You are on page 1of 125

perpustakaan.uns.ac.

id

digilib.uns.ac.id

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN


MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA
KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN
TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh:
SUTINO
K7107055

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
i

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN


MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA
KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN
TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh:
Sutino
K7107055

SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user
iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user
iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRAK
Sutino. K7107055. PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA
DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA
KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN
2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, April 2011.
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil
keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas
V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek yang
digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo
Sragen tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki
dan 14 siswa perempuan. Sumber data yang digunakan adalah informasi dari
narasumber yaitu guru kelas V dan siswa, hasil pengamatan proses dan data
pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode role playing, dan dokumen
resmi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes,
dan kajian dokumen. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan triangulasi
sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah
model analisis interaktif meliputi tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data,
dan penarikan simpulan atau verifikasi. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua
siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2)
pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa metode role playing dapat
meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V
SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Hal ini dapat dibuktikan
dengan meningkatnya persentase sikap siswa pada aspek minat, keaktifan, kerja
sama, dan kesungguhan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I persentase klasikal
sikap siswa adalah minat 61,9%, keaktifan siswa 71,42%, kerja sama 71,42%, dan
kesungguhan 57,14%. Pada siklus II persentase klasikal sikap siswa meningkat
menjadi: minat 90,47%, keaktifan siswa 80,95%, kerja sama 76,19%, dan
kesungguhan 80,95%. Kualitas hasil dibuktikan dengan diperoleh nilai rata-rata
hasil tes awal sebelum tindakan (prasiklus) yaitu 61,14 dengan ketuntasan klasikal
38,1%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 66,09 dengan
ketuntasan klasikal 71,42%. Setelah tindakan pada siklus II nilai rata-rata kelas
meningkat menjadi 73,33 dengan ketuntasan klasikal 85,71%.

commit to user
v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRACT
Sutino. K7107055. IMPROVING THE SPEAKING SKILL WITH THE USE OF
ROLE PLAYING METHOD IN THE FIFTH GRADE STUDENT OF SDN
PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN ON THE ACADEMIC YEAR OF
2010/2011. Skripsi: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret
University, Surakarta, April 2011.
The purpose of this research is to improve the process and result quality of
speaking skill with the use of role playing method in the fifth grade student of SDN
Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of 2010/2011.
This research has the form of Classroom Action Research (CAR). Subject
used in this research is the fifth grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on
the academic year 2010/2011 amount to 21 students consist of 7 man students and 14
woman students. The data sources of the research were informant, that is the class V
teacher and students, the result of observation process and data on the learning
speaking skill with the use role playing method, and official documents. The data
collecting technique used is observation, in-depth interview, test, and learn
document. The validity of the data was tested by using a data source triangulation
and a method triangulation. The data analysis technique applied is interactive
analysis model having three components, that are data reduction, data presentation,
and drawing conclusion or verification. The research process consisted of two cycles
and each cycle comprised four phases, namely: (1) planning, (2) implementation, (3)
observation, and (4) reflection.
Based on the results of the research, a conclusion is drawn that the use of
role playing can improve the process and result quality of speaking skill in the fifth
grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of
2010/2011. This can be proved by the increasing percentage of students' attitudes on
aspects of interest, liveliness, cooperation, and seriousness in cycle I and cycle II. In
cycle I, percentage classical attitudes of the students is an interest of 61,9%, 71,42%
students' activeness, cooperation 71,42%, and the earnestness is 57,14%. In cycle II
percentage classical attitudes of the students improve be an interest of 90,47%,
80,95% students' activeness, cooperation 76,19%, and the earnestness is 80,95%.
The result quality be proved by the preliminary average score of the achievement test
prior to the treatment is 61,14 and the classical learning completeness is 38,1%. In
cycle 1, the average score of the achievement test improve becomes 66,09 and the
classical learning completeness is 71,42%. After the treatment of cycle II, the
average score of the achievement test becomes 73,33 and the classical learning
completeness is 85,71%.

commit to user
vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah
urusanmu dengan sungguh-VXQJJXKGDQKDQ\DNHSDGD$OODKNDPXEHUKDUDS
(QS. Al-Insyirah:6-8)
+DLRUDQJ-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
PHQRORQJPXGDQPHQHJXKNDQNHGXGXNDQPX
(QS. Muhammad: 7 )
$OODKPHQ\XNDLSHNHUMDDQ\DQJGLODkukan terus-menerus walaupun pekerjaan itu
NHFLODWDXVHGLNLW
(HR. Bukhari dan Muslim)
.HWDKXLODKSHUWRORQJDQLWXDGDEHUVDPDGHQJDQNHVDEDUDQMDODQNHOXDULWXDNDQ
VHODOXEHULULQJDQGHQJDQFREDDQGDQEHUVDPDNHVXOLWDQLWXDGDNHPXGDKDQ
(HR. Tirmidzy)
%HUV\XNXUDWDVVHVXDWX yang kita miliki dan bersabar atas ujian adalah kunci
kebahagiaan menjalani kehidupan
(Penulis)

commit to user
vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Orang tuaku,

Almh. ibu Tuginah yang memberikan arti tulusnya kasih sayang tanpa
mengharap balas jasa dan aku selalu mendoakan semoga beliau diampuni
dosanya serta dimasukan ke dalam surga-Nya. Amiin.
Bapak Sasmo Dimejo yang telah memberikan motivasi, perhatian, kasih sayang
dengan tulus ikhlas, bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk mencukupi
kebutuhan keluarga, dan mendoakan aku dalam setiap langkahku. Terima kasih
ayah.
Kakak-kakakku (Mas Tukidi, Mas Tugiman, Mas Sartono, Mas Suparjo, Mas
Slamet, Mas Tugimin, Mbak Sumarmiyati, dan Mbak Suwarti) yang telah
memberikan dukungan dan membantu biaya kuliahku.
Teman-temanku SI PGSD angkatan 2007 terkhusus untuk kelas VIIIB dan
adik-adik tingkatku PGSD FKIP UNS yang telah banyak membantu dan
mendoakanku.
Keluarga besar FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan almamaterku
tercinta tempatku menimba ilmu berkarakter kuat dan cerdas untuk masa
depan yang cerah.

commit to user
viii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Atas kehendak-Nya pula skripsi
dengan judul 3eningkatan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode
Role Playing pada Siswa Kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen Tahun Ajaran
2010/2011 ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan berbagai
pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kartono, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
4. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta dan
pembimbing II skripsi penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Bapak dan Ibu dosen program studi PGSD FKIP UNS yang telah memberikan
motivasi dan pengarahan kepada penulis.
7. Ibu B. Any Handayani, S. Pd selaku Kepala Sekolah SDN Pandak I yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
8. Bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd selaku guru kelas V SDN Pandak I yang dengan
senang hati membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

commit to user
ix

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

9. Guru-guru SDN Pandak I yang telah memberikan motivasi dan sebagai informan
terhadap penyusunan skripsi ini.
Penulis telah berupaya untuk berbuat yang terbaik dalam penyusunan skripsi
ini. Namun demikian, disadari hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Semua ini
tidak lain karena keterbatasan penulis baik pengatahuan dan pengalaman. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat diharapkan.
Akhirnya, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di
atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah.

Surakarta, April 2011

Penulis
S.

commit to user
x

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL ...........................................................................................................

PENGAJUAN ................................................................................................

ii

PERSETUJUAN ...........................................................................................

iii

PENGESAHAN .............................................................................................

iv

ABSTRAK .....................................................................................................

ABSTRACT ...................................................................................................

vi

MOTTO ..........................................................................................................

vii

PERSEMBAHAN .........................................................................................

viii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

ix

DAFTAR ISI ..................................................................................................

xi

DAFTAR TABEL .........................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xvi

BAB I

PENDAHULUAN .......................................................................

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

B. Rumusan Masalah ...................................................................

C. Tujuan Penelitian ....................................................................

D. Manfaat Penelitian ..................................................................

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................

A. Tinjauan Pustaka .....................................................................

1. Hakikat Keterampilan Berbicara ........................................

a. Pengertian Keterampilan .............................................

b. Pengertian Berbicara ...................................................

c. Pengertian Keterampilan Berbicara ............................

d. Tujuan Berbicara .........................................................

11

e. Jenis-jenis Berbicara ...................................................

13

f. Faktor-faktor Keefektifan Berbicara ...........................

14

g. Pembelajaran Berbicara di SD ....................................

15

h. Penilaian Keterampilan Berbicara di SD .....................

17

commit to user
xi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Hakikat Metode Role Playing ............................................

25

a. Pengertian Metode Pembelajaran ................................

25

b. Macam-macam Metode Pembelajaran ........................

27

c. Pengertian Metode Role Playing .................................

28

d. Alasan Penggunaan Metode Role Playing ..................

30

e. Tujuan Role Playing ...................................................

31

f. Manfaat Role Playing ..................................................

34

g. Langkah-langkah Penggunaan Role Playing ...............

35

h. Organisasi Penerapan Pembelajaran Role Playing..


B. Penelitian yang Relevan ..........................................................

42

C. Kerangka Berpikir ...................................................................

44

D. Hipotesis Tindakan .................................................................

46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................

47

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................

47

B. Subjek Penelitian ....................................................................

47

C. %HQWXNGDQ6WUDWHJL3HQHOLWLDQ
D. Sumber Data ............................................................................

48

E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................

49

F. Validitas Data ..........................................................................

50

G. Teknik Analisis Data ...............................................................

51

H. Indikator .HWHUFDSDLDQ
I. Prosedur Penelitian .................................................................

54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................

64

A. Deskripsi Kondisi Awal ..........................................................

64

B. Pelaksanaan Tindakan .............................................................

69

1. Tindakan Siklus I ................................................................

69

a. Perencanaan Tindakan ....................................................

70

b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................

72

c. Observasi ........................................................................

77

d. Refleksi ...........................................................................

82

commit to user
xii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Tindakan Siklus II ..............................................................

84

a. Perencanaan Tindakan ....................................................

85

b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................

87

c. Observasi ........................................................................

92

d. Refleksi ..........................................................................

93

C. Hasil Penelitian ......................................................................

97

D. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................

100

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................

106

A. Simpulan .................................................................................

106

B. Implikasi .................................................................................

106

C. Saran .......................................................................................

107

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

109

LAMPIRAN ..................................................................................................

112

commit to user
xiii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes


Keterampilan Berbicara ...................................................................

17

Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara


Siswa ...............................................................................................

21

Tabel 3. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD

22

Tabel 4. Struktur Pembelajaran dalam Role Playing .....................................

36

Tabel 5. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian .......................................

53

Tabel 6. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan


Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal ...................

66

Tabel 7. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN


Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) .........................................

68

Tabel 8. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan


Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Siklus I ..............................

79

Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN


Pandak I pada Siklus I .....................................................................

80

Tabel 10. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan


%HUELFDUD.HODV96'13DQGDN,SDGD6LNOXV,,

93

Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Pandak I Sragen pada Siklus II.......................................................

94

Tabel 12. Data Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran


Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus,
Siklus I dan II ................................................................................

98

Tabel 13. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V


SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II ....................

commit to user
xiv

99

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Dampak dampak Instruksional dan Pengiring dalam Metode


Role playing.. ..............................................................................

33

Gambar 2.

Kerangka Berpikir.. .....................................................................

46

Gambar 3.

Model Analisis Interaktif.. ..........................................................

52

Gambar 4.

Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas.. .....................................

54

Gambar 5.

Grafik Penilaian Proses Keterampilan Berbicara Siswa Kelas


V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus).. ....................

Gambar 6.

Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN


Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus)....................................

Gambar 7.

79

Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN


Pandak I pada VLNOXV,

Gambar 9.

68

Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara


Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I..........................

Gambar 8.

67

81

Grafik Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN 3DQGDN,SDGD6LNOXV,,

93

Gambar 10. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN


Pandak I pada VLNOXV,,

95

Gambar 11. Grafik Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran


Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus,
Siklus I, dan Siklus II

98

Gambar 12. Grafik Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V


SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

commit to user
xv

100

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Rincian Waktu dan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

113

/DPSLUDQ'HVNULSVL:DZDQFDUD6HEHOXP7LQGDNDQ 114
Lampiran 3.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD Kelas V 118

Lampiran 4.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I  119

Lampiran 5.

5HQFDQD3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ 533 6LNOXV,, 127

Lampiran 6.

0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV, 135

Lampiran 7.

0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV,, 140

Lampiran 8.

/HPEDU+DVLO'LVNXVL.HORPSRN 141

Lampiran 9.

3HWXQMXN7HV8QMXN.HUMD.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,

142

Lampiran 10. Petunjuk Tes Unjuk Kerja KeterDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,, 142


Lampiran 11. Lembar Penilaian Tes Keterampilan Berbicara Siswa... ..........  143
Lampiran 12. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD 145
Lampiran 13. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD3UDVLNOXV

149

Lampiran 14. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,

150

Lampiran 15. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,,

151

Lampiran 16. /HPEDU2EVHUYDVL533*XUX 152


Lampiran 17. Lembar Observasi PelaksaQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX 158
Lampiran 18. /HPEDU2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD 165
Lampiran 19. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,

167

Lampiran 20. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,,

169

Lampiran 21. HaVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,

171

Lampiran 22. +DVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,,

173

Lampiran 23. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD3UDVLNOXV 175


Lampiran 24. Hasil Observasi Penilaian 3URVHV6LVZD6LNOXV, 177
Lampiran 25. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD6LNOXV,, 179
Lampiran 26. Pedoman Wawancara untuk Guru Sebelum Diterapkan Metode
Role Playing  181
Lampiran 27. Pedoman Wawancara untuk Guru Setelah Diterapkan Metode
Role Playing  182

commit to user
xvi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Lampiran 28. 'HVNULSVL:DZDQFDUD6HWHODK7LQGDNDQ.. 183


Lampiran 29. )RWR.HJLDWDQ3URVHV3HPEHODMDUDQ . 187
Lampiran 30. Surat Keterangan PenelitiaQ.HSDOD6'13DQGDN, . 195
Lampiran 31. 6XUDW.HSXWXVDQ'HNDQ).,3816 . 196
Lampiran 32. 6XUDW3HUPRKRQDQ,MLQ3HQHOLWLDQ ... 197
Lampiran 33. 6XUDW3HUPRKRQDQ,MLQ0HQ\XVXQ6NULSVL 199

commit to user
xvii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu (1) keterampilan
menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4)
keterampilan menulis. Setiap keterampilan mempunyai hubungan erat dengan
keterampilan-keterampilan lainnya. Keterampilan-keterampilan tersebut hanya dapat
dikuasai dengan jalan praktik dan latihan yang berkelanjutan. Keempat keterampilan
tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan atau merupakan catur tunggal.
(Henry Guntur Tarigan, 2008:1). Peningkatan keterampilan berbahasa tersebut
dilaksanakan secara terpadu, kontekstual, dan fungsional dengan fokus pada
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis secara berganti-ganti dan
berkesinambungan.
Salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari adalah keterampilan berbicara sebagai media komunikasi lisan yang
efektif. Djago Tarigan (1992:132) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut, H.G
Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi atikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan salah satu
aspek keterampilan berbahasa

lisan yang bersifat

produktif, artinya

suatu

kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau


perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat
dipahami orang lain.
Memang setiap orang menganggap mudah untuk bisa berbicara atau
berkomunikasi

secara

lisan,

tetapi tidak semua memiliki keterampilan untuk

berbicara secara baik dan benar. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan
berbicara seharusnya mendapat perhatian dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa di pendidikan formal khususnya di sekolah dasar. Keterampilan berbicara
di SD merupakan inti dari proses pembelajaran bahasa di sekolah, karena dengan

commit to user
1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pembelajaran berbicara siswa dapat berkomunikasi di dalam maupun di luar kelas


sesuai dengan perkembangan jiwanya. Keterampilan berbicara penting diajarkan
karena dengan keterampilan itu seorang siswa akan mampu mengembangkan
kemampun berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir
tersebut akan terlatih ketika

mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, dan

menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan.
Berdasarkan hasil observasi di SDN Pandak I Sidoharjo Sragen, terlihat
bahwa keterampilan berbicara di sekolah dasar tersebut kurang begitu diperhatikan.
Penekanan pembelajaran berbahasa umumnya masih terletak pada keterampilan
menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara lebih dikesampingkan
sehingga tidak jarang masih terdapat siswa yang tidak bisa menyampaikan
pesan/informasi dalam bahasa lisan secara baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa
masih banyak siswa sekolah dasar yang kurang mampu mengekpresikan diri lewat
kegiatan berbicara atau dengan kata lain keterampilan berbicara siswa masih rendah.
Siswa sering kali malu ketika diminta berbicara atau bercerita di depan kelas. Siswa
masih merasa takut berdiri dan berbicara di hadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak
jarang beberapa siswa berkeringat dingin, brdiri kaku, lupa segalanya jika berdiri di
depan kelas untuk berbicara. Kondisi ini dimungkinkan karena rendahnya
penguasaan siswa akan topik yang dibahas sehingga siswa tidak mampu
memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, arah pembicaraan menjadi
kurang jelas sehingga inti dari bahasan tersebut tidak tersampaikan.
Permasalahan rendahnya keterampilan berbicara tersebut juga terjadi pada
siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen. Data yang diperoleh dari hasil
pembelajaran keterampilan berbicara oleh guru kelas V pada kondisi awal hari Senin,
14 Februari 2011 menunjukkan bahwa hanya terdapat 8 siswa atau 38,1% dari 21
siswa yang mendapat nilai 62 ke atas (batas KKM), sedangkan sisanya 13 siswa atau
61,9% mendapat nilai di bawah 62. Kenyataan yang demikian dapat diindikasikan
bahwa keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar masih rendah khususnya pada
kelas V SDN Pandak I. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai landasan yang
melatarbelakangi adanya upaya peningkatan pembelajaran keterampilan berbicara
pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen.

commit to user
2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Bertolak dari observasi awal dan hasil wawancara dengan guru kelas V SD
Negeri Pandak I dapat diidentifikasi beberapa faktor yang melatarbelakangi masalah
rendahnya keterampilan berbicara pada siswa diantaranya adalah (1) siswa kurang
berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. Setiap ada pembelajaran terkait
kemampuan bebicara siswa kurang antusias dan tidak memperhatikan dengan baik.
(2) Sikap siswa ketika berbicara dalam kegiatan berbicara terlihat tegang dan kurang
rileks. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu ketika harus berbicara di depan
kelas. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kualitas tuturan siswa dan siswa masih
kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan yang akan disampaikan. (3) Kurangnya
latihan keterampilan berbicara yang diterapkan dalam pembelajaran. Keadaan ini
mengakibatkan siswa tidak terbiasa terlatih kemampuan bicaranya terutama di depan
kelas dan ketepatan siswa dalam mengunakan bahasa masih kurang. Siswa kurang
mampu mengorganisasi perkataannya sehingga pembicaraan ternilai kurang runtut
(sistematis) dan masih terbata-bata. (4) Proses pembelajaran keterampilan berbicara
yang diterapkan guru masih menggunakan metode yang konvensional sehingga
mengurangi minat dan antusias bagi siswa. Biasanya guru hanya terpaku pada buku
pelajaran dan menggunakan metode penugasan berbicara individu yang menyita
banyak waktu serta menurunkan mental siswa di depan kelas. Metode mengajar guru
yang masih konvensional membuat pembelajaran berbahasa pada keterampilan
berbicara menjadi sesuatu yang membosankan bagi siswa.
Beberapa faktor penyebab rendahnya keterampilan berbicara tersebut jika
tidak segera diatasi akan berdampak pada rendahnya keterampilan berbicara siswa
yang berkelanjutan. Keadaan tersebut juga menyebabkan siswa kurang terampil
berbicara terutama pada saat tampil berbicara di depan kelas sehingga siswa tidak
bisa mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditetapkan oleh sekolah. Di lingkungan kehidupannya, siswa kurang bisa
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik. Akhirnya dampak ini akan meluas
yang mengakibatkan rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di Indonesia
khususnya pada keterampilan berbicara.
Sebagai salah satu solusinya, seorang guru dituntut kemampuannya untuk
menggunakan metode pembelajaran secara tepat. Metode dalam pembelajaran

commit to user
3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memang banyak dan baik tetapi tidak semua metode tepat digunakan dalam
pencapaian tujuan pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran merupakan cara yang
digunakan guru agar timbul proses belajar mengajar sehubungan dengan strategi
yang digunakan oleh guru. Kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan
menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar tercipta kondisi pembelajaran
yang menyenangkan bagi siswa dan materi tersampaikan secara efektif sehingga
tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal. Salah satu
bentuk metode yang dapat diterapkan secara tepat dan melibatkan siswa aktif untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa sekolah dasar adalah metode role
playing.
Penilitian ini menggunakan metode role playing sebagai metode
pembelajaran keterampilan berbicara. Adapun alasan pemilihan metode role playing
adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih tepat yaitu lebih efektif
dan lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
Metode role playing diterapkan untuk menjawab permasalahan berbagai penyebab
rendahnya keterampilan berbicara siswa. Metode role playing dikatakan efektif
karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini
disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Selain
itu, siswa dapat menghilangkan perasaan takut dan malu karena mereka dapat tampil
dan bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Sedangkan dikatakan efisien,
dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain
sambil belajar atau belajar sambil bermain. Permainan adalah hal paling menarik
untuk anak-anak usia sekolah dasar.
Martinis Yamin (2005:76) menyatakan bahwa metode bermain peran (role
playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang
suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh
yang diperankannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Abdul Azis Wahab
(2009: 109) role playing yaitu berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan
terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan salah satu
metode pembelajaran yakni peserta didik melakukan kegiatan memainkan peran

commit to user
4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus
yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran pada saat itu. Melalui penerapan
metode ini diharapkan siswa mampu memfokuskan pikiran, kemampuan, dan
pengetahuan yang mereka miliki ke dalam perannya sehingga siswa akan lebih
mudah mengorganisasikan ide-ide dan gagasannya dalam bahasa lisan. Selain itu,
dengan penerapan metode role playing diharapkan siswa mampu memerankan dari
karakter tokoh yang diperankannya.
Bertolak dari uraian di atas, maka peneliti akan mengadakan upaya
peningkatan keterampilan berbicara melalui penilitian dengan judul Peningkatan
Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa
KelDV96'1HJHUL3DQGDN,6LGRKDUMR6UDJHQ7DKXQ$MDUDQ

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berkut:
1. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas proses
keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen
tahun ajaran 2010/2011?
2. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas hasil
keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen
tahun ajaran 2010/2011 ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kualitas proses keterampilan berbicara dengan menggunaan metode
role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun
ajaran 2010/2011.
2. Meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode
role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun
ajaran 2010/2011.

commit to user
5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
metode inovatif yaitu penggunaan metode role playing dalam pembelajaran
keterampilan berbicara di sekolah dasar demi kemajuan siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa :
1) Meningkatkan

minat

dan

keaktifan

siswa

dalam

pembelajaran

keterampilan berbicara.
2) Siswa akan merasakan pembelajaran yang menyenangkan dan inovatif
dengan bermain peran (role playing).
3) Meningkatkan keterampilan berbicara sehingga hasil belajar akan
meningkat secara signifikan.
b. Bagi Guru :
1) Guru dapat menerapkan metode role playing dalam meningkatkan
pembelajaran keterampilan berbicara.
2) Guru dapat termotivasi agar bisa menerapkan variatif metode
pembelajaran yang menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
c. Bagi Sekolah :
1) Meningkatkan perbaikan dan keberhasilan proses pembelajaran di
sekolah yaitu terkait pembelajaran keterampilan berbicara dengan role
playing.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan
inovasi metode pembelajaran di sekolah.
3) Hasil penelitian juga dapat meningkatkan kualitas pendidikan sekolah
yang semakin maju.

commit to user
6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

Pembahasan pada bab II ini berkaitan dengan: (A) Tinjauan Pustaka, (B)
Penelitian yang Relevan, (C) Kerangka Berpikir, dan (D) Hipotesis Tindakan.

A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Keterampilan Berbicara
a. Pengertian Keterampilan
Keterampilan seseorang di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau
bidang tertentu jelas berbeda-beda. Keterampilan itu hanya dapat diperoleh
melalui

proses

belajar

dan

latihan

yang

berkesinambungan.

Dengan

keterampilan, seseorang akan mampu menghasilkan suatu pola pikir dan karya
inovatif dengan penyelesaian yang efektif dan efisien.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1180) mengartikan terampil adalah
cakap

dalam menyelesaikan tugas, mampu, dan

cekatan.

Sedangkan,

keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas, kecakapan seseorang


untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara.
Soemarjadi, Muzni Ramanto, dan Wikdati Zahri (2001:2) berpendapat
bahwa kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau
cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar.
Ruang lingkup keterampilan cukup luas meliputi kegiatan berupa perbuatan,
berpikir, berbicara, melihat, mendengar, dan sebagainya.
Tri Budiharto (2008:1-2) mengungkapkan bahwa keterampilan berasal
dari kata terampil yang artinya adalah mampu bertindak dengan cepat dan tepat.
Istilah lain dari terampil adalah cekatan, cakap mengerjakan sesuatu. Dengan
kata lain keterampilan dapat disebut juga kecekatan, kecakapan, atau kemampuan
untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat.
Pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran mata pelajaran
keterampilan di sekolah adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat,
cepat, dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar. (http://aksay.

commit to user
7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

multiply.com/journal/item/20). Dalam hal ini, pembelajaran keterampilan


dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa
menjadi cekat, cepat, dan tepat dalam melakukan sesuatu. Perilaku terampil ini
dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di lingkungannya.
Bertolak dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan adalah kemampuan bertindak atau melakukan suatu pekerjaan
(tugas) dengan baik, cermat, cepat, dan tepat. Seseorang yang dapat melakukan
sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula,
apabila seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat juga
tidak dapat dikatakan terampil. Jadi, keterampilan itu berlandaskan pada
kecepatan dan ketepatan tertentu sehingga seseorang tidak akan merasakan
kesulitan-kesulitan yang berarti dalam pekerjaannya.

b. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Dalam
kehidupan sehari-hari kita lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi.
Komunikasi akan lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Oleh karena itu,
berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Berbicara (KBBI, 2007:148) adalah berkata, bercakap, berbahasa, dan
melahirkan pendapat dengan perkataan. Berbicara itu mengutarakan isi pikiran
atau melisankan sesuatu yang dimaksudkan.
Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, di
antaranya adalah H.G Tarigan (2008:16) menyatakan bahwa berbicara adalah
kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan orang tersebut. Berbicara merupakan sistem
tanda-tanda yang audible (dapat didengar) dan visible (dapat dilihat) dengan
memanfaatkan otot dan jaringan tubuh manusia untuk menyampaikan maksud
dan tujuan, gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.
Djago Tarigan (1992:132) berpendapat bahwa berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dikemukakan pula

commit to user
8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bahwa kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat
erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, melainkan
dalam bentuk lain yakni bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan
pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi seperti semula.
Sejalan dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2008:33) mengungkapkan
bahwa berbicara merupakan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan,
pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Selain itu, dijelaskan juga berbicara
merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik sehingga dapat dianggap sebagai
alat manusia yang paling penting terutama bagi kontrol sosial.
Menurut Mulgrave (dalam H. G. Tarigan, 2008:16) berbicara bukan
sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata tetapi berbicara merupakan suatu
alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun sesuai dengan
kebutuhan

pendengar.

Melalui

berbicara

seseorang

berusaha

untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang lain secara lisan. Tanpa
usaha untuk mengungkapkan dirinya, orang lain tidak akan mengetahui apa yang
dipikirkan dan dirasakannya. Tanpa berbicara, seseorang akan mengucilkan diri
sendiri dan akan terkucilkan dari orang di sekitarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
berbicara adalah suatu kegiatan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk
menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, maksud atau perasaan kepada orang
lain secara lisan yang bersifat aktif dan produktif. Berbicara merupakan kegiatan
berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata
dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan.

c. Pengertian Keterampilan Berbicara


Menurut Iskandarwassid dan Dadang Suhendar (2008:241), keterampilan
berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem
bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan
keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang
merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi

commit to user
9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu
bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara
secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah
psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangangan, berat lidah, dan lainlain.
Sabarti

Akhadiah,

dkk

(1991/1992:153)

mengungkapkan

bahwa

keterampilan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa


lisan. Apabila isi pesan itu dapat dapat diketahui oleh penerima pesan, maka akan
terjadi komunukasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi itu
pada akhirnya akan menimbulkan pengetian atau pemahaman terhadap isi pesan
bagi penerimanya.
H.G. Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa keterampilan berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan.
Speaking is the productive skill in the oral mode. It, like the other skills, is
more complicated than it seems at first and involves more than just pronouncing
words. (SIL internasional: 1999). Diartikan bahwa berbicara adalah keterampilan
yang sangat produktif dalam segi liguistik. Keterampilan berbicara itu seperti
keterampilan lainnya, keterampilan berbicara ternyata lebih rumit dari
kelihatannya dan melibatakan lebih dari mengucapkan kata-kata.
Keterampilan berbicara adalah tingkah laku manusia yang paling
distingtif dan berarti. (Djago Tarigan, 1992:146). Tingkah laku ini harus
dipelajari, baru dapat dikuasai. Anak anak usia sekolah dasar harus belajar dari
manusia di sekitarnya, anggota keluarga, teman sepermainan, teman satu sekolah,
dan guru di sekolah. Semua pihak turut membantu anak belajar keterampilan
berbicara.
St. Y. Slamet (2008:35) menyatakan bahwa keterampilan berbicara
merupakan keterampilan yang mekanistis. Dari pendapat ini dapat dijelaskan
bahwa semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam
berbicara. Tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa melalui

commit to user
10

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

proses berlatih. Di dalam berlatih berbicara, seseorang perlu dilatih diantaranya


dari segi pelafalan, pengucapan, intonasi, pemilihan kata (diksi), dan penggunaan
bahasa secara baik dan benar.
Betolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide
atau gagasan secara lisan bersifat produktif dan mekanistis, yang hanya dapat
dikuasai dengan berlatih berbicara dan merupakan bagian tingkah laku hidup
manusia yang sangat penting sebagai alat komunikasi kepada orang lain.
keterampilan berbicara merupakan sebuah keterampilan menyampaikan gagasan,
informasi atau pesan kepada orang lain dengan menggunakan media yang berupa
simbol-simbol fonetis.

d. Tujuan Berbicara
Berbicara tentu memiliki tujuan yang ingin disampaikan kepada lawan
bicaranya. Agar tujuan itu dapat tersampaikan dengan baik dan efektif, maka
pembicara harus memahami hal yang akan disampaikan dan menguasai aspek
keterampilan berbicara. Dalam hal ini, pendengar akan memaknai informasi atau
pesan yang disampaikan oleh pembicara.
H. G. Tarigan (2008:16) mengungkapkan bahwa kegiatan berbicara
memiliki tujuan utama untuk berkomunikasi. Untuk menyampaikan pikiran
secara efektif, berbicara harus memahami makna sesuatu hal yang akan
dikomunikasikan. Dia juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya
terhadap para pendengar dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari
segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:37) berpendapat bahwa tujuan
berbicara adalah (1) mendorong pembicara untuk memberi semangat, (2)
meyakinkan pendengar, (3) berbuat atau bertindak, (4) memberitahukan, (5)
menyenangkan atau menghibur.
Sejalan dengan pendapat Gorys Keraf, Djago Tarigan (1992:134)
mengemukakan bahwa tujuan orang berbicara adalah untuk :
1) Menghibur

commit to user
11

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berbicara yang bertujuan menghibur biasa dilakukan oleh pelawak.


Pembicara berusaha bermain kata-kata untuk menciptakan suasana yang
santai, penuh canda, dan menyenangkan. Tidak semua orang terampil
berbicara yang dapat menghibur orang yang diajak berbicara atau yang
mendengarkan pembicaraannya.
2) Menginformasikan
Tujuan lain dari aktivitas berbicara adalah untuk menyampaikan informasi.
Orang akan lebih mudah menyampaikan atau menerima informasi secara
lisan. Pembicara dengan tujuan menginformasikan sering dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti menjelaskan suatu proses, menguraikan,
menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan,
dan menanamkan pengetahuan serta menjelaskan kaitan, hubungan, relasi
antar benda, hal atau peristiwa.
3) Menstimulasi
Seorang guru sering berbicara kepada muridnya untuk membangkitkan
semangat belajar dan gairah mengerjakan tugas rumah. Guru berbicara
sebagai upaya membangkitkan inspirasi, kemauan, dan minat siswa.
Berbicara semacam ini memiliki tujuan untuk menstimulasi pendengarnya.
Seseorang berbicara juga ada yang bertujuan meyakinkan atau mengubah
sikap pendengarnya. Berbicara dengan tujuan seperti ini membutuhkan
keterampilan tersendiri, karena jika pembicara cukup terampil akan dapat
mengubah suatu penolakan menjadi penerimaan, tidak setuju menjadi setuju,
permusuhan

menjadi

persahabatan,

dan

akan

dapat

meyakinkan

pendengarnya.
4) Menggerakkan pendengarnya
Satu lagi tujuan orang berbicara yaitu untuk menggerakkan pendengarnya.
Menggerakkan

dimaksudkan

sebagai

upaya

untuk

membuat

atau

menggerakkan orang agar berbuat, bertindak atau beraksi seperti yang


diinginkan

pembicara.

Melalui

kepiawaian

berbicara,

kecakapan

memanfaatkan situasi, dan penguasaan terhadap ilmu jiwa, maka seseorang


dapat dengan mudah menggerakkan pendengarnya untuk melakukan sesuatu.

commit to user
12

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


berbicara memiliki tujuan untuk berkomunikasi dengan maksud menghibur,
meyakinkan, menginformasikan, dan menggerakkan orang lain sebagai lawan
bicaranya.

e. Jenis jenis Berbicara


Haryadi dan Zamzami (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) menyatakan bahwa
jenis berbicara secara garis besar dapat dibagi atas: (1) berbicara di muka umum
(public speaking), yang mencakup berbicara yang bersifat pemberitahuan,
kekeluargaan, bujukan, dan perundingan, (2) berbicara pada konferensi
(conference speaking) yang meliputi diskusi kelompok, prosedur parlementer,
dan debat.
Pendapat Djago Tarigan (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) membedakan
macam berbicara berdasarkan pada: (1) situasi, (2) tujuan, (3) metode
penyampaian, (4) jumlah menyimak, dan (5) peristiwa khusus. Menurutnya
berbicara menjadi beragam tergantung dasar apa yang dipergunakan untuk
membedakannya.
Puji Santosa, dkk (2008: 6.36) menyatakan bahwa jenis berbicara
berdasarkan situasinya sebagai berikut:
1) Berbicara formal
Di dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal.
Misalnya: pidato, ceramah, dan wawancara.
2) Berbicara nonformal
Di dalam situasi nonformal, pembicara harus berbicara secara tidak formal,
Misalnya: bertelepon dan bercakap-cakap.
Menurut Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) ada tiga jenis
berbicara yaitu: (1) persuasif, (2) instruktif, dan (3) rekreatif. Termasuk jenis
persuasif adalah mendorong, meyakinkan, dan bertindak. Jenis berbicara
instruktif bertujuan untuk memberitahukan, sedangkan berbicara jenis rekreatif
bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan orang lain. Jenis-jenis berbicara
tersebut menghendaki reaksi dari pendengar yang berbeda-beda pula.

commit to user
13

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


jenis berbicara menjadi beragam tergantung dari sudut pandang yang digunakan,
tetapi secara garis besar jenis berbicara yaitu berbicara di muka umum dan
berbicara pada konferensi.

f. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara


Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan berbicara
yang baik pula. Oleh karena itu, agar pesan atau gagasan pembicara

dapat

diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu menyampaikan isi


pembicaraan secara baik dan efektif. Sebagaimana diungkapkan oleh Maidar
G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991: 87) bahwa untuk keefektifan berbicara,
pembicara perlu memperhatikan faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan, antara lain: (1) ketepatan ucapan (meliputi
ketepatan pengucapan vokal dan konsonan), (2) penempatan tekanan, (3)
penempatan persendian, (4) penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (6)
pilihan ungkapan, (7) variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, dan
(10) ragam kalimat.
Faktor

nonkebahasaan,

meliputi:

(1)

keberanian/semangat,

(2)

kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan
mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik. Aspek-aspek
kebahasaan dan nonkebahasaan di atas diarahkan pada pemakaian bahasa yang
baik dan benar.
Menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1992:154-160) faktor-faktor penunjang
keefektifan berbicara seseorang adalah (1) faktor kebahasaan yang meliputi
pelafalan bunyi, penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme, serta
penggunaan kata dan kalimat. (2) Faktor nonkebahasaan meliputi sikap
berbicara, pandangan mata kepada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat
orang lain, keberanian, mimik dan pantomimik, kenyaringan suara, kelancaran,
dan santun berbicara.

commit to user
14

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kedua faktor berbicara tersebut sangat menunjang keberhasilan seseorang


di dalam berbicara (berkomunikasi) kepada orang lain. Dalam pembicaraan
formal aspek nonkebahasaan sangat diperlukan, karena faktor nonkebahasaan
akan menjadi modal utama dan mempermudah penerapan faktor kebahasaan.
Alangkah baiknya, faktor nonkebahasaan ditanamkan kepada siswa terlebih
dahulu sebelum faktor kebahasaan karena keberanian dan mental anak sangat
berpengaruh terhadap keefektifan berbicara.
Bertolak dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
penunjang keefektifan berbicara adalah adanya faktor kebahasaan dan
nonkebahasaan yang keduanya memiliki hubungan erat. Oleh karena itu, agar
dapat berbicara efektif maka faktor faktor tersebut harus dikuasai dengan baik
dan benar.

g. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD


Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dijabarkan dari kurikulum
menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi-materi pokok
pada tiap kelas. Keterampilan berbicara merupakan salah satu kompetensi
dasar

mata pelajaran Bahasa Indonesia yang harus diajarkan di kelas V

sekolah dasar. Tujuan pembelajaran berbicara di sekolah adalah agar siswa


mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pesan secara lisan. Di
samping

itu, pengajaran berbicara diarahkan pada kemampuan siswa untuk

berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan. (Depdikbud,
1994: 2).
Pembelajaran keterampilan berbicara di kelas V semester II SD sesuai
KTSP Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mencakup dua kompetensi
dasar, yaitu (1) mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung
dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa dan (2) memerankan
tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Sesuai kompetensi
dasar yang kedua yaitu berkaitan dengan memerankan tokoh drama maka dapat
diterapkan metode bermain peran (role playing) sebagai metode pembelajaran

commit to user
15

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

drama yang tepat. Selain itu, masih terdapat kompetensi dasar berbahasa lainnya
yang juga harus dikuasai dan saling mendukung atau berkaitan.
Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dapat dilakukan dengan
banyak cara. Pembelajaran keterampilan berbicara sangat terkait dengan
pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya. Puji santosa, dkk (2008:6.38)
mengemukakan bahwa tujuan keterampilan berbicara di SD adalah melatih siswa
dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai
tujuan pembelajaran tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran
membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran
berbicara. Misalnya, menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan
kembali cerita yang pernah dibaca dan didengar, mengungkapkan pengalaman
pribadi, bermain peran (role playing), dan berpidato. Pengamatan guru terhadap
aktivitas berbicara siswa dapat direkam dengan menggunakan format yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi
kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan berbicara, dan pemahaman.
Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara di
SD, maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih dioptimalkan dengan
mengingat bahwa keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat
diajarkan melalui uraian atau keterangan guru saja. Melainkan siswa harus
dihadapkan pada aneka bentuk teks lisan ataupun kegiatan-kegiatan nyata yang
mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Keberhasilan pembelajaran
tersebut juga tidak lepas dari bagaimana cara atau metode yang diterapkan oleh
guru dalam menjalankan tugas pembelajaran keterampilan berbicara. Metode
pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar
atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar
pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
keterampilan

berbicara

di

SD

berperan

penting

dalam

meningkatkan

keterampilan berbahasa lainnya, sehingga perlu diterapkan cara atau metode yang
tepat dalam pembelajarannya. Salah satu penerapan metode yang dapat dipilih

commit to user
16

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dalam pembelajaran keterampilan berbicara di Sekolah Dasar (SD) adalah


dengan metode role playing sesuai kompetensi dasar pada kelas V semester II.

h. Penilaian Keterampilan Berbicara di SD


Penilaian keterampilan berbicara di SD lebih sulit dilaksanakan dibanding
dengan penilaian keterampilan berbicara lainnya karena persiapan, pelaksanaan,
dan perskorannya memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika banyak guru SD yang melaksanakan kegiatan pembelajaran
keterampilan berbicara tetapi tidak disertai dengan penilaian. Memang banyak
sekali aspek atau faktor yang harus diidentifikasi dalam penilaian keterampilan
berbicara. Semua ini merupakan masalah penilaian kemampuan berbicara yang
harus dihadapi guru. Namun demikian, upaya melaksanakan penilaian
keterampilan berbicara harus dilaksanakan demi pencapaian tujuan pembelajaran
keterampilan berbicara yang diharapkan.
Keterampilan berbahasa hanya dapat diperoleh dengan jalan praktik dan
banyak latihan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya perlu diadakan tes untuk
mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai siswa. Menurut Harris (dalam
H. G. Tarigan, 2008:3), komponen-kompnen yang perlu diperhatikan khusus
dalam tes (penilaian) empat keterampilan berbahasa adalah seperti tabel 1
berikut:
Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes
Keterampilan Berbahasa
No
1.
2.
3.
4.
5.

Komponen
Fonologi
Ortografi
Struktur
Kosa kata
Kecepatan
kelancaran
umum

Menyimak
v
v
v

Keterampilan
Berbicara
Membaca
v
v
v
v
v
v

commit to user
17

Menulis
v
v
v
v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan tabel 1 di atas, untuk penilaian keterampilan berbicara


terdapat empat komponen, yaitu komponen fonologi, struktur, kosa kata, dan
kecepatan kelancaran umum.
Puji santosa, dkk (2008:7.19 - 7.24) mengungkapkan bahwa ada tiga tes
yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa, yaitu tes:
1) Tes Respon Terbatas
Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa secara
terbatas atau secara singkat. Tes ini meliputi tes respon terarah, tes penanda
gambar, dan tes berbicara nyaring.
2) Tes Terpadu
Tes terpadu dapat membantu siswa yang kurang terampil berbicara untuk
mengungkapkan gagasan atau kemampuan kognitifnya melalui kegiatan
menjelaskan. Siswa akan berperan aktif dalam pembelajaran berbicara di
kelas. Tes terpadu meliputi tes parafrase, tes penjelasan, dan tes bermain
peran terpadu.
3) Tes Wawancara
Tes wawancara menerapkan siswa untuk saling melakuka percakapan seperti
halnya mereka berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Tes wawancara harus
dilakukan siswa secara wajar dan tidak dibuat-buat.
Lebih lanjut, Burhan Nurgiyantoro (2001:291-294), membagi tes
keterampilan berbicara menjadi tiga tingkatan. Berikut tiga tingkatan
keterampilan berbicara beserta uraiannya:
1) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Ingatan
Tes keterampilan berbicara pada tingkat ingatan umumnya lebih bersifat
teoritis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya
tentang pengertian, fakta, dan sebagainya. Tes tingkatan ini dapat jug berupa
tugas yang dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan ingatan siswa
secara lisan. Tes ini dapat berupa permintaan untuk menyebutkan fakta atau
kejadian. Misalnya rumusan pancasila, nama-nama tokoh, acara televisi yang
disukai, dan baris-baris puisi.

commit to user
18

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Pemahaman


Tes keterampilan berbicara pada tingkat ini juga masih sama lebih
bersifat teoritis, menanyakan masalah-masalah yang berhubungan dengan
berbagai tugas berbicara. Tes tingkat pemahaman dapat pula dimaksudkan
untuk mengungkap kemampuan pemahaman siswa secara lisan.
3) Tes keterampilan berbicara tingkat penerapan
Tes keterampilan berbicara pada tingkat penerapan tidak lagi bersifat
teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Tes tingkat
ini menuntut siswa untuk mampu menerapkan keterampilan berbahasanya
untuk berbicara dalam situasi dan masalah tertentu untuk keperluan
berkomunikasi.
Beberapa

faktor

yang

harus

diperhatikan

dalam

mengevaluasi

keterampilan berbicara seseorang adalah sebagai berikut:


1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan
dengan tepat?
2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku
kata, memuaskan?
3) Apakah ketepatan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang
pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang
digunakannya?
4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang
tepat?
5) 6HMDXK PDQDNDK NHZDMDUDQ DWDX NHODQFDUDQ DWDXSXQ NH-nativespeaker-DQ yang tercermin bila seseorang berbicara
(Brooks, dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 28)
Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991:86-93) menjelaskan bahwa
penilaian keterampilan berbicara didasarkan pada faktor penunjang keefektifan
berbicara yang sudah dijelaskan pada bagian sub bab sebelumnya, yakni meliputi
faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kebiasaan penilaian berdasarkan kesan umum sehingga penilaian didasarkan pada
faktor-faktor penunjang berbicara yang dapat diukur secara jelas. Selain itu,
diungkapkan pula bahwa secara garis besar pelaksanaan penilaian keterampilan
berbicara dapat digambarkan sebagai berikut :

commit to user
19

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara


secara individual atau kelompok dalam waktu tertentu.
2) Guru menentukan faktor-faktor yang dinilai atau diamati.
3) Siswa yang tidak mendapatkan giliran berbicara diberikan tugas mengamati
berdasarkan pedoman penilaian.
4) Guru dan siswa aktif mengamati kegiatan siswa yang sedang bericara.
5) Selesai kegiatan berbicara para pengamat mengemukakan komentarnya. Guru
juga aktif memberikan masukan/komentar untuk pembenahan kesalahan
siswa.
6) Kegiatan berbicara diulang kembali untuk mengetahui perubahan berbicara
setelah terdapat umpan balik.
Mengingat keterampilan berbicara ini memerlukan latihan dan bimbingan
yang intensif dengan waktu yang relatif lama maka penilaian dilakukan dengan
menilai dan mengukur beberapa faktor/aspek dalam satu kegiatan berbicara saja,
tetapi dapat berlanjut dan bertujuan untuk memperbaiki keterampilan berbicara
lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka penulis memberikan
batasan terhadap penilaian keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri
Pandak I Sragen sesuai dengan pendapat dari Maidar G. Arsjad dan Mukti U.
S. Sehingga penilaian yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara
dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar
penilaian pengamatan terhadap keterampilan berbicara siswa. Pengamatan
dilakukan terhadap beberapa aspek keterampilan berbicara sewaktu siswa tampil
berbicara dalam bermain peran (role playing) di depan kelas.

commit to user
20

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Model atau format lembar penilaian terhadap keterampilan berbicara


siswa yang digunakan tertera pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara Siswa
No

Aspek yang Dinilai

Nama

Jumlah

Nilai

II

III

IV

Skor

Akhir

Ketuntasan

1.
2.
3.
4.
5.

Jumlah
Nilai rata-rata
Nilai di bawah 62
Nilai di atas atau sama dengan 62
Ketuntasan Klasikal
Keterangan :
Aspek yang dinilai:
I. Lafal
II. Intonasi
III. Kelancaran
IV. Ekspresi berbicara
V. Pemahaman Isi
Petunjuk penilaian :
1) Nilai setiap aspek yang dinilai dalam berbicara berskala 1 sampai 5.
2) Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap aspek
penilaian yang diperoleh siswa.
3) Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:
Jumlah Skor

x 100 = Nilai Akhir

25

commit to user
21

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4) Nilai rata-rata kelas dihitung dengan rumus:


Jumlah nilai
Jumlah siswa

= Nilai Rata-Rata

5) Persentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan


menggunakan rumus:
-XPODKVLVZD\DQJPHQGDSDWQLODL
Jumlah Siswa

Persentase
Ketuntasan
Klasikal

X 100% =

Skala penilaian aspek keterampilan berbicara dari tiap-tiap deskriptor dapat


diperinci pada tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3. Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara
No.
1.

2.

3.

4.

5.

Aspek yang
Deskriptor
Dinilai
Lafal
a. Pelafalan sangat jelas
b. Pelafalan jelas
c. Pelafalan cukup jelas
d. Pelafalan kurang jelas
e. Pelafalan tidak jelas
Intonasi
a. Intonasi kata/suku kata sangat tepat
b. Intonasi kata/suku kata tepat
c. Intonasi kata/suku kata cukup tepat
d. Intonasi kata/suku kata kurang tepat
e. Intonasi kata/suku kata tidak tepat
Kelancaran a. Berbicara sangat lancar
b. Berbicara dengan lancar
c. Berbicara cukup lancar
d. Berbicara kurang lancar
e. Berbicara tidak lancar
Ekspresi
a. Ekspresi berbicara sangat tepat
berbicara
b. Ekspresi berbicara tepat
c. Ekspresi berbicara cukup tepat
d. Ekspresi berbicara kurang tepat
e. Ekspresi berbicara tidak tepat
Pemahaman a. Sangat memahami isi pembicaraan
Isi
b. Memahami isi pembicaraan
c. Cukup memahami isi pembicaraan
d. Kurang memahami isi pembicaraan
e. Tidak memahami isi pembicaraan

commit to user
22

Skor
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1

Keterangan

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Penjelasan dari tiap-tiap deskriptor sebagai berikut :


I.

Lafal
Kemampuan melafalkan bunyi kata dijelaskan sebagai berikut:
a. Lafal sangat jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan sangat jelas
yaitu benar-benar dapat dibedakan bunyi konsonan dan vokal (hampir tidak
ada kesalahan).
b. Lafal jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan jelas yaitu dapat
dibedakan bunyi konsonan dan vokal (artikulasi jelas tetapi sesekali
melakukan kesalahan).
c. Lafal cukup jelas: cukup kesulitan mengucapkan bunyi konsonan dan vokal
dengan jelas tetapi masih dapat dipahami pendengar.
d. Lafal kurang jelas: melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena
masalah pengucapan yaitu bunyi konsonan dan vokal kurang jelas untuk
dibedakan sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti
ucapannya.
e. Lafal tidak jelas: kesulitan (tidak jelas) melafalkan bunyi konsonan dan vokal
sehingga kesalahan dalam pelafalan terlalu banyak menyebabkan bicaranya
tidak dapat dipahami dan salah pengertian.

II. Intonasi
Kemampuan memberikan intonasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Intonasi sangat tepat: penempatan tekanan kata/suku kata sangat tepat
sehingga berbicaranya tidak terkesan datar dan membosankan.
b. Intonasi tepat: sedikit sekali kesalahan penempatan tekanan kata/suku kata,
pembicaraan juga tidak terkesan datar.
c. Intonasi cukup tepat: terkadang membuat kesalahan dalam penempatan
tekanan kata/suku kata sehingga cukup terkesan datar.
d. Intonasi kurang tepat: sering tidak memberikan tekanan kata/suku kata yang
seharusnya mendapatkan intonasi dan cukup membosankan lawan bicara.
e. Intonasi tidak tepat: sama sekali tidak ada tekanan kata/suku kata dalam
pembicaraannya dari awal sampai akhir sehingga membosankan lawan bicara
dan keseluruhan bicaranya terkesan datar.

commit to user
23

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

III. Kelancaran
Kemampuan kelancaran berbicara dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Berbicara sangat lancar: berbicara dengan sangat lancar, tidak terputus-putus,
GDQWLGDNWHUGDSDWVLVLSDQEXQ\LHH dan sejenisnya.
b. Berbicara lancar: sedikit sekali berbicara dengan terputus tetapi tidak terdapat
VLVLSDQEXQ\LHHGDQsejenisnya.
c. Berbicara cukup lancar: terkadang berbicara dengan terputus-putus dan
WHUGDSDWVLVLSDQEXQ\LHHGDQVHMHQLVQ\D
d. Berbicara kurang lancar: berbicara sering terputus-putus dan menyisipkan
EXQ\LHHGDQVHMHQLVQ\D.
e. Berbicara tidak lancar: berbicara selalu terputus-putus, banyak pengucapan
VLVLSDQEXQ\LHHGDQVHMHQLVQ\DGDQVDQJDWPHPERVDQNDQODZDQELFDUD
IV. Ekspresi Berbicara
Kemampuan ekspresi berbicara dijelaskan sebagai berikut:
a. Ekspresi

berbicara

sangat

tepat:

hampir

keseluruhan

terdapat

mimik/pantomimik berbicara yang meyakinkan dan komunikatif.


b. Ekspresi berbicara tepat: terkadang menggunakan mimik/pantomimik
berbicara yang dapat membangkitkan perhatian lawan bicara.
c. Ekspresi berbicara cukup tepat: terdapat mimik/pantomimik berbicara tetapi
tidak proporsional (terlalu berlebihan/tidak tepat pada keadaan).
d. Ekspresi berbicara kurang tepat: ragu-ragu dalam memberikan gerak-gerik
(mimik/pantomimik) yang dapat meyakinkan lawan bicara.
e. Ekspresi berbicara tidak tepat: berbicara tanpa ada gerakan, statis, dan
terkesan kaku.
V. Pemahaman Isi
Kemampuan pemahaman isi pembicaraan dijelaskan sebagai berikut:
a. Sangat paham isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan
tokoh yang diperankan tanpa kesulitan.
b. Memahami isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan tokoh
yang diperankan tetapi sedikit mengalami kesulitan (kekeliruan).

commit to user
24

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c. Cukup memahami isi pembicaraan: terkadang berbicara tidak sesuai topik


dan tokoh yang diperankan.
d. Kurang memahami isi pembicaraan: sering berbicara tidak sesuai topik/isi
pembicaraan dan tokoh yang diperankan.
e. Tidak memahami isi pembicaraan: selalu berbicara di luar dari topik dan
tokoh yang diperankan, membingungkan lawan bicara.
2. Hakikat Metode Role Playing
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode di dalam

pembelajaran

memegang peranan

yang sangat

penting karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah


pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan. Melalui penggunakan metode secara
tepat dan akurat, guru akan mampu mencapai tujuan dalam pembelajaran.
Jadi,

guru

sebaiknya menggunakan metode pembelajaran

yang dapat

menunjang kegiatan belajar-mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat


yang paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Sulistyo dan Basuki (2006:92), metode berasal dari kata Yunani
meta EHUDUWL GDUL DWDX VHVXGDK GDQ bodos \DQJ EHUDUWL SHUMDODQDQ .HGXD
LVWLODKWHUVHEXWGDSDWGLSDKDPLVHEDJDLSHUMDODQDQDWDXPHQJHMDUDWDXGDULVDWX
tujuan. Oleh karena itu, metode dapat didefinisikan sebagai setiap prosedur yang
digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Pada penelitian, tujuan adalah data yang
terkumpul dan metode adalah alatnya. Dengan kata lain, metode adalah cara yang
teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud, cara kerja sistematis untuk
memudahkan pelaksanaan sebuah kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:114) mengemukakan bahwa
metode adalah cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi
pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran
proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sementara
itu, Puji Santosa, dkk (2008:2.26) menyatakan bahwa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia, metode diartikan sebagai suatu sistem perencanaan pembelajaran

commit to user
25

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bahasa Indonesia secara menyeluruh untuk memilih, mengorganisasikan, dan


menyajikan materi pelajaran bahasa Indonesia secara teratur.
Metode dan pembelajaran dapat dikatakan sebagai kesatuan kata yang
terdapat dalam ilmu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, untuk
mendefinisikan pengertian metode pembelajaran haruslah mendefinisikan apa arti
pembelajaran. Pembelajaran \DQJ GLLGHQWLNNDQ GHQJDQ NDWD PHQJDMDU EHUDVDO
GDULNDWDGDVDUDMDU\DQJEHUDUWLSHWXQMXN\DQJGLEHULNDQNHSDGDRUDQJVupaya
diketahui (diturut) GLWDPEDK GHQJDQ DZDODQ SH- GDQ DNKLUDQ -an menjadi
SHPEHODMDUDQ\DQJEHUDUWLSURVHVSHUEXDWDQFDUDPHQJDMDUDWDXPHQJDMDUNDQ
sehingga anak didik mau belajar. (KBBI, 2002:5)
Gagne dan Briggs (dalam

http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/

pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/) mengungkapkan bahwa instruction atau


pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian
rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang
bersifat internal.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk

membantu

peserta

didik

agar

dapat

belajar

dengan

baik.

(http://krisna1.blog.uns.ac.id/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/).
Bertolak dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa metode pembelajaran

merupakan cara kerja/prosedural pembelajaran

yang dibuat oleh guru secara sadar dan bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu proses pembelajaran yang membuat siswa agar belajar. Hal
ini, diharapkan terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa dan perubahan itu
didapatkan dengan kemampuan baru dalam waktu yang relatif lama dan adanya
usaha.

commit to user
26

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b. Macam-macam Metode Pembelajaran


Menurut Martinis Yamin (2005:71-82), macam metode pembelajaran
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Metode diskusi, merupakan proses
interaksi

dua

atau lebih

individu

saling

tukar

pengalaman, informasi,

memecahkan masalah semua aktif; (b) Metode kerja kelompok, yaitu cara
mengajar guru dengan membagi siswa menjadi
menyelesaikan tugas;

(c)

Metode

penemuan,

beberapa

kelompok untuk

merupakan proses mental

sehingga siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep; (d) Metode simulasi,


adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksud;
(e) Metode brain storming (sumbang saran), adalah suatu teknik atau cara
mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas dengan cara melontarkan suatu
masalah kemudian siswa menjawab; (f) Metode eksperimen, yaitu cara guru
mengajar dengan siswa melakukan percobaan suatu hal, mengamati prosesnya
serta menuliskan hasil percobaannya kemudian disampaikan ke kelas dan
dievaluasi oleh guru; (g) Metode demonstrasi, yaitu cara mengajar guru dengan
menunjukkan suatu proses siswa melihat, mengarnati, mendengar mungkin
meraba dan merasakan proses yang dipertunjukkan oleh guru tersebut; (h)
Metode karya wisata, yaitu cara mengajar yang dilakukan dengan cara mengajak
siswa ke suatu tempat di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki
sesuatu;

(i) Metode

bermain

peran

dan

sosiodrama,

yaitu

siswa

mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang


dalam hubungan sosial antarmanusia; (j) Metode latihan dan driil, yaitu cara
mengajar guru dengan memberikn kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan
kegiatan latihan, sehingga memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih
tinggi dari pada yang telah dipelajari; (k) Metode tanya jawab, yaitu suatu
metode untuk memberi motivasi kepada siswa agar bangkit pemikirannya
untuk bertanya atau guna mengajukan pertanyaan, siswa menjawab; (l) Metode
ceramah, yaitu usaha menularkan pengetahuan kepada siswa secara lisan atau
ceramah di depan kelas.
Jenis-jenis metode pembelajaran

telah dijelaskan di

atas, memang

masing-masing metode memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri

commit to user
27

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sehingga pada hakikatnya metode yang paling tepat untuk setiap mata
pelajaran sukar ditentukan. Begitu juga guru sukar menggunakan metode yang
bervariasi, mengkombinasikan dengan metode lain yang sesuai dan saling
menunjang. Namun, dapat disimpulkan bahwa setiap metode pembelajaran
itu dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Sesuai dengan
tujuan; (2) Dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan guru; (3) Tergantung
dengan kemampuan siswa; (4) Sesuai dengan besarnya kelompok; (5)
Melihat waktu pengumuman; (6) Melihat fasilitas yang ada. Metode

yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode bermain peran (role playing)
yaitu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi, daya
ekspresi, dan penghayatan siswa dalam memainkan tokoh drama.
c. Pengertian Metode Role Playing
Role playing merupakan pementasan drama yang sangat sederhana. Peran
diambil dari kehidupan sehari-hari (bukan imajinatif). Role playing merupakan
langkah awal dalam pengajaran drama. Dari role playing dapat dicapai aspek
perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan
pemahaman terhadap pokok permasalahan.
Martinis Yamin (2005:76) menyatakan bahwa metode bermain peran
(role playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau
lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing
sesuai dengan tokoh yang dilakoninya. Mereka berinteraksi dan melakukan peran
terbuka. Siswa diberikan kesempatan seluas luasnya untuk memerankan
sehingga menemukan masalah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan
sesungguhnya.
Menurut Oemar Hamalik (2003:199) role playing adalah teknik teknik
simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan social dan hubungan
antarinsani. Para siswa berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau
sebagai pengamat bergantung dari tujuan-tujuan dari penerapan metode tersebut.
Treffinger (dalam Herman J. waluyo, 2002:189) mngungkapkan bahwa
role playing is the acting of roles decided upon in advanced, for such purpose as

commit to user
28

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

recreating historical scenes of the past, possible event of the future, significant
current events, or imaginary situations at any place or time. Dapat diartikan
bahwa bermain peran adalah memerankan dari suatu keputusan peraturan yang
teratur, untuk tujuan seperti menciptakan kembali adegan sejarah dari peristiwa
masa lalu, memungkinkan peristiwa yang akan datang, peristiwa nyata yang
signifikan, atau situasi imajiner di setiap tempat atau waktu.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2006:56) berpendapat bahwa
metode role playing termasuk dalam kelompok model interaksi sosial. Bermain
peran adalah siswa mengkaji masalah-masalah hubungan manusia dengan
memerankan situasi -situasi masalah kemudian mendiskusikannya. Siswa dapat
menjelajah dan mengkaji perasaan, sikap, nilai, dan strategi pemecahan masalah.
Bruce Joyce dan Marsha Weil (1996:91), mengemukakan bahwa In role
playing, students explore human relations problems by enacting problem
situations and then discussing the enactments. Diartikan bahwa dalam metode
role playing, siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang hubungan antar
manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian
mendiskusikan

peraturan-peraturan.

Role

playing

merupakan

metode

pembelajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial.


Metode ini membantu siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial
mereka dan membantu memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok
sosial. Dalam level yang sangat sederhana, role playing dimainkan dalam
beberapa rangkaian tindakan yaitu menguraikan masalah, memerankan, dan
mendiskusikan masalah tersebut.
Abdul Azis Wahab (2009: 109) berpendapat bahwa role playing yaitu
berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk
tujuan-tujuan tertentu. Metode bermain peran (role playing) adalah salah satu
bentuk permainan pendidikan (education games) yang dipakai untuk menjelaskan
perasaan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan tujuan untuk menghayati
perasaan, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain dengan memerankan peran
orang lain.

commit to user
29

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode


role playing merupakan salah satu metode pembelajaran dengan menempatkan
peserta didik untuk melakukan kegiatan bermain atau memainkan peran
tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu
kasus yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran bermain peran pada saat
itu.
d. Alasan Penggunaan Metode Role Playing
Penggunaan metode role playing yang akan diterapkan oleh seorang guru
dalam pembelajaran tentu didasarkan adanya alasan atau pertimbangan. Alasan
tersebut dimungkinkan bahwa metode role playing sangat tepat untuk mencapai
suatu tujuan pembelajaran tertentu. Role playing dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena dalam bermain peran, siswa
diharuskan untuk terampil berbicara kepada pemeran lainnya.
Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009:341), ada
dua alasan seorang guru memutuskan untuk menggunakan metode role playing
dengan sekelompok siswa. Salah satunya adalah untuk memulai program
pendidikan sosial yang sistematis, role playing banyak menyediakan materi
untuk didiskusikan dan dianalisis. Untuk itu, sebuah masalah dalam situasi
tertentu mungkin akan dipilih. Alasan yang kedua adalah untuk memberi saran
pada sekelompok siswa dalam menghadapi sebuah masalah keseharian. Role
playing bisa memunculkan permasalahan untuk diteliti siswa dan membantu
siswa memecahkan masalah.
Penanaman dan pengembangan aspek nilai, moral, dan sikap siswa akan
lebih mudah dicapai apabila siswa secara langsung mengalami (memerankan)
peran tertentu, dari pada hanya mendengarkan penjelasan ataupun melihat dan
mengamati saja. (http://www.scribd.com/doc/13065635/Metodemetode-pembelajaran). penjelasan tersebut memberikan alasan kuat bahwa penggunaan metode
role playing dapat mengembangkan aspek sikap atau kepribadian siswa menjadi
lebih baik. Pengalaman dengan melakukan langsung (bermain peran) akan lebih
membekas pada diri siswa dari pada hanya melihat atau mendengarkan saja.

commit to user
30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Marika Soebrata (1997:49) menyatakan bahwa role playing dapat


memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati pikiran dan perasaan
orang lain yang mungkin berbeda dengan pikiran dan perasaannya sehingga sikap
toleran dapat berkembang. Kondisi tersebut dapat dijadikan alasan bahwa role
playing digunakan karena dapat menanamkan sikap toleran siswa kepada yang
lainnya atau termasuk dampak pengiring dalam kehidupan sehari-hari.
Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
alasan penggunaan metode role playing yaitu metode ini dapat memupuk jiwa
sosial anak dan membantu siswa dalam memecahkan masalah kehidupannya
serta mengembangkan aspek nilai, moral, dan sikap siswa.
e. Tujuan Role Playing
Tujuan merupakan sesuatu yang harus ditentukan di dalam membuat
suatu perencanaan sehingga memiliki arah yang jelas. Metode role playing ini
digunakan untuk mencapai beberapa bentuk tujuan pembelajaran baik secara
instruksional maupun pengiring. Metode role playing dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa, misalnya dalam bermain drama
pendek.
Menurut Oemar Hamalik (2003:199) tujuan role playing sesuai dengan
jenis belajar adalah sebagai berikut: (1) Belajar dengan berbuat yaitu siswa
melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.
Tujuannya untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau
reaktif. (2) Belajar melalui peniruan yaitu pengamat (siswa) menyamakan diri
dengan pelaku dan tingkah laku pemeran. (3) Belajar melalui balikan, pengamat
menanggapi perilaku para pemain peran yang telah ditampilkan. (4) Belajar
melalui pengkajian, penilaian, dan

pengulangan

yaitu pemeran

dapat

memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam


penampilan berikutnya.
Mulyani Sumantri, dkk (2006:60) mengemukakan bahwa tujuan bermain
peran (role playing) didesain terutama untuk memupuk :
1) Analisis nilai dan perilaku sosial.

commit to user
31

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2) Pengembangan strategi untuk memecahkan masalah antarpribadi.


3) Perkembangan empati atau penghargaan terhadap orang lain.
Esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam
situasi masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan
resolusi damai serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut.
Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009:329), role playing
berperan/bertujuan untuk, (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer
dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3)
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan tingkah laku, (4)
mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda.
Metode bermain peran (http://www.scribd.com/doc/13065635/metode
metode-pembelajaran), digunakan dengan tujuan:
1) agar menghayati suatu kejadian atau hal yang sebenarnya terdapat dalam
realita kehidupan,
2) agar memahami sebab akibat suatu kejadian,
3) sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan tertentu,
4) sebagai alat mendiagnosa keadaan, kemampuan dan kebutuhan siswa,
5) pembentukan konsep diri (self concept),
6) menggali peran-peran seseorang dalam suatu kehidupan kejadian dan
keadaan,
7) menggali dan meneliti nilai-nilai atau norma-norma dan peran budaya dalam
kehidupan,
8) membantu siswa dalam mengklasifikasikan atau memperinci, memperjelas
pola berpikir, berbuat dan memiliki keterampilan dalam membuat atau
mengambil keputusan menurut caranya sendiri,
9) alat hubung untuk membina struktur sosial dan system nilai lingkunganya,
10) membina kemampan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir kritis
analitis berkominkasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain,
11) melatih siswa dalam mengemdalikan dan memperbaharui perasaan, cara
berpikirnya dan perbuatannya.

commit to user
32

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan


bahwa tujuan role

playing

adalah

suatu aktivitas pembelajaran terencana

dengan bermain peran untuk mencapai keterampilan-keterampilan interaktif dan


memupuk perilaku sosial siswa dalam kehidupannya. Perilaku sosial tersebut
diantaranya sikap empatik dan senang bekerjasama. Bermain peran dapat
meningkatkan dan menumbuhkan kerja sama siswa dalam proses belajar. Kerja
sama merupakan fnomena kehidupan masyarakat. Melalui kerja sama manusia
dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga atau energi secara bersama-sama
yang kemudian disebut sinergi. Metode Role Playing diterapakan dengan cara
bekerjasama antarsiswa.
Secara khusus dampak instruksional dan pengiring penggunaan metode
role playing dapat divisualisasikan pada gambar 1 berikut ini:
INSTRUKSIONAL
Empati,
hormat

Analisis tentang
nilai dan perlaku
personal

Strategi dalam
memecahkan
masalah
interpesonal

Metode
role
playing

keterpaduan

Kenyamanan
berpendapat

Keterampilan
bernegosiasi

PENGIRING
Gambar 1. Dampak-dampak Instruksional dan Pengiring dalam Metode Role
Playing
(Sumber: Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, 2009:345)

commit to user
33

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

f. Manfaat Role Playing


Fannie R. Shaftel dan George Shaftel (dalam Abdul Azis Wahab,
2009:109) mengemukakan bahwa role playing memiliki dua manfaat utama yaitu
education for citizen GDQ group counseling 6HODLQ GXD PDQIDDW WHUVHEXW
masih terdapat beberapa manfaat lainnya. Penggunaan metode ini akan
memberikan manfaat apabila dilakukan dengan langkah-langkah yang benar.
Manfaat role playing menurut Bruce Joyce, et al (2009:341), adalah
sebagai berikut :
1) Siswa

dapat

meningkatkan

kemampuannya

dalam

mengenali

dan

memperhitungkan perasaannya sendiri serta perasaan orang lain.


Siswa bisa memiliki perilaku baru dalam menghadapi situasi sulit yang
tengah dihadapi, dan siswa meningkatkan skill memecahkan masalah.
2) Role playing bisa merangsang timbulnya beberapa aktivitas
Siswa menikmati tindakan atau pemeranan. Role playing adalah salah satu
sarana untuk mengembangkan materi instruksional. Tingkatan dalam metode
ini tidakakan pernah berakhir dengan sendirinya, tetapi hanya membantu
siswa untuk mengekspos nilai-nilai, perasan, solusi masalah, dan tingkah laku
yang ada dan terpendam dalam diri siswa.
Manfaat penggunaan metode bermain peran (http://www.scribd. com/
doc/ 13065635/metodemetode-pembelajaran) adalah sebagai berikut :
1) Membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok.
2) Membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok.
3) Memberi pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah.
4) Memberi siswa pengalaman mengembangkan sikap dan keterampilan
memecahkan masalah.
Berpijak dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat
role playing adalah untuk membantu siswa memahami perasaan dirinya sendiri
maupun orang lain dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalahmasalah sosial.

commit to user
34

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

g. Langkah-langkah Penggunaan Role Playing


Shaftel (dalam Mulyani Sumantri, dkk, 2006:56), menyarankan sembilan
langkah role playing yaitu :
1) Fase pertama: membangkitkan semangat kelompok, memperkenalkan siswa
dengan masalah sehingga mereka mengenalnya sebagai suatu bidang yang
harus dipelajari.
2) Fase kedua: pemilihan peserta, guru dan siswa menggambarkan berbagai
karakter/bagaimana rupanya, bagaimana rasanya, dan apa yang mungkin
mereka kemukakan. Guru dapat menentukan berbagai kriteria dalam memilih
siswa untuk peran tertentu.
3) Fase ketiga: menentukan arena panggung, para pemain peran membuat garis
besar skenario, tetapi tidak mempersiapkan dialog khusus.
4) Fase keempat: mempersiapkan pengamat. Melibatkan pengamat secara aktif
sehingga seluruh anggota kelompok mengalami kegiatan itu dan kemudian
dapat menganalisanya. Siswa yang tidak maju untuk bermain peran diberikan
tugas mengamati atau menanggapi hasil unjuk kerja bermain peran kelompok
yang maju terutama dari segi keterampilan berbicara.
5) Fase kelima: pelaksanaan kegiatan pemeranan, para pemeran mengan
sumsikan perannya dan menghayati situasi secara spontan dan saling
merespon secara realistik.
6) Fase keenam: berdiskusi dan mengevaluasi, apakah masalahnya penting, dan
apakah peserta dari pengamat terlibat secara intelektual dan emosional.
7) Fase ketujuh: memerankan kembali, siswa dan guru dapat berbagi interpretasi
baru tentang peran dan menentukan apakah harus dilakukan oleh individuindividu baru atau tetap oleh orang semula. Dengan demikian, permainan
peran ini menjadi kegiatan konseptual yang dramatis.
8) Fase kedelapan: berdiskusi dan mengevaluasi. Siswa mungkin mau menerima
solusi, tetapi guru mendorong solusi yang realistik. Selama mendiskusikan
pemeranan ini guru menampakkan tentang apa yang akan terjadi kemudian
dalam pemecahan masalah itu.

commit to user
35

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

9) Fase kesembilan: saling berbagi dan mengembangkan pengalaman, guru


harus mencoba untuk membentuk diskusi, setelah mengalami strategi
bermain peran yang cukup lama, untuk dapat menggeneralisasi mengenai
pendekatan terhadap masalah serta akibat dari pendekatan itu.
Menurut Marika Soebrata (1997:49) langkah-langkah penyajian metode
role playing adalah (1) dideskripsikan skenario kejadian atau situasi yang
dipentaskan, (2) mempelajari karakteristik peranan yang akan dipentaskan, (3)
memilih pemeran dan menugaskan untuk menghayati peran yang harus
dibawakan, (4) melaksanakan role playing, (5) debriefing atau kegiatan
mendiskusikan hasil role playing.
Shaftel (dalam Bruce Joyce, et al, 2009:333) berpendapat bahwa role
playing terdiri dari sembilan langkah seperti yang tertera pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Struktur Pembelajaran dalam Role Playing
Tahap Pertama
Memanaskan Suasana Kelompok
- Mengidentifikasi dan memaparkan masalah
- Menjelaskan masalah
- Menafsirkan masalah
- Menjelaskan role playing
Tahap Ketiga
Mengatur Setting
- Mengatur sesi-sesi tindakan
- Kembali menegaskan peran
- Lebih mendekat pada situasi yang bermasalah
Tahap Kelima
Pemeranan
- Memulai role play
- Mengukuhkan role play
- Menyudahi role play

Tahap Kedua
Memilih Partisipan
- Menganalisis peran
- Memilih pemain yang akan melakukan
peran
Tahap Keempat
Mempersiapkan Peneliti
- Memutuskan apa yang akan dicari
- Memberikan tugas penagamatan
Tahap Keenam
Berdiskusi dan Mengevaluasi
- Mereview pemeranan (kejadian, posisi,
kenyataan)
- Mendiskusikan fokus-fokus utama
- Mengembangkan pemeranan selanjutnya
Tahap Kedelapan
Diskusi Dan Evaluasi
- Sebagaimana dalam tahap enam

Tahap Ketujuh
Memerankan Kembali
- Memainkan peran yang diubah, memberi
masukan atau alternatif perilaku dalam langkah
selanjutnya.
Tahap Kesembilan
Berbagi dan Menggeneralisasi Pengalaman
Menghubungkan situasi yang bermasalah dengan kehidupan di dunia nyata serta masalahmasalah yang baru muncul. Menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku.
Sumber : berdasar buku Fannie Shafthel dan George Shaftel, Role Playing of Social Value
(Englewood Cliffs, N. J. ; Prentice-Hall,Inc.1967)

commit to user
36

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

h. Organisasi Penerapan Pembelajaran Metode Role Playing


Menurut Oemar Hamalik (2003:199-200) pola organisasi disesuaikan
dengan tujuan-tujuan yang menuntut bentuk partisipasi tertentu yaitu pemain,
pengamat, dan pengkaji. Ada tiga pola organisasi, yakni sebagai berikut:
1) Bermain peranan tunggal (single role playing). Mayoritas siswa bertindak
sebagai pengamat terhadap permainan

yang sedang dipertunjukkan

(sosiodrama). Tujuannya adalah untuk membentuk sikap dan nilai.


2) Bermain peranan jamak (multi role playing). Para siswa dibagi-bagi menjadi
beberapa kelompok dengan banyak anggota yang sama dan penentuannya
disesuaikan dengan banyaknya peran yang dibutuhkan. Tiap peserta
memegang dan memainkan peran tertentu dalam kelompoknya masingmasing. Tujuannya juga untuk mengembangkan sikap.
3) Peranan ulangan (role repetition). Peranan utama dalam suatu drama atau
simulasi dapat dilakukan oleh setiap siswa secara bergiliran. Dalam situasi
seperti itu siswa belajar melakukan, mengamati, dan membandingkan
perilaku yang ditampilkan oleh pemeran sebelumnya. Pendekatan itu banyak
dilaksanakan dalam rangka mengembangkan keterampilan-keterampilan
interaktif.
Guru mempunyai peranan yang penting. Pada awal latihan guru
memberikan penjelasan tentang peran-peran yang akan ditampilkan dan tujuantujuan yang hendak dicapai oleh latihan itu. Guru menciptakan suasana bermain
yang menyenangkan dan mencegah timbulnya kecemasan siswa. Pada akhir
latihan, guru melakukan umpan balik dan menarik kesimpulan-kesimpulan
umum. Kritik-kritik yang bersifat merusak (destruktif) hendaknya dicegah, dalam
hal ini guru bertindak sebagai wasit.
Menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani (2007:
107-119), organisasi pembelajaran role playing cenderung dibagi pada tiga fase
yang berbeda, yaitu: (1) perencanaan dan persiapan, (2) interaksi, (3)
refleksi dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Perencanaan dan Persiapan

commit to user
37

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Perencanaan yang matang adalah kunci kesuksesan dalam role


playing. Hal-hal

yang

harus

dipertimbangkan

oleh

guru

sebelum

memulai permainan, antara lain:


a) Mengenal siswa
Semakin

guru

mengenal

siswa,

maka

akan

semakin

besar

kemungkinan untuk memperkenalkan role playing dengan relevan dan


berhasil. Guru pun harus mempertimbangkan beberapa hal berikut:
(1)

Jumlah siswa

(2) Apa yang diketahui siswa tentang materi pada saat itu
(3) Pengalaman terdahulu tentang role playing
(4) Kelompok umur
(5) Latar belakang peserta
(6) Minat dan kemampuan siswa
(7) Kemampuan peserta untuk berkolaborasi
(8) Menentukan tujuan pembelajaran
b) Mengetahui kapan role playing digunakan
c) Memahami pendekatan role playing
Sebagai

suatu metode

role

pembelajaran,

playing mempunyai

beberapa pendekatan. Guru dapat memilih salah satunya dengan


mempertimbangkan pada persepsi

siwa,

tujuan pembelajaran, dan

jumlah waktu yang tersedia.


Berikut ini adalah tiga pendekatan dalam role playing:
(1) Role playing sederhana (simple role playing)
Role playing tipe ini membutuhkan sedikit persiapan. Guru dapat
melakukannya

dengan

membagi

siswa

secara

berpasangan,

kemudian siswa diberi peran-peran yang khusus dan seperangkat


skenario. Kemudian mereka diminta untuk memerankan secara
spontan tentang permasalahan yang telah ditentukan.
(2) Role playing sebagai latihan (role play exercises)
Role

playing

tipe

ini

merupakan

role

playing

berbasis

keterampilan dan menuntut persiapan. Peserta akan membutuhkan

commit to user
38

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sejumlah informasi atau latar belakang faktual sebelum memasuki


tipe ini. Misalnya, siswa diminta untuk memerankan role playing
GHQJDQVNHQDULREDJDLPDQDFDUDQ\DPHPSHUODNXNDQGLUL GDODP
sebuah

interview  EDJDLPDQD FDUDQ\D PHQJJXQDNDQ Dlat-alat

PHGLV GDQ ODLQ-lain. Peserta membutuhkan sejumlah waktu untuk


membayangkan dirinya ke dalam situasi tersebut.
(3) Role playing yang diperpanjang (extended role play)
Role playing tipe ini merupakan sebuah permainan dengan
penggunaan waktu pelaksanaan yang diperpanjang, dapat berkisar
satu jam atau bahkan sehari penuh.
d) Mengidentifikasi skenario
Skenario memberi informasi tentang apa yang harus diketahui siswa
sebagai pemegang peran. Pilihan skenario akan bergantung pada
minat, fokus materi serta pengalaman guru dan siswa.
e) Menempatkan peran
Pilihan peran akan bergantung pada problem atau materi yang akan
disoroti.

Jadi,

kita

dapat

bertanya

peran mana

yang

paling

memungkinkan untuk dapat mengungkapkan keterampilan atau sikap


yang dieksplorasi.
f) Menentukan peran/kedudukan guru
Sebelum role playing dimulai, guru harus membuat keputusan apakah ia
akan berperan sebagai partisipan, pengamat atau kombinasi dari
keduanya.
g) Mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik
Sebelum

role

playing

dimulai,

guru

harus mempertimbangkan

berbagai keadaan yang bisa menghambat

jalannya kegiatan, seperti:

apakah ruangan cukup luas, apakah kursi dan mejanya bisa dipindah,
dan apakah tidak akan membuat bising tetangga kelas. Semua itu harus
dipertimbangkan dan dicari jalan untuk mengatasinya.
h) Merencanakan waktu yang baik

commit to user
39

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Role playing berlangsung antara 5-10 menit untuk yang sederhana.


Seharusnya dipertimbangkan juga pengalokasian waktu bagi kegiatankegiatan pendukung, seperti diskusi pendahuluan, pemeranan, dan
refleksi yaitu dengan perbandingan 1:2:3.
i) Mengumpulkan sumber informasi yang relevan
Setelah memutuskan tujuan, guru dan siswa perlu meneliti informasiinformasi yang dapat membantu mereka dalam memerankan peran.
Sumber informasi tersebut dapat diperoleh dengan beberapa cara,
misalnya: di awal, guru dapat dengan singkat menggambarkan suatu
situasi, atau meminta siswa untuk mengingat suatu program televisi.
2) Interaksi
Dalam mengimplementasikan

rencana

ke

dalam

aksi,

dapat

ditempuh melalui langkah-langkah berikut ini:


a) Membangun aturan dasar
Aturan dasar untuk pelaksanaan role playing harus dibuat sejak
awal, sebelum permainan dimulai agar setiap pihak yang terkait di
dalamnya dapat mengetahui dengan jelas aturan yang berlaku.
b) Mengeksplisitkan tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran perlu ditentukan sebelum role playing dimulai agar
kegiatan siswa lebih terfokus/terarah dan memudahkan mereka untuk
mengevaluasi tingkat keberhasilan peran yang mereka capai.
c) Membuat langkah-langkah yang jelas
Langkah-langkah permainan perlu dibuat untuk memperjelas tujuan
yang ingin dicapai.
d) Mengurangi ketakutan tampil di depan publik
Dengan

mengikutsertakan

siswa

dalam

permainan

peran

ini,

diharapkan mereka akan berlatih untuk terbiasa berbicara di depan


orang lain.
e) Menggambarkan skenario atau situasi
Skenario yang diciptakan oleh guru dibuat untuk memungkinkan
siswa mencari pengetahuan untuk dirinya sendiri, yaitu sesuatu yang

commit to user
40

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

hanya dapat

diperoleh

dengan

cara

berpartisipasi di dalamnya.

Skenario bisa berbentuk tertulis atau verbal/lisan.


f) Mengalokasikan peran
Peran dapat dialokasikan dalam berbagai cara, misalnya bagi guru
yang

sangat

pengalokasian

mengenal/mengetahui
peran

kunci

karakteristik

diberikan

pada

siswanya,

siswa

yang

maka
paling

berpengalaman/pintar. Sementara jika guru tidak mengenal siswa


dengan baik, maka biasanya peran dibagi secara acak.
g) Memberi informasi yang cukup
Pemberian informasi sangat dibutuhkan oleh peserta agar mereka
dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan sukses.
h) Menjelaskan peran guru dalam role playing
Dalam

role

playing,

guru

mempunyai

peranan

yang

penting.

Sebelum role playing dimulai, guru perlu menjelaskan kepada siswa


tentang keterlibatannya, memberikan penjelasan tentang peran-peran
yang akan ditampilkan dan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Selain itu
pada akhir role playing, guru perlu melakukan umpan balik dan
menarik kesimpulan-kesimpulan umum. (Oemar Hamalik, 2003: 200).
i) Memulai role playing secara bertahap
Role playing seharusnya dilakukan secara bertahap, dari tahap yang
paling mudah/sederhana (seperti diskusi sebelum memulai permainan)
hingga tahap pemeranan.
j) Menghentikan role playing dan memulai kembali jika perlu
Dalam menghentikan permainan, sebaiknya di awal permainan guru
bersama siswa membuat kesepakatan tentang sinyal apa yang akan
digunakan. Misalnya, guru mengangkat tangan atau bergerak ke
tempat tertentu.
k) Bertindak sebagai pengatur waktu
Sebelum role playing dimulai guru harus mengemukakan pada siswa
tentang lamanya waktu yang disediakan. Ketika permainan telah
berjalan, maka guru dapat bertindak sebagai pengatur waktu dan

commit to user
41

perpustakaan.uns.ac.id

memberi

digilib.uns.ac.id

kode tertentu

(sesuai

kesepakatan)

jika

waktu

sudah

berakhir.
3) Refleksi dan Evaluasi
Refleksi dan evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses role
playing. Guru biasanya melakukan refleksi di antara interaksi atau diakhir
interaksi. Di dalam

refleksi

biasanya

mengandung

beberapa

aspek

kegiatan, yaitu identifikasi, klarifikasi, dan analisis.


Refleksi atau evaluasi yang dilakukan di akhir interaksi/kegiatan
dapat dilihat dalam enam langkah berikut ini: 1) membawa siswa keluar
dari peran yang
pengalaman

dimainkannya,

belajar yang

telah

2) meminta

siswa mengekspresikan

diperolehnya

secara

individual,

3)

mengkonsolidasikan ide-ide, 4) memfasilitasi suatu analisis kelompok, 5)


memberikan kesempatan untuk melakukan evaluasi, dan 6) menyusun
agenda/rencana untuk masa depan.
Guru juga harus mampu memandu proses role playing agar berjalan
sesuai tujuan. Tugas guru di sini adalah mendorong peserta yang hanya
diam saja untuk ikut berpartisipasi. Guru harus bisa menciptakan
suasana agar siswa tidak perlu takut untuk membagikan ide-ide, percaya
bahwa tidak ada seorang pun yang akan menertawakan masukannya atau
mengkritik kesimpulannya.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan metode
role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I ini tidak terlepas atau mengacu
dari penelitian sebelumnya. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
SHQHOLWLDQ \DQJ GLODNXNDQ ROHK 7UL 3UL\DGL   EHUMXGXO 3HQLQJNDWDQ
Keterampilan Berbicara melalui Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa
.HODV9,,,*6031HJHUL.DUDQJPDODQJ6UDJHQ7DKXQ$MDUDQ+DVLO
penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan kualitas keterampilan
berbicara dengan menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah yang ditandai

commit to user
42

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan meningkatnya hasil keterampilan berbicara disetiap siklusnya yaitu siklus I


(44%), siklus II (66%), dan siklus III (78%).
Penelitian Tri Priyadi di atas, relevan dengan penelitian ini. Persamaannya
yaitu terdapat pada objek kajiannya dalam meningkatkan keterampilan berbicara.
Selain memiliki persamaan, penelitian tersebut juga memiliki perbedaan dengan
penelitian ini yaitu penelitian Tri Priyadi menggunakan strategi pembelajaran
berbasis masalah dengan subjek penelitian tingkat SMP, sedangkan penelitian ini
menggunakan metode role playing (bermain peran) dengan subjek penelitian tingkat
Sekolah Dasar.
Penelitian Asri Pratiwi (2009) dengan judul, Peningkatan Pemahaman
.RQVHS 3HUVLDSDQ .HPHUGHNDDQ ,QGRQHVLD GDODP 3HPEHODMDran IPS melalui
Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Blorong Tahun Ajaran
2009/2010. Penelitian Asri Pratiwi tersebut berbentuk penelitian tindakan kelas
(PTK) dengan menggunakan model siklus dan menyimpulkan bahwa melalui metode
role playing dapat meningkatkan pemahaman kRQVHS 3HUVLDSDQ .HPHUGHNDDQ
,QGRQHVLDGDODP3HPEHODMDUDQ,36PHODOXL0HWRGH role playing pada Siswa Kelas
V SD Negeri 01 Blorong.
Penelitian Asri Pratiwi di atas, relevan dengan penelitian ini. Persamaannya
adalah jenis penelitian yakni penelitian tindakan kelas dan pada metodenya yaitu
sama-sama menerapkan metode role playing. Namun, terdapat perbedaan antara
penelitian Asri Pratiwi dengan penelitian ini yaitu objek kajian Asri pemahaman
NRQVHS 3HUVLDSDQ .HPHUGHNDDQ ,QGRQHVLD GDODP SHPEHODMDUDQ ,36 VHGDQJNDQ
penelitian ini memiliki objek kajian keterampilan berbicara.
Selain kedua penelitian di atas, ada lagi sebuah penelitian yang relevan
dengan

penelitian

ini,

yaitu

3HQJJXQDDQ 0HWRGH  Role

penelitian Nurhatim
Playing

untuk

(2009) yang

Meningkatkan

berjudul

Kemampuan

0HQFHULWDNDQ,VL&HUSHQ6LVZD.HODV;60$'DUXO4XUDQ6LQJRVDUL-HQLV
penelitian

ini adalah PTK,

dengan

tujuan

untuk

mengetahui

peningkatan

kemampuan berbicara siswa dalam hal menceritakan isi cerpen melalui penerapan
metode role

playing. Adapun

aspek-aspek

yang

ditingkatkan,

kemampuan menceritakan cerpen pada aspek kebahasaan yang

commit to user
43

yaitu:

(1)

mencakup

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

intonasi, jeda, pilihan kata/diksi, struktur kalimat; (2) aspek nonkebahasaan


yang meliputi keberanian, kelancaran, ekspresi/mimik; dan (3) aspek isi meliputi
kerincian, kesesuaian, kelengkapan, dan kejelasan.
Nurhatim melakukan penelitian ini dalam dua siklus dengan hasil yang
menunjukkan bahwa penerapan metode role playing atau bermain peran dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerpen yang meliputi
peningkatan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan pada setiap siklusnya secara
signifikan. Persamaan penelitian Nurhatim dengan penelitian ini yaitu pada
jenis penelitian yakni penelitian tindakan kelas dan pada metodenya, yaitu samasama menerapkan role playing atau bermain peran. Hanya saja ada sedikit
perbedaan pada objek kajian penelitiannya, penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa secara umum, sedangkan penelitian
Nurhatim untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerpen.

C. Kerangka Berpikir
Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang harus
diajarkan dan dikuasai oleh siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar di Sekolah
Dasar (SD), karena keterampilan berbicara bermanfaat bagi siswa (khususnya siswa
SD)

untuk

meningkatkan

kemampuan

berkomunikasi

dengan

baik

dan

mengembangkan kemampuan siswa dalam berbahasa.


Berdasarkan hasil observasi awal (kondisi awal) yang dilakukan oleh
peneliti menunjukkan bahwa keterampilan berbicara dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen
diidentifikasikan masih mengalami kesulitan dan tergolong rendah. Pembelajaran
berbicara yang selama ini dilakukan di dalam kelas masih mengalami beberapa
hambatan yang dapat menyebabkan rendahnya keterampilan tersebut. Penyebab
rendahnya keterampilan berbicara siswa antara lain sebagai berikut: (1) siswa
kurang berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. memperhatikan dengan
baik. (2) Sikap ketika berbicara dalam kegitan berbicara siswa terlihat tegang dan
kurang rileks. Sehingga siswa masih kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan
yang akan disampaikan. (3) Kurangnya latihan keterampilan berbicara yang

commit to user
44

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

diterapkan dalam pembelajaran. (4) Proses pembelajaran keterampilan berbicara


yang diterapkan guru masih menggunakan metode yang konvensional sehingga
mengurangi minat dan antusias bagi siswa.
Bertolak dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu tindakan dengan
menggunakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah
metode

bermain

peran (role playing). Dengan metode

pembelajaran

ini,

keterampilan berbicara siswa diharapkan dapat meningkat karena metode ini


menyajikan cara yang lebih efektif dan efisien untuk membantu siswa dalam
mengikuti pembelajaran berbicara. Dikatakan efektif karena penerapan metode
bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa
dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Dikatakan efisien, karena
dengan bermain peran siswa seolah-olah dihadapkan pada situasi belajar sambil
bermain, pada umumnya permainan merupakan hal paling menarik untuk anak-anak
usia sekolah dasar.
Pada kondisi akhir diharapkan terdapat peningkatan kualitas proses dan hasil
keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing. Peningkatan ini
akan ditandai dengan target akhir sebanyak 80% dari jumlah siswa kelas V yang ada
mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditetapkan atau batas ketuntasan dalam
pembelajaran keterampilan berbicara.

commit to user
45

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat divisualisasikan pada


gambar 2 sebagai berikut:

Kondisi
Awal

Guru belum menggunakan


metode role playing dalam
pembelajaran berbicara

Kualitas proses dan hasil keterampilan


berbicara siswa masih rendah

Siklus I Kualitas proses


dan hasil keterampilan
berbicara meningkat 70%
Tindakan

Guru menggunakan metode


role playing dalam
pembelajaran keterampilan
berbicara

Siklus II Kualitas proses


dan hasil keterampilan
berbicara meningkat 80%

Dengan menggunakan metode role playing dapat


Kondisi
Akhir

meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan


berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I
Sidoharjo Sragen

Gambar 2. Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
1. Penggunaan

metode

role

playing

dapat

meningkatkan

kualitas

proses

keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen


tahun ajaran 2010/2011.
2. Penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas hasil keterampilan
berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran
2010/2011.

commit to user
46

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Pandak I yang terletak di
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen dengan kepala sekolah yang dijabat oleh
ibu Any Handayani, S. Pd. Penelitian ini khususnya dilaksanakan di kelas V.
Pemilihan SD Negeri Pandak I sebagai lokasi penelitian adalah berdasarkan
beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1) Sekolah tersebut mengijinkan untuk dilaksanakan kegiatan penelitian dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah.
2) Sekolah bersedia memberikan data yang diperlukan peneliti.
3) Hasil pembelajaran keterampilan berbicara khususnya pada siswa kelas V masih
rendah.
4) Di sekolah tersebut belum pernah digunakan sebagai objek penelitian, sehingga
penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat besar bagi sekolah
tersebut.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, yang terdiri dari tahap persiapan
sampai dengan tahap pelaporan penelitian, yaitu mulai dari bulan Januari 2011
sampai dengan bulan April 2011. Adapun rincian jadwal pelaksanaan kegiatan dapat
dilihat pada lampiran 1.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo, Sragen
tahun ajaran 2010/2011, dengan jumlah siswa 21 siswa yang terdiri dari 7 siswa lakilaki dan 14 siswa perempuan dengan bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd bertindak sebagai
guru kelas V. Di kelas tersebut kondisi siswa heterogen (berbeda-beda
kemampuannya).

commit to user
47

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

C. Bentuk dan Strategi Penelitian


Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research). Dikategorikan sebagai bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karena
penelitian ini berupa suatu tindakan dengan menggunakan metode role playing untuk
mengatasi permasalahan rendahnya keterampilan berbicara siswa terkait kegiatan
proses belajar mengajar pada suatu kelas dengan pendekatan deskriptif kualitatif.
Iskandar (2009: 20) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bagian
dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas tempat ia mengajar yang
bertujuan

memperbaiki

dan

meningkatkan

kualitas

dan

kuantitas

proses

pembelajaran di kelas.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi tindakan model
siklus. Rancangan penelitiannya (Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto dkk, 2006:
74) adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan atau planning
2) Tindakan atau acting
3) Pengamatan atau observing
4) Refleksi atau reflecting

D. Sumber Data Penelitian


Data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini diperoleh dari data
kualitatif dan kuantitatif. Informasi data tersebut diperoleh dari berbagai sumber
data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Data nilai pelaksanaan pembelajaran, yaitu kegiatan berbicara yang berlangsung
di dalam kelas dengan menggunakan metode bermain peran (role playing).
2) Informan; informasi data yang diperoleh dari narasumber ketika wawancara.
Sebagai informan yaitu siswa dan guru kelas V SD Negeri Pandak I.
3) Hasil observasi; data yang diperoleh dari pengamatan peneliti dan guru kelas V
saat pembelajaran keterampilan berbicara.
4) Dokumen; data nilai ulangan harian keterampilan berbicara siswa tahun
2010/2011 semester I dan arsip pendukung penelitian seperti silabus dan daftar
kelas V tahun 2010/2011.

commit to user
48

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

E. Teknik Pengumpulan Data


Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat untuk
mengumpulkan data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang
diteliti, sebagai berikut:
1. Teknik in Dept Interview (Wawancara Mendalam)
Wawancara mendalam dilakukan untuk mengumpulkan data dari informan
terkait proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa sebelum, selama,
dan sesudah tindakan. Dalam wawancara ini, narasumber atau informannya adalah
bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd (guru kelas V) dan beberapa siswa kelas V SD Negeri
Pandak I. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menanyakan beberapa
pertanyaan tentang data yang berkenaan dengan aspek permasalahan pembelajaran
keterampilan berbicara siswa. Wawancara oleh peneliti terhadap guru dilakukan
secara testruktur artinya dengan berdasarkan pada pedoman wawancara yang sudah
dipersiapkan. Sedangkan, wawancara kepada siswa dilakukan secara tidak terstruktur
atau tanpa mempersiapkan sejumlah pertanyaan terlebih dahulu.
2. Teknik Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan di saat proses pembelajaran berbicara
untuk mengumpulkan data perkembangan pembelajaran berbicara yang dilakukan
oleh guru dan siswa kelas V SDN Pandak I. Pengamatan dilakukan selama
pelaksanaan tindakan berlangsung. Dari pengamatan tersebut diperoleh data
pengamatan sikap siswa dan kegiatan guru saat proses pembelajaran. Dalam hal ini,
peneliti bertindak sebagai partisipan aktif, yaitu peneliti yang melakukan tindakan
(sebagai guru pengajar) kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dengan
metode role playing. Sedangkan, guru kelas V sebagai pengamat pasif terhadap
proses pembelajaran sehingga lebih leluasa dalam mengamati jalannya pembelajaran.
Selanjutnya, hasil pengamatan yang telah dilakukan didiskusikan untuk dianalisis
bersama untuk menemukan berbagai kelemahan proses pembelajaran dan untuk
mencari solusi kelemahan tersebut. Hasil diskusi yang berupa solusi berbagai
kelemahan tersebut kemudian dijadikan acuan untuk pelaksanaan siklus berikutnya.
Pengamatan terhadap guru pengajar (peneliti) difokuskan pada RPP dan
kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran keterampilan berbicara

commit to user
49

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan menggunakan metode role playing. Pengamatan terhadap siswa difokuskan


pada sikap/perilaku siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Kegiatan observasi
ini dilakukan berdasarkan lembar observasi yang sudah dipersiapkan.
3. Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar keterampilan
berbicara siswa. Peneliti melakukan penilaian melalui tes unjuk kerja (praktik)
berbicara secara berkelompok dengan menggunakan metode role playing pada siswa
kelas V SDN Pandak I. Tes juga bertujuan untuk mengetahui perkembangan atau
keberhasilan pelaksanaan tindakan. Tes unjuk kerja berbicara dilakukan pada setiap
proses (kegiatan inti) pembelajaran. Penilaian keterampilan berbicara dilaksanakan
berdasarkan lembar penilaian kegiatan berbicara yang sudah dipersiapkan dengan
mengacu pada penilaian lima aspek berbicara yaitu: lafal, intonasi, kelancaran,
ekspresi berbicara, dan pemahaman isi.
4. Kajian Dokumen
Kajian dokumen dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yanga ada
seperti kurikulum, RPP guru, buku atau materi pelajaran, dan arsip nilai yang
diberikan oleh guru. (Sarwiji Suwandi, 2009:59). Studi atau kajian dokumen
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data-data yang sudah tersedia sebagai
pendukung penelitian ini. Oleh karena itu, kajian dokumen ini dilakukan terhadap
berbagai dokumen atau arsip berupa KTSP SDN Pandak I, RPP yang digunakan oleh
guru kelas dalam pembelajaran berbicara, dan nilai ulangan harian tes keterampilan
berbicara sebelumnya. Dalam penelitian ini, kajian dokumen juga digunakan untuk
memperoleh daftar nama siswa kelas V SD Negeri Pandak I tahun ajaran 2010/2011.

F. Validitas Data
Semua data yang dikumpulkan hendaknya mencerminkan apa yang
sebenarnya diukur atau diteliti. Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut Iskandar (2009:84) triangulasi
merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap suatu
data. Dapat diartikan bahwa untuk menarik simpulan yang mantap dan bisa diterima

commit to user
50

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kebenarannya, peneliti perlu mengkajinya dari berbagai sudut pandang. Teknikteknik uji validitas yang dilakukan peneliti adalah sebagi berikut:
1) Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji kebenaran data
yang diperoleh dari satu informan dengan informan yang lain. Data yang sama
atau sejenis, akan lebih valid kebenarannya bila digali dan dikomparasikan dari
beberapa sumber data yang berbeda. Dalam hal ini, kegiatan yang dilakukan
peneliti adalah membandingkan data/informasi terkait pembelajaran keterampilan
berbicara yaitu sumber data yang diperoleh dari: guru kelas dan beberapa siswa
kelas V, hasil observasi pembelajaran keterampilan berbicara dengan role
playing, data nilai keterampilan berbicara saat tindakan. Hasil perbandingan data
dari sumber data yang berbeda tersebut kemudian disimpulkan.
2) Triangulasi metode, peneliti mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan
metode/teknik pengumpulan data yang berbeda. Kegiatan yang dilakukan peneliti
yakni membandingkan data yang telah diperoleh dari beberapa teknik
pengumpulan data yang berbeda, kemudian dapat ditarik simpulan data yang
lebih kuat validitasnya. Peneliti membandingkan data yang terkumpul dari teknik
observasi, wawancara, dan tes unjuk kerja keterampilan berbicara, kemudian
ditarik simpulan sehingga data benar-benar mendekati kevalidan.

G. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
model interaktif yang merupakan interaksi dari tiga komponen utama, yaitu: (1)
reduksi data, (2) penyajian data (display data), dan (3) penarikan simpulan. Menurut
Miles dan Huberman (dalam Iskandar, 2009: 76) teknik analisis interaktif terdiri dari:
(1) Reduksi data, merupakan

proses pengumpulan data, seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Selama proses reduksi data
peneliti dapat melanjutkan meringkas, mengkode, menemukan tema, reduksi data
berlangsung selama penelitian di lapangan sampai pelaporan penelitian selesai. (2)
Display data atau penyajian data, merupakan penyajian data ke dalam sejumlah
matriks atau daftar kategori setiap data yang didapat, penyajian data biasanya
digunakan berbentuk teks neratif. Kemudian seluruh hasil analisis yang terdapat

commit to user
51

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dalam reduksi data maupun penyajian data diambil suatu simpulan. (3) Penarikan
simpulan tentang peningkatan yang terjadi dilaksanakan secara bertahap.
Interaksi ketiga komponen utama tersebut dapat divisualisasikan pada gambar
3 sebagai berikut:

Penyediaan
Data

Display Data

Reduksi Data
Data Collection

Gambar 3. Model Analisis Data Interaktif


(Analisis Model Interaktif Miles dan Huberman dalam Iskandar, 2009: 76)
Langkah-langkah analisis model interaktif yang dilakukan dalam penelitian
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Reduksi data
Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui
seleksi data mentah menjadi data yang bermakna Data yang diseleksi untuk
digunakan dan mendukung dalam penelitian ini adalah hasil observasi sikap
siswa dan hasil belajar sebelum tindakan, hasil wawancara dengan guru dan
siswa, dan hasil observasi terhadap kegiatan guru dan siswa serta hasil
keterampilan berbicara siswa setelah siklus I dan siklus II.
2) Sajian data
Data yang sudah terkumpul dan terseleksi kemudian dikelompokkan
dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis data supaya makna peristiwanya
menjadi lebih jelas dipahami. Sajian data dalam penelitian ini disajikan dalam
bentuk paparan naratif, tabel, dan grafik.

commit to user
52

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3) Penarikan simpulan/verifikasi
Simpulan dalam penelitian ini ditarik berdasarkan reduksi dan sajian data.
Penarikan simpulan dilakukan sebagai proses pengambilan intisari dan sajian
data yang telah terorganisasi tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat yang
singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.

H. Indikator Ketercapaian
Indikator ketercapaian merupakan rumusan indikator ketercapaian yang akan
dijadikan acuan atau tolok ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan
penelitian (Sarwiji Suwandi, 2009: 61). Hal yang dijadikan sebagai indikator
ketercapaian dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas proses dan hasil
keterampilan berbicara pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I melalui
metode bermain peran (role playing).
Untuk mengukur ketercapaian tujuan penelitian, dirumuskan indikatorindikator pada tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian
No.

Aspek yang Dinilai

1.

Kualitas proses pembelajaran


keterampilan berbicara:
a. Minat
b. Keaktifan
c. Kerja sama
d. Kesungguhan

2.

Kualitas hasil keterampilan


berbicara:
a. Lafal yang jelas saat
berbicara.
b. Penempatan intonasi yang
tepat.
c. Kelancaran saat berbicara.
d. Cara ekspresi berbicara yang

Persentase
Pencapaian
Tiap tiap
aspek sikap
siswa
tersebut
mencapai
ketuntasan
75% dari
jumlah siswa.

80% dari
jumlah siswa
mendapat
nilai lebih
dari atau
sama dengan
62

commit to user
53

Cara Mengukur
Diamati saat
pembelajaran dengan
menggunakan lembar
observasi penilaian
proses siswa kemudian
dihitung dari jumlah
siswa yang menunjukkan
sikap: minat, keaktifan,
kerja sama, dan
kesungguhan untuk
dibuat persentase dari
jumlah siswa yang ada.
Diamati saat
pembelajaran dengan
menggunakan lembar
penilaian tes unjuk kerja
kemudian dihitung dari
jumlah skor yang didapat
siswa dari aspek
berbicara: lafal, intonasi,

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kelancaran, ekspresi
berbicara dan
pemahaman isi drama
yang disajikan. Dihitung
juga dari jumlah siswa
yang mendapat nilai
lebih dari atau sama
dengan 62.

komunikatif mencakup
mimik/pantomimik.
e. Pemahaman terhadap isi
drama yang diperankan

I. Prosedur Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas, sehingga mekanisme
kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus (direncanakan 2 siklus), yang dalam setiap
siklusnya tercakup 4 kegiatan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan (tindakan), (3)
observasi, dan (4) refleksi. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Suhardjono
(dalam Suharsimi Arikunto dkk, 2006: 74) bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan proses pengkajian sistem berdaur dalam suatu siklus. Sistem prosedur
penelitian ini digambarkan pada gambar 4 sebagai berikut:
Permasalahan

Perencanaan
tindakan I

Siklus

Refleksi I

Permasalahan
baru hasil
refleksi

Perencanaan
tindakan II

Siklus II

Apabila
permasalahan
belum
terselesaikan

Refleksi II

Pelaksanaan
tindakan I

Pengamatan/
pengumpulan
data I

Pelaksanaan
tindakan II

Pengamatan/
pengumpulan
data II

Dilanjutkan ke siklus
berikutnya

commit to user
54

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas


(Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto dkk., 2006: 74)
Rancangan prosedur penelitian tindakan kelas ini diuraikan sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Peneliti merencanakan tindakan, meliputi: (1) penyusunan RPP sesuai
SK dan KD yang ditetapkan dengan menggunakan metode role playing, (2)
menyiapkan sarana pendukung seperti ruang kelas, materi, sumber, dan media
pembelajaran, (3) menyiapkan instrumen tes keterampilan berbicara, dan (4)
mempersiapkan lembar observasi siswa dan guru.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Guru (peneliti) melaksanakan tindakan yang telah direncanakan dalam
skenario pembelajaran pada siklus I.
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan 2 pertemuan. Langkah-langkah
yang dilaksanakan pada tindakan siklus I sebagai berikut :
Pertemuan I
Kegiatan awal :
Guru

mengucapkan

salam

dilanjutkan

mengkondisikan

kelas

(tindakan preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa.


Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Apersepsi dengan bernyanyi dan
tanya jawab materi drama.
Kegiatan Inti :
a) Eksplorasi
Tanya jawab lanjutan siswa dengan guru. guru bertanya tentang
pengertian drama. Siswa diminta mengidentifikasi pengertian drama dari
buku pegangan siswa. Siswa menggali informasi penjelasan guru tentang
urutan menyusun naskah drama pendek dengan media cerita bergambar.
b) Elaborasi
Siswa maju membacakan ringkasan media cerita bergambar di depan
kelas. Siswa diminta kembali menjelaskan urutan cara menyusun naskah
drama dengan benar. Siswa dibagi ke dalam 5 kelompok kemudian diberikan

commit to user
55

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

media cerita bergambar, tiap kelompok diminta merancang kerangka dan


menyusun naskah drama pendek. Melalui diskusi, siswa menyusun naskah
drama pendek sesuai ringkasan isi cerita bergambar yang sudah ditentukan
(Tahap

pemaparan

membimbing

diskusi

masalah).
kelompok

Guru
siswa,

melakukan

pendekatan

Masing-masing

dan

kelompok

membacakan naskah drama yang dibuat di depan kelas dan dibentuk


pembagian peran (Tahap pembagian peran). Siswa yang lain menanggapi
presentasi kelompok yang maju
c) Konfirmasi
Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok. Siswa
diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru
memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam menyusun naskah drama.
Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif.
Kegiatan Akhir:
Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran (refleksi). Siswa
diberikan tugas untuk mempelajari peran tokoh masing-masing dari drama
yang telah dibuat untuk bermain peran pada pertemuan selanjutnya (tindak
lanjut). Penyampaian pesan-pesan moral dari guru. Salam penutup.

Pertemuan II
Kegiatan awal :
Guru mengucapkan salam dilanjutkan mengkondisikan kelas (tindakan
preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran. Apersepsi dengan bernyanyi dan tanya
jawab materi drama.
Kegiatan Inti:
a) Eksplorasi
Tanya jawab siswa dengan guru: Apakah cara berbicara dalam
memerankan tokoh drama menentukan penilaian atau keberhasilan drama?
Siswa berpikir terkait hal-hal yang perlu diperhatikan saat bermain peran
dalam drama.

commit to user
56

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b) Elaborasi
Melalui demonstrasi, siswa dijelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan
saat bermain peran dalam drama, diantaranya faktor-faktor penunjang
keefektifan berbicara. Siswa dibentuk sesuai kelompok sebelumnya dan
diberikan waktu untuk mempersiapkan setting bermain peran (Tahap
menentukan setting). Guru mempersiapkan kelompok tertentu sebagai
pengamat role playing (Tahap mempersiapkan pengamat). Masing-masing
kelompok memainkan peran (role playing) drama pendek yang sudah dibuat
sebelumnya (Tahap bermain peran). Dengan lembar penilaian, dilakukan
penilaian keterampilan berbicara siswa oleh guru secara individu. Kelompok
pengamat memberikan tanggapan dari kelompok yang sudah bermain peran.
c) Konfirmasi
Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok dan
pemberian hadiah kepada kelompok terbaik. Siswa diberikan kesempatan
untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi
hasil belajar siswa dalam bermain peran drama (Tahap evaluasi). Siswa
dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif.
Kegiatan Akhir :
Siswa bersama guru mengevaluasi (refleksi) hasil pembelajaran. Siswa
diberikan tugas rumah untuk belajar kelompok berlatih memainkan peran
(role playing) agar semakin terbiasa sehingga penampilan berikutnya akan
lebih baik lagi. Penyampaian pesan-pesan moral dari guru. Salam penutup.
c. Tahap Observasi
Observasi dilakukan oleh guru kelas V terhadap pelaksanaan tindakan
oleh

peneliti

dalam

pembelajaran

keterampilan

berbicara

dengan

menggunakan metode role playing. Pada tahap pengamatan dilakukan


beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:
1) Melakukan pengamatan terhadap sikap siswa (penilaian proses) dan kerja
guru di dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara di kelas
dengan berpedoman pada lembar observasi aktivitas siswa dan guru.

commit to user
57

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2) Melakukan penilaian keterampilan berbicara siswa dengan berpedoman


pada lembar penilaian tes unjuk kerja berbicara.
d. Tahap Refleksi
Peneliti bersama guru kelas V membuat refleksi atas tindakan pada
siklus I. Pada tahap refleksi peneliti melakukan analisis terhadap proses
pelaksanaan pembelajaran siklus I dan hasil belajar berupa nilai siswa pada
siklus I tentang keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role
playing. Peneliti juga berdiskusi dengan kolaborator untuk membantu
menemukan permasalahan pembelajaran yang akan digunakan sebagai dasar
untuk perbaikan dalam perencanaan siklus berikutnya. Penemuan masalah
yang akan didiskusikan mengarah pada kelebihan dan kelemahan proses dan
hasil pembelajaran pada siklus I.
Temuan yang terdapat pada siklus I yaitu terjadi peningkatan kualitas
proses dan hasil keterampilan berbicara siswa. Ketuntasan klasikal hasil
belajar mencapai 71,42%. Siswa juga sudah terlihat aktif dan antusias
disbanding dengan kondisi awal. Namun, kondisi ini belum mencapai
indikator akhir ketercapaian penelitian sehingga perlu dilanjutkan pada siklus
berikutnya.
Setelah berdiskusi dengan guru kelas V, diperoleh temuan mengenai
hal-hal yang menyebabkan nilai keerampilan berbicara siswa kurang
maksimal antara lain:
1) Keberanian siswa belum terlihat maksimal atau masih terdapat siswa yang
malu berbicara di depan kelas.
2) Sikap siswa dari aspek minat dan kesungguhan perlu ditingkatkan karena
masih di bawah 70% sehingga mempengaruhi kualiatas hasil belajar siswa.
3) Siswa kurang percaya diri, terlihat skor nilai pada aspek ekspresi berbicara
masih sangat lemah sehingga kegiatan berbicara terasa kaku.
4) Naskah drama yang disusun oleh siswa masih terdapat banyak kekurangan
sehingga tokoh yang mereka perankan proporsi berbicaranya tidak
seimbang.

commit to user
58

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5) Sebagian siswa masih kurang terampil berbicara di depan kelas, masih


terlihat diam karena lupa apa yang akan dikatakan.
6) Guru jarang menegur atau memperingatkan siswa yang tidak fokus
terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
7) Pada umumnya siswa belum dapat memanfaatkan waktu. Hal ini karena
siswa tidak memikirkan betapa terbatasnya waktu yang tersedia sehingga
mereka kurang bisa memanfaatkan waktu dengan baik.

2. Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Peneliti merencanakan tindakan, meliputi: (1) menganalisis kekurangan
yang terdapat pada siklus I untuk menentukan suatu perbaikan, (2)
penyusunan RPP sesuai SK dan KD yang ditetapkan dengan menggunakan
metode role playing, (2) menyiapkan sarana pendukung seperti ruang kelas,
materi, sumber, dan media pembelajaran, (3) menyiapkan instrumen tes
keterampilan berbicara, dan (4) mempersiapkan lembar observasi siswa dan
guru.
Perbaikan tindakan yang akan dilakukan dari hasil refleksi siklus I
yaitu:
1) Guru meningkatkan kulitas proses dari aspek minat, keaktifan, kerjasama,
dan kesungguhan di dalam proses pembelajaran dengan menciptakan
kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa untuk
belajar.
2) Memperbaiki naskah drama pendek yang sudah dibuat pada siklus I
dengan melakukan diskusi kelompok kembali. Siswa yang belum aktif
berdiskusi, perlu dibangkitkan semangatnya sehingga diskusi yang
dilaksanakan bermanfaat untuk menyempurnakan hasil kerjanya.
3) Guru lebih memotivasi siswa agar berani dan percaya diri tampil berbicara
di depan kelas dengan cara penguatan verbal dan pemberian hadiah bagi
aktor dan aktris pemeran drama terbaik

commit to user
59

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4) Guru menciptakan setting panggung bermain peran seperti keadaan


sebenarnya dengan perlengkapan sederhana seperti meja dan kursi serta
menyarankan siswa untuk menggunakan perlengkapan yang digunakan
sehingga kegiatan berbicara dalam role playing tampak lebih hidup.
5) Menciptakan situasi belajar yang lebih menyenangkan agar siswa semakin
berminat dalam mengikuti pelajaran sehingga akan lebih meningkatkan
keaktifannya.
6) Guru selalu memberikan arahan dan perhatian pada siswa agar mempunyai
rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya.
7) Guru menyarankan agar siswa mampu mengembangkan daya imajinasi
dan kreativitas diri disaat lupa berbicara dan tidak menyimpang dari isi
drama.
8) Guru lebih memberikan perhatian kepada siswa dengan cara pendekatan
individu dan menegur bagi siswa yang tidak fokus pada proses
pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Peneliti melaksanakan tindakan perbaikan dari temuan pada siklus I.
Langkah-langkah yang dilaksanakan pada tindakan siklus II sebagai berikut :
Pertemuan I
Kegiatan awal:
Guru mengucapkan salam dilanjutkan mengkondisikan kelas (tindakan
preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa. Menjelaskan
tujuan dan uraian kegiatan pembelajaran secara singkat dan jelas. Apersepsi :
bernyanyi bersama dan tanya jawab terkait materi drama.
Kegiatan Inti:
a) Eksplorasi
Tanya jawab siswa dengan guru dari materi drama yang sudah
dijelaskan. Siswa diminta menyebutkan contoh drama yang pernah dilihatnya.
Siswa diminta mengidentifikasi pengertian drama dari catatan siswa. Siswa
menggali informasi penjelasan guru tentang urutan menyusun naskah drama
pendek dengan media cerita bergambar.

commit to user
60

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b) Elaborasi
Siswa dijelaskan kelebihan dan kekurangan (kesalahan) dari naskah
drama yang sudah dibuat dari pertemuan sebelumnya. Melalui pengamatan
cerita bergambar .HKLGXSDQ 1HOD\DQ EHVHUta teks naskah dramanya, siswa
diminta membacakan naskah drama pendek tersebut. Siswa dibagi ke dalam 5
kelompok. Diberikan cerita bergambar, siswa diminta memperbaiki naskah
drama yang sudah dibuat dari pertemuan sebelumnya (Tahap pemaparan
masalah). Guru membimbing diskusi kelompok siswa. Masing-masing
kelompok membacakan hasil perbaikan naskah drama di depan kelas dan
memantapkan pembagian peran (Tahap pembagian peran). Siswa yang lain
menanggapi pembacaan naskah drama kelompok yang maju.
c) Konfirmasi
Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok. Siswa
diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru
memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam menyusun naskah drama.
Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif.
Kegiatan Akhir:
Siswa bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran (refleksi). Siswa
diberikan tugas untuk memainkan peran (role playing) kedua dari drama yang
telah diperbaiki tersebut. (tindak lanjut). Penyampaian pesan-pesan moral dari
guru. Salam penutup.

Pertemuan II
Kegiatan awal:
Guru mengucapkan salam dilanjutkan mengkondisikan kelas (tindakan
preventif). Berdoa bersama kemudian presensi kehadiran siswa. Menjelaskan
tujuan pembelajaran secara singkat dan jelas. Apersepsi : tepuk drama bersama
dan tanya jawab terkait materi drama.
Kegiatan inti:

commit to user
61

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

a) Eksplorasi
Tanya jawab siswa dengan guru : 1) Hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan saat bermain peran dalam drama?, 2)Sebutkan faktor-faktor
penunjang keefektifan berbicara? 3) Mengapa cara berbicara dalam
memerankan tokoh drama menentukan penilaian atau keberhasilan drama ?
b) Elaborasi
Melalui demonstrasi, siswa dijelaskan kembali hal-hal yang perlu
diperhatikan saat bermain peran dalam drama. (difokuskan pada faktor-faktor
penunjang keefektifan berbicara). Siswa diperlihatkan video drama anak
dengan durasi pendek. Siswa dikondisikan dalam kelompok belajar. Siswa
diberi kesempatan mempersiapkan setting bermain peran (Tahap menentukan
setting). Guru mempersiapkan kelompok pengamat bermain peran (Tahap
mempersiapkan pengamat). Masing-masing kelompok memainkan peran
(role playing) drama pendek yang sudah diperbaiki sebelumnya (Tahap
bermain peran). Dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan
berbicara siswa oleh guru secara individu. Siswa (pengamat) memberikan
tanggapan dari kelompok yang sudah bermain peran.
c) Konfirmasi
Pemberian reward (penguatan) kepada masing-masing kelompok dan
pemberian hadiah pemain peran terbaik. Siswa diberikan kesempatan untuk
menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil
belajar siswa dalam bermain drama (Tahap evaluasi). Siswa dimotivasi agar
lebih semangat dan berpartisipasi aktif.
Kegiatan Akhir:
Siswa bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai refleksi.
(Tahap generalisasi). Siswa diarahkan agar selalu melatih keterampilan
berbicaranya dalam kehidupan sehari-hari (tindak lanjut). Penyampaian pesanpesan moral dari guru. Guru mengucapkan terima kasih dilanjutkan salam
penutup.
c. Tahap Observasi

commit to user
62

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Observasi dilakukan oleh guru kelas V terhadap pelaksanaan tindakan


oleh

peneliti

dalam

pembelajaran

keterampilan

berbicara

dengan

menggunakan metode role playing. Pada tahap pengamatan dilakukan


beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:
1) Melakukan pengamatan terhadap sikap siswa (penilaian proses) dan kerja
guru di dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara di kelas
dengan berpedoman pada lembar observasi aktivitas siswa dan guru.
2) Melakukan penilaian keterampilan berbicara siswa dengan berpedoman
pada lembar penilaian tes unjuk kerja berbicara.
d. Tahap Refleksi
Peneliti bersama guru kelas V membuat refleksi atas tindakan pada
siklus II. Pada tahap refleksi peneliti melakukan analisis terhadap proses
pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar siswa pada siklus II tentang
keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing. Peneliti
juga berdiskusi dengan kolaborator untuk menemukan temuan-temuan pada
siklus II.
Temuan yang terdapat pada siklus II yaitu terjadi peningkatan kualitas
proses dan hasil keterampilan berbicara siswa secara signifikan. Ketuntasan
klasikal hasil belajar kterampilan berbicara mencapai 85,71%. Sikap siswa
dari aspek minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan sudah mencapai di
atas 75%. Berdasarkan data tersebut, kualitas proses dan hasil keterampilan
berbicara sudah mencapai indikator ketercapaian penelitian sehingga siklus
(tindakan) dapat dihentikan. Hal ini membuktikan bahwa metode role playing
dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Pandak I
Sidoharjo Sragen.

commit to user
63

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV ini akan dikemukakan tentang: (A) Deskripsi kondisi awal
(prasiklus), (B) Pelaksanaan tindakan (siklus), (C) Hasil penelitian, dan (D)
Pembahasan hasil penelitian. Penelitian tindakan dilakukan dalam 2 siklus dengan
empat tahap dalam setiap siklusnya. Tahapan tersebut meliputi: perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

A. Deskripsi Kondisi Awal (Prasiklus)


Pengamatan

kondisi

awal (prasiklus)

dilakukan

untuk

mengetahui

keadaan nyata yang ada di lapangan sebelum peneliti melakukan proses


penelitian. Pengamatan ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan guru
dan siswa serta pengamatan proses pembelajaran berbicara di kelas.
1. Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa
Wawancara dengan guru dan siswa dilakukan pada hari Sabtu, 12 Februari
2011. Peneliti sebagai pewawancara sedangkan bapak Sri Kuncoro, A ma.Pd (guru
kelas V) dan beberapa siswa kelas V sebagai narasumber. Wawancara terhadap guru
kelas V dilakukan secara terstruktur yang sebelumnya pedoman wawancara sudah
disusun oleh peneliti kemudian hasil wawancara ditulis secara ringkas pada kolom
jawaban (lampiran 26). Setting wawancara bertempat di ruang kelas V pada waktu
istirahat pukul 09.00 WIB. Hal yang peneliti tanyakan kepada guru yaitu tentang
pelaksanaan pembelajaran dan hasil keterampilan berbicara siswa yang pernah
diterapkan oleh guru pada waktu sebelumnya. Pada bagian ini peneliti akan
menjelaskan dari hasil wawancara kepada guru dan sebagai deskripsinya dapat
dilihat pada lampiran 2. Hasil wawancara tersebut diindikasikan bahwa terjadi
permasalahan dalam pembelajaran berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I
Sidoharjo Sragen. Menurut guru, pembelajaran berbicara masih sulit untuk dilakukan
secara optimal mengingat rendahnya minat siswa terhadap pelajaran berbicara dan
kurangnya usaha penerapan guru mengenai metode inovatif tentang pembelajaran
berbicara, sehingga berakibat pada rendahnya kemampuan berbicara siswa.

commit to user
64

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pendapat tersebut juga didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa


siswa kelas V mengenai minat mereka terhadap pelajaran berbicara. Pelaksanaan
wawancara kepada siswa dilakukan pada waktu istirahat kedua pukul 11.00 WIB di
ruang kelas V. Wawancara terhadap siswa dilakukan secara tidak terstruktur artinya
tanpa mempersiapkan pedoman wawancara dan pertanyaan diberikan secara
langsung (spontan) sesuai kemampuan atau pemahaman peneliti. Siswa yang
menjadi narasumber adalah Retno, Bashori, dan Mursid. Siswa tersebut menyatakan
kurang berminat terhadap pelajaran berbicara. Pada umumnya mereka menyatakan
kurang suka mengikuti pembelajaran berbicara di kelas karena merasa takut, malu,
dan kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara lisan di depan
kelas ketika dilihat oleh guru dan siswa lain. Mereka juga menyatakan kurang suka
dengan cara guru saat memberikan tugas berbicara kepada siswa, yaitu dengan
meminta siswa tampil di depan kelas secara individu.

2. Pengamatan Proses Pembelajaran di Kelas


Pengamatan awal (prasiklus) proses pembelajaran berbicara di kelas V
dilaksanakan pada hari Senin, 14 Februari 2011 pukul 07.30 WIB sampai selesai.
Peneliti bertindak sebagai observer dan guru kelas V (bapak Sri Kuncoro, Ama.Pd)
bertindak sebagai guru/pengajar. Peneliti mengamati Rencana Pelaksanaan
Pembelajaaran (RPP) yang digunakan guru dan proses pembelajaran keterampilan
berbicara yang sedang berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan berpedoman pada
lembar observasi penilaian proses siswa yang sudah dipersiapkan (lampiran 18).
Peneliti mengamati dari posisi tempat duduk paling belakang. Sedangkan, untuk
pengamatan terhadap RPP yang digunakan guru dan proses pembelajaran dilakukan
secara menyeluruh tanpa lembar pengamatan khusus.
Sebagai
pembelajaran

gambaran

awal hasil pengamatan yaitu kegiatan proses

keterampilan berbicara di

kelas

masih

banyak

terdapat

kekurangan, antara lain: (1) guru menggunakan RPP yang sudah ada (lama) tanpa
adanya inovasi RPP sesuai saat ini yakni belum ada eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi yang tesusun jelas. (2) Siswa kurang tertarik dengan pembelajaran karena
guru menggunakan metode yang

konvensional

commit to user
65

dalam

pembelajaran. Metode

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

konvensional yang dipakai guru adalah ceramah. Siswa cenderung pasif di dalam
pembelajaran dan kurang tertarik dengan pembelajaran dari guru kelas. Materi
yang disampaikan guru terlihat sangat menjenuhkan siswa, akibatnya selama
pembelajaran berbicara terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan. (3)
Posisi guru saat mengajar lebih banyak di depan dan kurang memberikan perhatian
kepada siswa yang duduk paling belakang. (4) Proses pembelajaran keterampilan
berbicara kurang efektif dan efisien yang masih bersifat individu seperti pada
umumnya. Padahal dalam kenyataannya penerapan pembelajaran keterampilan
berbicara memerlukan waktu yang lama dan sangat ditunjang oleh faktor
nonkebahasaan seperti keberanian siswa. Pada umumnya siswa takut jika harus maju
dan berbicara sendiri di depan kelas.
Berdasarkan observasi awal penilaian proses siswa oleh peneliti terkait sikap
siswa yaitu: minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan siswa di dalam proses
pembelajaran diperoleh data penilaian proses prasiklus siswa. Hasil penilaian proses
prasiklus secara detail dapat dilihat pada lampiran 23. Selanjutnya, data penilaian
proses prasiklus dapat dimasukkan ke dalam tabel 6 di bawah ini :
Tabel 6. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara
kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus)
No.

Sikap Siswa

Frekuensi (siswa)

Persentase (%)

Minat

10

47,62

Keaktifan

13

61,9

Kerja sama

42,86

Kesungguhan

33,33

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran berbicara


yang dilakukan oleh guru pada kondisi awal terdapat 10 siswa (47,62%) yang
berminat mengikuti pembelajaran berbicara. Keaktifan siswa tercatat sebanyak 13
siswa (61,9%), siswa yang mampu bekerja sama dengan baik sebanyak 9 siswa
(42,86%), dan siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran

commit to user
66

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berbicara sebanyak 7 siswa (33,33%). Data dalam tabel 6 tersebut dapat disajikan
dalam grafik pada gambar 5 sebagai berikut :
14

61,9%

12

Frekuensi

10

47,62%
42,86%

33,33%

6
4
2
0
Minat

Kerja sama

Keaktifan

Kesungguhan

Sikap Siswa

Gambar 5. Grafik Penilaian Proses Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN


Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus)
Bertolak dari sajian data penilaian proses siswa kelas V pada kondisi awal
(prasiklus) dari grafik 5 di atas maka dapat diindikasikan bahwa pembelajaran
keterampilan yang diterapkan guru belum mencapai hasil yang optimal. Siswa yang
menunjukkan keempat aspek sikap siswa tersebut rata-rata masih di bawah 60% dari
jumlah siswa yang ada yakni 21 siswa. Proses kegiatan yang dilakukan siswa dari
aspek empat sikap tersebut tergolong masih rendah sehingga perlu diadakan tindakan
pembelajaran selanjutnya.
Kualitas proses tentu akan mempengaruhi kualitas hasil dalam pembelajaran
di kelas. Pengamatan pada proses pembelajaran ini tidak terlepas dari hasil penilaian
keterampilan berbicara siswa. Pengambilan nilai prasiklus oleh guru dilakukan
dengan tes berbicara individu di depan kelas. Siswa diminta untuk memberikan
pendapat (mengomentari) dari persoalan faktual yang dikemukakan oleh guru.
Secara detail data nilai keterampilan berbicara siswa pada kondisi awal dapat dilihat
pada lampiran 13. Data penilaian keterampilan berbicara siswa prasiklus dapat
dikelompokkan dalam tabel 7 berikut ini:

commit to user
67

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 7. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I
pada Kondisi Awal (Prasiklus)
No

Nilai

Frekuensi

Presentase (%)

Keterangan

1
2
3
4
5

44-52
53-61
62-70
71-79
80-88

4
9
3
5
0

19,05
42,86
14,29
23,81
0

Tidak Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas

21

100

Jumlah

Nilai rata-rata = 1284 : 21 = 61,14


Tingkat Ketuntasan Klasikal = 8 : 21 x 100% = 38,1%

Data penilaian pembelajaran keterampilan berbicara pada tabel 7 sebelum


diadakan tindakan pada siswa kelas V SDN Pandak I tersebut dapat disajikan dalam
grafik pada gambar 6 dibawah ini :
10
9
8

Frekuensi

7
6
5
4
3
2
1
0
44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Interval Nilai

Gambar 6. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada
Kondisi Awal (Prasiklus)
Nilai keterampilan berbicara prasiklus pada tabel 7 dan gambar 6 di atas
menunjukkan bahwa siswa yang mendapat nilai dalam interval 44-52 sebanyak 4

commit to user
68

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

siswa (19, 05%), interval nilai 53-61 terdapat 9 siswa (42,86%), interval nilai 62-70
sejumlah 3 siswa (14,29%), terdapat 5 siswa (23,81%) mendapat nilai dalam interval
71-79, dan tidak ada yang mendapat interval nilai 80-88 (0%). Nilai rata-rata kelas
adalah 61,14 dengan ketuntasan klasikal sebanyak 8 siswa (38,1%) dari jumlah
siswa. Hasil ini menunjukkan kualitas hasil keterampilan berbicara pada kondisi
awal masih rendah sehingga perlu diupayakan peningkatan.
Berdasarkan kondisi awal tersebut, selanjutnya guru dan peneliti melakukan
diskusi untuk mencari solusi permasalahan yang terdapat dalam pelaksanaan
pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga dicapailah kesepakatan bahwa
peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas bersama guru kelas V sebagai
kolaborator

dengan

MXGXO 3HQLQJNDWDQ .HWHUDPSilan

Berbicara

dengan

Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri Pandak I


6LGRKDUMR6UDJHQ7DKXQ$MDUDQPenerapan tindakan ini difokuskan pada
peningkatan proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa. Melihat
penyebab rendahnya keterampilan berbicara yang bersumber dari siswa yaitu pada
rendahnya sikap meliputi: minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan, maka
peningkatan proses pada penelitian ini lebih memfokuskan pada keempat aspek
tersebut. Sedangkan, hasil pembelajaran difokuskan pada peningkatan keterampilan
berbicara dan jumlah ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan metode role
playing.

B. Pelaksanaan Tindakan (Siklus)


Proses penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing terdiri
atas empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi, dan (4) refleksi.
1. Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri
dari 2 jam pelajaran (2x35 menit). Siklus I dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Februari
2011 (pertemuan 1) dan Jumat,18 Februari 2011 (pertemuan 2). Tahapan-tahapan
pada siklus I adalah sebagai berikut:

commit to user
69

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

a. Perencanaan Tindakan
Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rencana tindakan yang akan
dilakukan dalam proses penelitian siklus I ini untuk mendapatkan hasil yang
optimal sesuai harapan bahwa target yang akan dicapai adalah meningkatnya
kualitas proses pembelajaran dan sebesar 70 % siswa tuntas dari hasil tes unjuk
kerja keterampilan berbicara. Tahap-tahap perencanaan pada siklus I meliputi
kegiatan sebagai berikut :
1)

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

(RPP) disusun

berdasarkan

silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas V semester II


tahun 2007 materi keterampilan berbicara. Perencanaan pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I dirancang dengan 2 kali pertemuan. Alokasi
waktu setiap pertemuan adalah 2x35 menit, sehingga dalam satu siklus
terdapat alokasi waktu 4x35 menit. Rancangan pelaksanaan pembelajaran
yang dibuat mencakup penentuan: identitas RPP, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, pembelajaran,
model dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan (skenario)
pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan teknik

penilaian.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I dapat dilihat pada


lampiran 4.
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah:
a) Ruang kelas, ruang kelas yang digunakan adalah kelas V yang biasa
digunakan setiap hari. Ketika diskusi berlangsung, tempat duduk atau
kursi diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat melakukan diskusi
dengan baik.
b) Materi pembelajaran, materi pertemuan I mempelajari tentang cara
menyusun naskah drama pendek. Sebagai hasilnya adalah siswa dapat
merancang kerangka naskah drama untuk dikembangkan menjadi naskah
drama pendek. Sedangkan materi pada pertemuan II mempelajari tentang
hal-hal yang harus diperhatikan ketika bermain peran dalam drama

commit to user
70

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan produk siswa yakni siswa bermain peran (role playing)


berdasarkan naskah drama yang telah dibuat sebelumnya. Materi
pembelajaran terdapat pada RPP siklus I lampiran 4.
c) Mempersiapkan

media

pembelajaran,

media

pembelajaran

yang

digunakan adalah media cerita bergambar yakni gambar yang memuat


ringkasan cerita pendek. Media pembelajaran pada siklus I berupa cerita
EHUMXGXO .HKLGXSDQ 1HOD\DQ \DQJ GL GDODPQ\D WHUGDSDW WRNRK-tokoh
pemerannya. Foto media pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada
lampiran 29.
3) Menyiapkan Lembar Observasi: RPP, Pelaksanaan Pembelajaran Guru, dan
Penilaian Proses Siswa
Penggunaan lembar observasi akan mempermudah menentukan halhal apa saja yang harus lebih diutamakan dalam pengamatan. Lembar
observasi RPP dibuat untuk menilai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
peneliti oleh guru kelas V. RPP merupakan kerangka prosedural yang sangat
penting dalam perancanaan pembelajaran sehingga perlu dibuat penilaian.
Lembar pengamatan penilaian proses siswa lebih diutamakan pada minat,
keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan dalam
pembelajaran

proses

pelaksanaan

berbicara. Pengamatan siswa ini berfungsi sebagai hasil

penilaian nontes kualitas proses. Sedangkan lembar observasi yang dibuat


untuk guru lebih diutamakan pada persiapan, jalannya kegiatan, dan
pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Ketiga lembar observasi ini dapat dilihat
pada lampiran 16,17, dan 18.
4) Menyiapkan Instrumen Penilaian
Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yang berupa penilaian
tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil tes unjuk kerja (praktik)
berbicara

siswa

dalam bentuk bermain peran (role playing) sesuai

kompetensi dasar yang ingin dicapai. Lembar penilaian tes keterampian


berbicara terdapat pada lampiran 11 dan rubrik penilaian tes unjuk kerja
keterampilan berbicara siswa terdapat pada lampiran 12. Untuk instrumen
nontes dinilai berdasarkan hasil observasi penilaian proses siswa yang

commit to user
71

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dilakukan oleh peneliti dengan berdasarkan lembar penilaian proses siswa


dalam pembelajaran berbicara yang meliputi: (a) minat, (b) keaktifan, (c)
kerja sama, dan (d) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung.
Lembar penilaian proses siswa dapat dilihat pada lampiran 18.

b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan

siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan

pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Februari 2011 dan pertemuan kedua
pada hari Jumat, 18 Februari 2011. Pelaksanaan tindakan tersebut dilaksanakan di
ruang kelas V SD Negeri Pandak I.
Dalam pelaksanaan tindakan I ini, peneliti bertindak sebagai guru/ pengajar
proses kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan
metode role playing, sedangkan guru kelas V (bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd)
melakukan observasi atau pengamatan terhadap jalannya proses pembelajaran.
Peneliti bertindak sebagai partisipan aktif yang mengendalikan dan mengamati
jalannya pembelajaran keterampilan berbicara di dalam kelas.
Deskripsi pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut:
Pertemuan I (2x35 menit)
Pada pertemuan pertama yang diajarkan kepada siswa kelas V terlebih
dahulu adalah mengenai materi cara menyusun naskah drama pendek yang
meliputi: penjelasan materi drama, cara membuat kerangka drama dari cerita
bergambar, dan mengembangkan kerangka menjadi naskah drama pendek.
Kegiatan awal menghabiskan waktu kurang lebih 10 menit. Kegiatan yang
guru (peneliti) lakukan yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam
dilanjutkan

dengan

mengkondisikan

kelas

sebagai

tindakan

preventif

(pencegahan) terhadap penghambat jalannya proses pembelajaran. Kemudian


berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran
siswa untuk lebih mengenal dan mengetahui jumlah siswa yang masuk maupun
yang tidak masuk pada hari itu. Pertemuan pertama, siswa masuk semua sesuai
jumlah siswa kelas V yaitu ada 21 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai siswa secara singkat dan jelas sehingga anak akan

commit to user
72

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memiliki gambaran arah yang jelas pula hal yang akan dipelajarinya. Tujuan
pembelajaran pada pertemuan pertama yaitu siswa mampu menyebutkan cara
menyusun naskah drama dengan benar dan siswa mampu menyusun naskah drama
pendek dengan baik berdasarkan permasalahan cerita bergambar. Setelah itu, guru
memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan
menyamakan pandangan tentang materi drama yang akan dipelajari siswa.
Apersepsi

diberikan

dengan

dua

cara,

pertama

dengan

bersama-sama

menyanyikan lagu berlirikkan materi drama dengan nada seperti lagu naik-naik ke
puncak gunung, lagunya sebagai berikut :
0DULNDZDQEHUPDLQGUDPDVXQJJXKDV\LNVHNDOL
0DULNDZDQEHUPDLQGUDPDVXQJJXKDV\LNVHNDOL
%DJDLPDQDEHUPDLQGUDPDDNXLQJLQPHQJHUWL
%DJDLPDQDEHUPDLQGUDPDDNXLQJLQPHQJHUWL
Apersepsi yang kedua dengan cara tanya jawab seputar lagu tersebut. Misalnya,
'DULODJXWHUVHEXWNLWDDNDQPHPSHODMDULDSDDQDN-DQDN"
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu
sekitar 50 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat
tiga (3) bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
- Anak-DQDNVLDSD\DQJSHUQDKPHQRQWRQSHUWXQMXNDQGUDPD"'LPDQD"
- Apa saja yang anak-anak lihat dari pertunjukan drama itu ?
Siswa selanjutnya ditanya tentang pengertian drama agar siswa lebih
berpikir tentang pengertian drama yang mereka ketahui. Tindakan selanjutnya
yaitu elaborasi dengan pendalaman materi kerja sama timbal balik dalam
pembelajaran antara guru dan siswa. Dalam kegiatan elaborasi ini siswa
menyimak penjelasan dari guru tentang materi yang berkaitan dengan drama, cara
merancang kerangka naskah drama, dan kemudian menyusun naskah drama
dengan mengembangkan dari kerangka yang telah dibuatnya. Secara ringkas, isi
materi pada pertemuan pertama dapat dilihat pada bagian RPP Siklus I lampiran 4.

commit to user
73

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Guru menjelaskan materi ini dengan menggunakan media cerita bergambar


EHUMXGXO.HKLGXSDQ1HOD\DQ Dalam media ini, berisikan ringkasan cerita yang
dapat dikembangkan menjadi sebuah naskah drama pendek. Setelah diperlihatkan
kepada siswa dan ditempelkan, salah satu siswa diminta maju untuk membacakan
dengan nyaring ringkasan cerita bergambar tersebut. Guru menjelaskan dengan
memberikan contoh di papan tulis cara menyusun naskah drama dari media
tersebut secara jelas. Sebelum siswa menyusun naskah drama pendek, guru
menanyakan kesulitan dan kejelasan dari materi yang sudah dijelaskan.
Selanjutnya, guru membagi jumlah siswa ke dalam 5 kelompok secara acak
dari 21 siswa. Namun, pembagian kelompok juga memperhatikan jumlah dan
karakter tokoh naskah drama yang akan dibuat siswa. Guru membentuk diskusi
kelompok siswa dengan duduk saling berhadapan. Guru membagikan media cerita
bergambar kepada masing-masing kelompok dengan tema yang berbeda-beda.
Siswa diminta untuk menyusun naskah drama pendek berdasarkan cerita
bergambar yang diberikan, caranya seperti yang sudah dijelaskan oleh guru
sebelumnya. Melalui diskusi kelompok, siswa mulai menyusun naskah drama
pendek. Guru membimbing dan mengarahkan diskusi kelompok siswa. Setelah
naskah drama pendek selesai dibuat, masing-masing kelompok membacakan
naskah drama yang dibuat di depan kelas dan sekaligus dibentuk pembagian peran
(tokoh drama). Siswa yang lain menanggapi presentasi kelompok yang maju.
Kegiatan inti pada konfirmasi, guru memberian reward (penguatan)
kepada masing-masing kelompok. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan
kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam
menyusun naskah drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi
aktif.
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama
guru mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang dilakukan
guru. Kemudian siswa diberikan tugas untuk memainkan peran (role playing)
pada pertemuan II dari naskah drama pendek yang telah dibuat. Hal ini merupakan
tindak lanjut yang diberikan guru. Guru juga menyampaian pesan-pesan moral

commit to user
74

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kepada siswa berupa motivasi untuk giat belajar dan bersikap yang baik dalam
kehidupan. Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan salam.
Pertemuan 2 (2x35 menit)
Pertemuan kedua materi yang disampaikan berkaitan dengan cara bermain
peran (role playing) dari naskah drama yang dibuat pada pertemuan I. Tujuan
utama pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan II ini yaitu siswa mampu
memainkan peran sesuai karakter tokoh dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang
tepat.
Kegiatan awal pembelajaran menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit.
Kegiatan awal yang guru (peneliti) lakukan tidak berbeda jauh dari pertemuan I
karena dimulai awal masuk sekolah (jam pertama) yakni membuka pembelajaran
dengan mengucapkan salam, dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas sebagai
tindakan

preventif

(pencegahan)

terhadap

penghambat

jalannya

proses

pembelajaran. Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan
diadakan presensi kehadiran siswa untuk lebih memahami dan mengetahui jumlah
siswa yang masuk maupun yang tidak masuk pada hari itu. Jumlah siswa yang
hadir lengkap ada 21 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai siswa secara singkat dan jelas sehingga anak akan memiliki
gambaran arah yang jelas pula hal yang akan dipelajarinya. Tujuan pembelajaran
yang akan dicapai yaitu siswa mampu menjelaskan hal-hal yang harus
diperhatikan bermain peran (role playing) dalam drama secara tepat dan mampu
memainkan peran tokoh drama pendek dengan lafal, intonasi, penghayatan, dan
ekspresi yang sesuai karakter tokoh secara tepat. Setelah itu, guru memberikan
apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan menyamakan
pandangan tentang materi drama yang akan dipelajari siswa. Apersepsi diberikan
dengan tepuk drama bersama-sama sebagai berikut :
6LDSDVXNDGUDPDWHSXNWDQJDQ
6LDSDVXNDGUDPDWHSXNEDKX
6LDSDVXNDGUDPDWHSXNSDKD
6LDSDVXNDGUDPDGDQVXNDVHPXDQ\D
6LDSDVXNDGUDPDVHPXDQ\D

commit to user
75

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kemudian guru mengadakan tanya jawab setelah tepuk drama tersebut untuk
mengetahui tingkat kepekaan siswa.
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu
sekitar 55 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat
tiga (3) bentuk tindakan yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
- Anak-DQDNVXGDKVLDSEHUPDLQ drama seperti yang bapak tugaskan kemarin?
- Siapa yang pernah bermain peran, misalnya dalam kegiatan drama ?
- Apakah keterampilan berbicara dalam memerankan tokoh drama menentukan
penilaian atau keberhasilan dalam drama ?
Siswa memberikan feedback berupa jawaban dari pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Untuk memperdalam kegiatan berpikir, siswa diberikan
pertanyaan dengan memancing jawaban siswa terkait cara melakukan role playing
dengan memperhatikan keterampilan berbicara yang benar dan baik.
- Bagaimana cara kita bermain peran yang baik dan benar agar mendapat nilai
baik dan menghibur? (siswa berpikir)
Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi dengan melakukan proses kerjasama
dalam pembelajaran antara guru dan siswa. Dalam kegiatan elaborasi siswa
dijelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama,
diantaranya faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara. Penjelasan dilakukan
dengan menggunakan metode demonstrasi yaitu memperagakan tentang materi
yang disampaikan. Secara ringkas, isi materi pada pertemuan kedua ini dapat
dilihat pada bagian RPP siklus I lampiran 4. Sebelum siswa mencoba memainkan
peran dari tokoh drama pendek, guru menanyakan kejelasan dari materi yang
sudah dijelaskan. Kemudian, guru mengkondisikan tempat duduk seperti
pelaksanaan diskusi pada pertemuan I dengan duduk saling berhadapan sesuai
dengan kelompoknya masing-masing. Siswa diberikan waktu 5 menit untuk
mempersiapkan diri dengan kelompoknya sebelum maju bermain peran (role
playing). Kegiatan selanjutnya adalah masing-masing kelompok siswa maju

commit to user
76

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memerankan dari naskah drama pendek yang sudah dipersiapkan siswa. Kegiatan
bermain peran ini penilaiannya hanya difokuskan pada keterampilan berbicara.
Tugas guru yaitu bertindak sebagai fasilitator dan memberikan penilaian. Dengan
lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan berbicara siswa oleh guru
secara individu. Kegiatan konfirmasi, guru memberikan reward (penguatan)
kepada masing-masing kelompok dan pemberian hadiah kepada kelompok
terbaik. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi.
Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam bermain peran drama.
Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi aktif.
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama
guru menyimpulkan hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang dilakukan
guru. Siswa diberikan tugas rumah untuk belajar kelompok berlatih memainkan
peran (role playing) agar semakin terbiasa sehingga penampilan berikutnya akan
lebih baik lagi. Hal ini merupakan tindak lanjut yang diberikan guru mengingat
penampilan bermain peran siswa masih kurang memuaskan. Guru juga
menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa berupa motivasi untuk giat
belajar, hidup rukun, membantu orang tua, dan bersikap yang baik dalam
kehidupan. Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan salam.

c. Observasi
Tahap observasi siklus I pada hari Rabu dan Jumat, 16-18 Februari 2011
yaitu dilakukan pengamatan terhadap kegiatan guru

dan

siswa

selama

proses pembelajaran. Proses pengamatan dilakukan oleh guru kelas V terhadap


RPP, pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru, dan penilaian proses siswa
ketika mengikuti pembelajaran berbicara dengan metode role playing. Kegiatan
pengamatan ini menggunakan lembar observasi yang sudah dipersiapkan.
Pengamatan difokuskan pada tiga aspek yaitu: (1) RPP yang dijadikan
pedoman mengajar guru (peneliti), (2) berlangsungnya proses pelaksanaan
pembelajaran terkait sikap siswa dan kegiatan guru selama pembelajaran
berlangsung, (3) hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara dengan
metode role playing oleh siswa. Dalam pengamatan ini, peneliti bertindak sebagai

commit to user
77

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

partisipan aktif yang mengendalikan proses pembelajaran. Sementara guru kelas V


sebagai pengamat inti dengan duduk di tempat paling belakang agar bisa
mengamati dan menilai proses pembelajaran yang dipimpin oleh peneliti secara
intensif.
Berdasarkan kegiatan

observasi tersebut, secara garis besar diperoleh

gambaran tentang hasil dan jalannya pembelajaran dari mata pelajaran Bahasa
Indonesia tentang keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode
role playing sebagai berikut:
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran guru
Pengamatan terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan
guru dalam mengajar sangat penting karena sebagai prosedur mengajar guru di
dalam kelas. RPP guru (peneliti) dinilai oleh guru kelas V dengan lembar
pengamatan RPP yang sudah dipersiapkan. Hasil penilaian RPP siklus I dapat
dilihat pada lampiran 19. RPP yang digunakan oleh peneliti sudah termasuk
kategori sangat baik dengan rata-rata nilai 3,7. Secara garis besar RPP yang
disusun sudah relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada
dengan sistematika yang runtut dan tujuan pembelajaran yang jelas mencakup
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
2) Penilaian Proses (Sikap Siswa)
Hasil pengamatan terhadap sikap siswa pada siklus I dapat dilihat pada
lampiran 24 . Di dalam proses pembelajaran siswa sudah terlihat lebih aktif dan
bersungguh-sungguh dibandingkan dengan kondisi awal. Secara klasikal terdapat
peningkatan terhadap minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan pada diri
siswa. Data penilaian proses siswa pada siklus I dapat dimasukkan ke dalam tabel
8 sebagai berikut :

commit to user
78

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 8. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan


Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Siklus I
No.

Sikap Siswa

Frekuensi (siswa)

Persentase (%)

1.

Minat

13

61,90

2.

Keaktifan

15

71,42

3.

Kerja sama

15

71,42

4.

Kesungguhan

12

57,14

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran yang


dilakukan oleh guru pada siklus I mengalami peningkatan dari kondisi awal.
Terdapat 13 siswa (61,90%) yang berminat mengikuti pembelajaran berbicara.
Siswa yang tercatat aktif sebanyak 15 siswa (71,42%), siswa yang mampu
bekerjasama dengan baik sebanyak 15 siswa (71,42%), dan siswa yang
bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran berbicara sebanyak 12 siswa
(57,14%). Data dalam tabel 8 tersebut dapat disajikan dalam grafik diagram
batang pada gambar 7 sebagai berikut :
71,42%

16
14

71,42%

61,9%

57,14%

Frekuensi

12
10
8
6
4
2
0
Minat

Keaktifan

Kerjasama

Kesungguhan

Sikap Siswa

Gambar 7. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa


Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I

commit to user
79

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3) Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Guru


Hasil pengamatan terhadap kegiatan pelaksanaan pembelajaran oleh guru
pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 21. Hasil Pengamatan difokuskan pada
tujuh aspek kemampuan guru yaitu: (1) guru di dalam mengelola ruang dan
fasilitas pembelajaran kategori baik dengan nilai 3,5, (2) melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan nilai 3,2 dalam kategori baik, (3) mengelola interaksi kelas
dalam kategori sangat baik dengan nilai 3,6, (4) bersikap terbuka dan luwes serta
membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar dengan nilai 3,5
termasuk kategoi baik, (5) mendemonstrasikan kemampuan khusus dalam
pembelajaran mata pelajaran tertentu dalam kategori sangat baik dengan nilai 3,6,
(6) melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar dengan nilai 4 kategori sangat
baik dan (7) kesan umum kerja guru masih dalam kategori tidak baik dengan nilai
2,5. Sehingga disimpulkan nilai rata-rata kegiatan pembelajaran guru adalah 3,41
termasuk kategori baik. Sedangkan kekurangan/catatan yang diberikan oleh
observer yaitu guru kurang memperhatikan dan menegur siswa yang ramai. Kesan
kerja guru masih rendah dan perlu ditingkatkan.
4) Hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode
role playing
Setelah diadakan tes tindakan pada siklus I diperoleh data nilai
keterampilan berbicara. Daftar nilai keterampilan berbicara siswa siklus I dapat
dilihat pada lampiran 14. Data nilai tersebut dikelompokkan ke dalam tabel 9 di
bawah ini:
Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Pandak I pada Siklus I
No
1
2
3
4
5

Nilai
44-52
53-61
62-70
71-79
80-88
Jumlah

Frekuensi

Persentase (%)

Keterangan

3
3
7
6
2
21

14,29
14,29
33,33
28,57
9,52
100

Tidak Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas

Nilai rata-rata : 1388 : 21 = 66,09

commit to user
80

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tingkat Ketuntasan : 15 : 21 x 100% = 71,42 %


Tabel 9 di atas menunjukkan persentase siswa yang belum dan sudah
tuntas KKM. Dari 21 siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I Sidoharjo,
terdapat sebesar 28,58% siswa belum tuntas KKM yang terbagi dalam kelas 4452 sebesar 14,29%, dan pada kelas 53-61 sebesar 14,29%. Sisanya sebesar
71,42% siswa sudah tuntas KKM yang terbagi pada kelas 62-70 sebesar
33,33%, pada kelas 71-79 sebesar 28,57%, dan pada kelas 80-88 sebesar 9,52%.
Dari tabel 9 tersebut juga dapat diketahui ketuntatasan hasil belajar siswa pada
siklus I mencapai 71,43% atau 15 siswa sudah tuntas. Sedangkan siswa yang tidak
tuntas 28,58% atau 6 siswa.
Berdasarkan data pada tabel 9 maka hasil pembelajaran keterampilan
berbicara setelah diadakan tindakan siklus I pada siswa kelas V SDN Pandak I
dapat disajikan dalam grafik pada gambar 8 dibawah ini :
8
7

Frekuensi

6
5
4
3
2
1
0
44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Interval Nilai

Gambar 8. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I


pada siklus I
Pada gambar 8 di atas ditunjukkan frekuensi dari masing-masing kelas.
Pada kelas 44-52 terdapat sebanyak 3 siswa, pada kelas 53-61 terdapat
sebanyak 3 siswa, pada kelas 62-70 terdapat 7 siswa, pada kelas 71-79 terdapat

commit to user
81

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sebanyak 6 siswa, dan pada kelas 80-88 terdapat sebanyak 2 siswa. Dengan
jumlah keseluruhan 21 siswa, masih terdapat 6 siswa yang belum tuntas KKM.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil keterampilan
berbicara VLVZD\DQJPHPSHUROHKQLODL62 (KKM) pada siklus I belum mencapai
80%, sehingga pembelajaran akan dilanjutkan untuk siklus II.

d. Refleksi
Berdasarkan

hasil

observasi,

dapat

disimpulkan

bahwa

kualitas

pembelajaran berbicara siklus I baik proses maupun hasil telah menunjukkan


adanya peningkatan dari kondisi awal (prasiklus).
Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus I dapat dilihat dari
beberapa indikator berikut ini:
1) Minat
Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan penerapan metode
bermain peran di siklus I, telah menunjukkan peningkatan dari kondisi awal
47,62% menjadi sebesar 61,9%. Siswa tampak tertarik dan lebih antusias
mengikuti pembelajaran dengan metode bermain peran, sehingga perhatian
siswa pun lebih terfokus pada pelajaran. Adapun indikator pengukuran minat
siswa dapat diukur dari jumlah siswa yang menampakkan ketertarikan dan
kesungguhannya dalam pembelajaran.
2) Keaktifan
Keaktifan siswa dalam pembelajaran siklus I meningkat. Siswa terlihat
lebih aktif untuk bertanya dan mengungkapkaan ide gagasan secara lisan ketika
diskusi kelompok serta aktif dalam melakukan bermain peran (role playing)
dari drama yang dibuat. Keaktifan siswa dapat diamati selama proses
pembelajaran berlangsung. Dari 21 siswa terdapat 15 siswa (71,42%) yang
terlihat aktif dalam pembelajaran.
3) Kerjasama
Siswa yang menunjukkan sikap kerja sama yang baik selama mengikuti
pembelajaran berbicara sebesar 71,42% atau sebanyak 15 siswa, sedangkan
28,58% atau 6 siswa sisanya tampak belum mampu melakukan kerjasama yang

commit to user
82

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

baik dengan anggota kelompoknya. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan


dari aspek kerja sama siswa dibandingkan pada kondisi awal yang hanya
sebesar 9 siswa (42,86%).
4) Kesungguhan
Siswa yang menunjukkan peningkatan kesungguhan dalam mengikuti
pembelajaran berbicara sebayak 12 siswa atau sebesar 57,14%, sedangkan 9
siswa lainnya atau sekitar 42,86% menunjukkan sikap kurang serius selama
mengikuti pelajaran. Terlebih pada saat melakukan praktik berbicara di depan
kelas, mereka terlihat kurang bersungguh-sungguh dan sering bercanda
dengan sesama teman kelompoknya.
Selain meningkatkan kualitas proses pembelajaran dari uraian di atas,
penerapan metode bermain peran (role playing) ini juga meningkatkan hasil
pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini terbukti dari 21 siswa yang
melakukan tes berbicara, 15 siswa atau sekitar 71,42% telah mencapai ketuntasan
belajar dengan mendapat nilai di atas 62 (KKM). Ketuntasan belajar ini
mengalami peningkatan dari kondisi awal dengan nilai rata-rata kelas sebesar
66,09.
Namun, selain ada keberhasilan juga masih terdapat kekurangan dari
tindakan pada siklus I yang menyebabkan hasil pembelajaran keterampilan
berbicara kurang maksimal. Setelah berdiskusi dengan guru kelas V, diperoleh
simpulan mengenai hal-hal yang menyebabkan nilai siswa kurang maksimal
antara lain:
1) Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan meggunakan
metode pembelajaran role playing. Keberanian siswa juga belum terlihat
maksimal atau masih malu berbicara di depan kelas.
2) Sikap siswa dari aspek minat dan kesungguhan perlu ditingkatkan karena masih
di bawah 70% sehingga mempengaruhi kualiatas hasil belajar siswa.
3) Siswa kurang percaya diri, terlihat skor nilai pada aspek ekspresi berbicara
masih sangat lemah sehingga kegiatan berbicara terasa kaku.
4) Naskah drama yang disusun oleh siswa masih terdapat banyak kekurangan
sehingga tokoh yang mereka perankan proporsi berbicaranya tidak seimbang.

commit to user
83

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5) Sebagian siswa masih kurang terampil berbicara di depan kelas, masih terlihat
diam karena lupa apa yang akan dikatakan.
6) Guru jarang menegur atau memperingatkan siswa yang tidak fokus terhadap
proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
7) Pada umumnya siswa belum dapat memanfaatkan waktu. Hal ini karena siswa
tidak memikirkan betapa terbatasnya waktu yang tersedia sehingga mereka
kurang bisa memanfaatkan waktu dengan baik.

2. Siklus II
Tindakan pada siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan
terdiri dari 2 jam pelajaran (2x35 menit). Siklus II dilaksanakan pada hari Senin, 21
Februari 2011 (pertemuan 1) dan Rabu, 23 Februari 2011 (pertemuan 2).
Bertolak dari hasil refleksi pada siklus I, maka peneliti bersama guru kelas V
yang sekaligus bertindak sebagai observer, berdiskusi mengenai cara yang tepat
untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I. Tahap ini dilakukan pada
hari Sabtu, 19 Februari 2011 di ruang kelas V SDN Pandak I setelah
dilaksanakannya siklus I. Proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus II
ini, rencananya akan dilakukan dengan beberapa langkah perbaikan dari tindakan
siklus I, yaitu:
1) Guru meningkatkan kulitas proses dari aspek minat, keaktifan, kerjasama, dan
kesungguhan di dalam proses pembelajaran dengan menciptakan kondisi
pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa untuk belajar.
2) Memperbaiki naskah drama pendek yang sudah dibuat pada siklus I dengan
melakukan diskusi kelompok kembali. Siswa yang belum aktif berdiskusi, perlu
dibangkitkan semangatnya sehingga diskusi yang dilaksanakan bermanfaat untuk
menyempurnakan hasil kerjanya.
3) Guru lebih memotivasi siswa agar berani dan percaya diri tampil berbicara di
depan kelas dengan cara penguatan verbal dan pemberian hadiah bagi aktor dan
aktris pemeran drama terbaik
4) Guru menciptakan setting panggung bermain peran seperti keadaan sebenarnya
dengan perlengkapan sederhana seperti meja dan kursi serta menyarankan siswa

commit to user
84

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

untuk menggunakan perlengkapan yang digunakan sehingga kegiatan berbicara


dalam role playing tampak lebih hidup.
5) Menciptakan situasi belajar yang lebih menyenangkan agar siswa semakin
berminat dalam mengikuti pelajaran sehingga akan lebih meningkatkan
keaktifannya.
6) Guru selalu memberikan arahan dan perhatian pada siswa agar mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap kelompoknya.
7) Guru menyarankan agar siswa mampu mengembangkan daya imajinasi dan
kreativitas diri disaat lupa berbicara dan tidak menyimpang dari isi drama.
8) Guru lebih memberikan perhatian kepada siswa dengan cara pendekatan individu
dan menegur bagi siswa yang tidak fokus pada proses pembelajaran.
Tahapan-tahapan pada siklus II adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan Tindakan
Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan rencana tindakan yang akan
dilakukan dalam proses penelitian siklus II ini untuk mendapatkan hasil yang
optimal sesuai harapan bahwa target yang akan dicapai adalah 80 % siswa tuntas
dari hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara.
Tahap-tahap perencanaan pada siklus II meliputi kegiatan sebagai berikut :
1)

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

(RPP) disusun

berdasarkan

silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas V semester II


tahun 2007 materi keterampilan berbicara. Perencanaan pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I dirancang dengan 2 kali pertemuan. Alokasi
waktu setiap pertemuan adalah 2x35 menit, sehingga dalam satu siklus
terdapat alokasi waktu 4x35 menit. Rancangan pelaksanaan pembelajaran
yang dibuat mencakup penentuan: identitas RPP, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, pembelajaran,
model dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan (skenario)
pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan teknik

penilaian.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II dapat dilihat pada


lampiran 5.

commit to user
85

perpustakaan.uns.ac.id

2)

digilib.uns.ac.id

Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung


Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah:
a) Ruang kelas, ruang kelas yang digunakan adalah kelas V yang biasa
digunakan setiap hari. Ketika diskusi berlangsung, tempat duduk atau
kursi diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat melakukan diskusi
dengan baik.
b) Materi pembelajaran, materi pertemuan I siklus II mempelajari tentang
perbaikan cara menyusun naskah drama pendek sebagai hasilnya adalah
naskah drama pendek yang dibuat akan semakin baik untuk diperankan di
depan kelas. Sedangkan materi pada pertemuan II mengulang materi
tentang hal-hal yang harus diperhatikan ketika bermain peran dalam
drama sehingga siswa dapat bermain peran (role playing) berdasarkan
naskah drama yang telah dibuat sebelumnya dengan benar-benar
memperhatikan aspek yang akan dinilai. Materi pembelajaran siklus II
terdapat pada RPP siklus II lampiran 5.
c) Mempersiapkan

media

pembelajaran,

media

pembelajaran

yang

digunakan adalah media cerita bergambar yakni gambar yang memuat


ringkasan cerita pendek. Media pembelajaran pada siklus II berupa teks
QDVNDK GUDPD .HKLGXSDQ 1HOD\DQ GDQ YLGHR GUDPD SHQGHN DQDN 6'
Foto media pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 29.
d) Mempersiapkan hadiah yang akan diberikan kepada siswa sebagai pemain
drama terbaik dan kelompok bermain drama terbaik.
3)

Menyiapkan Lembar Observasi: RPP, Pelaksanaan Pembelajaran Guru, dan


Penilaian Proses Siswa
Penggunaan lembar observasi akan mempermudah menentukan halhal apa saja yang harus lebih diutamakan dalam pengamatan. Lembar
observasi RPP dibuat untuk menilai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
peneliti oleh guru kelas V. RPP merupakan kerangka prosedural yang sangat
penting dalam perancanaan pembelajaran sehingga perlu dibuat penilaian.
Lembar pengamatan penilaian proses siswa lebih diutamakan pada minat,

commit to user
86

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan dalam proses


pembelajaran

pelaksanaan

berbicara. Pengamatan siswa ini berfungsi sebagai hasil

penilaian nontes kualitas proses. Sedangkan lembar observasi yang dibuat


untuk guru lebih diutamakan pada persiapan, jalannya kegiatan, dan
pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Ketiga lembar observasi ini dapat dilihat
pada lampiran 16,17, dan 18.
4)

Menyiapkan Instrumen Penilaian


Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yang berupa penilaian
tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil tes unjuk kerja (praktik)
berbicara

dalam bentuk bermain peran (role playing) sesuai

siswa

kompetensi dasar yang ingin dicapai. Rubrik penilaian tes unjuk kerja
keterampilan berbicara siswa terdapat pada lampiran 12. Untuk instrumen
nontes dinilai berdasarkan hasil observasi kegiatan siswa yang dilakukan
oleh peneliti dengan berdasarkan lembar penilaian proses pembelajaran
berbicara yang meliputi: (a) minat, (b) keaktifan, (c) kerja sama, dan (d)
kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung. Lembar penilaian
proses dapat dilihat pada lampiran 18.

b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan
pertama dilaksanakan pada hari Senin, 21 Februari 2011 dan pertemuan kedua
pada hari Rabu, 23 Februari 2011. Pelaksanaan tindakan tersebut dilaksanakan di
ruang kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo.
Deskripsi pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut:
Pertemuan I (2x35 menit)
Pada pertemuan pertama siklus II yang diajarkan kepada siswa kelas V
terlebih dahulu adalah mengulang kembali mengenai materi drama dan
memperbaiki dalam penyusunan naskah drama pendek.
Kegiatan awal menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Kegiatan yang
guru (peneliti) lakukan yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam
dilanjutkan

dengan

mengkondisikan

kelas

commit to user
87

sebagai

tindakan

preventif

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(pencegahan). Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan
diadakan presensi kehadiran siswa untuk mengetahui jumlah kehadiran siswa.
Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan I lengkap yaitu 21 siswa. Guru juga
menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa secara singkat dan
jelas. Tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama yaitu siswa mampu
menyebutkan cara menyusun naskah drama dengan benar dan siswa mampu
menyusun naskah drama pendek dengan baik berdasarkan permasalahan cerita
bergambar. Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan
motivasi belajar dan membuka wawasan siswa tentang drama. Apersepsi
diberikan dengan bersama-sama menyanyikan lagu berlirikkan materi drama
dengan nada seperti lagu naik-naik ke puncak gunung, lagunya masih sama
dengan pertemuan pertama pada siklus I.
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu
sekitar 55 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat
tiga (3) bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika, awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
- Anak-DQDNVLDSD\DQJPDVLKLQJDWSHQJHUWLDQGUDPD"
- Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam drama ?
Siswa juga diminta menyebutkan contoh drama yang pernah dilihatnya.
Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi, dalam kegiatan elaborasi siswa menyimak
penjelasan dari guru tentang materi yang berkaitan dengan drama, cara merancang
kerangka naskah drama, dan kemudian menyusun naskah drama dengan
mengembangkan dari kerangka yang telah dibuatnya. Guru juga menjelaskan
kelebihan dan kesalahan dalam naskah drama yang dibuat siswa sebelumnya.
Secara ringkas, isi materi pada pertemuan pertama dapat dilihat pada bagian RPP
siklus II pada lampiran 5. Guru menjelaskan materi ini dengan menggunakan
media cerita bergambar EHUMXGXO .HKLGXSDQ 1HOD\DQ EHVHUWD WHNV QDVNDK
dramanya. Guru memperlihatkan media tersebut kepada siswa dan empat siswa
PDMX XQWXN PHPEDFDNDQ WHNV QDVNDK GUDPD .HKLGXSDQ 1HOD\DQ VHVXDL WRNRK

commit to user
88

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang diperankan. Sebelum siswa memperbaiki susunan naskah drama pendek,


guru menanyakan kesulitan dan kejelasan dari materi yang sudah dijelaskan.
Selanjutnya, guru membentuk diskusi kelompok siswa dengan duduk saling
berhadapan seperti kelompok pada siklus I. Guru meminta masing-masing
kelompok untuk memperbaiki naskah drama yang sudah dikoreksi dan
memperhatikan bagian-bagian naskah yang ditandai serta catatan khusus dari
guru. Media cerita bergambar dan lembar kerja kelompok dibagikan lagi ke
masing-masing kelompok. Melalui diskusi kelompok, siswa mulai memperbaiki
naskah drama pendek. Guru membimbing, melakukan pendekatan, dan
mengarahkan diskusi kelompok siswa. Setelah naskah drama pendek selesai
diperbaiki, masing-masing kelompok membacakan naskah drama yang dibuat di
depan kelas dan sekaligus memantapkan pembagian peran (tokoh drama). Siswa
yang lain menanggapi presentasi kelompok yang maju.
Kegiatan konfirmasi, guru memberikan reward (penguatan) kepada
masing-masing kelompok. Siswa diberikan kesempatan untuk menyatakan
kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan konfirmasi hasil belajar siswa dalam
menyusun naskah drama. Siswa dimotivasi agar lebih semangat dan berpartisipasi
aktif. Untuk kelompok terbaik penyusun naskah drama diberikan hadiah oleh guru
yang sudah dipersiapkan.
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama
guru menyimpulkan hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi. Guru juga
menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa berupa motivasi untuk giat
belajar dan bersikap yang baik dalam kehidupan. Terakhir, guru menutup proses
pembelajaran dengan salam.

Pertemuan 2 (2x35 menit)


Pertemuan kedua merupakan penerapan bermain peran (role playing) dari
naskah drama yang sudah diperbaiki pada pertemuan I. Tujuan utama
pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan II ini yaitu siswa mampu
memainkan peran sesuai karakter tokoh dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang
tepat.

commit to user
89

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kegiatan awal pembelajaran menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit.


Kegiatan awal yang guru (peneliti) lakukan tidak berbeda jauh dari pertemuan I
karena dimulai awal masuk sekolah (jam pertama) yakni membuka pembelajaran
dengan mengucapkan salam, dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas sebagai
tindakan preventif (pencegahan). Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh
ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran siswa. Jumlah siswa yang hadir
lengkap ada 21 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai siswa. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai yaitu siswa mampu
menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan bermain peran (role playing) dalam
drama secara tepat dan mampu memainkan peran tokoh drama pendek dengan
lafal, intonasi, penghayatan, dan ekspresi yang sesuai karakter tokoh secara tepat.
Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi
belajar siswa dan menyamakan pandangan tentang materi drama yang akan
dipelajari siswa. Apersepsi pertemuan II diberikan dengan tepuk drama bersamasama seperti pada pertemuan II siklus I. Kemudian guru mengadakan tanya jawab
setelah tepuk drama tersebut untuk mengetahui tingkat kepekaan siswa.
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu
sekitar 55 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat
tiga (3) bentuk tindakan yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
- Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama?
- Sebutkan faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara ?
- Mengapa cara berbicara dalam memerankan tokoh drama menentukan penilaian
atau keberhasilan drama ?
Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi, siswa dijelaskan kembali hal-hal yang
perlu diperhatikan saat bermain peran dalam drama, diantaranya faktor-faktor
penunjang keefektifan berbicara meliputi lafal, intonasi, kelancaran, ekspresi, dan
pemahaman isi drama. Penjelasan dilakukan dengan menggunakan metode
demonstrasi yaitu memperagakan cara-cara berbicara yang efektif. Secara ringkas,

commit to user
90

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

isi materi pada pertemuan kedua ini dapat dilihat pada bagian RPP siklus II
lampiran 5. Sebelum siswa mencoba memainkan peran dari tokoh drama pendek,
guru memperlihatkan video drama pendek anak SD. Kemudian, guru
mengkondisikan tempat duduk seperti pelaksanaan diskusi pada pertemuan I
dengan duduk saling berhadapan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
Siswa diberikan waktu 5 menit untuk mempersiapkan setting dengan
kelompoknya sebelum maju bermain peran (role playing).
Selanjutnya, masing-masing kelompok siswa maju memerankan dari
naskah drama pendek yang sudah diperbaiki pada pertemuan I. Kegiatan bermain
peran ini penilaiannya hanya difokuskan pada keterampilan berbicara. Tugas guru
yaitu bertindak sebagai fasilitator dan memberikan penilaian. Guru membantu
menciptakan setting bermain peran sesuai tema drama masing-masing kelompok
sehingga siswa lebih bisa berekspresi. Dengan lembar penilaian, dilakukan
penilaian keterampilan berbicara siswa oleh guru secara individu. Siswa yang
tidak maju diberikan tugas sebagai pengamat untuk memberikan tanggapan dari
kelompok yang sudah bermain peran.
Kegiatan konfirmasi, yaitu pemberian reward (penguatan) kepada masingmasing kelompok dan pemberian hadiah pemain peran terbaik. Siswa diberikan
kesempatan untuk menyatakan kesulitan yang dihadapi. Guru memberikan
konfirmasi hasil belajar siswa dalam bermain drama. Siswa dimotivasi agar lebih
semangat dan berpartisipasi aktif. Untuk kelompok terbaik dalam bermain peran
drama juga diberikan hadiah oleh guru yang sudah dipersiapkan.
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama
guru menyimpulkan hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang dilakukan
guru. Hasil pembelajaran sudah menunjukkan peningkatan dari bermain peran
yang sebelumnya. Guru mengucapkan terimakasih atas perhatian, kerjasama, dan
kesungguhan siswa. Guru juga menyampaian pesan-pesan moral kepada siswa.
Kemudian guru menutup pembelajaran dengan salam.

commit to user
91

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c. Observasi
Tahap observasi siklus II pada hari Senin dan Rabu, 21-23 Februari 2011
dilakukan pengamatan

terhadap kegiatan guru

dan

pembelajaran. Proses pengamatan dilakukan oleh

siswa

selama

proses

guru kelas V bapak Sri

Kuncoro, Ama.Pd. Pengamatan menggunakan lembar observasi yang sudah


dipersiapkan. Pengamatan difokuskan pada tiga aspek yaitu (1) RPP yang
dijadikan pedoman mengajar peneliti, (2) berlangsungnya proses pelaksanaan
pembelajaran terkait sikap siswa (penilaian proses) dan kegiatan guru selama
pembelajaran berlangsung. (3) hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan
berbicara dengan metode role playing oleh siswa.
Berdasarkan kegiatan

observasi tersebut, secara garis besar diperoleh

gambaran tentang jalannya pembelajaran dari mata pelajaran Bahasa Indonesia


tentang keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode role playing
sebagai berikut:
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran guru
Pengamatan terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan
guru dalam mengajar sangat penting karena sebagai prosedur mengajar guru di
dalam kelas. RPP peneliti dinilai oleh guru kelas V dengan lembar pengamatan
RPP yang sudah dipersiapkan. Hasil penilaian RPP siklus II dapat dilihat pada
lampiran 20. Guru menilai RPP yang digunakan oleh peneliti dengan hasil ratarata nilai 3,85 yang menunjukkan penyusunan RPP dalam kategori sangat baik.
Secara garis besar RPP yang disusun sudah relevan dengan standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang ada dengan sistematika yang runtut dan tujuan
pembelajaran yang jelas mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
2) Sikap Siswa (Penilaian Proses)
Hasil pengamatan siklus II terhadap sikap siswa dapat dilihat pada lampiran
25. Pengamatan sikap siswa selama pembelajaran ini adalah bentuk penilaian
kualitas proses. Di dalam proses pembelajaran siklus II siswa sudah terlihat lebih
aktif dan bersungguh-sungguh dibandingkan dengan siklus I. Secara klasikal
terdapat peningkatan terhadap minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan pada

commit to user
92

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

diri siswa. Data pengamatan sikap siswa pada siklus II dapat dimasukkan ke
dalam tabel 10 sebagai berikut :
Tabel 10. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan
Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Siklus II
No.

Sikap Siswa

Frekuensi (siswa)

Persentase (%)

1.

Minat

19

90,47

2.

Keaktifan

17

80,95

3.

Kerja sama

16

76,19

4.

Kesungguhan

17

80,95

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran yang


dilakukan oleh guru pada siklus II mengalami peningkatan. Terdapat 19 siswa
(90,47%) yang berminat mengikuti pembelajaran berbicara. Siswa yang tercatat
aktif sebanyak 17 siswa (80,95%), siswa yang mampu bekerjasama dengan baik
sebanyak 16 siswa (76,19%), dan siswa yang bersungguh-sungguh dalam
mengikuti pembelajaran berbicara sebanyak 17 siswa (80,95%). Data dalam tabel

Frekuensi

10 tersebut dapat disajikan dalam grafik pada gambar 9 sebagai berikut :

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

90,47%
80,95%

Minat

76,19%

Kerjasama
Keaktifan
Sikap Siswa

80,95%

Kesungguhan

Gambar 9. Grafik Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan


Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus II

commit to user
93

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3) Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Guru


Hasil pengamatan terhadap kegiatan pelaksanaan pembelajaran oleh guru
pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 22. Hasil Pengamatan difokuskan pada
tujuh aspek kemampuan guru yaitu: (1) guru mengelola ruang dan fasilitas
pembelajaran termasuk kategori baik dengan nilai 3,5, (2) melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan nilai 3,6 dalam kategori sangat baik, (3) mengelola interaksi
kelas juga sudah sangat baik dengan nilai 4, (4) bersikap terbuka dan luwes serta
membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar dengan nilai 3,5,
(5) mendemonstrasikan kemampuan khusus dalam pembelajaran mata pelajaran
tertentu termasuk kategori baik dengan nilai 3,3, (6) melaksanakan evaluasi proses
dan hasil belajar dengan nilai 4 kategori sangat baik, dan (7) kesan umum kerja
guru dalam kategori baik dengan nilai 3,5. Sehingga nilai rata-rata kegiatan
pembelajaran guru adalah 3,63 termasuk dalam kategori sangat baik. Berdasarkan
rata-rata nilai tersebut menunjukkan kualitas pembelajaran dari guru meningkat
dibandingkan dengan siklus I.
4) Hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode
role playing
Daftar nilai keterampilan berbicara siswa siklus II dapat dilihat pada
lampiran 15. Data nilai tersebut dikelompokkan ke dalam tabel 11 di bawah ini:
Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Pandak I Sragen pada Siklus II
No
1
2
3
4
5

Nilai
44-52
53-61
62-70
71-79
80-88
Jumlah

Frekuensi

Presentase (%)

Keterangan

0
3
6
5
7
21

0
14,29
28,57
23,81
33,33
100

Tidak Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas

Nilai rata-rata = 1540 : 21 = 73,33


Tingkat Ketuntasan Klasikal = 18 : 21 x 100% = 85,71%

commit to user
94

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari tabel 11 di atas dapat dilihat persentase siswa yang belum dan
sudah tuntas KKM. Dari 21 siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I
Sidoharjo, hanya terdapat sebesar 14,29% siswa belum tuntas KKM yang terbagi
dalam kelas 44-52 sebesar 0%, dan pada kelas 53-61 sebesar 14,29%.
Sisanya sebesar 85,71% siswa sudah tuntas KKM yang terbagi pada kelas 6270 sebesar 28,57%, pada kelas 71-89 sebesar 23,81%, dan interval kelas 80-88
terdapat 33,33%. Dari tabel 11 tersebut juga dapat diketahui ketuntatasan hasil
belajar siswa pada siklus II mencapai 85,71% atau 15 siswa sudah tuntas.
Sedangkan siswa yang belum tuntas 14,29% atau 3 siswa.
Berdasarkan data pada tabel 11 maka hasil pembelajaran keterampilan
berbicara setelah diadakan tindakan siklus II pada siswa kelas V SDN Pandak I
dapat disajikan dalam grafik pada gambar 10 dibawah ini :
8
7

Frekuensi

6
5
4
3
2
1
0
44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Interval Nilai

Gambar 10. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I
pada siklus II
Pada gambar 10 di atas ditunjukkan frekuensi dari masing-masing kelas.
Pada kelas 44-52 terdapat 0 siswa, pada kelas 53-61 terdapat sebanyak 3
siswa, pada kelas 62-70 terdapat sebanyak 6 siswa, pada kelas 71-79 terdapat
sebanyak 5 siswa, dan pada interval kelas 80-88 terdapat 7 siswa. Dengan
jumlah keseluruhan 21 siswa, hanya terdapat 3 siswa yang belum tuntas KKM.

commit to user
95

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil keterampilan


berbicara VLVZD\DQJPHPSHUROHKQLODL62 (KKM) sudah mencapai 80% sesuai
target capaian sehingga tindakan dapat dihentikan.

d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas proses
dan hasil pembelajaran berbicara siklus II ini telah menunjukkan adanya
peningkatan yang signifikan dari siklus I.
Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus II dapat dilihat dari
beberapa indikator berikut ini:
1) Minat
Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan penerapan metode
bermain peran di siklus II, secara klasikal telah menunjukkan peningkatan dari
siklus I dari 61,9% menjadi sebesar 90,47% pada siklus II. Siswa lebih antusias
mengikuti pembelajaran dengan metode bermain peran, sehingga perhatian
siswa pun lebih terfokus pada pelajaran.
2) Keaktifan
Keaktifan siswa dalam pembelajaran meningkat. Siswa terlihat lebih aktif
untuk bertanya dan mengungkapkan gagasan ketika berdiskusi, aktif
melakukan kegiatan bermain peran. Keaktifan klasikal siswa meningkat
menjadi 80,95% atau sebanyak 17 siswa.
3) Kerja sama
Siswa yang menunjukkan sikap kerjasama yang baik selama mengikuti
pembelajaran berbicara sebesar 76,19% atau sebanyak 16 orang, sedangkan
23,81% atau 5 orang sisanya tampak belum mampu melakukan kerja sama
yang baik dengan anggota kelompoknya.
4) Kesungguhan
Siswa yang menunjukkan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran
berbicara sebayak 17 siswa atau sebesar 80,95%, sedangkan 4 siswa lainnya
atau sebesar 19,05% menunjukkan sikap kurang serius selama mengikuti

commit to user
96

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pelajaran. Pada saat melakukan praktik berbicara di depan kelas, kebanyakan


siswa sudah terlihat bersungguh-sungguh dengan sesama teman kelompoknya.
Bertolak dari perbaikan pada siklus I dibuktikan bahwa penggunaan
metode bermain peran (role playing) pada siklus II ini dapat meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini terbukti dari 21 siswa
yang melakukan tes unjuk kerja berbicara, 18 siswa atau sebesar 85,71% telah
mencapai ketuntasan belajar dengan mendapat nilai di atas 62 (KKM).
Ketuntasan belajar ini mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 14,29%
dengan rata-rata nilai keterampilan berbicara dalam kelas sebesar 73,33.
Secara

umum

semua

kelemahan

yang

ada

dalam

proses

pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus II sudah dapat diatasi


dengan baik walaupun masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dan
kurang bersungguh-sungguh. Namun, secara garis besar siswa merasa
termotivasi dalam belajar, senang hati, dan antusias dalam melakukan
kegiatan karena siswa belajar sambil bekerja sama dengan temannya
secara

kompak.

Selain

itu,

peningkatan

kualitas

hasil

keterampilan

berbicara pada siklus II sudah mencapai indikator ketercapaian yaitu


80% dari jumlah siswa yang ada. Oleh karena itu, penelitian dapat
dihentikan dan dinyatakan berhasil.

C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk peningkatan dari hubungan
antarsiklus. Untuk hasil penelitian persiklus sudah disajikan pada tahap observasi
(pengamatan) pada masing-masing siklus. Berdasarkan pengamatan dari analisis data
yang ada, dapat dilihat adanya peningkatan kualitas proses dan hasil siswa kelas V
SDN Pandak I Sragen dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek
keterampilan berbicara dengan metode role playing.
Peningkatan kualitas proses ditunjukkan dari sebaran frekuensi sikap siswa
meliputi minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan siswa yang semakin besar
(meningkat) seperti pada tabel 12 berikut ini :

commit to user
97

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 12. Data Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan
Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I dan II
Frekuensi
No.

Sikap Siswa
Prasiklus

Siklus I

Siklus II

1.

Minat

10

13

19

2.

Keaktifan

13

15

17

3.

Kerja sama

15

16

4.

Kesungguhan

12

17

Tabel 12 di atas menunjukkan adanya peningkatan frekuensi pengamatan


sikap siswa dari prasiklus sampai siklus II. Secara klasikal aspek sikap minat,
keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan siswa dalam proses pembelajaran terjadi
peningkatan. Dari tabel 12 perbandingan frekuensi pengamatan sikap siswa di atas
dapat dibuat grafik pada gambar 11 sebagai berikut:
Prasiklus

Siklus I

Siklus II

20

Frekuensi

15
10
5
0
Minat

Keaktifan

Kerjasama

Kesungguhan

Sikap Siswa

Gambar 11. Grafik Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran


Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus
I, dan Siklus II
Peningkatan kualitas hasil ditunjukkan dari sebaran frekuensi nilai
keterampilan berbicara dari penilaian aspek lafal, intonasi, kelancaran, ekspresi, dan

commit to user
98

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pemahaman isi yang semakin besar (meningkat) pada interval nilai di atas KKM (62)
seperti pada tabel 13 berikut ini :
Tabel 13. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak
I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
Frekuensi
No.

Interval Nilai
Prasiklus

Siklus I

Siklus II

1.

44-52

2.

53-61

3.

62-70

4.

71-79

5.

80-88

Jumlah Siswa

21

21

21

Siswa Tidak Tuntas

13

Siswa Sudah Tuntas

15

18

Nilai Rata-Rata Kelas

61,14

66,09

73,33

Ketuntasan Klasikal

38,1%

71,42%

85,71%

Tabel 13 di atas menunjukkan adanya peningkatan nilai keterampilan


berbicara siswa dari prasiklus sampai siklus II. Presentase ketuntasan klasikal
meningkat dari prasiklus sebesar 38,1% menjadi 71,42% pada siklus I dan meningkat
lagi pada siklus II menjadi 85,71%. Pada akhir siklus masih terdapat tiga siswa yang
belum tuntas KKM dalam keterampilan berbicara. Kelemahan mereka pada aspek
kelancaran dan ekspresi berbicara. Selain itu, dari penilaian sikap siswa juga
tergolong rendah.
Perbandingan nilai rata-rata kelas dari tiap siklus terjadi peningkatan. Pada
prasiklus nilai rata-rata siswa sebesar 61,14, pada siklus I nilai rata-rata kelas
meningkat menjadi 66,09. Selanjutnya nilai rata-rata kelas keterampilan berbicara
mengalami peningkatan signifikan pada siklus II menjadi 73,33. Peningkatan
tersebut membuktikan bahwa metode role playing tepat untuk membantu
meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara.

commit to user
99

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari tabel 13 perbandingan nilai keterampialan berbicara di atas dapat dibuat


grafik pada gambar 12 sebagai berikut:
Prasiklus

Siklus I

Siklus II

10
9
8
Frekuensi

7
6
5
4
3
2
1
0
44-52

53-61

62-70

71-79

80-88

Intrval Nilai

Gambar 12. Grafik Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN
Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
Dari gambar 12 tersebut terlihat bahwa prasiklus (merah) lebih mendominasi
pada interval nilai rendah, siklus I (kuning) mendominasi interval nilai sedang, dan
siklus II (hijau) dominasi pada interval nilai tinggi.

D. Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian tindakan dapat dinyatakan bahwa terjadi
peningkatan kualitas keterampilan berbicara, baik proses maupun hasil keterampilan
berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siklus I dan siklus II.
Secara garis besar, penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang
telah dikemukakan peneliti pada bagian bab I.
Pembahasan hasil penelitian ini akan dijabarkan secara garis besar kualitas
proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara dari prasiklus dan setelah
dilaksanakan tindakan pada siklus I dan siklus II dengan menggunakan metode role
playing.

commit to user
100

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pembahasan hasil penelitian ini sebagai berikut :


a. Prasiklus
Pada prasiklus terlihat bahwa minat dan keaktifan siswa dalam mengikuti
proses kegiatan pembelajaran masih tergolong rendah. Pembelajaran keterampilan
berbicara

masih

menggunakan

cara

konvensional

yaitu

siswa

diminta

mengomentari persoalan faktual yang dikemukakan guru secara individu.


Meskipun metode pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif tetapi suasana
pembelajaran

terkesan

membosankan

karena

siswa

masih

bingung

mengemukakan permasalahan kehidupan yang dialaminya sehingga siswa yang


menanggapi juga merasa kesulitan. Selain itu siswa merasa takut ketika diminta
berbicara secara individu di depan kelas. Hal ini membuat siswa tidak antusias
mengikuti pembelajaran berbicara yang diberikan oleh guru. Akibatnya presentase
nilai kualitas proses secara klasikal yang meliputi minat, keaktifan, kerjasama, dan
kesungguhan masih rendah. Terbukti persentase niai kualitas proses klasikal pada
tindakan awal ini masih rendah yaitu minat 47,62%, keaktifan 61,9%, kerja sama
42,86%, dan kesungguhan 33,33%.
Kualitas proses yang rendah berimbas pada kualitas hasil keterampilan
berbicara siswa menjadi rendah. Terbukti dengan banyaknya

siswa

yang

memperoleh nilai di bawah KKM. Nilai keterampilan berbicara yang diperoleh


siswa masih rendah. Pada prasiklus siswa yang belum tuntas KKM sebanyak
13 siswa, sedangkan yang sudah tuntas KKM sebanyak 8 siswa atau 38,1%.
Nilai terendah pada prasiklus adalah 36 dan nilai tertinggi yang dicapai siswa
adalah 72. Nilai dari masing-masing siswa tersebut dapat dilihat pada lampiran 13.
Siswa yang memperoleh nilai pada kelas 44-52 sebanyak 4 siswa atau
19,05%, pada kelas 53-61 sebanyak 9 siswa atau 42,86%, pada kelas 62-70
sebanyak 3 siswa atau 14,29%, pada kelas 71-79 sebanyak 5 siswa atau 23,81%,
dan pada kelas 80-88 sebanyak 0 siswa atau 0%. Selama prasiklus nilai rata-rata
klasikal yang dicapai adalah 61,14. Nilai rata-rata ini dapat dikatakan rendah
karena nilai yang diperoleh siswa pun juga masih rendah. Oleh karena itu
dilakukan tindakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

commit to user
101

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b. Siklus I
Berdasarkan tindakan yang sudah dilaksanakan pada siklus I terbukti adanya
peningkatan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara siswa. Dalam proses
pembelajaran berbicara siklus I ini peneliti menggunakan metode role playing,
siswa bermain peran dari tokoh drama pendek yang dibuat oleh siswa secara
berkelompok. Proses pembelajaran terkesan lebih hidup dan menyenangkan
meskipun hasilnya belum maksimal karena siswa baru pertama kali bermain
peran. Siswa lebih berminat dan terlihat aktif dalam pembelajaran terutama ketika
praktik berbicara secara berkelompok melalui bermain peran. Kerjasama dan
kesungguhan siswa sangat jelas terlihat karena metode role playing ini dilakukan
secara kelompok yang mengutamakan kerjasama dan keseriusan dari anggota
kelompoknya. Peningkatan kualitas proses berbicara ini dibuktikan dengan nilai
persentase kualitas proses klasikal yaitu minat 61,9%, keaktifan 71,42%,
kerjasama 71,42%, dan kesungguhan 57,14%.
Pada siklus I kualitas hasil keterampilan berbicara yang ingin dicapai adalah
70% siswa dapat tuntas KKM. Hal ini berarti dalam siklus I diharapkan
sebanyak 15 siswa memperoleh nilai di atas KKM. Dilihat dari banyaknya siswa
yang tuntas KKM diketahui tepat sebanyak 15 siswa atau 71,42% sudah tuntas
dan masih terdapat 6 siswa atau 28,58% yang belum tuntas KKM. Dengan
jumlah ketuntasan seperti itu dapat dikatakan indikator kinerja siklus I telah
tercapai. Akan tetapi, pada siklus I nilai siswa belum memuaskan. Karena
kebanyakan siswa hanya memperoleh nilai pada interval nilai sedang.
Pengamatan dari tindakan pada siklus I ditemukan beberapa hal yang
terkait faktor-faktor penilaian keterampilan berbicara siswa yaitu: pertama, ratarata siswa menggunakan lafal dan intonasi yang cukup jelas dalam berbicaranya
karena siswa cukup percaya diri dan tidak merasa takut ketika penampilannya
dilihat teman-temannya. Kedua, kelancaran siswa pada siklus I rata-rata cukup
lancar dan dari segi pemahaman isi drama juga sudah baik. Namun, untuk ekspresi
berbicara siswa rata-rata nilainya masih kurang memuaskan, terkadang siswa
berbicara tidak melihat kepada teman atau lawan bicaranya. Gerakan-gerakan

commit to user
102

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tubuh belum begitu terlihat pada siklus I sehingga kegiatan berbicara siswa masih
terkesan kaku dan monoton.
Peningkatan kualitas proses dan hasil pada siklus I belum memuaskan dan
masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki dan diharapkan keterampilan
berbicara siswa semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini dilanjutkan ke
siklus II.
c. Siklus II
Pada tindakan siklus II terjadi peningkatan kualitas proses dan hasil yang
signifikan dari tindakan sebelumnya. Dilihat dari proses pembelajaran
keterampilan berbicara dengan metode role playing, siswa semakin berminat yang
ditandai dengan banyaknya siswa yang lebih antusias dan memperhatikan
jalannya proses pembelajaran berbicara. Persentase minat siswa secara klasikal
mencapai 90,47%. Keaktifan klasikal siswa meningkat menjadi 80,95% ditandai
dengan banyaknya siswa yang lebih aktif bertanya dan berpendapat ketika diskusi
kelompok serta bermain peran. Kerja sama dari siswa dalam kelompoknya juga
semakin meningkat menjadi 76,19%, dalam hal ini siswa lebih bertanggung jawab
sebagai bagian dari kelompoknya. Pengamatan dari segi kesungguhan siswa juga
terjadi peningkatan menjadi 80,95% ditandai siswa lebih serius untuk melakukan
diskusi dan bermain peran (role playing).
Kualitas hasil keterampilan berbicara siklus II terjadi peningkatan. Indikator
ketercapaian kualitas hasil pada siklus II adalah 80% atau sebanyak 17 siswa
mampu tuntas KKM dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dari 21 siswa
kelas V setelah diadakan tindakan siklus II terdapat 18 siswa atau 85,71%
tuntas KKM dan 3 siswa atau 14,29% belum tuntas KKM. Hal ini dibuktikan
dengan naiknya jumlah frekuensi pada tiap kelas interval. Dari 21 siswa kelas V
ditunjukkan pada kelas 44-52 saat siklus I terdapat 3 siswa meningkat menjadi
tidak ada. Setelah tindakan siklus II nilai terendah terdapat pada kelas 53-61
sebanyak 3 siswa atau 14,29%, pada kelas 62-70 sebanyak 6 siswa atau
28,57%, pada kelas 71-79 sebanyak 23,81%, dan pada kelas 80-88 sebanyak 7
siswa atau 33,33%. Dilihat dari nilai rata-rata klasikal siswa juga terdapat

commit to user
103

perpustakaan.uns.ac.id

peningkatan. Nilai

digilib.uns.ac.id

rata-rata klasikal pada siklus

I sebesar 66,09 meningkat

menjadi 73,33 pada siklus II.


Peningkatan kualitas poses dan hasil keterampilan berbicara dengan
menggunakan metode role playing pada siklus II sudah memuaskan dan mencapai
indikator ketercapaian. Oleh karena itu, pelaksanaan tindakan dapat dihentikan
dan terbukti dinyatakan berhasil.
Berdasarkan atas tindakan yang dilakukan pada siklus I dan II, keberhasilan
pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing
dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
a. Kualitas Proses
1)

Siswa semakin berminat dalam mengikuti pembelajaran keterampilan


berbicara. Hal ini

ditunjukkan dengan siswa menujukkan sikap yang

memperhatikan dan tidak gaduh.ketika proses pembelajaran berlangsung.


Selain itu, siswa antusias mengikuti pembelajaran dan tidak ada siswa yang
mengantuk atau melamun.
2) Siswa terlihat bersemangat dan aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini
ditandai dengan keaktifan siswa bertanya dan berpendapat saat diskusi
kelompok serta aktif dalam bermain peran dari tokoh drama yang
diperankannya.
3) Siswa lebih melakukan kerjasama dalam kegiatan pembelajaran. Kerjasama
terlihat ketika siswa berdiskusi dan bermain peran di depan kelas. Siswa
memiliki rasa tanggung jawab dan empati terhadap temannya.
4) Siswa memiliki kesungguhan dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dengan
keseriusan siswa ketika harus bermain peran dengan kelompoknya untuk
mendapatkan hasil yang terbaik.
b. Kualitas Hasil
Nilai tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode role
playing yang telah dilaksanakan guru menunjukkan peningkatan dari siklus I
sampai siklus II dibandingkan dengan kondisi awal. Ketuntasan klasikal akhir
siklus mencapai 85,71% dengan nilai rata-rata 73,33.

commit to user
104

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kualitas hasil keterampilan berbicara ditandai dengan meningkatnya aspekaspek penilaian berbicara yang secara garis besar dijelaskan sebagai berikut :
1) Siswa mampu berbicara dengan lafal yang sudah jelas. Secara klasikal siswa
dapat melafalkan bunyi atau artikulasi bahasa dengan baik dan jelas.
2) Siswa berbicara dengan intonasi yang tepat. Ketepatan memberikan tekanan
dalam berbicara siswa secara klasikal dalam kategori baik dan tepat.
3) Siswa berbicara dengan lancar. Hal ini ditunjukkan ketika berbicara siswa
WLGDNPHQJJXQDNDQNDWDHHGDQKDQ\DVHGNLt siswa yang kurang lancar.
4) Siswa mampu berbicara dengan ekspresi yang terbilang baik. Secara umum
siswa sudah berbicara menggunakan kontak mata sebagai syarat keefektifan
berbicara dan kadang disertai gerakan tubuh (pantomimik).
5) Siswa sudah berbicara sesuai isi atau tema drama yang diperankannya. Hal ini
ditunjukkan dengan arah pembicaraan siswa dalam bermain peran yang sudah
sesuai topik drama yang ditentukan.

commit to user
105

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan
dalam dua siklus dengan menggunakan metode role playing dalam pembelajaran
keterampilan berbicara pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I Sidoharjo
Sragen dapat disimpulkan bahwa :
1. Penggunaan metode role playing dapat

meningkatkan

kualitas

proses

keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun
ajaran 2010/2011. Hal ini ditandai dengan meningkatnya persentase minat,
keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan dalam proses pembelajaran. Pada siklus
I persentase klasikal minat siswa sebesar 61,9%, keaktifan 71,42%, kerja sama
71,42%, dan kesungguhan 57,14%. Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu
persentase klasikal minat siswa menjadi 90,47%, keaktifan 80,95%, kerja sama
76,19%, dan kesungguhan 80,95%.
2. Penggunakan metode role playing dapat meningkatkan

kualitas hasil

keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen


tahun ajaran 2010/2011. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata keterampilan
berbicara siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus I
sebesar 66,09 dan siklus II sebesar 73,33. Dilihat dari hasil tes berbicara pada
siklus I diketahui 15 siswa (71,42%) dari 21 siswa telah mencapai nilai KKM (62)
dan meningkat pada siklus II sebanyak 18 siswa (85,71%) dari 21 siswa telah
berhasil mencapai nilai KKM.

B. IMPLIKASI
Penggunaan

metode

bermain

peran

(role

playing)

terbukti

dapat

meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil dalam pembelajaran keterampilan


berbicara, karena bermain peran merupakan metode belajar sambil bermain yang
sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Dalam metode role playing, siswa
berperan secara aktif menjadi tokoh atau orang lain sesuai naskah drama pendek

commit to user
106

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang disusun oleh siswa sendiri. Kegiatan dan keberhasilan belajar siswa sangat
ditentukan oleh kemampuan siswa sendiri dalam menguasai materi dan
mengungkapkan ide serta gagasannya dalam bentuk praktik berbicara sambil
berperan di depan kelas. Oleh karena itu, siswalah yang menjadi pusat kegiatan
pembelajaran. Peran guru di sini hanya sebagai mediator, motivator, dan fasilitator
belajar siswa.
Metode role playing ini lebih efektif dan efisien dibanding dengan metode
konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan guru dalam pembelajaran
keterampilan berbicara. Dikatakan efektif karena penerapan metode role playing
akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik
berbicara secara berkelompok. Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena
proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau
belajar sambil bermain.
Penelitian ini membuktikan bahwa dengan penggunaan metode bermain
peran (role playing) dapat membuat siswa lebih aktif, berminat dalam mengikuti
pembelajaran berbicara, dan pembelajaran lebih hidup serta menyenangkan. Selain
itu, meode ini dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran berbicara yang
ditandai dengan meningkatnya rata-rata nilai siswa dan persentase ketuntasan pada
tiap siklusnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diimplikasikan bahwa metode role
playing dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi guru dalam
kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara. Di samping itu, metode pembelajaran
ini dapat digunakan sebagai metode alternatif yang menyenangkan, kreatif, dan
inovatif dalam pembelajaran berbicara di tingkat SD.

C. SARAN
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti dapat
mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
a. Siswa seharusnya memahami bahwa keterampilan berbicara merupakan hal
penting yang harus dikuasai, untuk itu siswa perlu mengikuti pembelajaran

commit to user
107

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berbicara dengan penuh kesungguhan agar siswa memiliki keterampilan


berbicara yang baik.
b. Dengan adanya penggunaan metode role playing sebaiknya siswa dapat
memanfaatkan dengan baik untuk bekerja sama dalam satu kelompok baik
dalam diskusi maupun bermain peran sehingga hasilnya dapat optimal.
2. Bagi Guru
Guru kelas hendaknya menerapkan metode bermain peran (role playing)
dalam kegiatan belajar - mengajar khususnya pada pembelajaran keterampilan
berbicara, karena metode bermain peran lebih efektif dan efisien dibandingkan
dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan dalam
pembelajaran berbicara.
3. Bagi Sekolah
Peneliti menyarankan penggunaan metode role playing sebagai metode
alternatif dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas tinggi sekolah
dasar. Penggunaan metode role playing dapat menciptakan proses pembelajaran
yang dapat meningkatkan motivasi belajar berbicara siswa sehingga sangat
bermanfaat dan meningkatkan kualitas hasil berbicara bagi anak-anak usia sekolah
dasar.

commit to user
108

You might also like