Professional Documents
Culture Documents
1. a). Aliran Sisi Penawaran (Supply Side Economics) Pada tahun 1971-1973
perekonomian AS mengalami guncangan dari berbagai sisi, hal ini menyebabkan
perekonomian mulai lesu, produksi berkurang, pengangguran semakin bertambah dan
inflasi. Kebijakan-kebijakan ekonomi mulai dijalankan dan dikembangkan untuk
mengatasi inflasi yang semakin tinggi. AS kemudian mengadopsi kebijakan dari aliran
monetaris yang kemudian melahirkan kebijakan monetaris yang selanjutnya
dijalankan oleh pemerintah Thatcher di Inggris. Kebijakan yang dianut oleh Reagan di
AS ini menciptakan teori sisi penawaran (supply-side economics).
Tokoh-Tokoh Aliran Penawaran
Menurut Harold McCure dan Thomas Willis (1983) aliran sisi penawaran dibagi
dalam 2 kelompok yaitu :
1. Kelompok Utama (Martin Feldstein dan Mihael Boskin) yang menekankan pada
insentif pajak dalam pertumbuhan ekonomi lewat dampaknya terhadap tabungan
dan investasi
2. Kelompok Radikal (Arthur Laffer, George Gilder dan angoota kongres Jack
Kemp) yang menekankan padadampak pemotongan pajak terhadap proudktivitas
kerja dan meningkatkan laju pertumbuhan output dan mengurangi inflasi
Pandangan pakar ekonomi tentang aliran sisi penawaran sering disebut
Reaganomics
Perbandingan Pandangan Keynesian dan Monetaris dengan Aliran Sisi Penawaran
Pandangan Keynesian :
Pandangan Monetaris :
Aliran sisi penawaran lebih mengarah kepada teori Adam Smith, namun dalam versi
yang lebih modern. Robert A. Mundel sebagai peletak dasar aliran ini menawarkan
peng-gunaan kombinasi kebijakan moneter dan fiskal dengan analisis jangka panjang.
Teori ini lebih bisda dalam mengatasi penyakit stragflasi.
b). Relevansi pemikiran Supply Side dengan perekonomian yang ada saat ini :
1. Program Penurunan Pajak dan Anggaran Berimbang
Namun untuk diterapkan di Indonesia saat ini kurang bisa mengatasinya. Hasil-hasil
yang dicapai oleh program pemerintah tidak maksimal, bahkan tidak sedikit yang
mendapat predikat buruk. Untuk itu kita perlu mengevaluasi program itu kembali.
Salah satu cara untuk membatasi pengeluaran pemerintah dengan mengurangi
pemasukan. Dalam hal ini intinya adalah kepercayaan untuk mengatur sendiri
keuangan masyarakat. Aliran sisi penawaran mempercayai adanya dampak positif
penggunaan dana sendiri oleh swasta. Pada masa Reagan penurunan pajak
menciptakan teori anggaran berimbang yangdidukung oleh para ahli yaitu Alan
Blinder, Douglas Holtz Eakin, dan Herbert Stein. Reagan menyukai program
penurunan pajak karena kan meningkatkan partisipasi kerja dan tidak terlalu banyak
memegang dana. Hal-hal tersebut yang bisa diterapkan di Indonesia untuk
memperbaiki situasi di negara Indonesia.
Faktorutamamemburuknya
(demand
side)
melainkan
kinerjaeksporbukandisebabkan
sisipenawaran
faktorpermintaan
(supplyside)ataudapatdikatakan
berdampak pada rendahnya
institusi
kelembagaanpemerintahdanswastaterkaitdenganpelayananpublik,
dan
3.
4.
5.
6.
7.
inefisiensipasarbarang industri,
pendidikandankeahliantenagakerjayangbelummemadai,
efisiensipasartenaga kerjayangrendah,
rendahnyakemampuanperusahaanuntukmengadopsiteknologibaru,
perkembangan pasar keuangan yang belum mendorong perkembangan
industri, dan
8. rendahnyainovasidanpenerapanteknologitinggiyangefisien.
BerdasarkanIndustrialDevelopmentReporttahun2011,
industrimanufakturIndonesiamengalami
penurunan
peringkat
padatahun2009.
Daya
saing
Gambaran dayasaing
komoditas ekspordiantara
danlobby.Apabilatidakmempersiapkan
diridenganbaik,makaIndonesia akanmenjadipasarbagikomoditasnegara-negaralainnya.
Menolak
bergabungdalamsuatu
perjanjianperdaganganbukanmerupakansuatu
kekosongantersebut.Indonesiaperlu
selektifdalammelakukanliberalisasitarifperdagangan
internasionalnyayaitu
denganmembukaliberalisasiseluas-luasnyauntukkomoditasunggulandan
tetapprotektifterhadapkomoditas yangkurangunggul,ataukomoditas yangsangatdibutuhkan
dalam
pasardomestiktetapimemilikidayasaingyangrelatifrendah.Olehkarenaitu,pemerintah
Veblen adalah anak seorang petani miskin yang melakukan imigrasi dari
Norwegia ke Amerika. Veblen mengritik teori-teori yang digunakan kaum klasik dan neoklasik yang model-model teoritis dan matematisnya dinilai bias dan terlalu menyederhanakan
fenomena-fenomena ekonomi serta dianggap mengabaikan aspek-aspek non-ekonomi seperti
kelembagaan dan lingkungan. Veblen menilai pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar
terhadap tingkah laku ekonomi masyarakat. Struktur politik dan sosial yang tidak mendukung
dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses ekonomi. Bagi Veblen masyarakat
merupakan suatu fenomena evolusi yang segala sesuatunya mengalami perubahan secara
terus-menerus. Pola perilaku seseorang dalam masyarakat disesuaikan dengan kondisi sosial
sekarang, jika perilaku tersebut cocok dan diterima
sebaliknya. Keadaan dan lingkungan seperti inilah yang disebut Veblen institusi yang
dalam artian terkait dengan nilai-nilai, norma-norma, kebiasaan serta budaya yang semuanya
terefleksikan dalam kegiatan ekonomi baik dalam berproduksi maupun mengkonsumsi.
Dalam berproduksi akan kelihatan bagaimana nilai-nilai dan norma-norma serta kebiasaan
yang dianut dalam mengejar tujuan akhir dari kegiatan produksi yauti keuntungan. Dalam
bukunya yang berjudul The Theory of Business Enterprise Veblen menjelaskan bahwa
perilaku para pengusaha Amerika di masanya telah banyak mengalami perubahan dahulu para
pengusaha pada umumnya menghasilakan barang-barang dan jasa untuk memperoleh
keuntungan melalui kerja keras atau yang disebut dengan production for use. Tetapi pada
masa sekarang laba dan keuntungan sebagian tidak lagi diperoleh melalui kerja keras dengan
menciptakan barang-barang yang disukai oleh konsumen, tetapi lewat trik-trik bisnis atau
yang disebut production of profit. Veblen melihat dalam masyarakat Amerika yang tumbuh
begitu pesat telah melahirkan suatu golongan absentee ownership yaitu para pengusaha yang
memiliki modal besar dan menguasai sejumlah perusahaan tetapi tidak ikut terjun langsung
dalam kegiatan operasional perusahaan. Kemudian dalam perilaku konsumsi ada perilaku
konsumsi yang wajar yaitu ingin memperoleh manfaat atau utilitas yang sebesar-besarnya
dari tiap barang yang dikonsumsinya, dan ada pula yang tidak wajar kalau konsumsi
ditujukan hanya untuk pamer yang oleh Veblen disebut conspicuouc consumption dalam
bukunya yang berjudul The Theory of the Leisure Class.
1.2
karyanya yaitu Business Cycles and Their Cause (1913). Dengan menggunakan bermacam
data statistik ia menjelaskan masalah fluktuasi ekonomi.
1.3
pada ahli-ahli ekonomi agar ikut membuat value judgement, sebab jika itu tidak dilakukan
maka struktur-struktur teoritis ilmu ekonomi akan menjadi tidak realistis. Sebagai penganjur
aliran institusional ia percaya bahwa pemikiran institusional sangat diperlukan dalam
melaksanakan pembangunan negara-negara berkembang.
1.4
Douglas North
Penghargaan terhadap aliran konstitusional mencapai puncaknya tahun 1993 pada saat
Douglas North dari Universitas of Washington, missouri, Amerika Serikat menerima hadiah
nobel dalam bidang ekonomi karena jasanya dalam memperbarui riset dal penelitian sejarah
ekonomidan metode-metode kuantitatif. North menilai peran institusi baik institusi politik
maupun institusi politik sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Ia menyimpulkan
bahwa negara-negara komunis hancur karena tidak mempunyai institusi yang mendukung
mekanisme pasar. North mengatakan reformasi tidak akan memberikan hasil nyata hanya
dengan memperbaiki kebijakan makro saja tetapi dibutuhkan seperangkat institusi yang
mampu memberikan insentif yang tepat kepada setiap pelaku ekonomi diantaranya hukum
paten dan hak cipta, hukum kontrak dan pemilik tanah.
Aliran kelembagaan lama, pakar ekonomi setuju menetapkan bapak ekonomi kelembagaan
Thorstein Bunde Veblen (1857-1929). Beliau mengkritik mengenai ilmu ekonomi ortodoks
yang lebih kepada aliran ekonomi Klasik, dan ekonomi heterodoks yang melihat perilaku
variabel ekonomi secara lebih luas lagi. Vablen lalu menulis buku, yang isinya mengenai
suatu kegiatan konsumtif yang dilakukan sedikit orang yang memiliki kekayaan dan seorang
pengusaha bukan yang menggerakkan ekonomi tetapi malah menyabot. Aliran ekonomi
kelembagaan terus berkembang seiring dengan pakar-pakar ekonomi yang melakukan sebuah
analisa yang melibatkan banyak aspek secara luas. Para pakar ekonomi kelembagaan ini
adalah Mitchell yang melihat adanya siklus karena suatu self generating process yang
diperoleh dari data empiris, John R. Commons yang melakukan perubahan-perubahan sosial
yang berdampak pada ekonomi suatu masyarakat dan selalu menentang dari ekonomi
ortodoks, John A. Hobson yang menyatakan ada tiga kelemahan dari ekonomi ortodoks dari
tidak dapat menyelesaikan full employment, distribusi pendapatn dan pembagian ekonomi
positif dan normatif
1. Aliran Kelembagaan Lama
Bapak Ekonomi kelembagaan yang disetujui oleh para pakar adalah Thorestein Bunde
Veblen (1857-1929). Krirtik Veblen sangat tajam terhadap ekonomi ortodoks, dimana
pengertian ekonomi ortodoks adalah pemikiran-pemikiran yang menggunakan dan
melanjutkan ekonomi Klasik seperti persaingan bebas, persaingan sempurna, manusia
adalah rasional, motivasi memaksimalkan keuntungan dan meminimasi pengeorbanan
ekonomi. Menurut Veblen teori ekonomi ortodoks merupakan teori teologi, oleh
karena akhir cerita telah ditentukan dari awal. Misalnya, keseimbangan jangka
panjang itu tidak pernah dibuktikan, tetapi telah ditentukan walaupun ceritanya belum
dimulai. Ilmu ekonomi bukan hanya mempelajari tingkat harga, alokasi sumbersumber tetapi justru mempelajari faktor-faktor yang dianggap tetap (given).
Salah seorang tokoh ekonomi kelembagaan dari inggris yang penting adalah John A.
Hobson (1858-1940). Menurutnya, ada tiga kelemahan toeri ekonomi ortodoks, yaitu
tidak dapat menyelesaikan maslah full-employment, distribusi pendapatan yang
senjang dan pasar bukan ukuran terbaik untuk menentukan ongkos sosial. Beliau tidak
setuju adanya unsur ekonomi positif dan normatif karena keduanya tetap memerlukan
adanya unsur etika. Timbulnya Imprealsime menurut Hobsoan disebabkan karena
terjadinya konsumsi yang kurang dan kelebihan tabungan di dalam negeri, maka
diperlukan penanaman modal ke daerah-daerah jajahan. Pengeluaran pemerintah dan
pajak dapat mendorong ekonomi ke arah full-employment dan peningkatan
pendapatan pekerja dan produktivitas. Dengan semakin meratanya pembagian
pendapatan akan mendorong peningkatan produktivitas, yang berarti bisa terhindar
dari bahaya adanya resesi.
2. Aliran Quasai Kelembagaan
Para tokoh yang masuk di dalam aliran ini adalah mereka yang terpengaruh oleh
pemikiran veblen dan kawan-kawannya, para tokoh aliran ini antara lain Joseph
Schumpeter, Gunnar Myrdal, dan kenneth Galbraith. Pemikiran schumpeter bertumpu
pada ekonomi jangka panjang, yang terlihat dalam analisisnya baik mengenai
terjadinya inovasi komoditi baru, maupun dalam mejelaskan terjadinya siklus
ekonomi. Keseimbangan ekonomi yang statis dan stasioner seperti konsep kaum
Para penganut ekonomi kelembagaan percaya bahwa pendekatan multidisipliner sangat penting untuk memotret masalahmasalah ekonomi, seperti aspek sosial, hukum, politik, budaya, dan yang lain sebagai satu kesatuan analisis (Yustika, 2008:
55). Oleh karena itu, untuk mendekati gejala ekonomi maka, pendekatan ekonomi kelembagaan menggunakan metode
kualitatif yang dibangun dari tiga premis penting yaitu: partikular, subyektif dan, nonprediktif.
Pertama, partikular dimaknai sebagai heterogenitas karakteristik dalam masyarakat. Artinya setiap fenomena sosial selalu
spesifik merujuk pada kondisi sosial tertentu (dan tidak berlaku untuk kondisi sosial yang lain). Lewat premis partikularitas
tersebut, sebetulnya penelitian kualitatif langsung berbicara dua hal: (1) keyakinan bahwa fenomena sosial tidaklah tunggal;
dan (2) penelitian kualitatif secara rendah hati telah memproklamasikan keterbatasannya (Yustika, 2008: 69).
Kedua, yang dimaksud dengan subyektif disini sesungguhnya bukan berarti peneliti melakukan penelitian secara subyektif
tetapi realitas atau fenomena sosial. Karena itu lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada pada sumber data,
dengan berusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang orang dalam dalam antropologi disebut dengan emic.
Ketiga, nonprediktif ialah bahwa dalam paradigma penelitian kualitatif sama sekali tidak masuk ke wilayah prediksi
kedepan, tetapi yang ditekankan disini ialah bagaimana pemaknaan, konsep, definisi, karakteristik, metafora, simbol, dan
deskripsi atas sesuatu. Jadi titik tekannya adalah menjelaskan secara utuh proses dibalik sebuah fenomen
b). Relevansi Pemikiran NIE dengan Perekonomian yang ada saat ini
Keberadaan aliran Ekonomi Kelembagaan (Institutional Economics) merupakan
reaksi dari ketidakpuasan terhadap aliran Neoklasik, yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari aliran ekonomi Klasik. Kemudian, Aliran Ekonomi Kelembagaan
Baru (New Intstitutional Economics disingkat NIE) dimulai pada tahun-tahun
1930-an dengan ide dari penulis yang berbeda-beda. Secara garis besar, NIE sendiri
merupakan upaya perlawanan terhadap dan sekaligus pengembangan ide ekonomi
Neoklasik, meskipun tetap saja dapat terpengaruh oleh ideologi dan politik yang ada
pada masing-masing para pemikir. NIE dengan demikian menempatkan dirinya
sebagai pembangun teori kelembagaan nonpasar dengan fondasi teori ekonomi
Neoklasik. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu tokoh NIE Douglass C. North,
bahwa NIE masih menggunakan dan menerima asumsi dasar dari ekonomi Neoklasik
mengenai kelangkaan dan kompetisi, akan tetapi meninggalkan asumsi rasionalitas
instrumental (intrumental rationality), di mana ekonomi Neoklasik memakai asumsi
tersebut menyebabkan menjadi teori yang bebas kelembagaan (institutional-free
theory). NIE sebagai akibatnya memperdalam kajiannya tentang kelembagaan
nonpasar, seperti hak kepemilikan, kontrak, partai revolusioner, dan sebagainya. Hal
ini dilakukan karena sering terjadinya masalah kegagalan pasar (market failure).
Kegagalan pasar muncul dalam rupa terjadinya asimetris informasi, eksternalitas
produksi (production externality) dan adanya kenyataan keberadaan barang-barang
publik (public goods). Akibat kealpaan teori ekonomi Neoklasik terhadap adanya
kegagalan pasar, maka dilupakan pula adanya kenyataan pentingnya biaya-biaya
transaksi (transaction cost). NIE di samping itu menambah bahasannya tentang
terjadinya kegagalan kelembagaan (institutional failure) sebagai penyebab terjadinya
keterbelakangan pada banyak negara. Karakteristik dari para ahli NIE adalah selalu
mencoba menjelaskan pentingnya kelembagaan (emergency of institutions), seperti
perusahaan atau negara, sebagai model referensi terhadap perilaku individu yang
rasional untuk mencegah kemungkinan yang tidak diinginkan dalam interaksi
Contoh :
SURVEI CAPRES 2014 - Seorang pewarta memotret papan layar bergambar grafik
elektabilitas calon presiden 2014 di Jakarta, Jumat (17/1). Pusat Data Bersatu melakukan
survei elektabilitas calon presiden dan pasangan capres-cawapres, dengan hasil Joko Widodo
sebagai capres terkuat (28 persen) dan pasangan capres-cawapres terkuat Joko Widodo-Jusuf
Kalla (17,4 persen).
Politikus dan partai politik saat ini lebih banyak tertipu lembaga survei.
Politik di Indonesia sedang memasuki era dan tradisi baru. Hal itu ditandai dengan lahirnya
banyak lembaga survei di Indonesia. Kehadiran banyaknya lembaga survei saat ini, semakin
memperlihatkan politik di Indonesia telah berkembang jadi sebuah industri. Politikus dan
partai berlomba memengaruhi publik lewat hasil survei.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Gun Gun Heryanto, akhir pekan
lalu mengatakan, lembaga survei mulai mendapatkan ruang lebih luas di masyarakat
Indonesia usai Pemilu 2009. Hal itu terjadi karena lembaga survei menghasilkan survei
paling presisi atau paling mendekati hasil akhir Pemilu 2009.
Sejak saat itu, lembaga survei mendapat kepercayaan dari publik, terutama dari para
konsestan pemilu. Para politikus dan partai berlomba melibatkan lembaga survei. Tanpa
lembaga survei, kata Gun Gun, politikus dan partai seakan tidak percaya diri menghadapi
pertarungan atau meraih kemenangan politik.
Ia menjelaskan, ketidakpercayaan politikus dan partai menghadapi pertarungan politik jika
tidak melibatkan lembaga survei, disebabkan hasil survei kini telah dimodifikasi menjadi
konsumsi publik lewat pemberitaan media massa.
Tak heran, politikus dan partai berlomba melibatkan lembaga survei dalam menghadapi
pertarungan politik. Hasil survei yang kini disebarluaskan media massa, diharapkan bisa
mempengaruhi wacana publik, membentuk opini, dan kemudian memengaruhi pilihan dalam
pemilu.
Di Indonesia, menurut Gun Gun, lembaga survei telah melewati tiga fase. Fase pertama
ketika Orde Baru yang ditandai sentralistik informasi. Tahun 1968, ada satu lembaga yang
didirikan Departemen Penerangan, yaitu Lembaga Pers dan Pendapat Umum Djakarta. Salah
satu kontribusi lembaga ini, kata Gun Gun, melakukan riset hasil Pemilu 1971.
Indonesia lalu memasuki fase kedua usai Orde Baru runtuh. Era ini disebut fase konsolidasi.
Periode ini, kata Gun Gun, beberapa lembaga mulai mandiri melakukan survei, di antaranya
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) serta
InternationalFoundation for Election Systems (IFES).
Fase ketiga sekitar 2004, ditandai munculnya tujuh lembaga survei profesional, di antaranya
Lembaga Survei Indonesia (LSI). Ketika itu, ia mengatakan, hasil survei mulai dimodifikasi.
Hasil survei telah menjadi konsumsi media massa. Akibatnya, survei mulai digunakan
politikus dan partai demi kepentingan pemilu untuk memengaruhi diskursus publik.
Industri Politik
Tentu saja hal itu berbeda dengan gambaran lembaga survei di negara-negara maju. Pengamat
politik Universitas Gadjah Mada, AAGN Arie Dwipayana mengatakan, survei yang dilakukan
lembaga riset di berbagai negara maju dan demokratis dilakukan untuk melihat hubungan
antara tokoh dengan suatu isu.
Namun, Ari mengatakan, survei yang dilakukan di Indonesia tidak berupaya mengaitkan
antara tokoh yang disurvei dengan salah satu isu. Survei di Indonesia tidak berbasis pada
rekam jejak tokoh secara keseluruhan. Di Indonesia berkaitan dengan polesan citra,
ujarnya.
Pakar psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk menjelaskan, politikus dan partai di
Indonesia gemar melibatkan lembaga survei untuk meraih simpatik publik. Dalam Teori
Opini Publik, kata Hamdi, survei efektif untuk menggiring persepsi publik yang secara ilmiah
disebut Teori Bandwagon Effect.
Berdasarkan teori itu, Hamdi menjelaskan, hasil survei akan terekam di pikiran publik yang
membacanya, dan kemudian tergiring untuk memilih politikus yang diunggulkan dalam
survei itu dalam pemilu nanti. Efek itu yang ingin dikejar para politikus kita, kata Hamdi.
Ia mengatakan, politikus dan partai memang selalu mempertimbangkan tingkat keterpilihan
atau elektabilitas sebagai faktor utama. Elektabilitas seperti mitos yang sulit diruntuhkan. Tak
heran jika politikus dan partai berusaha mati-matian meningkatkan elektabilitasnya.
Hamdi memaparkan, politik di Indonesia memang sedang memasuki era baru yang berubah
menjadi industri. Akibatnya, survei di Indonesia berbeda dengan lembaga survei di negaranegara maju yang memiliki dua fungsi. Di negara maju, lembaga survei berfungsi
memproduksi surveinya untuk kepentingan ilmiah dan edukasi.
Fungsi kedua adalah konsultan politik yang disewa para politikus atau partai, untuk
mengukur citra atau tingkat keterpilihan mereka di publik. Di negara-negara demokratis yang
sudah maju, konsultan politik tidak pernah mengumumkan hasil surveinya ke publik, tetapi
hanya dipakai untuk kepentingan internal pemesan.
Berbeda dengan di Indonesia, hasil survei malah diumumkan ke publik. Kedua fungsi
lembaga survei campur aduk. Dengan demikian fungsinya menjadi kabur, ujar Hamdi.
Fungsi ini kabur akibat pemanfaatannya oleh politikus dan partai politik.
Dalam politik modern, Gun Gun Heryanto mengatakan, survei merupakan sebuah metode
pendekatan ilmiah untuk melihat fenomena. Namun, sayangnya politikus dan partai di
Indonesia saat ini terlena dan terperangkap sihir lembaga survei. Padahal, sesungguhnya
survei hanyalah salah satu alat pemenangan dan peneguh untuk meraih kemenangan dalam
pemilu.
Ia mengingatkan lembaga survei jangan dianggap satu-satunya instrumen untuk meraih
kemenangan politik. Memang jadi serba aneh, karena hasil survei bisa dipuja karena telah
dimodifikasi sehingga menjadi konsumsi publik. Tak heran jika politikus dan partai politik
saat ini berlomba memengaruhi publik lewat lembaga survei. Namun, (mereka) kurang
memahami survei itu selalu punya kelemahan, kata Gun Gun.
Pengamat politik Universitas Lampung, Syarief Makhya mengatakan, survei sebagai sebuah
tradisi baru dalam perpolitikan di Indonesia mengandung banyak kontroversi. Syarief
mengatakan, itu karena hasil survei kini benar-benar dieksploitasi melalui pemberitaaan
media massa.
Survei menjadikan persaingan politik tidak proporsional, kata Syarief. Ia mengakui
lembaga survei di Indonesia yang telah dikomodifikasi dapat membentuk persepsi di
kalangan masyarakat. Itu mengapa politikus dan partai ramai-ramai menggunakan lembaga
survei untuk merebut maupun menguasai opini pubilik.
b. snob effect merupakan kebalikan yang simetris dari efek ikut arus. Snob effect adalah
seorang konsumen ingin menunjukan konsumen atau orang lain bahwa ia berbeda dengan
konsumen. Berbeda disini dalam pengertian ia lebih tinggi dari yang lain. Contohnya :
konsumen kaya sok merasa lebih dari pada yang lain kalau ia memakai pakaian hasil
rancangan dari perancang mode terkenal yang hanya diproduksi satu buah dan bukan
diproduksi secara massal.