untuk memperoleh data dan gambaran umum menyangkut hal yang akan diteliti
sebagaimana yang tercantum dalam sumber data primer.
c.

Angket
Angket

adalah

daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis yang dikirimkan

kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini
19
20

Ibid., hlm. 94.


Ibid., hlm. 97.

21
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui. 21 Alasan penulis mengunakan
teknik ini disamping menghemat waktu karena dapat menarik data dari seluruh
sample dalam waktu bersamaan, juga memberikan keleluasaan kepada responden
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.
d. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen. Penulis menggunakan teknik ini selain
biaya relative murah, waktu dan tenaga lebih efisien.22
4. Tekhnik analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh melalui wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah difahami, dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain dan dilakukan
dengan mengorganisasikan data, menjabarkannnya ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih dan membuat kesimpulan.
Data tersebut akan di analisa, kemudian selanjutnya akan diolah. Data yang bersifat
kualitatif yang diperoleh melalui observasi dan wawancara akan dianalisa dengan
menggunakan pendekatan logika, sedangkan data yang bersifat kuantitatif yang diperoleh
melalui angket akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan statistik korelasi. Untuk
keperluan analisis ini penulis menjelaskan simbol-simbol yang diterapkan pada setiap
variabel. Dalam hal ini penelitian melibatkan dua variabel, yaitu Aktivitas Siswa Dalam
21
22

Prof. DR. Suharsimi Arikunto, op.cit. hal. 140


Drs. Amirul Hadi dan Drs. H. Haryono, op.cit. hlm. 110.

22
Mengikuti Pembelajaran Aqidah Akhlak, variabel ini menempati posisi sebagai variabel
independen, yakni memasukan yang memberi pengaruh terhadap hasil dan variabel ini
disimbolkan dengan huruf

X. Sedangkan Perilaku Akhlak Siswa menempati posisi

sebagai variabel dependen, yakni hasil sebagai pengaruh variabel independen dan
variabel ini disimbolkan dengan huruf Y. Sebagai gambaran analisa data.
Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan variabel aktivitas siswa
dalam mengikuti pembelajaran Aqidah Akhlak

(X) dan variabel perilaku akhlak

siswa (Y).
Sejalan dengan masalah yang akan diteliti menyangkut dua variabel besar, maka
proses analisisnya akan dilakukan dua pendekatan, yakni:
pendekatan korelasioner.

pendekatan parsial

dan

You might also like