You are on page 1of 14

Group Beleven

Selasa, 25 Juni 2013


Analgetika
BAB I
PENDAHULUAN
Farmakologi mempelajari efek-efek asing atau eksogen dan zat-zat endogen terhadap suatu
organisme. Topik utamanya adalah pengamatan terhadap efek-efek farmaka, toksikologi
mempelajari efek-efek merugikan. (Toksik) dari zat-zat. (Schmitz, 2009)
Analgetik atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat mengurangi atau menghilangkan
kesadaran ( Berbeda dengan anastesi umum ). Rasa nyeri sebenarnya merupakan gejala yang
berfungsi melindungi atau merupakan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan
tubuh seperti peradangan ( Rematik / Encok ), infeksi kuman maupun kejang otot. (Tim
Dosen, 2013)
Analgetik adalah senyawa dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri,
tanpa memiliki kerja anastesi umum.
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Ada
perbedaan aktivasi diantara obat-obat tersebut, misalnya : Paracetamol (Acetaminofen)
bersifat antipiretik dan analgetik tetapi sifat antiinflamasinya lemahisekali (Gunawan,2007).
Maksud dari percobaan adalah untuk mengetahui dan memahami mekanisme dari obat-obat
analgsik (Antalgin, Acetosal, Paracetamol) yang dapat mengurangi rasa nyeri pada mencit
(Mus musculus)
Tujuan dari percobaan adalah untuk mengetahui efek farmakodinamik dari obat Acetosal,
Antalgin dan Paracetamol terhadap hewan uji mencit (Mus musculus)
Prinsip dari percobaan adalah berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dengan cara
meletakkan mencit (Mus musculus) diatas plat panas setelah diberikan obat-obat analgesic
secar oral.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Teori umum
Nyeri adalah gejala adanya penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun
nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi, memudahkan diagnosis. Pasien

merasakannya sebagai hal yang mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan dan karena itu
berusaha untuk bebas darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga
banyak organ dalam dan tubuh peka terhadap rasa nyeri, tetapi ternyata terdapat juga organ
yang tak mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak. Nyeri timbul jika rangsangan
mekanik, termal, kimia atau listrik melampui suatu nilai ambang tertentu (Nilai ambang
nyeri) dank arena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebnasan senyawa yang
disebut nyeri.
Mekanisme kerja nyeri yaitu perangsangan baik mekanik, kimiawi, panas maupun
listrik akan menimbulkan kerusakan pada jaringan sel sehingga sel-sel tersebut melepaskan
suatu zat yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri ini juga disebut zat autakoid yaitu
Histamin, Serotonin, Plasmakinin, Prostaglandin (asam lemak) dan ion kalium. Prostaglandin
dan brakinin menimbulkan vasodilatasi dan memperbesar permiabilitas kapiler sehingga
mudah dilewati senyawa cairan tubuh sehingga timbul radang atau udema. Selain udema
senyawa ini merupakan mediator demam ( panas )
Mekanisme penghambat rasa nyeri ada tiga yaitu :
1.

Merintangi pembentukkan rangsangan alam reseptor rasa nyeri, seperti yang terjadi pada
analgetik perifer dan anastesi local.

2.

Merintangi penyaluran rangsangan dalam saraf sensories, seperti pada anastesi local.

3.

Blockade rasa nyeri pada system saraf pusa seperti pada analgetik sentral dan anastesi
umum.
Jenis-jenis nyeri ada empat yaitu :

1.

Nyeri ringan

2.

Nyeri ringan menahun

3.

Nyeri hebat

4.

Nyeri hebat menahun


(Tim Dosen, 2013)
Reseptor nyeri (Nosiseptor) rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri khusus,
yang merupakan ujung saraf bebas juga dapat menerima rangsangan sensai lain, maka
kespesifakkan fungsional mungkin berkaitan berkaitan deng diferensiasi pada tahap molekul,
yang tidak dapat diketahui dengan pengamatan cahaya dan elektronopik secara fungsional
dibedakan menjadi dua system serabut beda :

1.

Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-delta bermielin

2.

Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C yang tidak


bermielin.

Neurotransmitter dapat bekerja sebagai zat nyeri pada kerusakan jaringan. Histami
pada konsentrasi relative tinggi (10-8gr/L) terbukti sebagai zat nyeri: Asetilkolin pada
konsentrasi rendah mensensibilitasi reseptor nyeri terhadap zat nyeri lain, sehingga senyawa
ini bersama-sama dengan senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendiri tidak
berkhasiat, dapat menimbulkan nyeri. Pada konsentrasi tinggi, asetilkolin bekerja sebagai zat
nyeri dengan obat menurut pernyataan yang disebut diatas, terdapat kemungkinan sebagai
berikut:
1.

Mencegah stabilitas reseptor dengan cara penghambatan sintesis prostaglandin

2.

Mencegah pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri.

3.

Mencegah pembentukan rangsangan dalam serabut saraf

4.

Menghambat penerusan rangsangan atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam system saraf
pusat.

5.

Mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka.


(Mutschler, 1991)
Kerusakan jaringan menyebabkan pelepasan zat-zat kimia (Misalnya : Bradikinin,
Prostaglandin, ATP, Proton) yang menstimulasi reseptor nyeri dengan mengionisasi letupan
pada serabut aferen primer yang bersinaps pada lamina I dan II karena posterior medulla
spinalis. (Neal, 2006)
Rasa nyeri sebenarnya merupakan gejala yang berfungsi melindungi atau merupakan
tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan tubuh seperti peradangan, infeksi kuman
maupun kejang otot.
Sebagai analgetik, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas
rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, antalgin dan nyeri lain yang berasal
dari inflamasi. Obat mirip aspirin sebaliknya nyeri ksonis pasca bedah dapat diatasi oleh obat
mirip aspirin (Gunawan, 2007).
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Ada
perbedaan aktivasi diantara obat-obat tersebut, misalnya : Paracetamol (Acetaminofen)
bersifat antipiretik dan analgetik tetapi sifat antiinflamasinya lemah sekali.

A.

Penggolongan obat Analgetik

1. Analgetik narkotik
Analgetik ini mempunyai efek analgetik yang kuat sekali dengan titik kerja terletak pada
ssp. Efeknya antara lain dapat mempengaruhi kesadaran dengan efek samping berupa

timbulnya rasa nyama, toleransi, hibituasi,ketergantungan fisik dan psikis dan gejala
abstinenstia bila obat dihentikan.
Mekanisme kerja analgetik narkotika ini mulai diketahui sekitar tahun 1975. Setelah
diketahui bahwa pada otak binatang percobaan dikemukakan senyawa peptide yaitu
enikofein, endorphin, dan diodorfin yang diduga sebagai neurotransmitter seperti halnya
asetilkolin dan adrenalin dalam sso. (Tim Dosen, 2013)
2. Analgetik non narkotik dan antiinflamasi
Pada pengobatan nyeri dengan anti radang, factor-faktor psikis turut memegang peranan
seperti yang sudah diuraikan diatas. Misalnya kesabaran individu dan daya menekan
nyerinya.
Analgetik perifer (Non narkotik) yang terdiri dari obat-obatan yang tidak bekerja sentral.
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer seperti paracetamol, asetosal, mefenamat,
profifenazone begitupula dengan rasa nyeri dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat
ditambahkan kofein atau kodein nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atao
obat lainnya (Tjay, dan Rahardja, 2007)
Nyeri pada kanker umumnya menurut suatu skema bertingkat empat, yakni:
1.

Obat perifer (non narkotik) peroral atau rectal : paracetamol, asetosal

2.

Obat perifer bersama kodein atau tramadol

3.

Obat sentral (opioid) peroral atau rectal

4.

Obat opioid parenteral


Guna memperkuat efek analgetikum, dapat ditambahkan Co-analgetikum, seperti
psikofarmaka (amitripilin,lovepromazine,atau prednisone). ((Tjay, dan Rahardja, 2007)

C. Uraian bahan
1.

Aquadest (Depkes RI 1979, hal 96)


Nama Resmi

: AQUA DESTILLATA

Nama Lain

: Air suling

Berat Molekul

: 18,02

Rumus Molekul

an

: H2O

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak


Penyimpanan

berasa,tidak berbau.

: Dalam wadah tertutup rapat

2. Na. CMC (Depkes RI 1979, hal 401)

Nama Resmi

: NATRII CARBOXIMETHYL CELLULOSUM

Nama Lain

: Natrium Karboksimethil Selulosa

: Serbuk atau butiran, putih atau putih kekuningan, tidak berbau atau hamper tidak berbau.

tan

: Mudah mendispersi dalam air membentuk suspense koloid, tidak larut dalam etanol (95%)P
dalam eter P
Khasiat
Penyimpan

: Zat tambahan
: Dalam wadah tertutup rapat

D. Uraian obat
1.

makologi

bilitas

ntra indikasi

Asetosal (Depkes RI 1979, hal 43)


Nama Resmi

: ACIDUM ACETYLSALICYLICUM

Nama Lain

: Asetosal, asam asetilsalisilat

Rumus Molekul

: C9H8O4

Berat Molekul

180,16

: Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau hamper tidak berbau,
rasa asam
: Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, (95%)P larut dalam

kloroform P

dan dalam eter P


: Dalam wadah tertutup rapat
: Analgetikum, antipiretikum
: Sekali 1 gram, sehari 8 gram (Depkes RI, 2007)
: Nyeri, sakit kepala, nyeri-nyeri ringan lain yang berhubungan dengan adanya inflamasi.
Nyeri ringan sampai sedang asetelah opersi, melahirkan, sakit gigi, dismenore.
:IAspirinibekerjaidenganimengasetilasi enzimIprostaglandin Hzendoperoxidesintase (PGHS)
dan menghambat kerja enzim cox secara permanen.
: Stabil pada udara kering. Lembab, panas dan perubahan PH dapat menghidrolisis aspirin.
Aspirin stabil pada PH rendah (2-3)
:iAlergi terhadap aspirin dan golongan salisilat

k samping

:Iritasi lambung karena bersifat asam, nyeri pada ujung saraf, sakit kepala, epilepsy, agitasi,
perubahan mental, pusing, demam, penurunan fungsi ginjal.

kanisme aksi : Asetilasi enzim PGHS

gi

pan

2. Antalgin (Depkes RI 1979, hal 369)


Nama Resmi

: METAMPYRONUM

Nama Lain

: Metampiron, antalgin

Berat Molekul

: 351,17

Rumus Molekul

: C13H16N3N4O4SH5H2O

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

: Obat ini sering dikombinasikan dengan obat-oba lain. Obat ini dapat secara mendadak dan
tak terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal karena bahaya
agronologositosis. (Tjay, HT 2006)
Indikasi

: Meringankan rasa sakit, terutama nyeri kolik dan


sakit setelah operasi.

Kontra indikasi

: Hipersensitif hamil dan menyusui, penderita dengan


tekanan darah sistolik <100 mmHg

: Hipersensitif, agronologositosis.i(Tim Redaksi, 2010)

3.

Paracetamol (Depkes RI 1979, hal 37)

Nama Resmi

: ACETAMINOPHENUM

Nama Lain

: Asetaminofen, paracetamol

Berat Molekul

Rumus Molekul

151,16

: C8H9NO2

: Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau: rasa pahit


: Larut dalam 27 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian bagian aseton P,
dalam 40 bagian gliserol
: Dalam wadah tertutup baik
: Analgetikum, antipiretikum

I, 2007)

ksi

: Nyeri ringan sampai dengan sedang dan demam


: Hipersensivitas
: Memiliki aktifitas sebagai analgetik dan antipiretik
: Efek samping dalam dosis jarang; kecuali kulit, kelainan darah, pangkreatitis akut
: Bekerja langsung pada system pengaturan panas dihipotalamus dengan menghambat sintesa
prostaglandin disistem saraf pusat

E. Uraian hewan uji


1.

Klasifikasi mencit (Mus musculisI). (Anonim, 2013)


Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Class

: Mammalia

2.

Ordo

: Rodentia

Family

: Muridae

Genus

: Mus

Spesies

: Mus musculus

Morfologi
Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (Rodentia) yang cepat berbiak, mudah
dipelihara dalam jumlah banyak variasi genetiknya cukup besar, serta sifat anatomi dan
fisiologinya berkarakteristik dengan baik. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas,
penyebarannya mulai dari iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup terus menerus.
Kadang secara bebas sebagai hewan liar, mencit paling banyak digunakan adalah mencit
albino swiss yang dibagi berdasarkan sifat genetiknya dan sifat lingkungan hidup. (Malole
dan Pramono, 1989)

3.

Karakteristik mencit (Mus musculus). (Malole dan Pramono 1989)


Kriteria

Nilai

Berat badan dewasa


-

Jantan

: 20-40 gram

Betina

25-40 gram

Berat lahir
Temperature tubuh

Konsumsi makanan
Konsumsi air minum
Siklus birahi
Lama kebuntingan

36,30c-38,00c

Jumlah diploid

0,5-1,5 gram

: 40
:

15 g/100 g/hari
: 15 ml/100 g/hari
:

4-5 hari

: 19-21 hari

Etrus postpartum fertile


Jumlah anak kelahiran

: 10-12

Umur sepih

: 21-28 hari

Produksi anak

: 8 bulan

Tidal volume

0.09-0,23

Detak jantung

: 325-70/menit

Volume darah

: 76-80 mmHg

BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan bahan
1.

Alat-alat yang digunakan

a.

Batang pengaduk

b.

Botol

c.

Gelas kimia

d.

Gelas ukur

e.

Kompor listrik

f.

Lap halus

g.

Lap halus

h.

Penangas air

i.

Plat panas

j.

Sensok tanduk

k.

Stopwatch

l.

Spoit oral 1 ml

m. Spoit injeksi 1 ml
n.

Timbangan analitik

o.

Timbangan digital

2. Bahan-bahan yang digunakan


a. Aquadest
b.

Antalgin 500 mg

c.

Asetosal 100 mg

d.

Alcohol 70 %

e.

Kapas

f.

Mencit (Mus musculus)

g.

Nacmc 1 % b/v

h.

Paracetamol 500 mg

B. Prosedur kerja
1.

Pembuatan suspense Na.CMC 1 % b/v

a.

Disiapkan alat dan bahan

b.

Ditimbang Na.CMC 4 gram

c.

Dipanaskan air sebanyak 400 ml sampai mendidih dan dilarutkan Nacmc perlahan-lahan
diaduk ad homogeny.

d.

Dicukupkan volumenya ad 400 ml, beri label Na.CMC 1% b/v

2.

Pembuatan suspensi Antalgin

a.

Disiapkan alat dan bahan

b.

Dikalibirasi botol 100 ml

c.

Ditimbang antalgin sebanyak 29 mg kemudian dimasukkan dalam botol, yang telah


dikalibirasa

d.

Kemudian disuspensikan dengan Na.CMC hingga batas tanda lalu dihomogenkan lalu beri
label suspense antalgin.

3.
a.

Pembuatan suspensi paracetamol


Disiapkan alat dan bahan

b.

Dikalibirasi botol 100 ml

c.

Ditimbang paracetamol sebanyak 230,1 mg kemudian dimasukkan dalam botol, yang telah
dikalibirasa

d.

Kemudian disuspensikan dengan Na.CMC hingga batas tanda lalu dihomogenkan lalu beri
label suspense paracetamol
4.

Pembuatan suspensi asetosal

a.

Disiapkan alat dan bahan

b.

Dikalibirasi botol 100 ml

c.

Ditimbang asetosal sebanyak 92 mg kemudian dimasukkan dalam botol, yang telah


dikalibirasa

d.

Kemudian disuspensikan dengan Na.CMC hingga batas tanda lalu dihomogenkan lalu beri
label suspense asetosal

5.

Cara kerja perlakuan pada hewan uji

a.

Disiapkan alat dan bahan

b.

Mencit, dipuasakan ditimbang, kemudian dikelompokan menjadi 4 kelompok

c.

Diberi perlakuan terhadap hewan uji mencit

1.

Untuk kelompok 1 diberi suspense obat Na.CMC 1% b/v secara per oral dengan berat badan
21 gram, diberi suspense obat sebanyak 0,7 ml

2.

Untuk kelompok 2 diberi suspense obat Antalgin secara per oral dengan berat badan 21
gram, diberi suspense obat sebanyak 0,7 ml

3.

Untuk kelompok 3 diberi suspense obat paracetamol secara per oral dengan berat badan 21
gram, diberi suspense obat sebanyak 0,7 ml

4.

Untuk kelompok 4 diberi suspense obat Asetosal secara per oral dengan berat badan 15
gram, diberi suspense obat sebanyak 0,5 ml

d.

Dihitung berapa kali pengangkatan kaki pada mencit (Mus musculus) pada menit 5, 10, 15
dan 20

e.

Dikumpul data dari semua kelompok

f.

Analisis data

g.

Dibuat kesimpulan

h.

Ditarik kesimpulan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
1.

Table hasil pengamatan

BB
mencit

Pengangkatan kaki

N
o

Suspensi obat

Na.CMC 1 %

21 gram

5
menit
15 x

Asetosal

15 gram

Antalgin

Paracetamol

10 menit

15 menit

20 menit

25 x

30 x

20 x

14 x

10 x

13 x

21 x

22 gram

25 x

18 x

19 x

15 x

21 gram

21 x

13 x

10 x

30 x

A. Pembahasan
Analgetik atau obat pebghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensoris dan
emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri
merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi
setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada suhu 44o-45OC.
Reseptor yang bekerja pada analgetik ialah reseptor PGE2, reseptor ini bekerja
menekan fungsi saraf pusat. Pada pemberian obat analgetik dalam percobaan, setelah diamati
pada menit ke,5, 10, 15, dan 20 pengangkatan kakinya berbeda-beda. Hal ini disebabkan
kemungkinan kerja dari reseptor PGE2 tidak stabil. Pada reseptor PGE2 dia menerima
partikel-partikel obat yang disalurkan lewat darah, kemudian reseptor PGE2bekerja
menghambat atau menghilangkan rasa nyeri. Reseptor PGE2belum bisa bekerja jikalau
partikel-partikel obat yang masuk dalam reserptor PGE2 membutuhkan waktu paruh yang
agak sedikit lama sehingga PGE2 dapat memberikan efek yang baik.
Pada percobaan ini digunakan hewan uji mencit (Mus musculus)dengan diamati
beberapa kali pengangkatan kaki mencit dari atas plat panas. Dalam percobaan analgetik ini
obat yang digunakan yaitu Asetosal 100 mg, Antalgin 500 mg, Paracetamol 500 mg, serta
Na.CMC 1 % b/v sebagai pembanding dari kerja obat analgetik.
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap pengangkatan kaki mencit dengan
menggunakan obat analgetik dengan cara oral pada menit ke-5 berbeda-beda, begitu pula
menit ke-10 serta ke-15 dan ke-20. Hal ini dikarenakan dari indikasi atau unsure-unsur yang
terkandung didalam obat atau tiap obat berbeda-beda.
Dalam percobaan ini, seharusnya kerja obat dari kakinya yang diangkat pada interval
waktu 5, 10, 15 dan 20 menit lama kelamaan memberikan efek bahwa tidak lagi meningkat.
Pengangkatan kaki ini dikarenakan kerja daro obat analgetik berjalan baik, kerja obatnya
tidak stabil namun dalam pengangkatan tidak demikian, kerja obatnya tidak stabil hal ini
disebabkan karena lama atau lama waktu paruh yang diamati dalam percobaan ini hanya pada
menit ke-5, 10, 15 dan 20.
A. Pembahasan
Analgetik atau obat pebghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensoris dan
emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri

merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi
setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada suhu 44o-45OC.
Reseptor yang bekerja pada analgetik ialah reseptor PGE2, reseptor ini bekerja
menekan fungsi saraf pusat. Pada pemberian obat analgetik dalam percobaan, setelah diamati
pada menit ke,5, 10, 15, dan 20 pengangkatan kakinya berbeda-beda. Hal ini disebabkan
kemungkinan kerja dari reseptor PGE2 tidak stabil. Pada reseptor PGE2 dia menerima
partikel-partikel obat yang disalurkan lewat darah, kemudian reseptor PGE2bekerja
menghambat atau menghilangkan rasa nyeri. Reseptor PGE2belum bisa bekerja jikalau
partikel-partikel obat yang masuk dalam reserptor PGE2 membutuhkan waktu paruh yang
agak sedikit lama sehingga PGE2 dapat memberikan efek yang baik.
Pada percobaan ini digunakan hewan uji mencit (Mus musculus)dengan diamati
beberapa kali pengangkatan kaki mencit dari atas plat panas. Dalam percobaan analgetik ini
obat yang digunakan yaitu Asetosal 100 mg, Antalgin 500 mg, Paracetamol 500 mg, serta
Na.CMC 1 % b/v sebagai pembanding dari kerja obat analgetik.
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap pengangkatan kaki mencit dengan
menggunakan obat analgetik dengan cara oral pada menit ke-5 berbeda-beda, begitu pula
menit ke-10 serta ke-15 dan ke-20. Hal ini dikarenakan dari indikasi atau unsure-unsur yang
terkandung didalam obat atau tiap obat berbeda-beda.
Dalam percobaan ini, seharusnya kerja obat dari kakinya yang diangkat pada interval
waktu 5, 10, 15 dan 20 menit lama kelamaan memberikan efek bahwa tidak lagi meningkat.
Pengangkatan kaki ini dikarenakan kerja daro obat analgetik berjalan baik, kerja obatnya
tidak stabil namun dalam pengangkatan tidak demikian, kerja obatnya tidak stabil hal ini
disebabkan karena lama atau lama waktu paruh yang diamati dalam percobaan ini hanya pada
menit ke-5, 10, 15 dan 20.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka hasil yang didapat dapat
disimpulkan bahwa :
1.

Dengan menggunakan suspense obat Asetosal, Antalgin, Paracetamol dan Nacmc 1% b/v
sebagai control negative dianggap tidak memberikan efek kepada hewan uji mencit sebagai
obat anti nyeri. (Analgetik)

2.

Suspensi obat yang paling memberika efek terhadap hewan uji adalah Asetosal karena hewan
uji mencit dapat menahan rasa nyeri pada saat diletakkan diatas plat panas.

B. Saran
1.

Untuk labolatorium
Mohon agar alat dan bahan lebih diperlengkap agar praktikum bisa berjalan sesuai
dengan yang diinginkan.

2.

Untuk Asisten
Mohon agar dapat meluangkan waktunya untuk mendampingi praktikan pada saat
praktikum berjalan.
DAFTAR PUSTAKA

im. 2013. Mencit. (online) (http://id.wikipedia.org/wiki/mencit). Diakses pada tanggal 14 juli


Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III Depkes RI : Jakarta

s RI, 2007. Pelayanan Informasi Obat Direktorat bina farmasi Komunitas dan klinik : Jakarta

wan, G.S. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi v Bagian Farmakologi FKUI : Jakarta

edaksi. 2010 ISO Indonesia Vol 46 Penerbit PT ISFI : Jakarta

e. M.B.B. dan pramono, S.C.U. 1989 Penanganan Hewan Percobaan Di Laboratorium Universitas
biotekhnologi, ITB : Bandung

hler T. 1991. Dinamika Oba ITB : Bandung

M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi V Penerbit Erlangga : Jakarta

tz, G. 2009. Farmakologi dan Toksikologi Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

osen, 2013. Penuntun Farmakologi dan Toksikologi I Universitas Indonesia Timur : Makassar

T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elex Media Kompoitindo Gramedia : Jakarta

You might also like