You are on page 1of 189

LAPORAN AKHIR

Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)


Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

IT
.

BS

Hampir seluruh jaringan jalan di kota-kota di Indonesia telah ditandai dengan


kemacetan lalu lintas. Hal ini akibat dari pertumbuhan lalu lintas yang pesat,
selain itu juga disebabkan berbaurnya peranan jalan arteri, kolektor, dan lokal
(tidak berfungsi sesuai dengan hierarki jalan) yang mengakibatkan
tercampurnya lalu lintas dari semua jenis kendaraan juga banyak memberikan
kontribusi terhadap tingkat kemacetan dan kecelakaan yang terjadi.
Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada persimpangan
atau titil-titik tertentu yang terletak disepanjang ruas jalan. Permasalahan konflik
pergerakan kendaraan yang berbelok dan pengendaliannya banyak berpengaruh
terhadap kinerja persimpangan yang selanjutnya menyebabkan tingkat
pelayanannya menjadi berkurang. Konflik kendaraan dengan kendaraan ataupun
dengan pejalan kaki akan menimbulkan tundaan, kecelakaan dan bahkan
kemacetan yang sangat merugikan pengemudi atau pemakal jalan. Untuk
mengurangi konflik yang terjadi, dilakukan sistem pengendalian persimpangan
yang terintegrasi. Pengaturan simpang dapat dilakukan melalui pengaturan
tingkat yang paling sederhana sarnpai dengan tingkat yang kompleks seperti
dengan sistem ATCS (Area Traffic Control System).

1.1

TP

Pada Bab 1 Pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan, lingkup dan kegiatan serta keluaran/hasil yang diharapkan yang diambil
berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan studi Evaluasi Penerapan
Area Traffic Control System (ATCS) di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Penjelasan yang terdapat pada pendahuluan ini merupakan pemahaman pertama
bagi konsultan untuk menetapkan konsep dasar dan kerangka kerja dalam
menyusun laporan pekerjaan.

Saat ini ada beberapa kota yang telah diterapkan ATCS oleh pemerintah Pusat
baik melalui Pinjaman Luar Negeri maupun Rupiah Murni. Untuk kota-kota
metropolitas seperti DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya, Pemerintah Pusat
pada tahun 1995 telah memasang semua peralatan baik hardware, software dan
peralatan lapangan lain berupa APILL, detector, controler dan kamera. Setelah
lebih dari 10 tahun, maka kinerja ATCS yang telah dipasang menunjukan
kinerja yang semakin menurun, dengan tidak berfungsinya beberapa loop
detector di Bandung, dan Surabaya serta tidak sinkronnya 3 sistem ATCS di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya. Dari ketiga kota ini, badan/unit pengelola
ATCS juga berbeda dari satu kota dengan kota lainnya. Berdasarkan kondisi ini
maka perlu untuk segera dilakukan evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga
kota tersebut termasuk untuk pengelolaannya.

Bab 1 Pendahuluan

1-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

1.2

Maksud Dan Tujuan


Maksud dari kegiatan ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap ATCS yang
telah 10 tahun di pasang di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Tujuan dari Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya ini adalah:
1. Melakukan evaluasi teknis terhadap peralatan ATCS yang telah dipasang;
2. Melakukan evaluasi terhadap efektifitas software yang ada;
3. Melakukan evaluasi terhadap unit pengelolaan dan skema
pendanaan;
4. Memberikan rekomendasi terhadap perbaikan standar
penerapan ATCS.
Lingkup Kegiatan

TP

1.3

Kegiatan kajian dan penerapan ATCS akan dilaksanakan secara sistematis,


terencana dan berkesinambungan yaitu DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.

BS

Secara umum kegiatan kajian dan penerapan ATCS di DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya terbagi dalam dua kegiatan utama yaitu kajian lalu lintas dan penerapan
peralatan ATCS, dengan uraian kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan
prioritas pada (lima) persimpangan utama yang ada di DKI Jakarta,
Bandung dan Surabaya;

IT
.

2. Merekomendasi skema-skema manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk


kawasan kajian;
3. Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknologi
ATCS;

1.4

4. Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan utama.

Keluaran/Hasil Yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini secara umum ada 2 komponen, yaitu:
1. Evaluasi teknis, spesifikasi, teknologi dan pengelolaan ATCS yang sudah
ada;
2. Rekomendasi spesifikasi teknis, teknologi dan pengelolaan ATCS
yang akan diterapkan.

Bab 1 Pendahuluan

1-2

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 2
KAJIAN LITERATUR DAN
PERUNDANGAN
Pada Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan disampaikan mengenai
literatur-literatur dan perundang-undangan yang terkait dengan studi ini meliputi:
Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur dan Perundang-Undangan,
Ketentuan Mengenai kelengkapan Jalan, Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa
Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) dan Teknologi ATCS.
Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur dan Perundangundangan

2.1.1 Area Traffic Control System (ATCS)

TP

2.1

BS

ATCS merupakan suatu sistem pengatur lampu lalu lintas terpusat mempunyai
kemampuan untuk manajemen lalu lintas dengan mengkoordinasikan antar
persimpangan dari pusat kontrol ATCS, sehingga diperoleh dari suatu kondisi
pergerakan lalu lintas pada ruas jalan yang efektif dan effisien.
2.1.2 Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL)

2.2

IT
.

Didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun 2006 pasal 1


disampaikan bahwa Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan seluruh jaringan jalan, guna
peningkatan keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Ketentuan Mengenai Kelengkapan Jalan
Didalam pasal 8 UU No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
disampaikan bahwa untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi:
1. Rambu-rambu;
2. Marka;
3. Alat pemberi isyarat lalu lintas
4. Alat pengendali dan alat pengaman pemakai jalan
5. Alat pengawasan dan pengamanan jalan
6. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di
jalan dan di luar jalan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2.3

Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas


Sesuai yang disampaikan didalam pasal 3 Peraturan Mentri Perhubungan No. KM
14 tahun 2006 bahwa didalam kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas di
jalan, dilaksanakan melalui tahapan :
a. Perencanaan lalu lintas;
b. Pengaturan lalu lintas;
c. Rekayasa lalu lintas;
d. Pengendalian lalu lintas; dan
e. Pengawasan lalu lintas.

2.3.1 Perencanaan Lalu Lintas


Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi:

TP

A. Inventarisasi Tingkat Pelayanan

Inventarisasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengumpulan data untuk


mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan/atau persimpangan,
meliputi:

BS

a. Data dimensi dan geometrik jalan, terdiri dari antara lain:


1. Panjang ruas jalan;
2. Lebar jalan;

3. Jumlah lajur lalu lintas;

IT
.

4. Lebar bahu jalan;


5. Lebar median;
6. Lebar trotoar;

7. Lebar drainase,

8. Alinyemen horisontal;
9. Alinyemen vertikal.

b. Data perlengkapan jalan meliputi jumlah, jenis dan kondisi perlengkapan


jalan terpasang
c. Data lalu lintas meliputi antara lain:
1. Volume dan komposisi lalu lintas;
2. Lecepatan lalu lintas (operating speed);
3. Kecepatan perjalanan rata-rata (average overall travel speed);
4. Gangguan samping;
5. Operasi alat pemberi isyarat lalu lintas;
6. Jumlah dan lokasi kejadian kecelakaan;

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-2

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

7. Jumlah dan lokasi kejadian pelanggaran berlalu lintas.


B. Evaluasi tingkat pelayanan
a. Evaluasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengolahan dan pembandingan
data untuk mengetahui tingkat pelayanan dan indikasi penyebab masalah
lalu lintas yang terjadi pada suatu ruas jalan dan/atau persimpangan.
b. Indikator tingkat pelayanan, sebagaimana dimaksud, mencakup antara
lain:
1. Kecepatan lalu lintas (untuk jalan luar kota);
2. Kecepatan rata-rata (untuk jalan perkotaan);
3. Nisbah volume/kapasitas (V/C ratio);
5. Kecelakaan lalu lintas;

TP

4. Kepadatan lalu lintas;


Didalam pasal 7 Permenhub Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun
2006 dijelaskan mengenai tingkat pelayanan pada ruas jalan dan persimpangan,
dimana penjelasan lebih detailnya adalah sbagai berikut:

BS

a. Tingkat pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas:


1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi

Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi;

Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat


dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan
maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan;

IT
.

Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya


tanpa atau dengan sedikit tundaan.

2. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi


-

Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai
dibatasi oleh kondisi lalu lintas;

Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum


mempengaruhi kecepatan;

Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih


kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.

3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi


-

Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan


dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi;

Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas


meningkat;

Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan,


pindah lajur atau mendahului.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

kendaraan

2-3

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi


-

Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan
kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh
perubahan kondisi arus;

Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas


dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan
yang besar;

Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam


menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini
masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.

5. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi


Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume
lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah;

Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas


tinggi;

Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.

TP

6. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi

Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang;

Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama;

Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.

BS

IT
.

b. Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan faktor


tundaan dan kapasitas persimpangan.

C. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan;


Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan merupakan kegiatan penentuan
tingkat pelayanan ruas jalan dan/atau persimpangan berdasarkan indikator tingkat
pelayanan.
a. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan
jalan primer sesuai fungsinya, untuk:
1. Jalan arteri primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B;
2. Jalan kolektor primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B;
3. Jalan lokal primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;
4. Jalan tol, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B.
b. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan
jalan sekunder sesuai fungsinya untuk:
1. Jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-4

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2. Jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;


3. Jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D;
4. Jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.
D. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas
a. Pemecahan permasalahan lalu lintas dilakukan untuk mempertahankan
tingkat pelayanan yang diinginkan melalui upaya-upaya antara lain:
1. Peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan dan/atau jaringan
jalan;
2. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pengguna jalan tertentu;
3. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan
tertentu dengan memperimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;

TP

4. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi


pengguna jalan.

BS

b. Teknik-teknik pemecahan permasalahan lalu lintas dalam upaya


mempertahankan tingkat pelayanan dilakukan:
1. Pada ruas jalan, mencakup antara lain:
Jalan satu arah;

Lajur pasang surut (tidal flow);

Pengaturan pembatasan kecepatan;

Pengendalian akses ke jalan utama;

Kanalisasi; dan/atau

Pelebaran jalan.

IT
.

2. Pada persimpangan, mencakup antara lain:


-

Simpang prioritas;

Bundaran lalu lintas;

Perbaikan geometrik persimpangan;

Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas;


dan/atau

Persimpangan tidak sebidang.

E. Penyusunan Rencana dan Program Pelaksanaan Perwujudannya


a. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudan manajemen
dan rekayasa lalu lintas meliputi antara lain:

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-5

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

1. Penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap ruas jalan


dan persimpangan;
2. Usulan pemecahan permasalahan lalu lintas yang ditetapkan pada
setiap ruas jalan dan persimpangan;
3. Usulan pengaturan lalu lintas yang ditetapkan pada setiap ruas jalan
dan persimpangan;
4. Usulan pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan perlengkapan
jalan;
5. Usulan penyuluhan kepada masyarakat.
b. Penyusunan rencana dan program sebagaimana dimaksud dilakukan secara
terkoordinasi dengan instansi terkait dengan mempertimbangkan:
1. Aspek sosial;
2. Kondisi lingkungan setempat

2.3.2 Pengaturan Lalu Lintas

TP

3. Perencanaan transportasi nasional, regional, dan lokal.

BS

Didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun 2006 disampaikan


mengenai kegiatan pengaturan lalu lintas yang meliputi kegiatan penetapan
kebijakan lalu lintas pada jaringan atau ruas jalan dan/atau persimpangan tertentu.

IT
.

Penetapan kebijakan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud merupakan


penetapan aturan perintah dan/atau larangan pada setiap ruas jalan dan/atau
persimpangan yang bersifat mengikat yang ditetapkan dengan:
a. Peraturan Direktur Jenderal, untuk jalan nasional dan jalan tol serta
diumumkan dalam Berita Negara;

b. Peraturan Daerah Provinsi, untuk jalan provinsi serta diumumkan dalam


Berita Daerah Provinsi;
c. Peraturan Daerah Kabupaten untuk seluruh jalan kabupaten dan jalan desa
serta diumumkan dalam Berita Daerah Kabupaten;
d. Peraturan Daerah Kota, untuk seluruh jalan kota serta diumumkan dalam
Berita Daerah Kota.

2.3.3 Rekayasa Lalu Lintas


Sebagaimana yang disampaikan didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM
14 tahun 2006, bahwa kegiatan rekayasa lalu lintas meliputi:
a. Perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan;
b. Perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perlengkapan
jalan.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-6

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2.3.4 Pengendalian Lalu Lintas


Kegiatan pengendalian lalu lintas meliputi:
a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam penyelenggaraan manajemen dan
rekayasa lalu lintas;
b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak
dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan lalu lintas.
2.3.5 Pengawasan Lalu Lintas
Kegiatan pengawasan lalu lintas meliputi:
a. Pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas, untuk mengetahui
tingkat pelayanan dan penerapan kebijakan lalu lintas meliputi:
1. Kecepatan lalu lintas;

TP

2. Volume lalu lintas termasuk Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR);


3. Jumlah kecelakaan lalu lintas;

4. Jumlah pelanggaran berlalu lintas.

BS

b. Penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas untuk mengetahui


efektifitas kebijakan lalu lintas, dilakukan sebagai tindak lanjut
pemantauan meliputi:
1. Penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan;
2. Analisis tingkat pelayanan;

IT
.

3. Analisis tingkat kecelakaan;


4. Analisis tingkat pelanggaran.
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)

2.4

2.4.1 Jenis, Fungsi, Bentuk dan Ukuran Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Sebagaimana yang disampaikan dalam KM No. 62 tahun 1993 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas Pasal 3 bahwa untuk jenis dari alat pemberi syarat
lalu lintas terdiri dari 3 macam yang meliputi:
a. Lampu 3 (tiga) warna, untuk mengatur kendaraan;
b. Lampu 2 (dua) warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki;
c. Lampu 1 (satu) warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan.
Untuk penjelasannya tentang jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada butir a
tersebut disampaikan dalam pasal 4 yaitu:
1. Lampu tiga warna terdiri dari warna merah, kuning dan hijau;
2. Lampu tiga warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-7

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah


dengan urutan merah, kuning, hijau.
4. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan
menurut arah lalu lintas dengan urutan merah, kuning, hijau.
Untuk lampu tiga warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dilengkapi
dengan lampu warna merah dan/atau hijau yang memancarkan cahaya berupa
tanda panah. Jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada lampu 2 (dua) warna
disampaikan dalam pasal 6 yaitu:
1. Lampu dua warna terdiri dari warna merah dan hijau;
2. Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal;
3. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah
dengan urutan merah, hijau;

TP

4. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan


menurut arah lalu lintas dengan urutan merah, hijau.
Untuk jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada lampu 1 (satu) warna disampaikan
dalam pasal 7 yaitu:
1. Lampu satu warna berwarna kuning atau merah.

BS

2. Lampu satu warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.


Setiap jenis alat pemberi isyarat lalu lintas memiliki fungsi yang berbeda-beda
yang meliputi:
1. Lampu tiga warna menyala secara bergantian dan tidak berkedip dengan
urutan sebagai berikut :

IT
.

a. Lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam,


mengisyaratkan kendaraan harus berjalan;

b. Lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau padam,


mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti
atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas, bersiap untuk berhenti
dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas
berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat
berjalan;
c. Lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam,
mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan
apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti,
kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas.

2. Lampu dua warna menyala secara bergantian, yang berfungsi :


a. Mengatur lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki;
b. Mengatur lalu lintas kendaraan pada jalan tol atau tempat-tempat
tertentu lainnya.
3. Lampu satu warna terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua
lampu yang menyala bergantian.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-8

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

a. Lampu satu warna yang berwarna kuning dipasang pada jalur lalu
lintas, mengisyaratkan pengemudi harus berhati-hati;
b. Lampu satu warna sebagaimana yang berwarna merah dipasang pada
persilangan sebidang dengan jalan kereta api dan apabila menyala
mengisyaratkan pengemudi harus berhenti;
c. Lampu satu warna dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah
pada lampu yang menunjukan arah datangnya kereta api.
Lampu - lampu sebagaimana yang disampaikan sebelumnya dalam
berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai
dengan 30 sentimeter dengan daya lampu antara 60 watt sampai
dengan 100 watt.
2.4.2 Kekuatan Hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

TP

Pengaturan lalu lintas yang bersifat perintah dan/atau larangan sebagai hasil
manajemen lalu lintas, ditetapkan dengan:

BS

a. Keputusan Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk pengaturan


lalu lintas pada jalan nasional dan jalan tol, kecuali jalan nasional yang
terletak di Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah
Tingkat II, serta diumumkan dalam Berita Negara;
b. Peraturan Daerah Tingkat I, untuk pengaturan pada jalan propinsi, kecuali
jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II
dan jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, serta
diumumkan dalam Berita Daerah;

IT
.

c. Peraturan Daerah Tingkat II, untuk pengaturan lalu lintas pada jalan
kabupaten/kotamadya, jalan nasional dan jalan propinsi yang telah
diserahkan kepada Daerah Tingkat II serta diumumkan dalam Berita
Daerah
2.4.3 Penyelenggaraan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Perencanaan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan alat pemberi isyarat lalu
lintas dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, untuk jalan nasional dan jalan
tol kecuali jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah
Tingkat II atau yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. Pemerintah Daerah Tingkat I, untuk jalan propinsi, kecuali jalan propinsi
yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II atau jalan
propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II;
c. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten, untuk:
-

Jalan kabupaten;

Jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat
II, dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-9

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II
dengan persetujuan Direktur Jenderal.

d. Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya untuk:


-

Jalan kotamadya;

Jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, dengan
persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

Jalan nasional yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II dengan


persetujuan Direktur Jenderal.

2.4.4 Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

TP

Untuk penjelasan mengenai penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas


disampaikan dalam KM No. 62 tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas Pasal 23 yang meliputi:
1. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persimpangan, ditempatkan pada sisi
kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi
kanan atau di atas jalur lalu lintas.

BS

2. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persilangan sebidang dengan jalan
kereta api, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu
lintas dan dapat diulangi pada sisi kanan jalur lalu lintas.

IT
.

3. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki,
ditempatkan pada sisi kiri dan/atau kanan jalur lalu lintas menghadap ke
arah pejalan kaki yang dilengkapi dengan tombol permintaan untuk
menyeberang.

2.5

4. Penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas dilakukan sedemikian rupa,


sehingga mudah dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan kaki dan
tidak merintangi lalu lintas kendaraan.
Perkembangan Teknologi Area Traffic Control System (ATCS)
Perkembangan terakhir di dunia ATCS adalah dikembangkannya sistem ATCS
generasi ketiga (3G), yaitu sistem ATCS yang dilengkapi dengan kemampuan
melakukan perubahan terus-menerus terhadap signal timings berdasarkan hasil
pengukuran arus lalu-lintas saat itu. Optimalisasi waktu berbasis kondisi aktual
tersebut menghasilkan penurunan delay, memperpendek antrian dan
mempersingkat waktu perjalanan. Beberapa contoh ATCS 3G yang telah
diterapkan di dunia adalah SCOOT dari Inggris, Sydney Coordinated Adaptive
Traffic System (SCATS), Los Angeles Adaptive Traffic Control System (LAATCS), MOTION, Microprocessor Optimized Vehicle Actuation, Prody,
UTOPIA, OPAC, dan RHODES. SCATS dan SCOOT merupakan sistem yang
mulai banyak dipilih, termasuk di negara-negara berkembang dengan berbagai
modiifikasinya.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-10

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2.5.1 Sydney Coordinated Area Traffic System (SCATS)


Sistem Australia, contohnya Sydney Coordinated Area Traffic System (SCATS)
dibahas lebih dulu karena Australia adalah negara yang sangat dekat dengan
Indonesia dan menggunakan sistem transportasi Inggris sebagaimana di
Indonesia.
Di Australia penggunaan informasi trafik atau Traffic-signal control systems
untuk menggabungkan berbagai sinyal trafik yang terpisah-pisah sudah sangat
biasa, dalam rangka mencapai sasaran operasi pengendalian jaring lalu lintas
dalam skala luas (network-wide traffic operation). System ini dikembangkan
secara bertahap :
1. Penyediaan sinyal informasi trafik, jaringan komunikasi yang berfungsi
sebagai simpul dan transmisi datanya, komputer sentral atau server
jaringan komunikasi data sebagai pengendalinya yang terhubung secara
fisik (hardwired) maupun dengan koneksi tanpa kawat (nirkabel).

BS

TP

2. Apabila pemilih sinyal berasal dari instansi yang berbeda (Jasa Marga,
Tol Swasta, Dinas Perhubungan dan sebagainya), maka aspek SOP
pertukaran data antar instansi perlu dibangun, sehingga memungkinkan
penggunaan bersama informasi dan traffic signal control baik secara
formal maupun non-formal untuk diolah lebih lanjut. Hasilnya adalah data
yang diolah dalam unit signal coordination systems yang akan dapat
diakses.

IT
.

3. Sinyal ini tentu saja tidak dapat digunakan langsung oleh pengguna,
sehingga diperlukan interface yang menghubungkan data trafik yang
tersimpan, analisis teknik dari ahli trafik dan akhirnya melahirkan
informasi operasi dan pemeliharaan (seperti aktuasi pengaturan waktu
untuk pengendali lalu-lintas) maupun informasi route alternatif (route
guidance) untuk pengguna jalan. Semakin tinggi kemampuan operator,
semakin efektif sistem dapat dipergunakan.

4. Sebagai pendukung control of traffic signals, system yang lebih modern


juga mempunyai kemampuan yang lebih canggih untuk mengamati
berbagai parameter trafik seperti video surveillance yang dilengkapi
dengan traffic detection dan traffic counter, yang dilengkapi dengan
berbagai traffic-control algorithms yang menjadi pengumpan sistem
kendali (adaptive control) dan antisipasi ke depan (predictive
surveillance).

SCATS digunakan tidak saja di Australia, tetapi juga Eropa, Hongkong, dan
beberapa kota di USA (Oakland County, Michigan). Bagi peneliti SCATS harus
lihat sebagai pendekatan dan bukan produk teknologi. SCATS bekerja dengan
cara:
1. Mengumpulkan data dari setiap persimpangan dan mengumpankannnya
ke traffic controller yang berupa computer server. Informasi ini berupa
movement detector.
2. Computer server akan bekerja secara otomatis, untuk melakukan penataan
waktu (incremental time adjustment) dalam durasi detik atau menit,

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-11

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

secara otomatis, sebagai fungsi aliran trafik di setiap persimpangan.


3. Untuk melakukan hal itu, aliran informasi yang dibutuhkan adalah :
-

Detects traffic volume by movement

Converts data to flow rate

Calculates optimal cycle length

Calculates optimal splits by phase

Determines phase combinations

Checks timing alteration thresholds

Sets up implementation

IT
.

BS

TP

4. Arsitektur yang mendukung hal tersebut adalah sebagaimana ditunjukkan


pada Gambar 2.1 berikut. Intinya adalah adanya computer sebagai pusat dari
sistem.

Gambar 2.1 Arsitektur SCATS


Dan pada akhirnya, untuk system SCATS, semuanya mengacu dan diarahkan
sepenuhnya konsep system informasi, yaitu adanya sumber informasi (sensor
dan data dari kamera) yang sudah dapat dipercaya, untuk kemudian diolah
secara software dan diumpankan ke actuator untuk mengendalikan waktu
`hijau' dari setiap perlintasan dalam frame waktu yang diijinkan.
2.5.2 SCOOT (Split Cycle Offset Optimization Technique)
SCOOT (Split Cycle Offset Optimization Technique) urban traffic control
system, dikembangkan oleh Transport Research Laboratory (TRL) bekerja sama
dengan UK traffic systems industry. Seperti SCATS, SCOOT merupakan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-12

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

adaptive system yang mampu merespon fluktuasi trafik secara otomatis.


Metode ini diyakini lebih efisien dibandingkan melakukan up -date time
signal secara manual. SCOOT telah digunakan untuk menangani traffic
di lebih dari 130 negara. SCOOT memiliki tiga prosedur optimasi,
yaitu Split, Offset dan Cycle Length. Tidak seperti SCATS, detector
trafik dari SCOOT ditempatkan melawan arah arus lalu lintas.
2.5.3 FAST-TRAC

TP

FAST-TRAC merupakan singkatan dari Faster and Safer Travel Through Routing
and Advanced Controls, sebuah system yang menggunakan teknologi terpadu antara
video dan komputer, video-based vehicle detection system (autoscope
devices). Sistem memanfaatkan digital video kamera yang gambarnya
diproses dan digunakan sebagai penghitung trafik dalam rangka mengatur
'time signal dari traffic light. Contoh penggunakan sistem ini adalah The
Road Commission for Oakland County (RCOC) in Michigan.

IT
.

BS

Perangkat video-based vehicle detection system (autoscope devices) pada


FAST-TRAC digunakan untuk mengumpulkan data arus lalu-lintas secara
real-time. Data dari video detektor digunakan sebagai input untuk algoritma
FAST-TRAC untuk mengatur sinyal trafik dan untuk kebutuhan manajemen.
Data trafik selain dianalisa oleh computer terdekat yang terdapat di ATCS
control box, data traffic tersebut juga dikirimkan ke regional signal control
computers dan ke sebuah central traffic operations center (TOC). Selain
sebagai piranti analisis trafik, CCTV juga tetap berperan sebagai alat
monitoring dan surveillance lalu lintas, mengatasi kemacetan dan
kecelakaan.
2.5.4 INTELIGENT TRANSPORT SYSTEM (ITS)

Sistem pengendalian lalu lintas dijalan dilakukan melalui pusat pengendalian lalu
lintas yang biasa dikenal dengan ITCS. Sistem pangendalian lalu lintas seperti ini
telah dimiliki hampir disemua kota-kota di negara maju sebagai contoh Jepang
saat ini telah memiliki 170 pusat pengendalian (ITCS), sedang di Indonesia saat
ini yang ada baru dapat dikatakan sebagai ATCS (Area Traffic Control System)
dan saat ini belum dapat dikatakan sebagai ITCS.
Dalam sistem pengendalian terpadu ini terdapat tiga unsur yang harus disediakan
antaralain adalah :
1. Pengumpulan informasi data lalu lintas, dimana pengumpulan data lalu
lintas ini dilakukan secara otomatis seperti volume, lalu lintas, kecepatan
kendaraan, kemacetan (lalu lintas dan lain-lain dengan menggunakan
berbagai alat detektor yang telah disebutkan di atas,
2. Pengendalian APILL, untuk menjadikan pengendalian koordinasi dan area
dalam mengendalikan lalu lintas,

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-13

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Informasi yang dapat diberikan kepada pengguna jalan seperti tentang


tingkat kemacetan, waktu perjalanan, rute yang dapat dilalui dapat melalui
papan informasi, navigasi pada kendaraan. radio, telpon/fax dlsb.
Pengemudi mendapat informasi lalu lintas melaiui radio, papan informasi dan
navigasi pada kendaraan pada saat mengemudi, sehingga pengemudi dapat
mengetahui secara langsung/pasti mengenai kondisi dan situasi jalan yang akan
dilalui dengan demikian dia dapat memilih rute-rute alternatif apabila terjadi
kemacetan/kecelakaan lalu lintas yang memungkinkan untuk mencapai tempat
tujuan lebih cepat.
ITS adalah suatu sistem pengendalian lalu lintas yang dilakukan melalui teknologi
elektronik, dimana pengumpulan data-data langsung dari lapangan selanjutnya
diolah sedemikian rupa sehingga hasil dari pengolahan yang dilakukan tersebut
kemudian dikembalikan kepada masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan transportasi dalam bentuk informasi-informasi
melalui papan informasi/dalam bertuk digital-map dan lain sebagainya.

TP

Pengembangan ITS di negara-negara maju ini pada dasamya adalah untuk


mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas dalam usaha meningkatkan keselamatan
dan memberikan kenyamanan bagi pengemudi serta mengurangi kemacetan lalu
lintas.

IT
.

BS

Dalam pengembangan ITS yang pertama-tama yang harus dilakukan adalah


bagaimana menentukan manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas.
Manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas disesuaikan untuk mendistribusi
dan men-supply volume dan arus lalu lintas pada kota yang sibuk pada
persimpangan jalan yang ada. System ini bekerja untuk membantu kota dalam hal
penyediaan fasilitas untuk kendaraan bermotor khususnya dan pengguna jalan
pada umumnya.
Pada dasarnya manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas mempunyai unsurunsur yang harus dibangun sebagai berikut :

a. Struktur Sistem.

Struktur hiraraki dalam mendukung pengembangan dan peningkatan


keselamatan. Sistem bagian terbawah adalah untuk sistem pengendalian
langsung APILL, disektor kendaraan transmisi dijalan, dan masukan ke
terminal APILL (Controler). Sistem ini biasanya didesain dapat
dipindahkan apabila ada penambahan komponen pada masa-masa datang,
layar diatas dari sistem diatas adalah untuk penggabungan sistem pada
layar terendah dan terdiri dari pengendalian APILL sebagai sub sistem.
Sub Sistem pengumpulan dan supply performance dan juga sub sistem
manajemen operasi yang mana perlu dilakukan dan informasi data base
lalu lintas. Sistem ini dihubungkan dengan LAN yang mempunyai volume
dasar dan kecepatan tinggi.

b. Sub Sistem Pengumpulan Informasi


Sistem pengumpulan informasi pada pengendalian lalu lintas diperoleh
dari detektor kendaraan di jalan (ultrasonic, infrared, loop detector)
seperti valome lalu lintas, kecepatan dan jenis kendaraan. Pengumpulan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-14

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

data dikirim ke pusat pengendalian (control center), panjang antrian,


kejenuhan volume lalu lintas, dan dilakukan penghitungan dari informasi
ini dilakukan oleh operator, juga data dasar yang dikirim dari terminal
pengukuran waktu perjalanan, pusat pengendalian menghitung waktu
perjalanan dan estimasi waktu perjalanan.
c. Sub Sistem Pengendalian APILL
Sub sektor pengendali APILL merupakan turunan dari panjang siklus,
pembagian pengendalian/pembagian waktu hijau (split control) dan nilai
nilai offset dari pengendali APILL yang dilakukan hasil dan pengumpulan
informasi dasar digunakan pada sistem ini. Selanjutnya data diproses dan
sub sistem pengendalian APILL secara langsung mengoperasikan
kontroler APILL melalui layer terendah dari sistem ini.
d. Sub Sistem Supply Informasi.

TP

Sistem ini menyediakan otomatis driver dengan informasi mengenai


kemacetan waktu perjalanan, pengaturan lalu lintas dan kesediaanya ruang
parkir langsung dari tranmisi di jalan. Papan informasi tranmisi terminal
dari dan dari unit navigasi yang terdapat dalam kendaraan informasi jalan
di sediakan secara otomatis me1alui telepon/fax.

BS

e. Sub Sistem Manajemen Operasi.

IT
.

Manajemen sistem operasi ini merupakan sistem pengendalian lalu lintas


yang dilakukan oleh operator pada pusat pengendalian, dimana operator
pengendali memperoleh informasi melalui wall map (peta besar) lalu lintas
dan CRT display terdapat dipusat pengendalian. Operator pada dasarnya
menyediakan informasi-informasi untuk para pengguna jalan dengan
melakukan perubahan setting parameter pengendalian Sebagai bagian dari
system ITS subsistem pengumpulan merupakan bagian yang penting
dalam keseluruhan sistem yang harus dibangun. Sistem pengumpulan
informasi pengendalian lalu lintas yang ada dapat melalui beberapa tipe
detektor kendaraan, CCTV kamera dan seperti alat pengumpulan informasi
lainnya data dikirim ke pusat pengendalian lalu lintas. Jenis detektor
kendaraan tersebut yang digunakan termasuk diantaranya adalah ultra
sonic, inframerah, radar dan loop detektor.
ITS telah terbukti mampu memberikan kontribusi dalam mendukung
keselamatan, kenyamanan dan lingkungan yang bersahabat dari lalu lintas.
Informasi teknologi komunikasi, teknologi elektro dan teknologi dan ilmu
pengetahuan, sebagai peralatan untuk menangani permasalahan lalu lintas,
termasuk kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.
Penelitian dan pengembangan ITS dilakukan secara aktif di negara-negara
maju termasuk Jepang, Eropa dan Amerika Serikat. Kebijakan
pengembangan ITS di negara maju tersebut saat ini sudah merupakan
kebijakan yang mendasar dalam penanganan masalah lalu lintas khususnya
di wilayah perkotaaan. Sebagai gambaran kebijaksanaan pengembangan
ITS yang komprehensif meliputi:
1) Sistem navigasi yang mutahir,

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-15

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2) Sistem pengumpulan toll secara elektronik,


3) Membantu pengemudi untuk keselamatan,
4) Optimasi untuk manajemen lalu lintas,
5) Meningkatkan efisiensi manajemen jalan,
6) Dukungan terhadap angkutan umum,
7) Meningkatkan efisiensi operasi angkutan barang,
8) Dukungan untuk pejalan kaki
9) Dukungan untuk aperasi kendaraan darurat

IT
.

BS

TP

Disamping itu pengembangan lainnya adalah yag berkaitan dengan


peningkatan kepedulian terhadap lingkungan sehingga polusi udara yang
ditimbulkan oleh gas buang kendaraan dapat ditekan sedemikian rupa
sehingga mengurangi tingkat yang membahayakan bagi manusia. Berikut
ini ilustrasi penerapan teknologi dan peranti lunak ITS:

Gambar 2.2 Teknologi dan Peranti Lunak ITS


Beberapa feature ITS:
-

Mendeteksi Arus Lalu Lintas

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-16

TP

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Mendeteksi Kecelakaan

IT
.

BS

Gambar 2.3 Feature ITS Dalam Mendeteksi Arus Lalu Lintas

Gambar 2.4 Feature ITS Dalam Mendeteksi Kecelakaan Lalu Lintas

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-17

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Medeteksi ilegal parking

TP

Medeteksi kecepatan

IT
.

BS

Gambar 2.5 Feature ITS Dalam Mendeteksi Ilegal Parking

Gambar 2.6 Feature ITS Dalam Mendeteksi Kecepatan


-

Mengenali plat nomor kendaraan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-18

TP

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BS

Gambar 2.7 Feature ITS Dalam Mendeteksi Plat Nomor Kendaraan


Berikut kami sampaikan beberapa referensi negara yang menerapkan maupun
mengimplementasikan sistem ini:
1. Brisa (Portugal)

IT
.

Pembangunan digital video surveillance dan traffic control lebih dari


1.000 km (terbagi menjadi 11 jalur) yang menghubungkan dari utara ke
selatan dan timur ke barat Portugal dengan menggunakan jaringan Fiber
Optik sebagai infrastruktur dan dilengkapi dengan fitur deteksi kecelakaan
secara otomatis.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-19

BS

TP

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 2.8 ITS di Brisa ( Portugal)


2. Sanef (Prancis)

IT
.

Pembangunan traffic monitoring dan surveillance system di Lyon, Sanef,


Recita lebih dari 200 km.

Gambar 2.9 ITS di Sanef (Prancis)

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-20

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Antwerp (Belanda)

TP

Pembangunan digital traffic monitoring system di Artwerp Ring Road.


Dengan menggunakan modul untuk menganalisa lalu lintas dapat
mendeteksi insiden-insiden sebagai berikut: kemacetan, kendaraan yang
berhenti di daerah terlarang, kendaraan salah arah, dan kecelakaan.

BS

Gambar 2.10 ITS di Antwerp (Belanda)


4. UK (Highway) Inggris

IT
.

UK Highways (Inggris) Sistem Informasi di Inggris (UK Highways


Agency Traffic Information System) menyediakan informasi lalu lintas
kepada Kepolisian Lalu Lintas Inggris dengan bantuan.

Sistem Intelligent Traffic Monitoring System sepanjang jalur M1, M25,


A1M (640 km).
5. Swiss

Pembangunan Digital Surveillance and Traffic Monitoring System di


Jalur-Jalur utama Swiss.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-21

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP

Gambar 2.11 ITS di Swiss


6. Belanda

BS

Dutch Ministry of Transport (Rijkswaterstaat) menggunakan Jaringan


Fiber Optik dengan kapasitas Gigabit untuk menangani video stream dari
600 kamera secara simultan yang memantau 16 area termasuk jalan raya,
terowongan, jembatan, dan area-area khusus.

IT
.

Sistem ini memonitor keadaan lalu-lintas darat dan air di Rotterdam, yang
merupakan salah satu pelabuhan terbesar di dunia

Gambar 2.12 ITS di Belanda

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan

2-22

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 3
PENDEKATAN DAN METODOLOGI

3.1

TP

Pada Bab 3 Pendekatan dan Metodologi disampaikan mengenai beberapa


pemahaman konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja yang meliputi pemahaman
terhadap latar belakang studi, instrumental input, faktor pengaruh lingkungan
strategis, ruang lingkup pekerjaan dan alur pikir pekerjaan yang diterjemahkan ke
dalam kerangka kerja proses pelaksanaan pekerjaan. Di dalam bab ini
disampaikan juga mengenai metodologi pelaksanaan pekerjaan, alur pikir
pelaksanaan pekerjaan (frameworks analysis), serta metoda pendekatan analisis
yang digunakan dalam pekerjaan ini.
Pemahaman Terhadap Latar Belakang Studi

BS

Sebagaimana yang disampaikan didalam KAK dapat dipahami bahwa terdapat


beberapa alasan mendasar yang melatarbelakangi studi ini harus dilakukan.
Beberapa point penting didalamnya meliputi:
1. Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya kinerja
jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;

IT
.

2. Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian dan


lingkungan kota;
3. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di beberapa kota besar di install
ATCS (Area Traffic Control System);

4. Di beberapa kota seperti halnya DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya


ATCS telah terpasang, namun belakangan menunjukkan bahwa terdapat
sejumlah permasalahan (teknis, kelembagaan dan pendanaan) yang
mengakibatkan kinerjanya menurun.
5. Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk itu perlu segera dilakukan
evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga kota tersebut.

3.2

Pemahaman Terhadap Instrumental Input


Instrumental input merupakan kebijakan negara/pemerintah yang tertuang dalam
UU, PP, dan aturan lainnya yang digunakan sebagai masukan dalam studi ini,
dimana dalam hal ini terdapat beberapa sejumlah aspek normatif yang perlu
diperhatikan, yakni:
1. Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
2. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
4. Kepmenhub No. KM 62 tahun 1992 tentang APILL;
5. Permenhub No. KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen Rekayasa Lalu
Lintas;
6. Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb
3.3

Pemahaman Terhadap Faktor Pengaruh Lingkungan Strategis


Dalam pelaksanaan kegiatan Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System
ATCS di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya ini akan dipengaruhi oleh faktor
eksternal atau pengaruh dari perkembangan lingkungan startegis, dimana beberapa
faktor eksternal tersebut antara lain meliputi:
2. Keterbatasan pendanaan;
3. Sumber daya manusia;

TP

1. Perkembangan teknologi;

Pemahaman Terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan

IT
.

Konteks pelaksanaan pekerjaan ini tidak terlepas dari alur pikir siklus inputproccess-output-outcome-benefit/impact yang menujukkan posisi strategis
studi/pekerjaan ini. Pada butir-butir berikut disampaikan konteks dari
pekerjaan/studi ini:
1. Input: adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi
proses pelaksanaan studi ini. Masukan ini dapat berupa data-data,
peraturan perundangan, Perda dan peraturan dinas lainnya, teori dan
prinsip jaringan dan manajemen transportasi, teori jaringan, ekonomi,
finansial, dlsb. Secara spesifik input yang diperlukan dalam studi ini dapat
dipisahkan dalam beberapa hal berikut:

3.4

BS

4. Perkembangan lalu lintas jalan.

a. Isu strategis: beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang


dilaksanakannya pekerjaan ini, diantaranya:
-

Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya


kinerja jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;

Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian


dan lingkungan kota;

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di beberapa kota besar


di install ATCS (Area Traffic Control System);

Di beberapa kota seperti halnya DKI Jakarta, Bandung dan


Surabaya
ATCS telah terpasang, namun belakangan
menunjukkan bahwa terdapat sejumlah permasalahan (teknis,

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-2

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

kelembagaan dan pendanaan) yang mengakibatkan kinerjanya


menurun;
-

Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk itu perlu segera


dilakukan evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga kota
tersebut.

b. Instrumental input: peraturan perundangan dan teori yang


digunakan dalam melaksanakan pekerjaan ini, yakni:
Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;

Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;

PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu


Lintas dan Angkutan Jalan;

Kepmenhub No. KM 62 tahun 1992 tentang APILL;

Permenhub No. KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen


Rekayasa Lalu Lintas;

Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb

TP

BS

c. Lingkungan strategis: faktor eksternal yang telah dan terus akan


mempengaruhi sistem transportasi di kota Bandung, yakni:
Perkembangan teknologi;

Keterbatasan pendanaan;

Sumber daya manusia;

Perkembangan lalu lintas jalan.

IT
.

2. Proses: segala sesuatu yang dilaksanakan selama masa waktu pekerjaan


untuk melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan sesuai dengan koridor
substansi dan waktu yang disampaikan dalam KAK. Kegiatan yang masuk
ke dalam proses ini antara lain kajian pustaka, survey dan analisis.
Adapun secara lebih spefisik seperti yang disebutkan dalam ruang lingkup
kerja pada KAK adalah:
-

Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan


prioritas pada 5 (lima) persimpangan utama yang ada di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya;

Merekomendasi skema-skema dan manajemen rekayasa lalu lintas


untuk kawasan kajian;

Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknolgi


ATCS;

Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan


utama.;

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-3

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Output: segala bentuk produk yang dihasilkan dari proses pelaksanaan


pekerjaan. Sesuai dengan KAK maka pekerjaan ini diharapkan
menghasilkan keluaran yang meliputi:
-

Evaluasi teknis, spesifikasi, teknologi dan pengelolaan ATCS yang


sudah ada;

Rekomendasi spesifikasi teknis, teknologi dan pengelolaan ATCS


yang sudah diterapkan.

4. Outcome: penggunaan/utilisasi hasil studi ini dalam aplikasi kebijakan,


program, maupun implementasi. Outcome dari studi ini adalah
diperolehnya rekomendasi terhadap perbaikan standar penerapan ATCS .

Alur Pikir Pekerjaan

IT
.

BS

Pada Gambar 3.1 disampaikan bagan alur pikir pekerjaan ini sebagai perwujudan
dari pemahaman konsultan atas KAK yang diberikan. Alur pikir ini memberikan
keterkaitan antara input-proses-output-outcome-benefit/impact dari pekerjaan ini,
sebagai gambaran mengenai apa saja yang dihasilkan dan dapat digulirkan lebih
lanjut dari pekerjaan ini.

3.5

TP

5. Benefit/Impact: segala dampak positif sebagai manfaat dari penggunaan


hasil pekerjaan ini. Manfaat yang diinginkan dari studi ini meliputi:
Peningkatan kinerja dan tingkat pelayanan ATCS

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-4

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

ACUAN/PERATURAN

LINGKUP KEGIATAN

Kinerja dan tingkat

pelayanan ATCS yang ada


sudah menurun
Perlunya evaluasi terhadap
penerapan ATCS yang
sudah ada termasuk
pengelolannya

KELUARAN

Evaluasi teknis,
spesifikasi, teknologi
dan pengelolaan ATCS
yang sudah ada
Rekomendasi
spesifikasi teknis,
teknologi dan
pengelolaan ATCS yang
akan diterapkan

SASARAN
Diperolehnya
rekomendasi
terhadap
perbaikan standar
penerapan ATCS

MANFAAT
Peningkatan
kinerja dan tingkat
pelayanan ATCS

Melakukan kajian kondisi lalu


lintas di kawasan perkotaan
dengan prioritas pada 5
persimpangan utama
Merekomendasi skema-skema
manajemen dan rekayasa lalu
lintas untuk kawasan kajian
Membuat simulasi
pengendalian lalu lintas
menggunakan teknologi ATCS
Menerapkan sistem simulasi
ATCS di 5 (lima) persimpangan
utama

IT
.B

PERMASALAHAN

UU 14/1992 tentang LLAJ


UU 38/2004 tentang Jalan
PP 43/1993 tentang Prasarana
dan Sarana LLAJ
Kepmenhub No. KM 62 tahun
1993 tentang APILL
Permenhub KM No.14 tahun
2006 tentang MRLL

ST

FAKTOR PENGARUH

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Perkembangan teknologi
Keterbatasan pendanaan
Sumber daya manusia
Perkembangan lalulintas jalan

Gambar 3.1 Alur Pikir Pekerjaan

3-5

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.6

Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS

TP

Untuk melakukan evaluasi penerapan ATCS ini dalam hal lingkupnya meliputi
beberapa aspek yang terdiri dari aspek sisi sistem ATCS, pengelola ATCS, beseta
kinerja dan manfaatnya. Untuk sisi sistem ATCS, evaluasi dilakukan terhadap
komponen-komponen ATCS seperti halnya pada komponen vehicle detector,
traffic signal controller, comunication network, control center dan aplication
software, sedangkan aspek lainnya yang dilakukan evaluasinya adalah dalam hal
pengelolaan ATCS yang meliputi sumber daya manusia yang tersedia dan
kompetensinya beserta pendanaannya. Struktur Organisasi dan Tata Kerja
(SOTK) serta operasional dan pemeliharaaan juga termasuk kedalam sisi sistem
ini. Selain aspek-aspek tersebut perlu diperhatikan juga evaluasi dari sisi kinerja
dan manfaat ATCS yang meliputi traffic characteristic, traffic management
strategy dan manfaatnya (tundaan, antrian, DS dlsb). Untuk lebih jelas mengenai
lingkup evaluasi penerapan ATCS disampaikan didalam Gambar 3.2

Vehicle
Detector

BS

Sistem ATCS

Traffic
Signal Controller

Comunication
n
Network

Controll Center dan


dan
Aplication Software

IT
.

Controller

Pengelola ATCS

SDM dan
Pendanaan

SOTK

Operasional dan
dan
Pemelihaaraan

Kinerja dan
Manfaat ATCS

Traffic
Characteristic

Traffic Management
Management
Strategy

Manfaat
(tundaan, antrian, DS)
DS)

Gambar 3.2 Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS


3.7

Konteks Evaluasi Penerapan ATCS


Dalam konteks evaluasi penerapan ATCS, sebagai langkah awal adalah dimulai
dengan melihat beberapa faktor yang mempengaruhi ATCS itu sendiri yang
meliputi perkembangan teknologi ATCS, perkembangan aplikasi, perkembangan
kondisi sistem terpasang dan perkembangan sistem pendukungnya. Sebagai
langkah selanjutnya untuk setiap faktor pengaruh tersebut dilakukan analisis dan
evaluasi yang berbeda, seperti halnya untuk perkembangan teknologi dilakukan
analisis kompatibilitas, perkembangan aplikasi dengan analisis potensi
pemanfaatan, perkembangan kondisi sitem terpasang dengan analisis evaluasi

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-6

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

kinerja sistem terpasang dan perkembangan sistem pendukung dengan melakukan


evaluasi sistem pendukung. Dengan dilakukannya analisis/evaluasi maka untuk
setiap faktor pengaruh akan diperoleh hasil maupun rekomendasi mengenai
penerapan ATCS, dan untuk gambaran lebih jelasnya mengenai konteks evaluasi
penerapan ATCS disampaikan pada Tabel 3.1 .

Tabel 3.1 Konteks Evaluasi Penerapan ATCS

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI:
Sistem Operasi & Software
Teknologi detector (non-pavement)
Sistem komunikasi (via fiber-optic
and/or wireless)
Controllers capability

Analisis
Kompatibilitas

Potensi
Pemanfaatan

BS

PERKEMBANGAN APLIKASI:
Skema manajemen lalulintas (traffic
regulation, bus priority, dll)
Intelligent Transport System

ANALISIS/
EVALUASI

IT
.

PERKEMBANGAN KONDISI
SISTEM TERPASANG:
Pertumbuhan lalulintas
Perluasan area kota
Degradasi kondisi komponen ATCS
sejalan umur

PERKEMBANGAN SISTEM
PENDUKUNG:
Kelembagaan dan SDM
Support pendanaan

HASIL
/REKOMENDASI

Rekomendasi
pengembangan sistem
ATCS Terpasang

TP

FAKTOR PENGARUH

Evaluasi Kinerja
Sistem Terpasang

Arahan/kebutuhan
kapabilitas dan kinerja
ATCS di masa akan
datang

Kinerja sistem dan sub


sistem ATCS
Kondisi dan tingkat
integrasi
tiap
komponen/modul
Fungsi dan kegiatan
penyelenggaraan

Evaluasi Sistem
Pendukung

Jumlah dan kompetensi


SDM
Kebutuhan dana

3.8

Konfigurasi ATCS
Didalam melakukan evaluasi terhadap teknologi ATCS, maka dilakukan
pembagian menjadi 3 bagian konfigurasi yang meliputi system ATCS yang
merupakan sistem secara keseluruhan (whole system), sub system ATCS yang
terdiri dari control center, comunication network, local controller beserta
detectornya, dan component/modul dari ATCS itu sendiri yaitu semua jenis
software dan hardware yang digunakan. Untuk lebih jelasnya mengenai
konfigurasi ATCS tersebut disampaikan pada Gambar 3.3.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-7

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
ATCS
(System)

CONTROL
CENTER

IT
.B

ST

COMMUNICATION
NETWORK

LOCAL
CONTROLLER
DETECTOR

ATCS
(Component/
Modul)

Gambar 3.3 Konfigurasi ATCS

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

ATCS
(Sub-System)

3-8

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS


Sebagaimana yang disampaikan pada sub bab sebelumnya bahwa untuk
melakukan evaluasi teknologi ATCS ini, sebagai langkah awalnya adalah
membaginya mejadi 3 bagian konfigurasi yang meliputi system ATCS, sub
system ATCS dan component/modulnya, dimana ke 3 bagian konfigurasi tersebut
dilakukan evaluasi kondisinya dan dibandingkan terhadap indikator evaluasinya..
Indikator evaluasi yang digunakan terhadap sistem ATCS adalah kondisi dari
sistem ATCS yang beroperasi yang ada saat ini, apakah bekerja secara adaptive
dan/atau terkoordinasi berserta terkontrol dari control center untuk sepanjang
waktu di semua titik persimpangan. Hal ini berarti bahwa apabila kondisi yang
ada saat ini (eksisting) sudah tidak adaptive dan terkoordinasi beserta tidak
terkontrol dari control center, maka secara sistem ATCS ini sudah tidak berjalan
atau berfungsi dengan baik.

BS

TP

Sementara untuk sub system, evaluasinya adalah membandingkannya dengan


menggunakan indikator evaluasi yang menunjukkan apakah setiap sub system
tersebut yang terdiri dari control center, comunication network, controller,
detector dlsb berjalan dengan baik. Sebagai contoh adalah untuk control center
ketika dilakukan evaluasi apakah control center tersebut dapat melakukan
pengontrolan dan optimasi simpang, sedangkan yang lainnya adalah untuk
comunication network apakah bisa menyampaikan informasi dengan baik. hal
yang sama juga untuk yang komponen lainnya yaitu untuk local controller dan
detector apakah menunjukkan dapat menyimpan dan mengatur sinyal simpang
dan mendeteksi jumlah kendaraan yang lewat. Hal ini berarti bahwa apabila
semua komponen atau salah satu sub system tersebut tidak berjalan baik, maka
secara sub system dapat dikatakan tidak berfungsi dengan baik.

IT
.

Hal yang sama juga untuk komponen/modul yaitu semua jenis hardware maupun
software apabila ketika dilakukan evaluasi menunjukkan bahwa terdapat salah
satu hardware maupun software yang rusak maka dapat dikatakan secara
komponen/modul tidak berfungsi dengan baik.
Untuk lebih jelas mengenai pendekatan evaluasi teknologi ATCS disampaikan
pada Tabel 3.2.

3.9

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-9

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 3.2 Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS

System
ATCS

Elemen

Indikator Evaluasi

Whole system (sistem secara


keseluruhan)

% waktu sistem tidak


beroperasi penuh

Di sepanjang waktu

% titik/lokasi simpang yang


tidak terkoordinasi secara
adaptive

Controll center

Setiap sub sistem dapat menjalankan fungsinya dengan baik:

Communication network

Controll center: dapat mengontrol dan melakukan optimasi


pengaturan simpang

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Communication Network: %
titik/lokasi simpang yang tidak
terhubung dengan CC

Controllers: dapat menyimpan dan mengatur setting sinyal di


setiap simpang

Controllers: %controller yang


tidak berfungsi

Detectors: dapat mendeteksi adanya lalulintas yang melalui setiap


simpang

Detectors: %detector yang


tidak berfungsi

Setiap hardware dan software yang digunakan tidak rusak dan dapat
diintegrasikan dengan komponen/modul lainnya

% software dan hardware yang


rusak
dan
tidak
dapat
diintegrasikan
dengan
komponen/modul lainnya

Semua jenis hardware dan


software yang digunakan

Control Center: % waktu


software/CC tidak berfungsi

Communication network: dapat menyampaikan data dari/ke


control room ke/dari setiap controller

IT
.B

Controllers
Detectors

Komponen
/Modul

ST

Di semua titik/lokasi simpang (yang dikontrol)

Sub System
ATCS

Variabel Evaluasi

Sistem ATCS beroperasi secara adaptive dan/atau terkoordinasi, dan


terkontrol dari controll center (CC):

Kelompok

3-10

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS


Sama halnya dengan pendekatan evaluasi pengelolaan teknologi, untuk
pendekatan evaluasi pengelolaan ATCS dilakukan terhadap beberapa
bagian/fungsi yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan dan
evaluasi. Berdasarkan beberapa bagian/fungsi tersebut maka dilakukan
identifikasi mengenai kegiatannya untuk dilakukan evaluasi mengenai kebutuhan
sumber daya manusia maupun kebutuhan dananya
Untuk lebih jelasnya mengenai pendekatan evaluasi pengelolaan ATCS ini
disampaikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS

Pengorganisasian:

Kebutuhan SDM

Memantau dan
mengarahkan
kegiatan dari
setiap bagian agar
dapat menjalankan
fungsinya dengan
baik

Jenis : Kepala Unit


Pengelola ATCS

Kebutuhan Dana
Dana operasional

Kualifikasi:
pendidikan,
pelatihan,
pengalaman

Dana sosialisasi/
koordinasi secara
berkala

BS

Mengkoordinasikan
pengelolaan ATCS
secara internal
maupun ekstenal

Kegiatan

TP

Bagian:Fungsi

IT
.

Berkoordinasi
dengan instansi
terkait (Bappeda,
Kepolisian, dll)
untuk
penganggaran,
pengoperasian,
dan pemanfaatan

Pengoperasian:

Memastikan sistem
beroperasi dengan
baik secara kontinu

3.10

Mengendalikan
dan mengawasi
operasional
seluruh sistem
ATCS sehari-hari
dari control room
Mendata/medoku
mentasikan setiap
kondisi, kegiatan,
dan kejadian

Pemeliharaan:
Memastikan bahwa
setiap elemen/
komponen sistem
dalam kondisi baik
dan dapat difungsikan

Jenis: Supervisor,
operator/
programmer

Dana operasional
Dana diklat

Kualifikasi:
pendidikan,
pelatihan,
pengalaman,
sertifikat

Pemeliharaan
fungsi: memeriksa
dan
menyempurnakan
fungsi ATCS

Jenis:
Programmer/softw
are specialist,
hardware
technician

Dana operasional

Pemeliharaan
hardware:
Memperbaiki,
menjaga, dan
memodifikasi

Kualifikasi:pendid
ikan, pelatihan,
pengalaman,
sertifikat

Dana penggantian
suku cadang major/
besar

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Dana diklat
Dana persediaan
suku cadang minor

3-11

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 3.3 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS


Bagian:Fungsi

Kegiatan

Kebutuhan SDM

Kebutuhan Dana

setiap komponen
fisik ATCS
Pemeliharaan
software:
Mengoreksi
kesalahan
software dan
meningkatkan
pemanfaatan
software

Evaluasi jangka
pendek:
mengevaluasi
kinerja strategi
operasional
tertentu

Jenis/Jumlah:Traffic
engineer, system
analyst

Dana operasional

Kualifikasi:
pendidikan,
pelatihan,
pengalaman,
sertifikat

Dana survey

Dana diklat

BS

Mengevaluasi tingkat
efektivitas dan
menyusun strategi
peningkatan kinerja
sistem

Evaluasi
efektivitas: kajian
before and after
dampak operasi
ATCS

TP

Evaluasi:

Pendekatan Analisis Lalu Lintas

Dalam melakukan pendekatan analisis lalu lintas, maka sebagai langkah awal
adalah melakukan penginputan data yang merupakan hasil survey dilapangan
yang meliputi data geometrik (lebar jalan, lebar pendekat dlsb), data volume lalu
lalu lintas, data hambatan samping dan pengaturan sinyal eksisting (waktu siklus,
waktu hijau, merah dan kuning, jumlah fase dan pola pergerakannya). Data yang
diperoleh tersebut merupakan data eksisting yang selanjutnya dilakukan evaluasi
kinerjanya baik dengan menggunakan MKJI dan TRANSYT, dimana hasilnya
dibandingkan kinerja persimpangan (delay, panjang antrian) eksiting dengan
kinerja persimpangan hasil optimasi baik dengan MKJI maupun TRANSYT.
Selain kinerja persimpangan juga dilakukan perbandingan perubahan kinerja
jaringan yang meliputi waktu tempuh, konsumsi BBM dlsb. Untuk lebih jelasnya
mengenai pendekatan analisis lalu lintas disampaikan pada Gambar 3.4.

3.11

IT
.

Evaluasi berkala:
terhadap kinerja
operasional dan
pemeliharaan

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-12

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Input Data
Skenario Analisis
Hasil

Data Geometrik
- Geometrik simpang
- Geometrik ruas
Data lalulintas
- Lalulintas simpang
- Lalulintas ruas
Data pendukung
- Hambatan samping
- Pengaturan sinyal
eksisting

EXISTING:
Setting sinyal yang ada
(off-line)
OPTIMASI:
- Individual (analisis
MKJI)
- Terkoordinasi (analisis
TRANSYT)

Perubahan kinerja
persimpangan (delay,
panjang antrian)
Perubahan kinerja
jaringan (waktu tempuh,
konsumsi BBM)

Gambar 3.4 Pendekatan Analisis Lalu Lintas


3.12

Kajian Pengembangan Sistem

TP

3.12.1 Komponen ATCS

IT
.

BS

Gambaran permasalahan kondisi ATCS yang ada saat ini adalah pada sistemnya,
dimana dari data volume kendaraan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
sensor detektor, maka data tersebut langsung dikirimkan melalui alat komunikasi
(kabel, wireless dlsb) menuju traffic control centre, yang kemudian data-data
tersebut dikumpulkan, diproses dan disebarkan kembali untuk pengaturan traffic
light selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses tersebut tidak optimal,
dimana seharusnya data-data tersebut selain dikirimkan untuk pengaturan traffic
light selanjutnya, dapat juga digunakan sebagai informasi kondisi lalu lintas
kepada user melalui beberapa alternatif teknologi seperti halnya media elektronik
(radio, TV), HP dlsb. Untuk gambaran lebih jelas mengenai tahapan system
tersebut disampaikan pada Gambar 3.5.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-13

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Masyarakat

Instansi
Terkait

Kepolisian

Operator
Angkutan

Dunia
Usaha

TP

Traffic Control Centre

Collecting

Processing

Dissemination

Utilization

Comunication Media

BS

kabel, wireless, dedicated, sewa

Road Traffic Equipment

traffic control, detector dlsb

IT
.

Gambar 3.5 Komponen ATCS

3.12.2 Kaidah Pengembangan Sistem

Terdapat beberapa kaidah untuk pengembangan system ATCS pada masa


mendatang yang meliputi:
1. Sustainable improvement
Terbuka untuk kemungkinan pengembangan lebih lanjut
2. User friendly
Kemudahan untuk pengoperasian
3. Scalability
Potensi kesalahan manusia kecil
4. Open system
Multi platform: standard operasional hardware
5. Vendor support
Pelayanan dan dukungan penuh
6. Reliability system

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-14

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Minimalisasi ganguan operasi


7. Cost Assesment
Kajian anggaran: manfaat vs biaya
Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan
Dari KAK dapat dipahami adanya kebutuhan/permasalahan yang ingin
diselesaikan oleh pemberi kerja melalui pekerjaan/studi ini, hal ini diperlihatkan
dalam maksud dan tujuan, lingkup kegiatan, dan keluaran yang diharapkan dari
pekerjaan/studi ini. Kebutuhan/permasalahan tersebut perlu di identifikasi dan di
diselesaikan, dimana pada Tabel 3.4 disampaikan proses penyelesaian lingkup
kegiatan Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya.

No.

Lingkup Kegiatan
Analisis
Kriteria tingkat
kinerja/pelayanan

2.

Evaluasi lalu lintas,


kondisi dan
kelembagaan

Input
- Peraturan
perundangan
- Pedoman
- Standar
(Nasional dan
Internasional)

Metoda Penyelesaian
Proses/Metoda
Output/ Keluaran
Kajian pustaka
Kriteria kinerja
yang diharapkan
- Tundaan dan
panjang antrian
- Degree of
Satruration
- Through Traffic
- dlsb

IT
.

BS

1.

TP

Tabel 3.4 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan

3.13

- Data lalu lintas


simpangsimpang utama
- Data teknis
peralatan
- Data unit
pengelola dan
pendanaan

3.

Simulasi kinerja

Hasil butir 1 dan 2

- Simulasi
individual
- Simulasi
terintegrasi
(menggunakan
software)

4.

Perumusan dan
rekomendasi

Hasil butir 3

Perumusan

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

- Evaluasi kinerja
lalu lintas
- Pemetaan
permasalahan

- Kondisi lalu
lintas di
persimpangan
utama
- Kondisi
peralatan ATCS
- Skema
kelembagaan
pengelola ATCS
dan
pendanaannya
- Jenis dan
penyebab
permasalahan
- Alternatif solusi
- Evaluasi kinerja
alternatif solusi
- Preferensi
terhadap kinerja
alternatif
Rekomendasi
mengenai

3-15

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 3.4 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan


No.

Input

Metoda Penyelesaian
Proses/Metoda

Output/ Keluaran
- Spesifikasi
- Teknologi
- Pengelolaan
ATCS
- dlsb

Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)

IT
.

BS

TP

Berdasarkan proses penyelesaian lingkup kegiatan pada Tabel 3.4 di atas, maka
dapat disusun suatu bagan alir proses pelaksanaan pekerjaan (framework analysis)
seperti yang disampaikan pada Gambar 3.6.

3.14

Lingkup Kegiatan
Analisis

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-16

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Kajian Pustaka

Pengumpulan data

- Peraturan
-

perundangan
Pedoman
Standar (Nasional
dan Internasional)

Data lalu lintas


simpang-simpang
utama

Data teknis
peralatan

Data unit pengelola


dan pendanaan

Kriteria tingkat
pelayanan

Evaluasi lalu lintas

Evaluasi kondisi

Kondisi lalu lintas


simpang-simpang
utama

Kondisi peralatan
ATCS

Evaluasi
kelembagaan

- Tundaan
- Degree of
Saturation dlsb

Skema
kelembagaan
pengelola ATCS
dan pendanaannya

TP

Evaluasi kinerja
lalu lintas

Benchmarking

BS

- Jenis masalah: tundaan;, degree


of saturation
- Penyebab masalah: traffic,
peralatan teknis, kelembagaan
dan finansial
- Alternatif solusil perbaikan
sinyal, geometrik dlsb

IT
.

- Best practice
- Common
Parameter,
Criteria dan
Standard

Pemetaan masalah

Simulasi kinerja
Simulasi dengan
menggunakan
software

Evaluasi kinerja

Perumusan

Rekomendasi
- Spesifikasi teknis
- Teknologi
- Pengelolaan
ATCS

Gambar 3.6 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-17

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.15

Metoda Pendekatan Analisis

3.15.1 Metoda Pengumpulan Data


A. Jenis Data Yang Diperlukan
Untuk kegiatan Evaluasi Penerapan Area traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya ini diperlukan sejumlah data dan masukan
sebagai bahan analisis yang meliputi:
1. Data kondisi lalu lintas di persimpangan-persimpangan utama;
2. Data penyediaan prasarana lalu lintas ATCS sebagai sebagai bahan untuk
menganalisis kondisi peralatannya;
3. Data persepsi dan perspektif stakeholders terkait dengan skema unit
pengelolaan dan pendanaannya.
B. Metoda Dan Teknik Pengumpulan Data

TP

Dalam rangka mengumpulkan data dan masukan yang dibutuhkan, sebagaimana


disampaikan pada Bagian A di atas, maka dalam studi ini digunakan sejumlah
metoda survey yang antara lain meliputi:

BS

1. Survey instansional: dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder


melalui kunjungan intansi-intansi atau pihak-pihak yang terkait;
2. Survey kuisioner/wawancara: dilakukan kepada stakeholders terkait untuk
mendapatkan perspektif dan aspirasi mengenai penerapan ATCS yang ada
saat ini beserta skema pengelolaan dan pendanaannya;

IT
.

3. Survey lapangan: jika diperlukan akan dilakukan survey pengamatan,


traffic counting, wawancara, pencatatan, dlsb di lapangan untuk
mengkonfirmasi data lalu lintas dan mendapatkan gambaran kondisi aktual
dari penerapan ATCS.
3.15.2 Metoda Pelaksanaan Survey

A. Metoda Pelaksanaan Survey Lalu Lintas


Pelaksanaan survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) dilakukan dengan
metoda pencacahan arus lalu lintas terklasifikasi sesuai juknis Tata Cara
Pelaksanaan Survey Penghitungan Lalu Lintas Cara Manual (No.
016/T/BNKT/1990).
Survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) yang dilakukan dalam studi ini
adalah untuk:
-

Menvalidasi data lalu lintas sekunder yang diperoleh dari IRMS;

Melihat distribusi temporer lalu lintas jaman, harian, dan mingguan;

Sebagai dasar untuk mengestimasi MAT tahun dasar dengan


menggunakan metoda ME2 (Matrix Estimation from Maximum Entropy)
dengan OD Nasional sebagai prior matrix,

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-18

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

B. Metoda Pelaksanaan Survey Waktu Perjalanan


Dalam memodelkan sistem jaringan jalan diperlukan data waktu tempuh dari
zona-zona asal tujuan perjalanan untuk mengestimasi parameter yang
menghubungkan distribusi perjalanan dengan jarak dan waktu perjalanan. Survey
ini dilakukan untuk mengukur waktu perjalanan dan waktu bergerak rata-rata
yang diperlukan suatu kendaraan untuk melintasi suatu rute atau seksi jalan
tertentu. Pada waktu yang sama dikumpulkan informasi mengenai durasi dan
penyebab terjadinya hambatan. Data survey waktu perjalanan dan hambatan
biasanya dipergunakan pada studi untuk :
-

Menilai kualitas pelayanan suatu koridor/jaringan jalan;

Mengidentifikasi lokasi dan penyebab kemacetan;

Menentukan kebutuhan manajemen lalu lintas ;

Melakukan analisa ekonomi suatu investasi pada jaringan jalan;

TP

Data ini akan merepresentasikan kinerja jaringan jalan secara keseluruhan dan
memberikan informasi yang penting untuk mengkalibrasi data base dan model
jaringan jalan yang dibentuk. Beberapa data yang dapat dikumpulkan melaui
survey waktu tempuh di jaringan jalan ini antara lain adalah:
Waktu perjalanan (journey time) adalah waktu rata-rata yang diperlukan
oleh kendaraan untuk menempuh suatu rute tertentu, termasuk didalamnya
waktu berhenti dan tundaan di persimpangan

Waktu bergerak (running time) adalah waktu dimana kendaraan dalam


keadaan bergerak untuk menempuh suatu potongan jalan tertentu

Kecepatan bergerak (running speed) adalah panjang suatu potongan jalan


tertentu dibagi waktu bergerak

Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan rata-rata suatu


arus lalu lintas yang dihitung dengan membagi panjang jalan dengan
waktu perjalanan rata-rata kendaraan untuk melewati potongan jalan
tersebut;

IT
.

BS

Hambatan (delay) adalah gangguan yang dialami kendaraan survey selama


waktu survey karena kondisi lalu lintas, seperti mendekati persimpangan,
persilangan sebidang, sekolah, dlsb yang mengakibatkan kendaraan harus
berhenti.

3.15.3 Metoda Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal


Kinerja persimpangan bersinyal dapat dinyatakan dalam derajat kejenuhan,
panjang antrian dan hambatan (delay). Kinerja persimpangan ini dilakukan untuk
setiap pendekat.
1. Derajat Kejenuhan
Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan persimpangan yaitu:
DS = Q/C

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-19

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Dimana : Q = Arus lalu lintas pendekat (smp/jam)


C = Kapasitas persimpangan (smp/jam)
Untuk menghitung kapasitas persimpangan mengikuti persamaan sebagai
berikut:
C = S x g/C
Dimana :
S = Arus jenuh yang disesuaikan yang dihitung dengan persamaan = So x
FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT (smp/jam)
= Waktu hijau untuk masing-masing fase yang diperoleh dengan
persamaan = g = (C ua LTI) x PR i

= Waktu siklus yang disesuaikan yang dihitung dengan persamaan =


g + LTI

2. Panjang Antrian (QL)

TP

A. Persamaan dasar dan Grafik untuk menentukan panjang antrian yang


tersisa dari fase sebelumnya (NQ1) dipersimpangan yaitu:

BS

a. Untuk DS > 0,5 digunakan persamaan :

8 x( DS 0,5)
NQ1 0,25 x C x ( DS 1) 2

IT
.

b. Untuk DS 0,5 digunakan persamaan : NQ1 0


Dimana :

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau (g/c)
C

= Kapasitas (smp/jam)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-20

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP

Gambar 3.7 Jumlah Kendaraan Antri (smp/jam) yang Tersisa dari


Fase Sebelumnya (NQ1)

NQ2 c x

BS

B. Persamaan dasar dan Grafik untuk menentukan panjang antrian yang


datang selama fase merah (NQ2) dipersimpangan yaitu:
1 GR
Q
x
1 GR x DS 3600

IT
.

Dimana :

= Jumlah smp yang datang selama fase merah

DS

= Derajat kejenuhan

GR

= Rasio hijau (g/c)

= Waktu siklus (detik)

Qmasuk

= Arus lalu lintas pada tempat masuk diluar LTOR


(smp/jam)

NQ2

Jumlah kendaraan antri adalah : NQ = NQ 1 + NQ2


C. Persamaan untuk menentukan panjang antrian (QL) dipersimpangan yaitu:
QL

NQMax x 20
WMasuk

Dimana :
QL

= Panjang antrian (m)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-21

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

= Jumlah kendaraan antrian maksimum yang dihitung


berdasarkan Gambar 3.8

WMasuk

= Lebar masuk pendekat (m)

TP

NQMax

BS

Gambar 3.8 Jumlah Kendaraan Antri Maksimum


3. Tundaan

IT
.

Perhitungan tundaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)


adalah sebagai berikut :

A. Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (DT) akibat pengaruh
timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang dengan
menggunakan persamaan :
DT c x A

NQ1 x 3600
C

Dimana :
DT

= Tundaan lalu lintas rata-rata (detik/smp)

= Waktu siklus yang disesuaikan (detik)

0,5 x 1 GR
= 1 GR x DS atau dapat digunakan Gambar 3.9

GR0

= Rasio hijau (g/c)

DS

= Derajat kejenuhan

NQ1

= Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

= Kapasitas (smp/jam)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-22

TP

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 3.9 Nilai Konstanta A

BS

B. Tentukan tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (DG)


akibat perlambatan dan percepatan ketika menunggu pada suatu
persimpangan dan/atau ketika dihentikan oleh lampu merah. Persamaan
tersebut adalah sebagai berikut :

IT
.

DG 1 pSV x pT x 6 pSV x 4

Dimana :

DG = Tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat (detik/smp)

p SV = Rasio kendaraan terhenti pada pendekat = Min (NS,1)


PT

= Rasio kendaraan berbelok pada pendekat

Sehingga diperoleh tundaan rata-rata : D = DT+DG

C. Hitung tundaan total dalam detik dengan mengalikan tundaan rata-rata


dengan aru lalu lintas.
D. Hitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) dengan membagi
jumlah nilai tundaan dengan arus total dalam detik dengan mengalikan
tundaan rata-rata.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-23

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.15.4 Traffic Networks Study Tools (TRANSYT)


A. Struktur Program TRANSYT
Traffic Network Study Tools (TRANSYT) adalah suatu metode untuk menentukan
pengaturan lampu lalu lintas waktu-tetap (fixed control) optimal sehingga arus
yang ada melintasi jaringan jalan berlampu lalu lintas dengan biaya total
minimum misalnya tundaan minimum dan jumlah stop minimum. Dua elemen
utama dalam TRANSYT adalah:
1. Model lalu lintas
Model ini akan memprediksi performance index (PI) untuk setiap
perencanaan waktu yang tetap (fixed time). PI adalah ukuran total harga
kemacetan lalu lintas yang berupa total tundaan (delay) dan berhenti (stop)
kendaraan
2. Optimsi offset lalu lintas

TP

Jika offset suatu simpang (node) dikurangi dengan offset didekatnya, maka
selisihnya merupakan waktu dimana siklus suatu simpang dimulai relatif
terhadap simpang-simpang lainnya

BS

Struktu program TRANSYT ditunjukkan oleh Gambar 3.10

Optimisation
Data

Network Data
Flow Data

IT
.

New Settings
Signal

Traffic
Model

Initial
Signal Settings

The TRANSYT
Program

Optimisation
Procedure

Optimisation
Signal
Settings

200 m

Delays and
Stop in
Network
Graphs of
Cyclic Flow
Profiles

Gambar 3.10 Struktur Program TRANSYT


Asumsi dasar dari TRANSYT adalah sebagai berikut:
1. Semua persimpangan utama dalam jaringan diatur dengan lampu lalu
lintas/prioritas;

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-24

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2. Semua lampu dalam jaringan mempunyai waktu siklus sama atau waktu
siklus sebesar setengah dari nilai tersebut, diketahui pembagian fase dan
periode minimum;
3. Arus lalu lintas di persimpangan dan distribusinya dalam periode tertentu
diketahui dan dianggap tetap.
B. Pembuatan Model TRANSYT

IT
.

BS

TP

Analisis koordinasi simpang menggunakan program TRANSYT 11 membutuhkan


beberapa data input , dimana data-data ini akan dimasukkan dalam kartu - kartu
pada TRANSYT 11, secara garis besar input data tersebut terdiri dari data lalu
lintas dan data jaringan (network), pertama yang perlu disusun adalah gambar
jaringan yang terdiri penomoran link pada semua simpang yang akan
dikoordinasikan, dasar penentuan link adalah satu link menggambarkan
pergerakan kendaraan tertentu seperti lurus, belok kiri dan belok kanan. Satu link
dalam analisis TRANSYT 11 akan memberikan pengaruh pada kinerja jaringan,
karena masing masing link akan menyumbangkan nilai PI, penentuan link ini telah
mempertimbangkan hal tersebut sehingga dalam penentuan link ini digunakan
indikator nilai PI yang minimum.

Gambar 3.11 Skema Pemodelan TRANSYT

Sedangkana untuk gambaran data input TRANSYT adalah seperti pada gambar
berikut:

Gambar 3.12 Common Control/Kontrol Utama TRANSYT 11

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-25

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

a. Common Data

IT
.

BS

TP

Nilai waktu siklus 132 detik adalah panjang waktu siklus kondisi yang ada
dilapangan, step 41 adalah jumlah step (disarankan setengan dari waktu siklus)
yang digunakan dalam analisis yang merupakan pembagian waktu siklus dengan
panjang waktu satu step, Periode waktu simulasi adalah sebesar 120 detik, Start
dan End adalah nilai waktu hijau yang hilang pada waktu hijau yaitu 2 detik dan
waktu yang hilang pada akhir hijau yaitu 3 detik, green times and offset
optimisation adalah TRANSYT akan mengkoordinasikan persimpangan dengan
mengoptimalkan waktu siklus dan offset.

Gambar 3.13 Common Data / Data Umum


b. Node Data
Node data digunakan untuk membuat simpang ke dalam program TRANSYT 11.
Pada penelitian ini digunakan dua node dengan waktu siklus pada tiap-tiap node
sesuai dengan yang tertera ada Tabel Data Waktu Perubahan Stage dan Hijau +
Intergreen Minimum. Hill climb procces digunakan untuk mengkoordinasikan
waktu hijau antar simpang sehingga pada penelitian ini digunakan hill climb

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-26

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

IT
.

BS

TP

proccesnya adalah 1 2 3. Ketika akan diopresaikan hill climb nya, maka


TRANSYT akan merubah-rubah nilai waktu hijau berdasarkan total waktu
siklusnya yang telah ditentukan dalam common data. Oleh karena itu, pada ignore
signal setting dan use equistat harus di check atau dicentang (x).

Gambar 3.14 Control data/Kontrol Data

c. Link Data
Jumlah link yang digunakan ada lima belas buah link dengan lima buah link pada
tiap node nya. Pada bagian ini dimasukkan data arus yang terjadi pada tiap link,
saturation flow, panjang bagian jalan, kecepatan di link tersebut dan urut-urutan
waktu siklus yang terjadi pada simpang. Penomoran link dimulai dari link yang
paling barat sesuai ketentuan yang berlaku dalam manualnya.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-27

TP

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 3.15 Control Link/Kontrol Ruas

BS

d. Pemilihan Waktu Siklus Optimum

IT
.

Hasil dari analisis koordinasi simpang menggunakan perangkat lunak TRANSYT


11 baik pada saat simpang dikoordinasikan dengan mengoptimalkan waktu siklus
dan off set . setelah dilakukan running untuk kondisi eksisting, maka dilanjutkan
dengan proses optimalisasi waktu siklus, yaitu dengan running program CYOP
(Cycle Optimum), dimana out put dari program ini adalah waktu siklus yang
optimal untuk kinerja jaringan. Setelah waktu siklus optimal out put CYOP
didapat, waktu siklus tersebut dimasukkan kembali ke dalam common data untuk
mengganti waktu siklus eksisting.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3-28

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 4
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI PROVINSI DKI JAKARTA

Deskripsi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

BS

4.1

TP

Pada Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ini


disampaikan mengenai deskripsi lokasi dan kondisi ATCS yang ada saat ini yang
disertai dengan penjelasan mengenai lembaga pengelolaan dan sumber
pendanaanya. Pada bab ini disampaikan juga mengenai evaluasi penerapan ATCS
di wilayah kajian yang dilihat dari bebagai sisi (lalu lintas, teknologi,
kelembagaan dan pendanaan). Selain hal tersebut pada bab ini disampaikan juga
mengenai perbandingan kinerja ATCS berdasarkan hasil simulasi untuk
persimpangan yang sudah terkoordinasi terhadap persimpangan yang belum
terkoordinasi dilihat dari parameter kinerja lalu lintas yaitu waktu tempuh,
tundaan rata-rata dlsb.

4.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS di Provinsi DKI Jakarta

IT
.

Khusus di DKI Jakarta, sebagian besar lampu lalu lintas sudah terhubung dengan
Area Traffic Control System (ATCS) agar petugas tidak perlu mengganti data
secara manual. Pengaturan cukup dilakukan dari ruang ATCS (di Gedung
Balaikota) melalui jalur komunikasi kabel. Dari 307 lampu lalu lintas yang
tersedia di Jakarta, 241 sudah terhubung dengan ATCS.

ATCS di DKI Jakarta ini dibangun sejak tahun 1994 dengan tiga system yang
berbeda yaitu: SCATS buatan Australia, SAINCO buatan Spanyol dan SIEMENS
buatan Jerman. Masing-masing sistem diatas dioperasikan secara terpisah untuk
wilayah yang berbeda-beda pula. Instalasi mengenai ketiga sistem tersebut
dijabarkan pada Tabel 4.1, sedangkan untuk gambaran lebih detailnya
disampaikan pada Tabel 4.2 sampai dengan Tabel 4.4 mengenai lokasi ATCS
yang ada di DKI Jakarta yang dibagi menjadi beberapa zona yaitu zona I, zona II
dan zona III.

Tabel 4.1 Sistem ATCS di Provinsi DKI Jakarta


No.

Nama Sistem

Wilayah instalasi

1.

SAINCO

Sebagian Jakarta Utara, sebagian besar Jakarta Pusat, dan


sebagian Jakarta Selatan

2.

TELNIC/SCATS

Sebagian Jakarta Utara, seluruh Jakarta Timur, dan


sebagian Jakarta Selatan

3.

Siemens

Sebagian Jakarta Utara, seluruh Jakarta Barat, dan


sebagian Jakarta Selatan

Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


Type

Wilayah

1.

Jl. G. Sahari Jl. RE Martadinata

RMY

Jakarta Pusat

2.

Jl. G. Sahari Jl. Mangga Dua

RMY

Jakarta Pusat

3.

Jl. G. Sahari Jl. P. Jayakarta

RMY

Jakarta Pusat

4.

Jl. G. Sahari Jl. Mangga Besar

RMY

Jakarta Pusat

5.

Jl. G. Sahari Jl. Angkasa

RMY

Jakarta Pusat

6.

Jl. H. Samanhudi Jl. Gereja Ayam

RMY

Jakarta Pusat

7.

Jl. Angkasa Jl. Bungur Besar

RMY

Jakarta Pusat

8.

Jl. Bungur Besar Jll G. Sahari 5

RMY

Jakarta Pusat

9.

Jl. G. Sahari Jl. G. Sahari 3

RMY

Jakarta Pusat

10.

Jl. Bungur Besar Jl. G Sahari 2,3

RMY

Jakarta Pusat

11.

Jl. Merdeka Utara Jl. Veteran III

RMY

Jakarta Pusat

12.

Jl. Veteran Raya Jl. Veteran III

RMY

Jakarta Pusat

13.

Jl. Merdeka Timur Jl. Batu

RMY

Jakarta Pusat

14.

Jl. Pintu Besar Selatan Jl. Asemka

RMY

Jakarta Pusat

15.

Jl. Hayam Wuruk Jl. Mangga Besar

RMY

Jakarta Pusat

16.

Jl. Hayam Wuruk Jl. Sukarjowiryopranoto

RMY

Jakarta Pusat

17.

Jl. Majapahit Jl. Suryopranoto

RMY

Jakarta Pusat

18.

Jl. Mangga Besar Jl. Mangga Besar VII

RMY

Jakarta Pusat

19.

Jl. Mangga Besar Jl. Karang Anyar Utara

RMY

Jakarta Pusat

20.

Jl. H Samanhudi Jl. Pecenongan

RMY

Jakarta Pusat

21.

Jl. KH. Mas Mansyur Jl. Zainul Arifin

RMY

Jakarta Pusat

22.

Jl. Zainul Arifin Jl. Cideng

RMY

Jakarta Pusat

Ket

IT
.

BS

TP

Lokasi Persimpangan

No.

23.

Jl. Hasyim Azhari Jl. Cideng

RMY

Jakarta Pusat

24.

Jl. Hasyim Azhari Jl. Biak

RMY

Jakarta Pusat

25.

Jl. Hasyim Azhari Jl. AM. Sangaji

RMY

Jakarta Pusat

26.

Jl. Pangeran Jayakarta Jl. Mangga Dua

RMY

Jakarta Pusat

27.

Jl. Kyai Caringin Jl. Biak

RMY

Jakarta Pusat

28.

Jl. Balikpapan Jl. Cideng

RMY

Jakarta Pusat

29.

Jl. Balikpapan Jl. Kesehatan

RMY

Jakarta Pusat

30.

Jl. Tanah Abang II Jl. Cideng

RMY

Jakarta Pusat

31.

Jl. Tanah Abang II Jl. Kesehatan

RMY

Jakarta Pusat

32.

Jl. Abdul Muis Jl Tanah Abang I

RMY

Jakarta Pusat

33.

Jl. Abdul Muis Jl Tanah Abang II

RMY

Jakarta Pusat

34.

Jl. Abdul Muis Jl Tanah Abang III

RMY

Jakarta Pusat

35.

Jl. Abdul Muis Jl Budi Kemuliaan

RMY

Jakarta Pusat

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-2

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


No.

Lokasi Persimpangan

Type

Wilayah

Jl. Abdul Muis Jl Kebon Sirih

RMY

Jakarta Pusat

37.

Jl. Jatibaru Jl. Cideng

RMY

Jakarta Pusat

38.

Jl. Merdeka Barat Jl. Merdeka Utara

RMY

Jakarta Pusat

39.

Jl. Merdeka Barat Jl. Merdeka Selatan

RMY

Jakarta Pusat

40.

Jl. MH Thamrin Jl. Kebon Sirih

RMY

Jakarta Pusat

41.

Jl. MH Thamrin Jl. KH. Wahid Hasyim

RMY

Jakarta Pusat

42.

Jl. MH Thamrin Jl. Imam Bonjol

RMY

Jakarta Pusat

43.

Jl. Agus Salim Jl. Kebon Sirih

RMY

Jakarta Pusat

44.

Jl. Agus Salim Jl. KH Wahid Hasyim

RMY

Jakarta Pusat

45.

Jl. KH Wahid Hasyim Jl Johar

RMY

Jakarta Pusat

46.

Jl. Cokroaminoto Jl. Sam Ratulangi

RMY

Jakarta Pusat

47.

Jl. Sam Ratulangi Jl. Cemara

RMY

Jakarta Pusat

48.

Jl. Sultan Syahrir Jl. Cokroaminoto

RMY

Jakarta Pusat

49.

Jl. Imam Bonjol Jl. Cokroaminoto

RMY

Jakarta Pusat

50.

Jl. Agus Salim Jl Sultan Syahrir

RMY

Jakarta Pusat

51.

Jl. Imam Bonjol Jl. Agus Salim

RMY

Jakarta Pusat

52.

Jl. Sultan Syahrir Jl. Teuku Umar

RMY

Jakarta Pusat

53.

Jl. Sultan Syahrir Jl. Teuku Cik Dik Tiro

RMY

Jakarta Pusat

54.

Jl. Dipenogoro Jl. Madiun

RMY

Jakarta Pusat

55.

Jl. Dipenogoro Jl. Teuku Cik Dik Tiro

RMY

Jakarta Pusat

56.

Jl. Teuku Cik Dik Tiro Jl. Sam Surizal

RMY

Jakarta Pusat

57.

Jl. Diponegoro Jl. Surabaya

RMY

Jakarta Pusat

IT
.

BS

TP

36.

Ket

58.

Jl. Diponegoro Jl. Proklamasi

RMY

Jakarta Pusat

59.

Jl. Blora Jl. Kendal

RMY

Jakarta Pusat

60.

Jl. Latuharhay Jl. Cimahi

RMY

Jakarta Pusat

61.

Jl. Latuharhay Jl. Madiun

RMY

Jakarta Pusat

62.

Jl. Sultan Agung - Jl. Guntur

RMY

Jakarta Pusat

63.

Jl. Karet Pasar Baru Timur Jl. Ram Dukuh

RMY

Jakarta Pusat

64.

Jl. Kebon Kacang Jl. Teluk Betung

RMY

Jakarta Pusat

65.

Jl. Senen Raya Jl. Kwitang

RMY

Jakarta Pusat

66.

Jl. Stasiun Senen Jl. Senen Raya

RMY

Jakarta Pusat

67.

Jl. Letjend Soeprapto Jl Tanah Tinggi Brt

RMY

Jakarta Pusat

68.

Jl. T. Tinggi Barat Jl. Kali Baru Timur

RMY

Jakarta Pusat

69.

Jl. Menteng Raya Jl. Kebon Sirih

RMY

Jakarta Pusat

70.

Jl. Abdul Rahman Saleh Jl. Kwitang

RMY

Jakarta Pusat

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-3

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


No.

Lokasi Persimpangan

Type

Wilayah

Jl. Cikini Raya Jl Cut Mutiea

RMY

Jakarta Pusat

72.

Jl. Kramat Raya Jl. Kramat Pulo

RMY

Jakarta Pusat

73.

Jl. Kramat Raya Jl. Raden Salah

RMY

Jakarta Pusat

74.

Jl. Salemba Raya Jl. Paseban

RMY

Jakarta Pusat

75.

Jl. Salemba Raya Jl. Diponegoro

RMY

Jakarta Pusat

76.

Jl. Matraman Raya Jl. Pramuka

RMY

Jakarta Pusat

77.

Jl. Tambak Jl. Proklamasi

RMY

Jakarta Pusat

78.

Jl. KH M .Mansyur Jl. Karet Pasar Baru T

RMY

Jakarta Pusat

79.

Jl. Bungur Besar Jl. G. Sahari I

RMY

Jakarta Pusat

80.

Jl. Asia Afrika Jl. Gerbang Pemuda

RMY

Jakarta Selatan

81.

Jl. Asia Afrika Jl. Pintu I Senayan

RMY

Jakarta Selatan

82.

Jl. Jend Soedirman Jl. Sisingamaraja

RMY

Jakarta Selatan

83.

Jl. Pakubuwono VI Jl. Hang Tuah

RMY

Jakarta Selatan

84.

Jl. Sisingamaraja Jl. Hang Tuah VII

RMY

Jakarta Selatan

85.

Jl. Sisingamaraja Jl. Trunojoyo

RMY

Jakarta Selatan

86.

Jl. Kyai Maja Jl. Bulungan

RMY

Jakarta Selatan

87.

Jl. Trunojoyo Jl. Patimura

RMY

Jakarta Selatan

88.

Jl. Woltermongisidi Jl. Adytiawarman

RMY

Jakarta Selatan

89.

Jl. Woltermongisidi Jl. Gunawarman

RMY

Jakarta Selatan

90.

Jl. Woltermongisidi Jl. Suryo

RMY

Jakarta Selatan

91.

Jl. Kyai Maja Jl. Barito

RMY

Jakarta Selatan

92.

Jl. Kyai Maja Jl. KH. Ahmad Dahlan

RMY

Jakarta Selatan

IT
.

BS

TP

71.

Ket

93.

Jl. Iskandar Syah Jl. Sultan Hasanuddin

RMY

Jakarta Selatan

94.

Jl. Iskandar Syah Jl Tirtayasa

RMY

Jakarta Selatan

95.

Jl. Iskandar Syah Jl Wijaya II

RMY

Jakarta Selatan

96.

Jl. Panglima Polim Jl.. Melawai Raya

RMY

Jakarta Selatan

97.

Jl. Panglima Polim Jl.. Barito II

RMY

Jakarta Selatan

98.

Jl. Pela Jl Petogogan 1

RMY

Jakarta Selatan

99.

Jl. Panglima Polim Jl. Wijaya II

RMY

Jakarta Selatan

100.

Jl. Wijaya II Jl. Panglima Polim III

RMY

Jakarta Selatan

101.

Jl. Hang Tuah VII. Jl. Pati Unus

RMY

Jakarta Selatan

102.

Jl. Gerbang Pemuda Jl. Glora Senayan

RMY

Jakarta Selatan

103.

Jl. Radio Dalam Jl. Pela

RMY

Jakarta Selatan

104.

Jl. Radio Dalam Jl. KH. Ahmad Dahlan

RMY

Jakarta Selatan

105.

Jl. Barito I Jl. Melawai Raya

RMY

Jakarta Selatan

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-4

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


No.

Lokasi Persimpangan

Type

Wilayah

106.

Jl. Gandaria III Jl. KH Ahmad Dahlan

RMY

Jakarta Selatan

107.

Jl Gandaria Jl. Gandaria I

RMY

Jakarta Selatan

108.

Jl. P. Polim III Jl. P. Polim IX

RMY

Jakarta Selatan

Ket

Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No.

Lokasi Persimpangan

Type

Wilayah

A Yani - Suprapto

DELTA 5

Jakarta Timur

2.

A Yani - Rawasari Selatan

TC 88 MP

Jakarta Timur

3.

A Yani - Pramuka

DELTA 5

Jakarta Timur

4.

A Yani - Rawamangun Muka

DELTA 5

Jakarta Timur

5.

Pramuka - Utan Kayu

TC 88 MP

Jakarta Timur

6.

Salemba - Paseban

TC 88 MP

Jakarta Timur

7.

P. Kemerdekaan - Kelapa Gading

TC 88 MP

Jakarta Utara

8.

Pemuda - Sunan Giri

TC 88 MP

Jakarta Timur

9.

Pemuda - Balai Pustaka

TC 88 MP

Jakarta Timur

10.

Pemuda - Paus

DELTA 5

Jakarta Timur

11.

Pemuda - Tugas

TC 88 MP

Jakarta Timur

12.

Balai Pustaka Timur - Waru

TC 88 MP

Jakarta Timur

13.

Balai Pustaka Timur - Persahabatan

TC 88 MP

Jakarta Timur

14.

Bekasi Timur Raya - Bekasi Barat Raya

TC 88 MP

Jakarta Timur

15.

Bekasi Timur Raya - Cipinang Jaya

TC 88 MP

Jakarta Timur

IT
.

BS

TP

1.

Ket

16.

Bekasi Timur Raya - I Gusti Ngurah Rai

TC 88 MP

Jakarta Timur

17.

Bekasi Timur Raya - Cipinang Baru Jaya

TC 88 MP

Jakarta Timur

18.

I G Ngurah Rai - P. Revolusi

TC 88 MP

Jakarta Timur

19.

P. Revolusi - Basuki Rahmat

TC 88 MP

Jakarta Timur

20.

D.I Panjaitan - Prumpung

TC 88 MP

Jakarta Timur

21.

Sugiyono - Swadaya Barat

TC 88 MP

Jakarta Timur

22.

Sugiyono - Raden Inten II

TC 88 MP

Jakarta Timur

23.

Di Panjaitan - Otista

TC 88 MP

Jakarta Timur

24.

Di Panjaitan - Inspeksi Kalimalang

TC 88 MP

Jakarta Timur

25.

Perc. Negara 2 - Perc. Negara 5

TC 88 MP

Jakarta Timur

26.

Perc. Negara - Mardani

TC 88 MP

Jakarta Timur

27.

Rawasari - Rawasari Selatan

TC 88 MP

Jakarta Timur

28.

Yos Sudarso - Boulevard Barat

TC 88 MP

Jakarta Utara

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-5

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No.

Lokasi Persimpangan

Type

Wilayah

Yos Sudarso - Anggrek

TC 88 MP

Jakarta Utara

30.

Sulawesi - Enggano

TC 88 MP

Jakarta Utara

31.

Sulawesi - Pelabuhan

TC 88 MP

Jakarta Utara

32.

Enggano - Enim

TC 88 MP

Jakarta Utara

33.

Bangunan Barat - H. Ten

TC 88 MP

Jakarta Timur

34.

Kayu Putih - Velodrome

TC 88 MP

Jakarta Timur

35.

Alu-Alu - Pegambiran

TC 88 MP

Jakarta Timur

36.

I.G. Ngurah Rai - Raden Inten II

TC 88 MP

Jakarta Timur

37.

Raden Inten II - Perumnas Raya

TC 88 MP

Jakarta Timur

38.

Raden Inten II - Swadaya

TC 88 MP

Jakarta Timur

39.

P. Revolusi - Duren Sawit Raya

TC 88 MP

Jakarta Timur

40.

P. Revolusi - Pondok Bambu Batas

TC 88 MP

Jakarta Timur

41.

P. Revolusi - Insp. Kalimalang

TC 88 MP

Jakarta Timur

42.

Insp. Kalimalang - Pondok Bambu Batas

TC 88 MP

Jakarta Timur

43.

Yos Sudarso - Depan Tancho

TC 88 MP

Jakarta Timur

44.

Yos Sudarso - Sungai Bambu

TC 88 MP

Jakarta Timur

45.

Cipinang Baru - Cipinang Baru Bundar

TC 88 MP

Jakarta Timur

46.

Paus - Waru

TC 88 MP

Jakarta Timur

47.

Alu-Alu- Layur

TC 88 MP

Jakarta Timur

48.

Insp. Kalimalang - Raden Inten II

TC 88 MP

Jakarta Timur

49.

Insp. Kalimalang - Pondok Kelapa

TC 88 MP

Jakarta Timur

50.

Raya Pondok Gede - Pintu I TMII

TC 88 MP

Jakarta Timur

IT
.

BS

TP

29.

Ket

51.

Matraman - Slamet Riyadi

TC 88 MP

Jakarta Timur

52.

Dewi Sartika - Kalibata

TC 88 MP

Jakarta Timur

53.

Raya Pondok Gede - Kampung Dukuh

TC 88 MP

Jakarta Timur

54.

Insp. Kalimalang - H. Naman

TC 88 MP

Jakarta Timur

55.

Jatinegara Barat - Jatinegara Barat 1

TC 88 MP

Jakarta Timur

56.

Sutoyo - Dewi Sartika

DELTA 5

Jakarta Timur

57.

Sutoyo - Tol Jagorawi

DELTA 5

Jakarta Timur

58.

Halim - Tol Cikampek

DELTA 5

Jakarta Timur

59.

MT Haryono - Sutoyo

DELTA 5

Jakarta Timur

60.

MT Haryono - Dewi Sartika

DELTA 5

Jakarta Timur

61.

Pasir Putih - Ancol

TC 88 MP

Jakarta Utara

62.

Re Martadinata - Danau Sunter Barat

TC 88 MP

Jakarta Utara

63.

Raya Bogor - Raya Pondok Gede

TC 88 MP

Jakarta Timur

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-6

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
Lokasi Persimpangan

Type

Wilayah

64.

Jatinegara Timur - Jatinegara Timur II

TC 88 MP

Jakarta Timur

65.

Matraman Raya - Jatinegara Barat

TC 88 MP

Jakarta Timur

66.

Otista - Otista III

TC 88 MP

Jakarta Timur

67.

Otista - Cipinang Cempedak

TC 88 MP

Jakarta Timur

68.

Otista - Cawang Baru

TC 88 MP

Jakarta Timur

69.

Danau Sunter Selatan - Danau Podomoro

TC 88 MP

Jakarta Utara

70.

Dr Supomo - Tebet Raya

TC 88 MP

Jakarta Timur

71.

Dr Supomo - Gatot Subroto

DELTA 5

Jakarta Selatan

72.

Raya Pasar Minggu - Perdatam

TC 88 MP

Jakarta Selatan

73.

Raya Pasar Minggu - Duren Tiga

TC 88 MP

Jakarta Selatan

74.

Raya Pasar Minggu - Kalibata

TC 88 MP

Jakarta Selatan

75.

Raya Pasar Minggu - Pejaten

TC 88 MP

Jakarta Selatan

76.

Raya Pasar Minggu - Ragunan

TC 88 MP

Jakarta Selatan

77.

Tb Simatupang - Lenteng Agung

TC 88 MP

Jakarta Timur

78.

Tb Simatupang - Condet

TC 88 MP

Jakarta Timur

79.

Tb Simatupang - Kesehatan

TC 88 MP

Jakarta Timur

80.

Tb Simatupang - Raya Bogor

TC 88 MP

Jakarta Timur

81.

Pintu I TMII - Hankam

TC 88 MP

Jakarta Timur

82.

Sukamto - Pondok Kelapa

TC 88 MP

Jakarta Timur

83.

Raya Bekasi - Pintu Tol Cakung

TC 88 MP

Jakarta Timur

84.

Mabes Hankam - TMII Pintu III

TC 88 MP

Jakarta Timur

85.

Taman Mini - Ceger

TC 88 MP

Jakarta Timur

Ket

IT
.

BS

TP

No.

86.

Raya Bogor - Cijantung

TC 88 MP

Jakarta Timur

87.

Raya Bogor - Ciracas

TC 88 MP

Jakarta Timur

88.

Raya Bogor - Cibubur

TC 88 MP

Jakarta Timur

89.

Perintis Kemerdekaan - Bekasi Raya

TC 88 MP

Jakarta Timur

90.

D. Sunter Barat - D. Sunter Selatan

TC 88 MP

Jakarta Timur

91.

Tebet Raya - Tebet Dalam IV

TC 88 MP

Jakarta Timur

92.

Tebet Raya - Tebet Timur

TC 88 MP

Jakarta Timur

93.

D. Sunter Barat - D. Sunter Utara

TC 88 MP

Jakarta Timur

Non
ATCS

94.

Kelapa Gading - Depan Kecamatan

TC 88 MP

Jakarta Timur

Non
ATCS

95.

Jampea - Dp. Rs Koja

TC 88 MP

Jakarta Timur

Non
ATCS

96.

Bekasi Timur Raya - Jatingera Kaum

TC 88 MP

Jakarta Timur

Non

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-7

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No.

Lokasi Persimpangan

Type

Wilayah

Ket
ATCS

97.

Kramat Raya Cilincing

TC 88 MP

Jakarta Timur

Non
ATCS

Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No.

Lokasi Persimpangan

Type

Jl. S Parman Jl KS. Tubun

2.

Jl. S Parman Jl. Tomang Raya

3.

Jl. S. Parman Jl. Kyai Tapa

4.

Jl. Jembatan II Jl. Tubagus Angke

5.

Jl. Jembatan III Jl. Bandengan

6.

Jl. Jembatan III Jl. Pluit Raya

7.

Jl. Pluit Selatan Jl. Pluit Raya

8.

Jl. Kopi Jl. Orpa

9.

Jl. Kali Besar Jl. Kali Besar Timur 3

10.

Jl. Moch Mansyur Jl Tubagus Angke

11.

Jl. KS Tubun Jl. Tali Raya

12.

Jl. Penjernihan Jl. Pejompongan 2

MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR

Ket

Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat

IT
.

BS

TP

1.

Wilayah

13.

Jl. Tentara Pelajar Jl. Penjompongan

14.

Jl. Tentara Pelajar Jl. Gelora

15.

Jl. Tentara Pelajar Jl. Permata Hijau

16.

Jl. Supeno Jl. Permata Hijau

17.

Jl. Warung Jati Barat Jl. Pejaten Raya

18.

Jl. Kebayoran Lama Jl. Prof Suharso

19.

Jl. Prof Suharso Jl. Pos Pengumben

20.

Jl. T. Nyak Arif Jl. Jamblang

21.

Jl. T. Nyak Arif Jl. Kebayoran Baru

22.

Jl. Sultan Iskandar M Jl. Bungur

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat

Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan

4-8

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No.

Lokasi Persimpangan

Type

Jl. Sultan Iskandar M Jl. Cendrawasih

24.

Jl. Sultan Iskandar M Jl. Margaguna

25.

Jl. Ciputat Raya Jl. Gedung Hijau

26.

Jl. Metro Pd. Indah Jl. Kartini

27.

Jl. Tubagus Angke Jl. Daan Mogot

28.

Jl. Pejuangan Jl. Daan Mogot

29.

Jl. Pejuangan Jl. Green Garden I

30.

Jl. Pejuangan Jl. Green Garden II

31.

Jl. Pejuangan Jl. Kedoya Raya

32.

Jl. Pejuangan Jl. Surya Utama

33.

Jl. Pejuangan Jl. Kedoya Duri

34.

Jl. Pejuangan Jl. Meruya Ilir

35.

Jl. Kesehatan Raya - Jl. RC Veteran

36.

Jl. Gatoy Subroto Jl. Rasuna Said

37.

Jl. P. Antasari Jl. Cipete Raya

38.

Jl. P. Antasari Jl. Prapanca

39.

Jl. P. Antasari Jl. Taman Brawijaya

40.

Jl. Fatmawati Jl. TB. Simatupang

BS

IT
.

41.

Ket

Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat

TP

23.

Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller

Wilayah

Jl. Mampang Prapatan Jl. Piere


Tendean

42.

Jl. Mampang Prapatan Jl. Mampang 8

43.

Jl. Mampang Prapatan Jl. Duren 3 Sel

44.

Jl. Mampang Prapatan Jl. Duren 3


Utara

45.

Jl. Warung Jati Barat Jl. Ragunan

46.

Jl. Pertanian Jl. TB. Simatupang

47.

Jl KKO Raya Jl. TB. Simatupan

48.

Jl. Pejaten Raya Jl. Ampera

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat

Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan

4-9

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No.

Lokasi Persimpangan

Type

49.

Jl. Fatmawati Jl. HJ. Nawi

50.

Jl. Fatmawati Jl. Cipete Raya

51.

Jl. P. Antasari Jl. Manunggal Juang

52.

Jl. P. Antasari Jl. Pelita

53.

Jl. Daan Mogot Jl. Peta Selatan

54.

Jl. Daan Mogot Jl. Tampak siring

55.

Jl. Daan Mogot Jl. Amir Hamjah

MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller
MR
Controller

Wilayah

Ket

Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat

TP

Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

1. Skenario Pagi;

BS

Adapun skenario waktu siklus dari ketiga sistem ATCS ini adalah sama, dimana
setiap harinya ketiga sistem memiliki skenario waktu siklus yang mengikuti arus
mayoritas kendaraan bermotor. Asumsi yang digunakan adalah arus dari daerah
pinggir ke arah pusat kota meningkat padat pada pagi hari, sedangkan pada sore
hari arus dari pusat menuju daerah pinggir Jakarta meningkat padat pada sore hari.
Dengan demikian dibuatlah tiga sampai empat skenario besar pada tiga sistem
ATCS yang terpasang:

IT
.

2. Skenario Siang;
3. Skenario Sore; dan
4. Skenario Malam

Untuk beberapa persimpangan tersebut terdapat pula skenario malam berupa


lampu kuning yang berkedip-kedip (flashing amber). Beberapa pertimbangan
rancangan skenario untuk memudahkan pengendara kendaraan bermotor juga
dilakukan. Salah satunya adalah skenario green wave yang memungkinkan
pengendara akan terus mendapatkan lampu hijau di setiap persimpangan pada
jalan yang lurus jika ia melaju pada kecepatan yang optimal. Skenario ini hanya
efektif bila kepadatan kendaraan bermotor tidak terlalu padat.
Selain itu sistem ATCS juga dimungkinkan untuk membuat skenario khusus,
yakni pengaturan waktu siklus lampu lalu lintas yang diatur untuk memenuhi
permasalahan-permasalahan khusus, seperti pengaturan kelancaran rombongan
kendaraan protokoler kenegaraan, ambulans, dan pemadam kebakaran. Skenario
ini sering disebut program green pull (penarikan hijau), yang diatur oleh
komputer di pusat pengaturan.
Skenario khusus untuk di-integrasikan dengan jalur persimpangan kereta api
belum pernah dicobakan untuk di-implementasikan. Padahal secara teknis, hal ini
mungkin saja untuk diterapkan. Hal ini cukup penting mengingat beberapa

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-10

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

kejadian kecelakaan lalu lintas dengan kereta api disebabkan oleh kemacetan di
persimpangan jalan.
Beberapa standard internasional diterapkan dalam sistem ATCS ini, seperti
amber time selama 3 (tiga) detik, untuk semua persimpangan. all red juga
diberlakukan pada sebagian besar persimpangan selama 2 (dua) detik ditambah
dengan red-amber 2 (dua) detik.
4.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS di Provinsi DKI Jakarta
Untuk kondisi saat ini pengelolaan ATCS di bawah pemerintah terkait, dimana
dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yaitu di bagian
Subdis Teknik Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana yang disampaikan
pada Gambar 4.1.

BS

TP

Untuk kondisi sumber daya manusia yang dialokasikan untuk mengelola ATCS
pada saat ini cukup memadai baik dari sisi sumber daya manusia teknisi lapangan
(pengawas lapangan), teknisi di control room dan tenaga manajemen lalu lintas.
Sebagai informasi bahwa berdasarkan hasil wawancara di instansi terkait, untuk
pengelolaan ATCS di DKI Jakarta pada teknisi di control room dialokasikan
sebanyak 9 orang yang meliputi 3 orang teknisi SAINCO, 3 orang teknisi
TELNIC, 3 orang teknisi SIEMENS.

IT
.

Untuk rencana pengembangan kedepan kelembagaan pengelola ATCS di DKI


Jakarta terdapat beberapa agenda yang meliputi perubahan unit organisasi yang
menjadi UPT APILL yang disertai pendidikan dan pelatihan SDM sebagai
pendukungnya.
4.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

Untuk pendanaan ATCS yaitu pada biaya investasi diperoleh sumbernya


bervariasi, dimana untuk ATCS dengan system SAINCO dan TELNIC
pendanaannya bersumber dari loan/pinjaman sedangkan untuk ATCS dengan
system SIEMEN bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi DKI Jakarta. Hal yang sama juga untuk pembiayaan operasional maupun
pemeliharaan yang bersumber dari APBD.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-11

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
KEPALA DINAS
WAKIL KEPALA DINAS

Pengelolaan ATCS

SUDIN
JAKPUS

SUDIN
JAKSEL

SUDIN
JAKUT

SUBDIS UDARA, AJR &


PENYEBRANGAN

SUBDIS PHB LAUT

SUDIN
JAKTIM

SUDIN
JAKBAR

UPT PENYEBRANGAN

UPT PELABUHAN LAUT

SUBDIS POS DAN


TELEKOMUNIKASI

SUDIN
KEP. SERIBU

UPT PKB

SUBBAG TU

UPT TERMINAL

SUBDIS BUA

ST

SUBDIS PLLAJ

IT
.B

SUBDIS TLLAJ

KABAG TU

SEKSI WIL I

SEKSI WIL II

SEKSI WIL III

SEKSI WIL IV

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-12

SEKSI WIL V

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2

Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta


Untuk mengetahui kinerja ATCS di wilayah DKI Jakarta ini, dilakukan evaluasi
dari berbagai sisi yang meliputi evaluasi penerapan ATCS dari sisi teknologi,
pengelolaan (kelembagaan dan pendanaan) dan lalu lintas, dimana untuk
gambaran lebih jelasnya disampaikan pada paraghrap-paraghrap dibawah ini.

4.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi

BS

TP

Evaluasi penerapan ATCS dari sisi teknologi dilakukan berdasarkan 5 komponen


utama ATCS yang meliputi sensor/detektor loop dan controller, network link
(communication link & signal link), software aplikasi CC room, hardware CC
room (server, workstation, wallmap) dan CCTV. Hasil evaluasi terhadap
sensor/detektor loop dan controller menunjukkan bahwa untuk saat ini jumlah
yang terpasang adalah 97 unit dan yang adaptive ataupun terkoordinasi hanya
beberapa saja, sedangkan kondisinya banyak yang tidak berfungsi, dimana hal ini
disebabkan adanya lapis ulang (overlay) jalan yang menyebabkan sensitivitasnya
berkurang. Sementara itu pada controller yang digunakan ataupun terpasang pada
umumnya berbasis PLC atau micro controller. Untuk manhole tempat
terkonsentrasinya kabel di simpang menunjukkan telah rusak akibat hujan,
terbakar, maupun vandalism. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sensor/detektor
loop dan controller tersebut terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi
perbaikan atau diganti dengan sensor/detektor loop yang baru, sementara untuk
controllernya dapat dilakukan dengan modifikasi yang bebasis IP.

IT
.

Untuk hasil evaluasi network link (communication link & signal link)
menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini dari 340-an simpang yang terkoneksi,
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang
meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi
wireless.
Pada software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak lengkapnya dokumentasi aplikasi dan adanya 3
vendor yang berbeda yaitu SCATS, SAINCO dan Siemens yang masing-masing
tidak berkomunasi dan tidak terkoordinir. Untuk mengatasi permasalah tersebut
sebagai alternatifnya adalah memperbaiki aplikasi yang ada/mengganti total
aplikasi atau mengembangkan versi yang baru secara bertahap.
Permasalahan yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) meliputi server shutdown, tidak ada backup operating system dan
wallmap tidak berfungsi dan statis. Sebagai alternatif solusinya adalah dapat
dilakukan dengan memeriksa fungsi setiap komponen atau mengembangkan
control center sebagai NOC (Network Operation Center) tersendiri yang berbasis
TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini dari 43 kamera terpasang hanya beberapa yang masih berfungsi, sementara
PTZ Control pada umumnya tidak berfungsi karena motor yang sudah aus dan

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-13

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

untuk sistem perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai
langkah alternatif solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan mengupgrade unit kamera dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif
lainnya dapat dilakukan dengan cara menambah interface berupa konverter ADC
(Analog to Digital Converter) agar dapat menjadi IP based Camera. Solusi
tambahan lainnya adalah mengganti dengan IP camera secara bertahap.

IT
.

BS

TP

Untuk setiap alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan ke 5 komponen


utama tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, dimana untuk gambaran
lebih detailnya disampaikan pada Tabel 4.5.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-14

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


Sensor/detektor Loop dan
Controller

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

- Controller
terpasang
umumnya berbasis PLC
atau micro controller

Diperbaiki/diganti
dengan
sensor/detektor loop yang
baru

- Terpasang
97
unit,
beroperasi hanya beberapa
saja yang adaptif

Modifikasi Controller agar


sedapat mungkin berbasis IP

IT
.B

- Sensor/detektor
loop
(SCATS) banyak yang
tidak berfungsi karena
terkena overlay, patahan
tanah, atau degradasi
peralatan

Kelebihan (+)

- Lebih fleksibel dan up to


date
untuk dilakukan
pengembangan (ekspansi)
sistem
- Instalasi sistem menjadi
lebih mudah

- Mampu memberi data


kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
(jumlah
dan
kategori
kendaraan)

Diganti dengan sensor


kamera

- Manhole
tempat
terkonsentrasinya kabel di
simpang telah rusak akibat
hujan, terbakar, maupun
vandalism

Tanpa modifikasi sistem

1.

Komponen Utama

ST

No.

- Tidak
terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Perawatan lebih sederhana
dan murah
- Instalasi sistem menjadi
lebih mudah
- Kondisi jalan bisa teramati

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-15

Kelemahan (-)
- Sering terulang kasus
yang sama pada saat ada
overlay jalan
- Kesulitan
dalam
pengadaan sparepart dan
belum
tentu
cocok
interfacing-nya
- Tidak seluruh Controller
memungkinkan
dimodifikasi
karena
alasan teknis khusus dari
masing-masing produk
- Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)

Kelemahan (-)

secara visual

Network
(Communication
Signal Link)

Link

Link
&

- Kualitas
hantaran
(conductivity)
menurun
akibat kabel sudah wear
out (usang)

Mengganti
communication
link secara bertahap dengan
sistem wireless

relatif

- Instalasi lebih mudah


- Perawatan lebih sederhana
dan relatif murah karena
modular
- Kerusakan bisa dilokalisir
dengan mudah sehingga
down time dapat ditekan

- Communication link dan


signal link sering terputus
karena efek galian, alam,
dan perusakan
- Perangkat/modul modem
sering
rusak
karena
menurunnya usia teknis

- Dari 340-an simpang yang


terkoneksi, saat beberapa
saja yang adaptif

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

- Memperbaiki/menambah
wireline yang terputus
dan/atau
mengganti
modem yang rusak
- Biaya upgrading
lebih murah

IT
.B

- Koneksi antara ControllerCC


Room
(communication link) dan
Controller-Traffic Light
(signal link) menggunakan
kabel Telepon Telkom
(SCATS),
selebihnya
menggunakan dedicated
line

Memperbaiki/menambah
wireline
yang
terputus
dan/atau mengganti modem
yang rusak

ST

2.

- Lebih ekonomis karena


menggunakan
kamera
yang
juga
berfungsi
sebagai surveillance

4-16

- Perlu waktu yang lama


untuk mencari kerusakan
jaringan
- Perawatan lebih sulit dan
ada konsekuensi biaya
- Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
- Gangguan
interferensi,
bisa
diatasi
dengan
membuat jalur frekuensi
khusus untuk ATCS
- Berpotensi
terkena
sambaran
petir,
bisa
diatasi dengan membuat
penangkal
petir
dan
sistem grounding yang
baik

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


Kondisi Eksisting

3.

Software Aplikasi CC Room

- Terjadi
kerusakan
sehingga sistem tidak bisa
dijalankan
- Tidak
dokumentasi
aplikasi

lengkapnya
software

- Sistem secara keseluruhan


sudah tidak adaptif lagi
karena degradasi peralatan
baik yang ada di simpang
maupun CC Room

Kelebihan (+)

Mengganti total aplikasi

Shortcut solution

Memperbaiki aplikasi yang


ada

IT
.B

- Ada 3 vendor yang


berbeda yaitu SCATS,
SAINCO, dan Siemens
yang masing-masing tidak
dapat
berkomunikasi
sehingga
tidak
terkoordinir

Alternatif Solusi

Komponen Utama

Mengembangkan versi yang


baru secara bertahap

- Kinerja sistem sudah


kurang optimal karena
degradasi peralatan

- Penambahan
fitur-fitur
baru yang lebih kaya
menuju ITS
- Down sizing dari sisi
komponen
sistem,
mereduksi sensor/detector
loop, traffic counter, dan
controller
- IP based system, lebih
fleksibel
- Lebih fleksibel dan up to

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

Kelemahan (-)
Biaya pembelian aplikasi
cukup besar dan belum tentu
optimum dengan perangkat
hardware yang ada saat ini
- Diperlukan program
sumber (source file),
setidaknya library file dan
object file
- Ketergantungan pada
keandalan perangkat keras
yang ada, lazimnya sudah
obsolete
- Trial & error dilakukan
pada komputer yang ada,
tidak dapat secara dummy
sehingga berpotensi
mengganggu sistem

- Tidak ada backup master


aplikasi

Biaya pengembangan lebih


murah

ST

No.

4-17

- Diperlukan
waktu
pengembangan aplikasi
- Kompatibilitas
dengan
controller, wallmap, dan
workstation tidak bisa
dijamin
- Biaya
pengembangan
yang relatif moderat
- Bisa berdampak pada
penggantian
sistem
menjadi
NOC
yang

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)
date untuk pengembangan
(ekspansi) sistem

Kelemahan (-)
berbasis TCP/IP (LAN)

Hardware CC Room (Server,


Workstation, Wallmap)

- Server shutdown
- Tidak
ada
operating system

backup

fungsi

setiap

Tidak harus beli bila ternyata


komponen yang diperiksa
masih layak operasi

IT
.B

- Wallmap tidak berfungsi


dan statis

Memeriksa
komponen

ST

4.

- Integrasi tiga sistem ATCS


yang berbeda dibawah satu
manajemen

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

- Diperlukan operating &


maintenance
manual,
lazimnya sudah tidak ada
- Ketergantungan
yang
tinggi
pada
vendor
eksisting
yang
pada
akhirnya
berpotensi
mempengaruhi biaya
- Dukungan spare part yang
sangat terbatas mengingat
komponen yang ada sudah
tua
- Mengganggu operasi bila
sistem yang dipasang
tidak redundant

Mengembangkan
Control
Center
sebagai
NOC
(Network Operation Center)
tersendiri
yang
berbasis
TCP/IP

4-18

- Lebih fleksibel dan up to


date
untuk
dilakukan
pengembangan (ekspansi)
sistem
- Mendukung standarisasi
sistem menuju "Open
System"

- Biaya
pengembangan
yang relatif moderat guna
membangun LAN
- Kompatibilitas
dengan
hardware yang ada, versi
baru
membutuhkan
spesifikasi hardware yang
lebih
tinggi
tetapi

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)
- IP based system, lebih
fleksibel

- Dari 43 kamera terpasang,


hanya beberapa yang
masih berfungsi
- PTZ
Control
tidak
berfungsi karena motor
yang sudah aus

Lebih ekonomis bila spare


part-nya masih ada

Menambah interface berupa


konverter ADC (Analog to
Digital Converter) agar dapat
menjadi IP based Camera

- Fleksibilitas
pengembangan sistem
lebih baik

IT
.B

- Sistem perekaman hanya


menggunakan pita

Memperbaiki dan mengupgrade unit kamera dengan


mengganti lensa dan motor

CCTV

ST

5.

Mengganti dengan IP Camera


secara bertahap

- Perawatan sistem lebih


sederhana

- Fleksibilitas
pengembangan sistem
lebih baik
- Pengaturan dan perawatan
lebih mudah

- Mendukung standarisasi
sistem berbasis TCP/IP
dan dapat breinterface
dengan perangkat wireless
- Siap dikoneksikan dengan
sistem ATCS generasi
terbaru

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-19

Kelemahan (-)
teknologinya state-of-theart
Menjadi tidak ekonomis bila
spare part/komponennya
sudah diskontinyu
- Tidak seluruh CCTV
aksisting dapat
dimodifikasi karena
alasan teknis
- Mengganti komputer pada
CC Room yang
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
- Biaya
moderat

yang

relatif

- Mengganti komputer pada


CC
Room
yang
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
- Mengganti software pada
komputer di CC Room
bila
ingin
berfungsi
sebagai
sensor
dan
terintegrasi dengan TL

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan


Untuk evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan ini dibagi berdasarkan 5
bagian/fungsinya yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan
dan evaluasi. Hasil evaluasi pengengorganisasian menunjukkan bahwa saat ini
ATCS dikelola oleh pemerintah setempat, dimana dalam hal ini adalah Dinas
Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yaitu tepatnya di bagian rekayasa lalu lintas.
Permasalahan yang terjadi adalah deskripsi tugas manajerial kurang ditegaskan
dalam tupoksi sehingga sebagai alternatifnya dapat dilakukan dengan cara
pendeskripsian fungsi pengorganisasian

TP

Pada pengoperasian menunjukkan bahwa dari segi SDMnya masih terbatas dan
jumlah tenaga yang dialokasikan kurang memadai mengingat bahwa di DKI
Jakarta ini menerapkan 3 sytem ATCS (SCATS, SAINCO dan Siemens). Oleh
karena itu dalam mengatasinya dapat dilakukan dengan cara penambahan SDM
yang berkompeten dan untuk permasalahan systemnya perlu dikembangkan
system data logging.

BS

Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah


pendataan dan quick-reaction masalah di lapangan kurang dikarenakan jumlah
SDM yang terbatas, sementara itu permasalahan lainnya adalah alokasi dana
pemeliharaan tidak sustain dan anggaran yang ada tidak mencukupi untuk
pemeliharaan dan penggantian komponen ATCS yang cukup banyak, dimana hal
ini dikarenakan sumber dana operasional dan pemeliharaan s.d saat ini 100% dari
APBD.

IT
.

Dari sisi evaluasi permasalahan yaitu dalam hal zupport data dan pendanaan untuk
evaluasi kurang. Selain itu juga dalam hal pengembangan aplikasi dan evaluasi
kinerja tidak dapat dilakukan. Sebagai alternatif solusinya dapat dilakukan
beberapa hal berikut:
Jika diperlukan dapat di-rekrut konsultan untuk evaluasi berkala

SDM untuk fungsi evaluasi dapat digabungkan dengan supervisor dalam


pengoperasian

Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
untuk wilayah studi DKI Jakarta ini disampaikan pada Tabel 4.6, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengeloalan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 4.7.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-20

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.6 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Pengelolaan


Bagian/Fungsi

Pelaksanaan

Permasalahan

Alternatif Solusi

Pengelolaan ATCS di Provinsi DKI


Jakarta dibawah Subdis TLLAJ

Deskripsi tugas manajerial


ditegaskan dalam tupoksi

kurang

Pengoperasian

Jumlah tenaga yang tersedia yang


dialokasikan di control room ada 9
orang dengan masing-masing 3 untuk
mengoperasikan SAINCO, SIEMENS
dan SCATS

- Tenaga di control room pada


umumnya merupakan teknisi, bukan
traffic engineers sehingga kurang
dapat mengambil keputusan jika
terjadi permasalahan

ST

Pengorganisasian

- Sistem data-logging belum baik


sehingga record data traffic, kondisi,
dan kejadian kurang terpelihara

- Jumlah tenaga teknis masih terbatas


untuk mengontrol kerusakan yang
terjadi di lapangan

- Sumber dana operasional dan


pemeliharaan s.d saat ini 100% dari
APBD

Evaluasi

- Pendataan
dan
quick-reaction
masalah di lapangan kurang

IT
.B

Pemeliharaan

Tenaga traffic engineer dan system


analis yang ada tidak didedikasikan
hanya untuk ATCS

- Alokasi dana pemeliharaan tidak


sustain dan Anggaran yang ada
tidak mencukupi untuk pemeliharaan
dan penggantian komponen ATCS
yang cukup banyak

fungsi

- Perlu ada supervisor seorang traffic


engineer dan system analyst untuk
pengambilan keputusan
- Perlu dikembangkan sistem datalogging

- Perlu diperhatikan bahwa kondisi


saat ini obsolete, sehingga kebutuhan
tenaga lapangan membengkak (saat
ini dilakukan oleh pihak ketiga
melalui kontrak)
- Perlu ada alternatif sumber dana
yang sustain dari komersialisasi
ATCS (terutama content data yang
dikelola)

- Support data dan pendanaan untuk


evaluasi kurang

- Jika diperlukan dapat di-rekrut


konsultan untuk evaluasi berkala

- Pengembangan aplikasi dan evaluasi


kinerja tidak dapat dilakukan

- SDM untuk fungsi evaluasi dapat


digabungkan dengan supervisor
dalam pengoperasian

Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

Perlu
pendeskripsian
pengorganisasian

4-21

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.7 Benchmarking Pengelolaan ATCS


Ukuran TMC

JumlahTraffic Signal

Los Angeles, CA ATSAC

3.700.000

5.500 sq ft

2912

Miami, Dade County, FL

2.200.000

5.000 sq ft

2020

Staff
7 transportation engginer, 1 supervisor, 2 systems
analyst, 1 graphic designer, 1 traffic signal
electrician, 1 secretary
13 pekerja

San Antonio TX

1.100.000

6.000 sq ft

765

1 engginer, 3 technicians

1.500.000
(Covers Clark County)

2.500 sq ft

700

4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4


posisi maintenance

Atlanta, GA

416.000

2.300 sq ft

650

Albuquerque, NM

449.000

Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior


operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)
4 pekerja (2 engginer)

Denver, CO

555.000

Seatle WA

600.000

ST

800 sq ft

650

2.800 sq ft

450

1.420 sq ft

432

No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more


during special events
1 supervisor dan 2 operator

1.500 sq ft

400

1 supervisor dan 4 technician

2.500 sq ft

320

7-8 pekerja

700 sq ft

96

800-1400 sq ft (sedang
dalam masa konstruksi)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area

25 sedang dalam masa


konstruksi

Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat


mengakomodasi sampai dengan 2 full time
anggota staff
Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)

Phoenix, AZ

1.300.000

Boston, MA

590.000

Renton, WA

53.000

Redmond,WA

Las Vegas NV: Las Vegas


Area Computer Traffic
System (LVACTS)

Kota/Area Populasi

IT
.B

Lokasi

48,000

Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-22

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas


4.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI)
Untuk melakukan evaluasi kinerja persimpangan ATCS yang ada saat ini
(eksisting) di DKI Jakarta, maka dilakukan pengumpulan data primer dengan
pengambilan 5 sampel persimpangan dari total 241 persimpangan yang
menerapkan ATCS di DKI Jakarta. 5 sampel persimpangan ATCS tersebut
terletak di ruas-ruas jalan utama yang meliputi persimpangan Jl. Otista Jl.
Pedati, Jl Otista Jl. Yahya, Jl. Otista Otista 3, Jl. Otista Jl. Cipinang
Cempedak dan Jl. Otista Jl. Cawang Baru.

TP

Hasil survey menunjukkan bahwa ke 5 persimpangan tersebut berdasarkan jenis


simpangnya terdiri dari 3 persimpangan dengan tiga lengan dan 2 persimpangan
dengan empat lengan. Untuk geometrik keseluruhan jika dilihat dari lebar badan
jalannya sangat bervariasi berkisar antara 7,5 m s/d 20 m, dengan jumlah lajur 2 3 lajur/arah. Pada umumnya ke 5 persimpangan tersebut menggunakan jumlah
fase dari 3 4 fase. Untuk gambaran lebih detail mengenai ke 5 persimpangan
tersebut disampaikan pada Lampiran.

BS

Sebagaimana yang disampaikan pada paraghrap sebelumnya bahwa untuk


melakukan evaluasi kinerja persimpangan tersebut dilakukan pengumpulan data
primer yang meliputi survey inventarisasi geometrik ruas jalan maupun
persimpangan, survey volume lalu lintas di ruas dan persimpangan beserta
kecepatannya, dimana data-data tersebut akan digunakan untuk mengetahui
kinerja lalu lintas yang ada saat ini (eksisting) sebagaimana yang disampaikan
pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.

IT
.

Sebagaimana yang disampaikan pada Bab 3 Pendekatan dan Metodologi, bahwa


untuk analisis perhitungan kinerja persimpangan ini dilakukan dengan
menggunakan 2 metode, yaitu metode perhitungan menggunakan MKJI (Manual
Kapasitas Jalan Indonesia) dan menggunakan program sistem Transyt. Dari kedua
metode tersebut diperoleh beberapa hasil analisis, diantaranya adalah derajat
kejenuhan, panjang antrian dan waktu tundaan dari masing-masing persimpangan.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil analisis persimpangan berdasarkan kedua
metode tersebut disampaikan pada beberapa tabel dibawah ini.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-23

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Persimpangan
Jl. Otista Jl.
Pedati

Persimpangan
Jl. Otista Jl.
Yahya

BS

Persimpangan
Jl. Otista Jl.
Cipinang
Cempedak

TP

Persimpangan
Jl. Otista Jl.
Otista 3

IT
.

Persimpangan
Jl. Otista Jl.
Cawang Baru

Gambar 4.2 Lokasi Studi Persimpangan ATCS di DKI Jakarta

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-24

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.8 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
No.

Nama Ruas/Segmen

Panjang Ruas
(km)

Volume Lalu Lintas


(smp/jam)

Kapasitas Ruas
(smp/jam)

VC Ratio

Kecepatan (km/jam)

Persimpangan Jl. Pedati Jl. Yahya

2,13

5382

4671

1,15

24

2.

Persimpangan Jl. Yahya Otista 3

2848

4671

0,61

37

3.

Persimpangan Jl. Otista 3 Jl Cipinang Cempedak

4,68

1020

4671

0,22

39

4.

Persimpangan Jl. Cipinang Cempedak


Jl. Cawamg Baru

4,26

0,2

38

ST
726

4671

IT
.B

Sumber : Hasil Analisis

1.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-25

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.9 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
Volume Lalu
Lintas
(smp/Jam)

Waktu Siklus
(Det)

Jumlah Fase

Kapasitas
(smp/Jam)

DS

Panjang
Antrian
(m)

Tundaan
(det/smp)

Persimpangan Jl. Otista


Jl. Pedati

1712

143

2968

0,58

76

40

2.

Persimpangan Jl. Otista


Jl. Yahya

2,13

5382

108

1,1

75

174

3.

Persimpangan Jl. Otista


Otista 3

2848

185

2797

1,02

50

75

4.

Persimpangan Jl. Otista


Jl Cipinang - Cempedak

4,68

1020

198

3093

0,33

75

27

5.

Persimpangan Jl. Otista


Jl. Cawamg Baru

4,26

2283

0,32

125

13

4876

183

Sumber : Hasil Analisis

726

1.

Jarak Antar
Simpang
(km)

ST

Nama Persimpangan

IT
.B

No.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-26

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sebagaimana yang disampaikan didalam Bab 3 Pendekatan dan Metodologi,


bahwa untuk mengetahui perbandingan kinerja persimpangan sebelum dan
sesudah terkoordinasi dilakukan dengan metode MKJI dan Transyt, dimana untuk
hasil dengan metoda MKJI disampaikan pada Tabel 4.10, sedangkan dengan
metode Transyt pada paraghrap berikutnya.

Tabel 4.10 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi


(Metode MKJI)
Jarak
Antar
Simpang
(km)

Sebelum Terkoordinasi
Delay
Rata-rata
(det/smp)

Sesudah Terkoordinasi

Waktu
tempuh
(det)

Delay
Rata-rata
(det/smp)

No.

Persimpangan

1.

Persimpangan Jl. Otista


Jl. Pedati

2.

Persimpangan Jl. Otista


Jl. Yahya

2,13

3.

Persimpangan Jl. Otista


Otista 3

4.

Persimpangan Jl. Otista

Jl
Cipinang
Cempedak

4,68

27

5.

Persimpangan Jl. Otista


Jl. Cawamg Baru

4,26

13

12

TP

4,5

174

BS

75

1.679

58
73

1.500

IT
.

Sumber : Hasil Analisis

40

Waktu
tempuh
(det)

Hasil simulasi dengan metode MKJI menunjukkan bahwa di kelima persimpangan


tersebut terjadi perubahan kinerja delay, dimana perubahan delay yang cukup
besar terjadi di persimpangan No. 1 dan 4 yang mencapai lebih besar dari 80%,
sedangkan perubahan delay terkecil terjadi persimpangan No. 3 yang hanya
mencapai 2,67%. Untuk kinerja waktu tempuh berdasarkan hasil simulasi dengan
metode MKJI, perubahan yang terjadi cukup besar yang mencapai 10,66%.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-27

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan TRANSYT


Setelah diperoleh data volume lalu lintas berdasarkan hasil survey di lapangan,
maka sebagai langkah awal dalam perhitungan dengan TRANSYT dilakukan
kodifikasi dengan angka, dimana kode-kode angka tersebut mewakili pola
pergerakan di persimpangan yang meliputi pergerakan belok kiri, belok kanan dan
lurus sebagaimana yang disampaikan pada Gambar 4.3.

SISTEM
KODIFIKASI
TRANSYT

12 11

14
13

15 16

TP

22 21

24
23

BS

25 26

32 31

IT
.

45
46

34
33

35 36
42 41
One way

43 44
52 51

One way

54
53

55 56

Gambar 4.3 System Kodifikasi Dengan TRANSYT

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-28

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.11 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)

3.

4.

5.

Persimpangan Cempedak

Persimpangan Cawang Baru

Persimpangan Cawang I

Persimpangan Cawang II

Tundaan (Delay) (smp/det)

Panjang Antrian (m)

Ekst

Koord

Ekst

Koord

Ekst

Koord

29

20

31

49

56

(14)

12

0,78

0,77

Jl. Otista3

14

2,14

1,9

Jl. Otista

15

1,14

1,01

Jl. Otista

16

0,98

0,78

20

Jl. Otista

22

0,9

0,52

Jl. Cempedak

24

2,02

Jl. Otista

25

Jl. Otista

Jl. Otista

11

2639

1871

29

392

281

28

11

893

73

92

283

251

11

183

120

34

14

43

42

74

21

72

61

43

30

1,46

28

1981

1282

35

199

134

33

2,73

1,13

59

2413

456

81

3606

639

82

26

0,25

0,59

(136)

75

116

(54)

(33)

Jl. Otista

32

1,18

0,95

19

639

64

90

326

84

74

Jl. Cawang Baru

34

0,93

0,98

(5,38)

86

150

(74)

25

35

(40)

Jl. Otista

35

0,69

0,79

(14)

(50)

(100)

Jl. Otista

36

2,24

0,98

56

2133

129

94

382

45

88

Jl. Otista

42

0,6

0,6

25

15

40

25

40

(60)

Jl. Otista

43

1,14

0,88

23

525

21

96

504

74

85

Jl. Otista

44

1,15

0,65

43

618

43

93

88

13

85

Jl. Cawang I

46

0,39

0,42

(7)

50

61

22

13

16

(23)

Jl. Otista

52

0,56

0,61

(9)

76

11

86

23

11

52

Jl. Cawang II

54

0,33

0,58

(76)

21

20

(23)

12

10

17

ST

2.

Persimpangan Otista 3

Lengan

Derajat Kejenuhan
(Degree of Saturation)

IT
.B

1.

Nama Persimpangan

No

No
Link

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-29

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.11 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)


Nama Persimpangan

Lengan
Jl. Otista

Rata-rata

56

Derajat Kejenuhan
(Degree of Saturation)

Tundaan (Delay) (smp/det)

Koord

Ekst

Koord

Ekst

Koord

0,82

0,88

(7)

39

35

52

31

23

26

1,10

0,87

237,42

17

317,74

93,11

71

(21)

657,95

IT
.B

ST

Sumber: Hasil Analisis

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

Panjang Antrian (m)

Ekst

No

No
Link

4-30

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Berdasarkan hasil simulasi dengan metode Transyt menunjukkan bahwa


perbandingan kinerja kondisi saat ini (eksisting) dengan kondisi setelah di
optimasi (terkoordinasi) banyak mengalami banyak perubahan, dimana perubahan
terbesar terjadi pada kinerja kecepatan yaitu yang sebelumnya kecepatan rata-rata
perjalanan mencapai 5,7 km/jam (eksisting) menjadi 16,9 km/jam (terkoordinasi)
atau mencapai persentase 196,49%. Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan
kinerja kondisi eksisting terhadap terkoordinasi berdasarkan simulasi metode
Transyt disampaikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Rekapitulasi Perbandingan Kinerja Simpang Hasil Optimasi


(Metode TRANSYT)
Simulasi Transyt
Uraian

1.

Rata-rata tundaan

det/smp

2.

Panjang Antrian

kend

3.

Konsumsi
Bakar

4.

Panjang perjalanan

5.

Waktu Kendaraan

Bahan

Kecepatan rata-rata

smp-km

Coordinated

414,8

151,37

63,51

202

60

70,26

7015,4

2093,7

70,16

19871,5

21789,2

9,65

smp-jam

3514,4

1289,3

63,31

km/jam

5,7

16,9

196,49

IT
.

Sumber : Hasil Analisis

liter

Eksisiting

BS

6.

% perubahan

Satuan

TP

No.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta

4-31

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 5
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI KOTA BANDUNG

5.1

TP

Pada Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung ini disampaikan


mengenai deskripsi lokasi dan kondisi ATCS yang ada saat ini yang disertai
dengan penjelasan mengenai lembaga pengelolaan dan sumber pendanaanya. Pada
bab ini disampaikan juga mengenai evaluasi penerapan ATCS di wilayah kajian
yang dilihat dari bebagai sisi (lalu lintas, teknologi, kelembagaan dan pendanaan).
Selain hal tersebut pada bab ini disampaikan juga mengenai perbandingan kinerja
ATCS berdasarkan hasil simulasi untuk persimpangan yang sudah terkoordinasi
terhadap persimpangan yang belum terkoordinasi dilihat dari parameter kinerja
lalu lintas yaitu waktu tempuh, tundaan rata-rata dlsb.
Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Bandung

BS

5.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS di Kota Bandung

IT
.

Kemacetan merupakan konsekuensi logis kota besar, oleh karena itu, tidaklah
mengherankan bila Kota Bandung menjadi salah satu kota dengan aktivitas lalu
lintas yang cukup padat, apalagi pada akhir pekan. Berbagai kendaraan dari luar
kota kembang memenuhi beberapa kawasan pusat perbelanjaan. Kemacetan pun
menjadi menu rutin warga Paris Van Java.

Berbagai usaha dilakukan pemerintah kota untuk mengatasi kemacetan. Rekayasa


lalu lintas pun dilakukan. Contohnya dengan membuat jalur satu arah di jalan
yang rawan macet. Cara tersebut lumayan efektif meski kemacetan masih terlihat
di beberapa titik, terutama pada akhir pekan.
Pada 1997, Kota Bandung mendapat perangkat pengontrol lalu lintas bernama
Area Traffic Control System (ATCS) dari pemerintah Australia. ATCS adalah
sistem yang mampu mengoordinasikan setiap lampu lalu lintas di Kota Bandung
agar terintegrasi. Harapannya, kemacetan akibat lampu merah di persimpangan
dapat diminimalisasi bahkan ditiadakan.
Selain Bandung, beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya memiliki
ATCS. Namun, rupanya di daerah lain, ATCS sudah tidak dapat difungsikan,
sementara itu, di Kota Kembang, ATCS masih dapat digunakan meskipun
alakadarnya.
Perangkat ATCS terdiri atas detektor yang dipasang di bawah aspal jalan raya di
persimpangan. Detektor berfungsi untuk merasakan adanya kendaraan yang
berada di atas jalan di sebuah persimpangan lampu lalu lintas. Satu ruas jalan
dengan yang lainnya dilengkapi jumlah detektor yang berbeda tergantung
lebarnya.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Saat ini kota Bandung memilki 158 titik traffic light dengan 60 titik diantaranya
sudah menggunakan system ATCS, dan 10 titik diantaranya mengalami kerusakan
loose communication. Padahal sewajarnya Kota Bandung memiliki lebih dari 60
titik ATCS agar dapat mengantisipasi kemacetan yang sering terjadi.
Berdasarkan jenisnya, ada 3 (tiga) traffic light yakni fixed time (waktu tetap),
vehicle actuated (berdasarkan jumlah/keberadaan kendaraan), dan sistem traffic
light yang terhubung dengan ATCS itu sendiri. Jenis fixed time yakni waktu dan
urutan nyala lampu diatur bergantung kondisi pada jam-jam tertentu. Sementara
vehicle actuated, waktu dan urutan nyala lampu lalu lintas bergantung pada
kondisi lalu lintas saat dideteksi oleh detektor kendaraan. Semakin banyak
kendaraan yang lewat di persimpangan dimungkinkan akan semakin lama salah
satu lampu menyala sebagai sinyal arah. Sementara ATCS merupakan sistem
pengendalian lampu lalu lintas yang dilakukan secara terpusat. Untuk
mengendalikan ini diperlukan saluran komunikasi antara kontroler di lapangan
dengan komputer di pusat pengendali.

BS

TP

Pada metode ATCS, pengendalian dilakukan secara terpusat. Untuk pengendalian


ini diperlukan saluran komunikasi antara kontroler di lapangan dengan komputer
di pusat pengatur. Di kota-kota besar, ATCS ini mutlak diperlukan. Di Indonesia
pun (Jakarta, Bandung, Surabaya), ATCS sudah diterapkan. Bandung merupakan
kota yang menggunakan sistem Sydney Coordinative Adaptive Traffic System
(SCATS), sedangkan di Jakarta terdapat berbagai macam sistem seperti SCATS,
SCOOT (Eropa), Spanyol, dan untuk Surabaya menggunakan sistem Spanyol. Di
antara ketiga kota tsb, hanya Jakarta yang lumayan dipelihara, walaupun tidak
berfungsi maksimal.

IT
.

Sebagai gambaran awal, pada Gambar 5.1 disampaikan lokasi-lokasi


persimpangan di Kota Bandung yang sudah dilengkapi dengan lampu lalu lintas
dan perlengkapan lainnya seperti CCTV.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-2

IT
.B

ST

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 5.1 Lokasi-lokasi Persimpangan di Kota Bandung yang Menggunakan Traffic Light

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-3

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sistem ATCS di Kota Bandung diresmikan pada tahun 1996 dengan pusat control
yang berada di Gedung Pemerintahan Kota Bandung Lantai 3 di Jl. Wastu
Kencana. Berikut ini disampaikan mengenai kondisi terakhir traffic light maupun
ATCS yang terpasang di Kota Bandung.
Tabel 5.1 Kondisi Terakhir Traffic Light di Kota Bandung
No

Parameter

Status

Keterangan

Fungsi Traffic Rata-rata berfungsi dengan Sekitar 40 persimpangan


Light
baik
masih terhubung dengan
Control
Room
ATCS
sehingga dapat dikontrol dan
dimonitoring.

Fungsi ATCS

Transmisi
ATCS
menggunakan Non ATCS menggunakan
untuk kendali kendali kabel tembaga pemrograman PLC in situ
TL
yang di tanam di dalam
tanah

Wall Map

Tidak berfungsi

Komputer kontrol Wall Map


mengalami
kerusakan,
sedang
diupayakan
perbaikan

Power System

UPS sudah tidak berfungsi

Ketika terjadi gangguan


listrik, sistem langsung mati

Traffic Light Sebagian


besar
masih
ATCS
mengacu
pada
sistem
Controller
ATCS
lama.
Kecuali
system baru yang berdasar
pada penggunaan PLC
sebagai kontroler

IT
.

BS

TP

Masih Berfungsi dengan Sekitar 40 persimpangan


baik
masih terkontrol dengan
baik. Beberapa loop sensor
ada yg rusak.
Operator
dapat
melakukan sinkronisasi
antar persimpangan
Operator
dapat
mengetahui
apabila
terjadi bohlam putus
Operator dapat merubah
durasi nyala lampu
Operator
dapat
mengetahui
data
kepadatan kendaraan

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

Penggunaan kontroler ATCS


lama harus ditelaah lagi,
karena kemungkinan di
upgrade
sangat
kecil.
Sedang
system
PLC
kemungkinan besar masih

5-4

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.1 Kondisi Terakhir Traffic Light di Kota Bandung


No
7

Parameter
CCTV

Status
Masih berfungsi

Keterangan
dapat di upgrade
Sebagian kamera CCTV
masih berfungsi dengan baik
tetapi motor penggerak PTZ
sudah tidak berfungsi lagi.
Sistem Recording masih
menggunakan pita sehingga
jarang difungsikan, hanya
pada
saat
event-event
tertentu

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Bandung

TP

Untuk disain arsitektur sistem ATCS di Kota Bandung disampaikan pada


beberapa gambar berikut ini.

LCS
1

IT
.

Zone Control 1

BS

Central Control Room

LCS
n

Zone Control 2

LCS
1

LCS
n

Keterangan
LCS: Local Control System
Gambar 5.2 Desain Arsitektur Sistem ATCS di Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-5

IT
.

BS

TP

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 5.3 Teknologi ATCS di Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-6

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS di Kota Bandung


Sama halnya dengan ATCS di Provinsi DKI Jakarta, maka untuk ATCS di Kota
Bandung dikelola oleh Pemerintah Kota Bandung yaitu Dinas Perhubungan Kota
Bandung di bawah Sub Dinas Teknik Lalu Lintas dan Angkutan pada Seksi
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana yang disampaikan pada
Gambar 5.4.
Untuk alokasi sumber daya manusia yang ada saat ini menunjukkan bahwa pada
tenaga teknisi lapangan (pengawas lapangan) jumlanya memadai, sedangkan
untuk teknisi controll room kekurangan tenaga, dimana jumlah yang tersedia saat
ini hanya 4 orang dari total yang dibutuhkan sebanyak 6 orang
5.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Kota Bandung

IT
.

BS

TP

Untuk sumber pendanaannya, pada biaya investasi diperoleh dari pinjaman luar
negeri yaitu dari EFIC Australia pada 20 Februari 1995 dengan total pinjaman
senilai A$. 21.545.000,-, sedangkan untuk pemeliharannya diperoleh dari APBD
Kota Bandung. Hasil survey wawancara kepada instasi terkait menunjukkan
bahwa untuk tahun 2007 saja dialokasikan dana sebesar Rp. 687.000.000 yang
meliputi biaya operasional dan pemeliharaan dan jumlah tersebut menurun dari
tahun sebelumnya. Oleh karena itu Pemerintah Kota Bandung berharap ada
bantuan dari pemerintah pusat dalam hal pendanaanya sehingga diharapkan dapat
melakukan pemeliharanan pada komponen-komponen ATCS maupun
perbaikannya yang berdampak terhadap kinerja ATCS terutama dari sisi lalu
lintas.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-7

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
KEPALA DINAS
PERHUBUNGAN

BAGIAN TATA USAHA

SUB DINAS TEKNIS


SARANA

SEKSI JARINGAN
TRANSPORTASI JALAN

SEKSI PENGUJIAN
KENDARAAN

SUB BAGIAN
KEUANGAN

SUB BAGIAN
PROGRAM

SUB BAGIAN
KEPEGAWAIAN

SUB DINAS TEKNIS LALU


LINTAS DAN ANGKUTAN

SUB DINAS TEKNIS


OPERASIONAL

SUB DINAS POS DAN


TELEKOMUNIKASI

SEKSI MANAJEMEN DAN


REKAYASA

SEKSI KETERTIBAN LALU


LINTAS

SEKSI PEMBINAAN POS


DAN TELEKOMUNIKASI

SEKSI PENGUJIAN
PERANGKAT POS DAN
TELEKOMUNIKASI

IT
.B

SUB DINAS TEKNIS


PRASARANA

SUB BAGIAN
UMUM

ST

Pengelolaan ATCS

JABATAN FUNGSIONAL

SEKSI PENDAFTARAN
KENDARAAN

SEKSI BINA USAHA DAN


PERIJINAN ANGKUTAN

SEKSI PENGELOLAAN
OPERASIONAL

SEKSI TATA TEKNIS DAN


PENGELOLAAN
TERMINAL

SEKSI PERBENGKELAN

SEKSI BIMBINGAN DAN


KESELAMATAN

SEKSI
PENANGGULANGAN
KECELAKAAN

SEKSI TATA TEKNIS


PERPARKIRAN

UPTD

CABANG DINAS

Gambar 5.4 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-8

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2

Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi


Sama halnya dengan DKI Jakarta, maka untuk evaluasi penerapan ATCS di Kota
Bandung dari sisi teknologi dilakukan berdasarkan 5 komponen utama ATCS
yang meliputi sensor/detektor loop dan controller, network link (communication
link & signal link), software aplikasi CC room, hardware CC room (server,
workstation, wallmap) dan CCTV.

TP

Hasil evaluasi terhadap sensor/detektor loop dan controller menunjukkan bahwa


untuk saat ini dari 137 simpang yang dipasang, 110 diantaranya beroperasi dan
untuk kondisi sensor/detektor loop-nya banyak yang tidak berfungsi karena
terkena overlay atau patahan tanah, sementara itu untuk kondisi controller-nya
menunjukkan bahwa terdapat 44 controller terhubung dengan CC Room (adaptif)
dan sisanya 66 controller tidak terhubung dengan CC, hanya pengaturan lokal
menggunakan PLC. Pada umumnya Controller terpasang umumnya berbasis PLC
atau micro controller. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sensor/detektor loop
dan controller tersebut terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi perbaikan
atau diganti dengan sensor/detektor loop yang baru, sementara untuk
controllernya dapat dilakukan dengan modifikasi yang bebasis IP.

IT
.

BS

Hasil evaluasi terhadap network link (communication link & signal link)
menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini dari 137-an simpang yang terkoneksi,
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang
meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi
wireless.

Pada software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak adanya backup master aplikasi dan kurang
lengkapnya dokumentasi aplikasi. Untuk mengatasi permasalah tersebut sebagai
alternatifnya adalah memperbaiki aplikasi yang ada/mengganti total aplikasi atau
mengembangkan versi yang baru secara bertahap.
Kondisi saat ini yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) menunjukkan beberapa permasalahan yang meliputi:
-

VAX dan PDP terkadang shutdown sehingga butuh waktu untuk recovery
secara trial and error,

Server menggunakan VAX dengan OS VMS, Regional processor


menggunakan PDP (2 area operasi)

1 PDP maksimum menangani 100 simpang (Controller)

Perangkat CC Room sudah usang

Back-up battery dan genset tidak berfungsi normal

Wallmap tidak berfungsi dan statis

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-9

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tidak ada backup operating system dlsb

Sebagai alternatif solusinya adalah dapat dilakukan dengan memeriksa fungsi


setiap komponen atau mengembangkan control center sebagai NOC (Network
Operation Center) tersendiri yang berbasis TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini terdapat 10 kamera Analog dengan koneksi kabel twisted pair ke CC Room,
sementara itu untuk PTZ Control tidak berfungsi karena motor yang sudah aus
dan kondisi sistem perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai
langkah alternatif solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan mengupgrade unit kamera dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif
lainnya dapat dilakukan dengan cara menambah interface berupa konverter ADC
(Analog to Digital Converter) agar dapat menjadi IP based Camera

IT
.

BS

TP

Untuk setiap alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan ke 5 komponen


utama tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, dimana untuk gambaran
lebih detailnya disampaikan pada Tabel 5.2.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-10

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


Sensor/detektor Loop dan
Controller

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

- Controller
terpasang
umumnya berbasis PLC
atau micro controller

Diperbaiki/diganti
dengan
sensor/detektor loop yang
baru

- Sensor/detektor
loop
banyak
yang
tidak
berfungsi karena terkena
overlay atau patahan tanah
- Dari 137 simpang yang
dipasang, 110 diantaranya
beroperasi

Modifikasi Controller agar


sedapat mungkin berbasis IP

IT
.B

- 44 controller terhubung
dengan
CC
Room
(adaptif)

Kelebihan (+)

- 66
controller
tidak
terhubung dengan CC,
hanya pengaturan lokal
menggunakan PLC

- Lebih fleksibel dan up to


date
untuk dilakukan
pengembangan (ekspansi)
sistem
- Instalasi sistem menjadi
lebih mudah

- Lebih ekonomis karena


menggunakan
kamera
yang
juga
berfungsi
sebagai surveillance

Diganti secara bertahap


dengan sensor kamera

- Mampu memberi data


kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
(jumlah
dan
kategori
kendaraan)

- Manhole
tempat
terkonsentrasinya kabel di
simpang telah rusak akibat
hujan, terbakar, maupun
vandalism

Tanpa modifikasi sistem

1.

Komponen Utama

ST

No.

- Tidak
terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Perawatan lebih sederhana

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-11

Kelemahan (-)
- Sering terulang kasus
yang sama pada saat ada
overlay jalan
- Kesulitan
dalam
pengadaan sparepart dan
belum
tentu
cocok
interfacing-nya
- Tidak seluruh Controller
memungkinkan
dimodifikasi
karena
alasan teknis khusus dari
masing-masing produk
- Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)

Kelemahan (-)

dan murah
Link

Link
&

- Kualitas
hantaran
(conductivity)
menurun
akibat kabel sudah wear
out (usang)

Mengganti
communication
link secara bertahap dengan
sistem wireless

- Tanpa modifikasi sistem


- Biaya upgrading
lebih murah

relatif

- Instalasi lebih mudah


- Perawatan lebih sederhana
dan relatif murah karena
modular
- Kerusakan bisa dilokalisir
dengan mudah sehingga
down time dapat ditekan

IT
.B

- Koneksi antara ControllerCC


Room
(communication link) dan
Controller-Traffic Light
(signal link) menggunakan
kabel Telepon Telkom
(SCATS),
selebihnya
menggunakan dedicated
line

Memperbaiki/menambah
wireline
yang
terputus
dan/atau mengganti modem
yang rusak

Network
(Communication
Signal Link)

ST

2.

- Communication link dan


signal link sering terputus
karena efek galian, alam,
dan perusakan

- Perawatan lebih sulit dan


ada konsekuensi biaya
- Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
- Gangguan
interferensi,
bisa
diatasi
dengan
membuat jalur frekuensi
khusus untuk ATCS
- Berpotensi
terkena
sambaran
petir,
bisa
diatasi dengan membuat
penangkal
petir
dan
sistem grounding yang
baik

- Perangkat/modul modem
sering
rusak
karena
menurunnya usia teknis

- Perlu waktu yang lama


untuk mencari kerusakan
jaringan

- Dari 137 simpang yang


terkoneksi, saat ini hanya
tinggal 44 yang adaptif

3.

Software Aplikasi CC Room

- Terjadi
kerusakan
sehingga sistem tidak bisa
dijalankan

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

Mengganti total aplikasi

Shortcut solution

5-12

Biaya pembelian aplikasi


cukup besar dan belum tentu
optimum dengan perangkat
hardware yang ada saat ini

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting
- Tidak ada backup master
aplikasi

Alternatif Solusi
Memodifikasi aplikasi yang
ada

ST

IT
.B

- Kinerja sistem sudah


kurang optimal karena
degradasi peralatan

Biaya pengembangan lebih


murah

- Tidak
lengkapnya
dokumentasi aplikasi
- Sistem secara keseluruhan
sudah tidak adaptif lagi
karena degradasi peralatan
baik yang ada di simpang
maupun CC Room

Kelebihan (+)

Mengembangkan versi yang


baru secara bertahap

- Penambahan
fitur-fitur
baru yang lebih kaya
menuju ITS

- Down sizing dari sisi


komponen
sistem,
mereduksi sensor/detector
loop, traffic counter, dan
controller
- IP based system, lebih
fleksibel
- Lebih fleksibel dan up to
date untuk pengembangan
(ekspansi) sistem

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-13

Kelemahan (-)
- Diperlukan program
sumber (source file),
setidaknya library file dan
object file
- Ketergantungan pada
keandalan perangkat keras
yang ada, lazimnya sudah
obsolete
- Trial & error dilakukan
pada komputer yang ada,
tidak dapat secara dummy
sehingga berpotensi
mengganggu sistem
- Diperlukan
waktu
pengembangan aplikasi
- Kompatibilitas
dengan
controller, wallmap, dan
workstation tidak bisa
dijamin
- Biaya
pengembangan
yang relatif moderat
- Bisa berdampak pada
penggantian
sistem
menjadi
NOC
yang
berbasis TCP/IP (LAN)

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

4.

Hardware CC Room (Server,


Workstation, Wallmap)

- VAX dan PDP terkadang


shutdown sehingga butuh
waktu untuk recovery
secara trial and error
- Server
menggunakan
VAX dengan OS VMS,
Regional
processor
menggunakan PDP (2 area
operasi)

fungsi

setiap

IT
.B

- 1
PDP
maksimum
menangani 100 simpang
(Controller)

Memeriksa
komponen

- Perangkat CC
sudah usang

- Wallmap tidak berfungsi


dan statis
backup

D
5.

CCTV

- Terdapat
10
kamera
Analog dengan koneksi
kabel twisted pair ke CC

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

Kelemahan (-)

Tidak harus beli bila ternyata


komponen yang diperiksa
masih layak operasi

- Diperlukan operating &


maintenance
manual,
lazimnya sudah tidak ada
- Ketergantungan
yang
tinggi
pada
vendor
eksisting
yang
pada
akhirnya
berpotensi
mempengaruhi biaya
- Dukungan spare part yang
sangat terbatas mengingat
komponen yang ada sudah
tua
- Mengganggu operasi bila
sistem yang dipasang
tidak redundant

Room

- Back-up
battery
dan
genset tidak berfungsi
normal

- Tidak
ada
operating system

Kelebihan (+)

Komponen Utama

ST

No.

Mengembangkan
Control
Center
sebagai
NOC
(Network Operation Center)
tersendiri
yang
berbasis
TCP/IP

- Lebih fleksibel dan up to


date
untuk
dilakukan
pengembangan (ekspansi)
sistem
- Mendukung standarisasi
sistem menuju "Open
System"
- IP based system, lebih
fleksibel

Memperbaiki dan mengupgrade unit kamera dengan


mengganti lensa dan motor

5-14

Lebih ekonomis bila spare


part-nya masih ada

- Biaya
pengembangan
yang relatif moderat guna
membangun LAN
- Kompatibilitas
dengan
hardware yang ada, versi
baru
membutuhkan
spesifikasi hardware yang
lebih
tinggi
tetapi
teknologinya state-of-theart
Menjadi tidak ekonomis bila
spare part/komponennya
sudah diskontinyu

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


Kondisi Eksisting
Room
- PTZ
Control
tidak
berfungsi karena motor
yang sudah aus
- Sistem perekaman hanya
menggunakan pita

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)

Menambah interface berupa


konverter ADC (Analog to
Digital Converter) agar dapat
menjadi IP based Camera

IT
.B

Mengganti dengan IP Camera


secara bertahap

- Perawatan sistem lebih


sederhana

- Fleksibilitas
pengembangan sistem
lebih baik
- Pengaturan dan perawatan
lebih mudah
- Mendukung standarisasi
sistem berbasis TCP/IP
dan dapat breinterface
dengan perangkat wireless
- Siap dikoneksikan dengan
sistem ATCS generasi
terbaru

D
Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

- Fleksibilitas
pengembangan sistem
lebih baik

Komponen Utama

ST

No.

5-15

Kelemahan (-)
- Tidak seluruh CCTV
aksisting dapat
dimodifikasi karena
alasan teknis
- Mengganti komputer pada
CC Room yang
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
- Biaya
moderat

yang

relatif

- Mengganti komputer pada


CC
Room
yang
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
- Mengganti software pada
komputer di CC Room
bila
ingin
berfungsi
sebagai
sensor
dan
terintegrasi dengan TL

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan


Untuk evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan ini dibagi berdasarkan 5
bagian/fungsinya yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan
dan evaluasi. Hasil evaluasi pengorganisasian menunjukkan bahwa saat ini ATCS
dikelola oleh pemerintah setempat, dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan Kota
Bandung yaitu di bagian rekayasa lalu lintas, sementara itu permasalahan yang
ada adalah concern-team terhadap permasalahan ATCS kurang optimal, oleh
karena itu perlu dibuat struktur khusus untuk mengelola ATCS, minimal seksi
ATCS atau dibuat UPT (karena ATCS asetnya besar).

BS

TP

Dari sisi pengoperasian menunjukkan bahwa dalam pelaksanannya untuk alokasi


tenaga di CC Room mencapai 4 orang , sementara itu jumlah tenaga manajemen
lalu lintas yang tersedia 1 orang. Untuk kendaraan operasional yang digunakan
atau tersedia saat ini masih terbatas hanya tersedia 1 unit. Hasil evaluasi
menunjukkan beberapa permasalahan dalam pengoperasian ATCS di Kota
Bandung ini yang diantaranya dalam melakukan optimasi waktu sinyal dari
control room, pada umumnya dibantu oleh tenaga teknis lapangan, sementara itu
untuk tenaga kerja operator yang berpengalaman dalam melakukan pengotimasian
waktu sinyal masih terbatas, dan juga beberapa SDM yang berpengalaman yang
ada sudah berpindah bagian. Sebagai alternatif solusinya adalah perlu dilakukan
kegiatan aktivitas training untuk menunjang peningkatan kompetensi SDM
dengan kegiatan penjadwalan, pengawasan, data-logging dan kepemimpinan
termasuk kedalam training. Selain hal tersebut juga diperlukan penambahan
jumlah tenaga lapangan (berikut fasilitas kerjanya).

IT
.

Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah


anggaran yang ada tidak mencukupi untuk pemeliharaan dan penggantian
komponen ATCS yang rusak, oleh karena itu diperlukan adanya alternatif sumber
dana dan dukungan dari masyarakat/pengambil keputusan

Dari sisi evaluasi terjadi permasalahan yaitu dalam hal evaluasi efektivitas
maupun perubahan skema operasional tidak dapat dilakukan secara baik, oleh
karena itu perlu dideskripsikan fungsi evaluasi berikut dengan penyediaan SDMnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
untuk wilayah studi Kota Bandung ini disampaikan pada Tabel 5.3, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengelolaan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 5.4.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-16

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.3 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Pengelolaan


Bagian/Fungsi
Pengorganisasian

Pelaksanaan

Permasalahan

Alternatif Solusi

- Pengelolaan ATCS di Kota Bandung


di bawah Subdis TLLAJ Seksi
Manajemen dan Rekayasa

Concern-team terhadap permasalahan


ATCS kurang optimal

Perlu dibuat struktur khusus untuk


mengelola ATCS, minimal seksi ATCS
atau dibuat UPT (karena ATCS asetnya
besar)

- Alokasi tenaga
mencapai 4 orang

di

CC

ST

Pengoperasian

- Seksi Manajemen dan Rekayasa


tidak hanya saja mengelola ATCS
Room

- Tenaga manajemen lalu lintas yang


tersedia 1 orang

- Masih terbatasnya tenaga kerja


operator yang berpengalaman dalam
melakukan pengotimasian waktu
sinyal

IT
.B

- Kendaraan operasional yang tersedia


saat ini masih terbatas hanya tersedia
1 unit

- Kondisi saat ini dalam melakukan


optimasi waktu sinyal dari control
room, pada umumnya dibantu oleh
tenaga teknis lapangan

- Beberapa SDM yang berpengalaman


yang ada sudah berpindah bagian

Evaluasi

- Penjadwalan, pengawasan, datalogging dan kepemimpinan termasuk


kedalam training
- Perlu penambahan jumlah tenaga
lapangan (berikut fasilitas kerjanya)

Tenaga untuk pemeliharaan yang


meliputi pemeliharaan rutin maupun
perbaikan mencapai 8 orang, sementara
yang effektif sebanyak 2 orang

Anggaran yang ada tidak mencukupi


untuk pemeliharaan dan penggantian
komponen ATCS yang rusak

Perlu ada alternatif sumber dana dan


dukungan dari masyarakat/ pengambil
keputusan

Belum ada alokasi bagian dan SDM


khusus untuk pelaksanaan evaluasi,
masih digabung dengan operasional

Evaluasi efektivitas maupun perubahan


skema
operasional
tidak
dapat
dilakukan secara baik

Perlu dideskripsikan fungsi evaluasi


berikut dengan penyediaan SDM-nya

Pemeliharaan

- Perlu dilakukan kegiatan aktivitas


training
untuk
menunjang
peningkatan kompetensi SDM

Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-17

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.4 Benchmarking Pengelolaan ATCS


Ukuran TMC

JumlahTraffic Signal

Los Angeles, CA ATSAC

3.700.000

5.500 sq ft

2912

Miami, Dade County, FL

2.200.000

5.000 sq ft

2020

Staff
7 transportation engginer, 1 supervisor, 2 systems
analyst, 1 graphic designer, 1 traffic signal
electrician, 1 secretary
13 pekerja

San Antonio TX

1.100.000

6.000 sq ft

765

1 engginer, 3 technicians

1.500.000
(Covers Clark County)

2.500 sq ft

700

4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4


posisi maintenance

Atlanta, GA

416.000

2.300 sq ft

650

Albuquerque, NM

449.000

Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior


operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)
4 pekerja (2 engginer)

Denver, CO

555.000

Seatle WA

600.000

ST

800 sq ft

650

2.800 sq ft

450

1.420 sq ft

432

No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more


during special events
1 supervisor dan 2 operator

1.500 sq ft

400

1 supervisor dan 4 technician

2.500 sq ft

320

7-8 pekerja

700 sq ft

96

800-1400 sq ft (sedang
dalam masa konstruksi)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area

25 sedang dalam masa


konstruksi

Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat


mengakomodasi sampai dengan 2 full time
anggota staff
Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)

Phoenix, AZ

1.300.000

Boston, MA

590.000

Renton, WA

53.000

Redmond,WA

Las Vegas NV: Las Vegas


Area Computer Traffic
System (LVACTS)

Kota/Area Populasi

IT
.B

Lokasi

48,000

Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-18

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas


5.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI)
Untuk mengetahui kinerja ATCS yang ada di Kota Bandung saat ini dilakukan
pengumpulan data primer dengan pengambilan sampel di 7 titik lokasi
persimpangan dari jumlah total 60 yang menerapkan sistem ATCS. 7 (tujuh) titik
persimpangan tersebut meliputi persimpangan Jl. A. Yani, Jl. Sukabumi, Jl. Gatot
Subroto, Jl. Talaga Bodas, Jl. Martanegara, Jl. Buah Batu dan Jl. Sriwijaya seperti
halnya yang disampaikan pada Gambar 5.5.

TP

Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa ke 7 persimpangan tersebut jika dilihat


dari jenis persimpangannya terdiri dari 2 persimpangan tiga dan 5 persimpangan
empat, dengan jumlah lajur terdiri dari 2-3 lajur/arah. Untuk jumlah fasenya
terdiri dari 3 sampai dengan 4 fase, dan untuk gambaran lebih detail mengenai
geometrik, jumlah fase dan waktu siklus ke 7 persimpangan tersebut disampaikan
pada Lampiran.

BS

Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini di ruas jalan di sekitar
persimpangan menunjukkan kinerjanya masih cukup baik, dimana hal ini dapat
dilihat dari nilai VC ratio yang rata-rata masih dibawah 0,75. Berbeda halnya
dengan kinerja di persimpangan lainnya yang memiliki nilai VC Ratio > 0.75 dan
bahkan ada yang lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa kondisinya sudah
jenuh atau oversaturated. Beberapa persimpangan yang sudah kondisinya jenuh
tersebut meliputi:
1. Persimpangan Jl. Laswi Jl. A Yani

2. Persimpangan Jl. Laswi Jl. Sukabumi

IT
.

3. Persimpangan Jl. Laswi Jl. G. Subroto


4. Persimpangan Jl Pelajar 45 Jl. Talaga Bodas
5. Persimpangan Jl. Pelajar 45 Jl. Martanegara

6. Persimpangan Jl. Pelajar Pejuang Jl. Buah Batu


7. Persimpangan Jl. BKR Jl. Sriwijaya

Seperti halnya pada lokasi kajian DKI Jakarta, di lokasi kajian Kota Bandung
juga dilakukan analisis perhitungan persimpangan dengan menggunakan 2
metode, yaitu metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan metode
TRANSYT. Dari kedua metode tersebut diperoleh beberapa hasil analisis yang
dapat dijadikan hasil utama analisis, yang meliputi derajat kejenuhan, panjang
antrian dan waktu tundaan dari masing-masing persimpangan. Untuk lebih
jelasnya mengenai hasil analisis persimpangan dengan menggunakan kedua
metode tersebut disampaikan pada beberapa tabel dibawah ini.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-19

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Persimpangan
Jl. Laswi
Jl. A.Yani
Persimpangan
Jl. Laswi
Jl. Sukabumi

Persimpangan
Jl. Laswi
Jl. G. Subroto

Persimpangan
Jl.Pelajar 45
Jl. Martanegara

Persimpangan
Jl.Pejuang
Jl. Buah Batu

IT
.

Persimpangan
Jl.BKR
Jl. Sriwijaya

BS

TP

Persimpangan
Jl.Pelajar 45
Jl. T. Bodas

Gambar 5.5 Lokasi Studi Persimpangan ATCS di Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-20

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.5 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
Nama Ruas/Segmen

Panjang Ruas
(km)

Volume Lalu Lintas


(smp/jam)

Kapasitas Ruas
(smp/jam)

VC Ratio

Kecepatan (km/jam)

1343

0,95

22

0,94

28

Jl. Laswi
(Jl. A.Yani Jl.Sukabumi)

0,35

4343

2.

Jl. Laswi
(Jl.Sukabumi Jl. G. Subroto)

0,85

6173

3.

Jl. Pelajar 45
(Jl. G. Subroto Jl. T. Bodas)

0,53

4.

Jl. Pelajar 45
(Jl. T. Bodas Jl. Martanegara)

0,38

5.

Jl. Pejuang
(Jl. Martanegara Jl. B. Batu)

6.

Jl. Pejuang
(Jl. B. Batu Jl. Sriwijaya)

1639

0,79

12

5915

1138

1,29

12

IT
.B

3594

0,6

6808

1794

1,82

12

1,14

3931

729

1,36

12

Sumber : Hasil Analisis

1629

ST

1.

No.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-21

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.6 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
No.

Nama Persimpangan

Jarak Antar
Simpang
(km)

Volume Lalu
Lintas
(smp/Jam)

Waktu Siklus
(Det)

Jumlah Fase

Kapasitas
(smp/Jam)

DS

Panjang
Antrian
(m)

Tundaan
(det/smp)

7371

103

1424

2,86

200

676

1343

0,95

215

664

Jl. A. Yani Jl. Laswi


Jl. Martadinata

2.

Jl. Laswi Jl. Sukabumi

0,35

4343

101

3.

Jl. Laswi Jl. G. Subroto

0,85

6173

288

1629

0,94

181

460

4.

Jl. Pelajar 45 - Jl. Telaga


Bodas

0,53

3594

107

1639

0,79

108

285

5.

Jl. Pelajar 45 - Jl.


Martanegara

0,38

5915

183

1138

1,29

211

1574

6.

Jl. Pejuang Jl. Buah


Batu

0,6

6808

176

1794

1,82

146

1114

7.

Jl. BKR Jl. Sriwijaya

1,14

3931

158

729

1,36

134

2064

ST

IT
.B

Sumber : Hasil Analisis

1.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-22

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Pada Tabel 5.7 ini merupakan simulasi antara kondisi eksiting dengan
terkoordinasi dengan menggunakan metoda MKJI, dimana asumsi yang
digunakan untuk kondisi terkoordinasi adalah dengan menggunakan waktu siklus
optimum, sementara untuk jumlah fase, komposisi waktu hijau, merah dan kuning
diasumsikan sama dengan kondisi eksisiting.
Tabel 5.7 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi
(Metode MKJI)

2.
3.
4.
5.
6.

Jl. A. Yani Jl.


Martadinata Jl. Laswi
Jl.
Laswi
Sukabumi

Jl.

Waktu
tempuh
(det)

Delay
Rata-rata
(det/smp)

168

20

16,2

6,97

120

120

Waktu
tempuh
(det)

0,35

Jl. Laswi Jl. Gatot


Subroto

0,85

Jl. Pelajar 45 Jl.


Talaga Bodas

0,53

6535

18

Jl. Pelajar 45 Jl.


Martanegara

0,38

Jl. Pelajar Pejuang Jl.


Buah Batu

0,60

Jl. BKR Jl. Sriwijaya

1,14

6378
18

1384

1384

2287

2287

1580

1580

IT
.

7.

Delay
Rata-rata
(det/smp)

Sesudah Terkoordinasi

TP

1.

Persimpangan

Sebelum Terkoordinasi

BS

No.

Jarak
Antar
Simpang
(km)

Sumber : Hasil Analisis

Hasil analisis optimasi dengan metode MKJI menunjukkan bahwa untuk kinerja
delay perubahan yang terjadi hanya di persimpangan No. 1 dan 2, sementara itu di
persimpangan 3, 4 dan 5 tidak terjadi perubahan, dimana hal ini disebabkan waktu
siklus di ketiga persimpangan tersebut telah mencapai waktu siklus optimum,
sehingga asumsinya sama dengan kondisi eksisiting. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa terjadi perubahan delay dikoridor tersebut, dimana perubahan terbesar
terjadi di persimpangan No.1 dengan persentase perubahan mencapai 88,10%.
Untuk kinerja waktu tempuh disepanjang koridor tersebut terjadi perubahan yaitu
yang sebelumnya mencapai 6535 detik menjadi 6378 detik, atau terjadi
perubahan 2,4%.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-23

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan TRANSYT


Setelah diperoleh data volume lalu lintas berdasarkan hasil survey di lapangan,
maka sebagai langkah awal dalam perhitungan dengan TRANSYT dilakukan
kodifikasi dengan angka, dimana kode-kode angka tersebut mewakili pola
pergerakan di persimpangan yang meliputi pergerakan belok kiri, belok kanan dan
lurus sebagaimana yang disampaikan pada Gambar 5.6.

SISTEM
KODIFIKASI
TRANSYT

11
1
2

14
13
1

17
18

21
16
15

22

TP

2
24
23 3231

IT
.

BS

37
38

3536
42 41
45
46

57
58

7778

6
7

3
33
4

4344
5251

6867

75
76

5
53
4

62 5556
61

7265
71 66
6463

73
74

Gambar 5.6 System Kodifikasi TRANSYT

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-24

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.8 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)

Simp. Sukabumi

Simp. Gatsu

Simp Talaga Bodas

Simp. Martanegara

Tundaan (Delay) (smp/det)

Panjang Antrian (m)

Ekst

Koord

Ekst

Koord

Ekst

Koord

12

2.4

2.34

2297

2210

1267

899

29

Jl. A. Yani

14

2.25

56

2174

119

95

2975

154

95

Jl. Laswi

16

0.56

1.3

(132)

71

950

11

180

(536)

Jl. A. Yani

18

2.01

1.01

(50)

2023

161

92

864

110

87

Jl. Laswi

21

0.25

0.86

(244)

17

58

(241)

29

(263)

Jl. Sukabumi

22

0.88

0.85

66

51

23

104

83

20

Jl. Martadinata

ST

Simp. Jl. A. Yani Jl. Martadinata

Lengan

Derajat Kejenuhan
(Degree of Saturation)

IT
.B

Nama Persimpangan

(1,238)

Jl. Laswi

23

0.19

0.53

(179)

(500)

51

Jl. Laswi

24

0.97

0.9

166

71

57

27

27

Jl. Laswi

32

2.38

1.74

27

2272

1665

27

775

600

23

Jl. Gatot Subroto

34

2.96

0.9

70

2590

61

98

2714

103

96

Jl. Pejuang

36

0.45

0.96

(113)

42

98

(133)

24

32

(33.33)

Jl. Gatot Subroto

38

0.7

0.92

( 31)

85

99

(16)

47

47

Jl. Pejuang

42

0.79

0.42

47

160

84

48

38

Jl. Pejuang

44

0.63

0.66

(5)

94

21

78

30

11

63

Jl. Talaga Bodas

46

0.56

0.73

(30)

27

45

(67)

23

26

(13)

Jl. Pejuang

52

0.68

1.49

(119)

81

1288

(1,490)

37

393

(962)

Jl. Martanegara

54

2.25

1.21

46

2182

704

1186

423

64

No

No
Link

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-25

68

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.8 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)

Lengan

Simp Buah Batu

Simp Sriwijaya

Sumber: Hasil Analisis

Koord

Ekst

Koord

Panjang Antrian (m)


Ekst

Koord

56

1.31

0.99

24

993

90

91

296

60

80

Jl. Martanegara

58

0.25

1.06

(324)

76

422

(455)

22

(175)

Jl. Pejuang

62

72

82

(14)

27

43

(59)

Jl. Buah Batu

64

Jl. BKR

66

Jl. Buah Batu

68

Jl. Pejuang

0.77

0.96

(25)

0.12

0.71

(92)

70

132

(89)

(50)

0.5

1.52

(204)

80

1366

(1,607)

13

192

(377)

3.91

0.98

75

2948

65

98

2086

136

93

84

361

78

78

15

151

(907)

Jl. BKR

72

1.69

1.06

37

1676

276

Jl. Sripoaci

74

0.56

1.91

(241)

89

1899

Jl. BKR

76

3.15

1.62

49

2688

1483

45

1353

768

43

Jl. Sriwijaya

78

0.55

1.03

( 87)

61

252

(313)

23

47

(104)

1,25

1,10

12

855,59

509,56

529,11

173,19

67

Rata-rata

Tundaan (Delay) (smp/det)

Ekst

ST

Nama Persimpangan

Derajat Kejenuhan
(Degree of Saturation)

IT
.B

No

No
Link

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-26

(2,034)

40

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Hasil simulasi dengan menggunakan metode Transyt menunjukkan bahwa untuk


kinerja tundaan di sepanjang koridor perubahan dari kondisi eksisting terhadap
kondisi terkoordinasi mencapi 40,36%, sedangkan perubahan kinerja antrian
mencapai 67,20%. Perubahan tertinggi berdasarkan hasil simulasi terdapat pada
kecepatan rata-rata perjalanan yang sebelumnya adalah 4,1 km/jam menjadi 11,1
km/jam atau 170,73%. Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan kinerja
persimpangan di Kota Bandung berdasarkan metode Transyt disampaikan pada
Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Rekapitulasi Perbandingan Kinerja Simpang Hasil Optimasi
(Metode TRANSYT)
Simulasi Transyt
Uraian

% perubahan

Satuan

Rata-rata tundaan

det/smp

2.

Panjang Antrian

kend

3.

Konsumsi
Bakar

4.

Panjang perjalanan

5.

Waktu Kendaraan

6.

Kecepatan Rata-rata

462.88

276.04

40.36

285.98

93.8

67.20

16819.3

5723.2

65.97

14981.8

29789.2

98.84

Bahan

liter
smp-km
smp-jam

3619.5

2687.5

25.75

km/jam

4,1

11,1

170,73

IT
.

Sumber : Hasil Analisis

Coordinated

BS

1.

Eksisiting

TP

No.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung

5-27

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 6
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI KOTA SURABAYA

6.1

TP

Pada Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya ini disampaikan


mengenai deskripsi lokasi dan kondisi ATCS yang ada saat ini yang disertai
dengan penjelasan mengenai lembaga pengelolaan dan sumber pendanaanya. Pada
bab ini disampaikan juga mengenai evaluasi penerapan ATCS di wilayah kajian
yang dilihat dari bebagai sisi (lalu lintas, teknologi, kelembagaan dan pendanaan).
Selain hal tersebut pada bab ini disampaikan juga mengenai perbandingan kinerja
ATCS berdasarkan hasil simulasi untuk persimpangan yang sudah terkoordinasi
terhadap persimpangan yang belum terkoordinasi dilihat dari parameter kinerja
lalu lintas yaitu waktu tempuh, tundaan rata-rata dlsb.
Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

BS

6.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS di Kota Surabaya

IT
.

Surabaya sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, saat ini sedang mengalami
perkembangan serta pertumbuhan dalam rangka ikut serta merealisasikan
pembangunan nasional bangsa Indonesia. Seiring dengan laju perkembangan Kota
Surabaya yang semakin meningkat, maka meningkat pula mobilitas penduduknya.
Pertumbuhan penduduk serata peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kota
Surabaya dapat memacu pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai sarana
transportasi yang mendukung kegiatan serta pergerakan manusia dalam usahanya
memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hal ini antara lain yang menyebabkan meningkatnya kepadatan arus lalu lintas
pada daerah daerah- tertentu di Surabaya sehingga banyak terjadi kemacetan
terutama pada jam jam sibuk (busy time). Penyebab kemacetan ini cukup
kompleks. Bila ditinjau dari segi teknis, sebenarnya daya tampung kapasitas jalan
jelas tidak berimbang dengan volume kendaraan, sedangkan dari segi non teknis,
rendahnya dan kekurang patuhan mereka pada disiplin lalu lintas, penggunaan
jalan dalam fungsinya dan area rawan banjir.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas
Perhubungan Kota Surabaya melakukan sebagai usaha antara lain peningkatan
prasarana jalan, drainase serta peningkatan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Namun di berbagai tempat, kemacetan tetap terjadi. Hal ini disebabkan
dipersimpangan yang ada masih terisolasi dan tetap. Padahal beberapa
persimpangan kritis membutuhkan penanganan yang lebih intensif dan lebih baik,
mengingat di persimpangan ini adalah tempat bertemunya beberapa kendaraan
dari beberapa arah pada satu titik.
Untuk mengatasinya, maka pengaturan persimpangan-persimpangan kritis di kota
Surabaya dilakukan dengan teknologi Area Traffic Control System (ATCS). Dasar

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

dari sistem ATCS ini bahwa pengaturan traffic light pada suatu persimpangan
secara langsung berpengaruh terhadap persimpangan berikutnya. Untuk ini
koordinasi antar persimpangan-persimpangan yang membutukan koordinasi
secara langsung dikelompokkan bersama-sama dan dikoordinasikan dengan
kelompok-kelompok lain.
Untuk dapat melakukan semua ini maka ATCS membutukan perangkat komputer
untuk mengatur komunikasi dan koordinasi antara tiap-tiap controller di
persimpangan. Selain itu sistem ini juga dilengkapi dengan peralatan lain pada
pusat kontrol, guna pengaturan komponen sistem ini juga didukung dengan
adanya kamera CCTV untuk memantau daerah-daerah kritis. Informasi visual ini
ditampilkan melalui layar monitor yang terletak dipusat kontrol (Central Control
Room).

TP

Selama ini traffic light Surabaya mengandalkan Area Traffic Control System
(ATCS) untuk menjalankan operasional traffic light. Dalam ATCS, kendaraan
yang berhenti langsung dihubungkan dengan kamera CCTV. Nantinya, hasil
rekaman kamera ini ditayangkan untuk mengontrol kemacetan. Namun, CCTV
memiliki banyak kelemahan, seperti masih berbasis analog, kabelnya rawan
gangguan, dan belum bisa dijadikan dasar pengambilan keputusan manajemen
lalu lintas.

BS

Saat awal berdirinya, alat ini sanggup mengoperasikan 40 traffic light (TL) yang
tersebar di Surabaya, hanya dari tempat berukuran 4 x 5 meter di Gedung
Pemerintah Kota Lantai VI Jl. Jimerto. Namun empat tahun lalu, tinggal 37 TL
yang bisa beroperasi. Ironisnya, ketika semua persimpangan jalan di Surabaya
semakin padat kendaraan, semua TL tidak bisa dikendalikan secara elektrik,
karena server komputer untuk peranti lunak ini rusak berat.

IT
.

Pada tabel berikut ini disampaikan mengenai data letak lampu lalu lintas yang
berada di Kota Surabaya lengkap beserta tahun pemasangan, jenis kontrol dan
jumlah fase untuk wilayah utara, selatan dan timur.

Tabel 6.1 Lampu Lalu Lintas Wilayah Utara

No.

Nama Persimpangan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontrol
Lama

Jenis
Kontrol
Baru

Jumlah
Fase

Jl. Dupak -Pasar Turi

Bubutan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

Jl. Bubutan-Jl. Tembaan

Bubutan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

2.5 fase

Jl. Pahlawan-Jl. Pasar Besar

Bubutan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

2.5 fase

Jl. Dupak Rukun-Pasar Loak

Krembanagan

Utara

2005

PLC

2 fase

Jl. Demak-Jl. Dupak

Krembanagan

Utara

1994

PLC

Jl. Kebon Rojo-Jl. Veteran

Krembanagan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

Jl. Gresik-Jl. Demak

Krembanagan

Utara

1994

CONTRAF

PLC

3 fase

Jl. Perak-Jl. Rajawali

Krembanagan

Utara

2003

CONTRAF

PLC

4 fase

Jl. Semut kali-Jl. Semut baru

Pabean

Utara

1992

SAINCO/ATCS

4 fase

10

Jl. Pegiriaan-Jl. Petean

Semampir

Utara

2003

PLC

3 fase

11

Jl. Kembang Jepun-Jl. Pegiriaan

Pabean Cantikan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

CONTRAF

3 fase
2 fase

6-2

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.1 Lampu Lalu Lintas Wilayah Utara


No.

Nama Persimpangan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontrol
Lama

Jenis
Kontrol
Baru

Jumlah
Fase

12

Jl. Jagalan-Jl. Pasar besar

Pabean Cantikan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

13

Jl. Tunjungan-Jl. Praban

Genteng

Utara

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

14

Jl. Kalibutuh-Jl.Semarang

Bubutan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

15

Jl. Blauran-Jl. Praban

Bubutan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

16

Jl. Tanjung sari-Jl. Tandes

Suko Manunggal

Utara

2005

CONTRAF

17

Jl. Kupang Jaya-Jl. Ngesong

Suko Manunggal

Utara

1996

PLC

3 fase

18

Jl. Balongsari-Jl. Balongsari tama

Utara

2005

PLC

4 fase

19

Jl. Tidaar-Jl. Arjuno

Sawahan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

20

Jl. Arjuno-Jl. Anjasmoro

Sawahan

Utara

1992

SAINCO/ATCS

SAINCO

3 fase

FLASHER

TP

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.2 Lampu Lalu Lintas Wilayah Selatan


No.

Nama Persimpangan

Kecamatan

21

Jl. Ciliwung-Jl. Diponegoro

Wonokromo

22

Jl. Kutei-Jl. Diponegoro

23

Jl. Kutai-Jl. Adityawarman

24

Jl. Musi-Jl. Diponegoro

25

Jl. Wonokromo-Jembatan MK

26

Jl. Jagir-Jl. Wonokromo

27

Jl. Raya Darmo-Jl. Diponegoro

Wonokromo

28

Jl. Darmo Kali-Jl.Bengawan

29

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontrol
Lama

Jenis
Kontrol
Baru

Jumlah
Fase

1992

SAINCO/ATCS

3,5 fase

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

4,5 fase

Wonokromo

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

4 fase

Wonokromo

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

Wonokromo

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

Wonokromo

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

Wonokromo

Selatan

2002

CONTRAF

3 fase

Jl. Ngagel J S-Jl Upojiwo

Wonokromo

Selatan

2002

CONTRAF

2 fase

30

Jl. Mayjen Sungkono-TVRI

Dukuh Pakis

Selatan

1995

CONTRAF

SAINCO

2 fase

31

Jl. HR Muhammad-Jl. Pakuwon

Dukuh Pakis

Selatan

2003

CONTRAF

PLC

4 fase

32

JL. Rolak-Jl. Gunung sari

Dukuh Pakis

Selatan

1998

CONTRAF

PLC

2 fase

33

Jl. Gajah Mada-Jl. Gunung Sari

Dukuh Pakis

Selatan

2003

PLC

2 fase

34

Jl. Hayam Wuruk-Jl. Gajah Mada

Dukuh Pakis

Selatan

2006

PLC

2 fase

35

Jl. Pasara Kupang-Jl. Banyurip

Sawahan

Selatan

2000

TC 88

36

Jl. Pasar Kembang-Jl. Arjuno

Sawahan

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

37

Jl. Embong Malang-Jl. Blauran

Sawahan

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

38

Jl. Margorejo-Jl. A Yani

Wonocolo

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

39

JL. Mastrip-Jl. Kedurus

Selatan

1995

PLC

3 fase

40

Jl. Margorejo-Jl. Prapen

Wonocolo

Selatan

1997

PLC

3 fase

41

Jl. Mastrip-Jl. Karang Pilang

Karang Pilang

Selatan

2006

PLC

2 fase

42

Jl. Kupang Jaya-Jl. Ngesong

Suko Manunggal

Selatan

1996

PLC

3 fase

43

Jl. Soetomo-Jl. Diponegoro

Tegal Sari

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

44

Jl.Kartini-Jl. Diponegoro

Tegal Sari

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

2,5 fase

45

Jl. Soetomo-Jl. Raya Darmo

Tegal Sari

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

IT
.

BS

Selatan

Wonokromo

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

PLC

PLC

PLC

6-3

2 fase

3 fase

2 fase

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.2 Lampu Lalu Lintas Wilayah Selatan


No.

Nama Persimpangan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontrol
Lama

Jenis
Kontrol
Baru

Jumlah
Fase

46

Jl. Raya Darmo-Jl. Kartini

Tegal Sari

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

47

Jl. Kedungdoro-Jl. Kedungsari

Tegal Sari

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

48

Jl. Dinoyo-B. A. T

Tegal Sari

Selatan

2002

CONTRAF

2 fase

49

Jl. Ngagel-B. A. T.

Tegal Sari

Selatan

2002

CONTRAF

2 fase

50

Jl. Jaksa A. S-Jl. Ambengan

Genteng

Selatan

1992

SAINCO/ATCS

51

Jl. M. Sungkono-Jl. Darmo Satelit

Suko Manunggal

Selatan

2002

CONTRAF

52

Jl. Darmo Satelit-Bunderan

Suko Manunggal

Selatan

2002

CONTRAF

4 fase

53

Jl. Sulawesi-Jl. Ngegel

Gubeng

Selatan

1995

PLC

3 fase

4 fase
SAINCO

4 fase

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

No.

Nama Persimpangan

Kecamatan

TP

Tabel 6.3 Lampu Lalu Lintas Wilayah Timur


Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontrl
Lama

Jenis
Kontrol
Baru

Jumlah
Fase

Jl. Kendang sari-Jl. J. Handayani

Tenggilis Mejoyo

Timur

1996

PLC

3 fase

55

Jl. Jemur Sari-Jl. J. Handayani

Tenggilis Mejoyo

Timur

1997

PLC

3 fase

56

Jl. Jemur Sari-Jl. Prapen

57

Jl. Nginden-Jl. Panjang Jiwo

58

Jl. Kedung baruk-Jl. Kali Rungkut

59

Jl. R. Kecamatan-Jl. Kali Rungkut

60

Jl. Yakaya-Jl. Rungkut M. T

61

Jl. Tambah Rejo-Jl. K. Krampung

62

BS

54

Timur

1997

PLC

2 fase

Tenggilis Mejoyo

Timur

1996

PLC

3 fase

Rungkut

Timur

1994

PLC

2 fase

Timur

1996

PLC

2 fase

Timur

1995

PLC

4 fase

Tambak Sari

Timur

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

Jl. Barata-Jl. Bratang Binangun

Gubeng

Timur

1994

PLC

4 fase

63

Jl. Ngagel J. S-Jl. Bratang

Gubeng

Timur

1997

PLC

SAINCO

3 fase

64

Jl. Ngagel J. S-UBAYA

Gubeng

Timur

1997

PLC

SAINCO

3 fase

65

Jl. Ngagel Madya-Jl. Ngagel J. T

Gubeng

Timur

1997

PLC

4 fase

66

Jl. Ngagel Jaya-Jl. Ngagel J.S

Gubeng

Timur

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

67

Jl. Ngagel Jaya-Jl. Ngagel J.U

Gubeng

Timur

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

68

Jl. Manyar-Jl. Kertajaya

Gubeng

Timur

2000

CONTRAF

69

Jl. Kertajaya-Jl. Darmawangsa

Gubeng

Timur

1992

SAINCO/ATCS

70

Jl. Darmawangsa-Jl Airlangga

Gubeng

Timur

2000

CONTRAF

71

Jl. Karangmenjangan-Jl. Airlangga

Gubeng

Timur

2000

TC 88

72

Jl. Karangmenjangan-Jl. Mustopo

Gubeng

Timur

2000

PLC

73

Jl. Darma Husada-Jl. Mustopo

Gubeng

Timur

2000

PLC

74

Jl. Gubeng-Jl. Pemuda

Gubeng

Timur

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

75

Jl. Semolowaru-Jl. Bratang

Sukolilo

Timur

1997

PLC

3 fase

76

Jl. Arif Rahman Hakim-ITATS

Sukolilo

Timur

2000

TC 88

77

Jl. Arif Rahman Hakim-Jl. Klampis

Sukolilo

Timur

2006

PLC

78

Jl. Kertajaya Indah-GALAXI (kampus C)

Mulyorejo

Timur

1999

CONTRAF

Rungkut

Gunung Anyar

IT
.

Tenggilis Mejoyo

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

PLC

4 fase
3,5 fase

PLC

3 fase
3 fase
3 fase

CONTRAF

PLC

4 fase

4 fase
3 fase

PLC

6-4

4 fase

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.3 Lampu Lalu Lintas Wilayah Timur


No.

Nama Persimpangan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontrl
Lama

Jenis
Kontrol
Baru

Jumlah
Fase

79

Jl. Pucang anom-Jl. Pucang Anom Tmr

Kenjeran

Timur

2003

PLC

3 fase

80

Jl. Kenjeran-Makam Rangkah

Kenjeran

Timur

2003

CONTRAF

2,5 fase

81

Jl. Kenjeran-Jl. Kaliondo

Kenjeran

Timur

2003

CONTRAF

3 fase

82

Jl. Tenggilis-Jl. Kendangsari

Tenggilis Mejoyo

Timur

2007

PLC

4 fase

83

Jl. Kertajaya Indah-GALAXI (kampus C)

Kertajaya

Timur

2005

CONTRAF

84

Jl. Mulyorejo-MERR II

Mulyorejo

Timur

2007

PLC

4 fase

85

Jl. Wijaya K-Jl. Ambengan

Genteng

Timur

2000

PLC

3 fase

86

Jl. Ambengan-Jl. Kusuma Bangsa

Genteng

Timur

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

87

Jl. Pecindilan-Jl. Pengampon

Simokerto

Timur

1992

SAINCO/ATCS

2 fase

88

Jl. Kapasan-Jl. Kenjeran

Simokerto

Timur

1992

SAINCO/ATCS

4 fase

89

Jl. Ngaglik-Jl. Kapasari

Simokerto

Timur

1992

SAINCO/ATCS

3 fase

4 fase

TP

PLC

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

No.

Nama Persimpangan

Jl. Kalijudan-Jl. Kenjeran

Jl. Putro Agung-Jl. Kapas Krampung

BS

Tabel 6.4 Lampu Lalu Lintas Pemerintah Provinsi Jawa Timur


Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis
Kontrl
Lama

Jenis
Kontrl
Baru

Kenjeran

Timur

2005

Contraf

2 fase

Tambak Rejo

Timur

2005

Contraf

3 fase

Jumlah
Fase

IT
.

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.5 Lampu Lalu Lintas Non Pemerintah (Swasta)

Nama Persimpangan

No.

Jl. Raya Tandes (Tol Tandes)

Jl. Raya Mastrip-Jl. Gunung Sari (Tol)

Jl. Raya Dupak (Depan PGS)

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis
Kontrl
Lama

Jenis
Kontrl
Baru

Tandes

Barat

2006

Contraf

3 fase

Karang Pilang

Selatan

2001

Contraf

3 fase

Bubutan

Utara

2007

PLC

2 fase

Jumlah
Fase

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.6 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Utara


No.

Nama Jalan

Kecamatan

Wilayah

Tahun Pemasangan

Jenis Kontroller

Jl. Simokerto/Jl. Sidotopo

Semampir

Utara

1997

MANUAL

Jl. Rajawali-SLTPN 5 Surabaya

Krembangan

Utara

1997

PLC

Jl. Indrapura-TA'MIRIYAH

Krembangan

Utara

1997

PLC

Jl. Indrapura-RS Kelamin

Krembangan

Utara

1997

PLC

Jl. Raya Demak

Krembangan

Utara

2006

PLC

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-5

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.6 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Utara


No.

Nama Jalan

Kecamatan

Wilayah

Tahun Pemasangan

Jenis Kontroller

Jl. Raya Demak (SDN Tembok Dukuh)

Krembangan

Utara

2007

PLC

Jl. Indrapura (SDN Krembangan)

Krembangan

Utara

2007

PLC

Jl. Banjar Sugian

Tandes

Utara

2007

PLC

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.7 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Pusat


No.

Nama Jalan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontroller

Jl. Undaan

Genteng

Pusat

1996

PLC

10

Jl. Kapasan

Simokerto

Pusat

1997

PLC

11

Jl. Dupak

Bubutan

Pusat

1999

PLC

12

Jl. P. Sudirman-Karapan Sapi

Gubeng

Pusat

1997

PLC

13

Jl. P. Sudirman-Surabaya Post

Gubeng

Pusat

1997

PLC

14

Jl. Tambak Sari

Simokerto

Pusat

2006

PLC

TP

BS

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.8 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Barat


Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontroller

Tegal Sari

Barat

1997

PLC

Tegal Sari

Barat

1998

PLC

Genteng

Barat

1998

PLC

Jl. Bubutan

Bubutan

Barat

1997

PLC

Jl. Gemblongan

Bubutan

Barat

1997

MANUAL

Nama Jalan

15

Jl. Basuki Rahmat-Gramedia

16

Jl. Embong Malang

17

Jl. Tunjungan

18
19

IT
.

No.

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.9 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Timur

No.

Nama Jalan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Kontroller

20

Jl. Darmawangsa

Gubeng

Timur

1998

PLC

21

Jl. Karangmenjangan

Gubeng

Timur

1997

MANUAL

22

Jl. Biliton

Gubeng

Timur

1997

PLC

23

Jl. Raya Gubeng

Gubeng

Timur

1997

PLC

24

Jl. Kps. Krampung-T. Rejo

Tambak Sari

Timur

2005

PLC

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-6

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.10 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Selatan


No.

Nama Jalan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis
Kontroller

25

Jl. Kedurus

Karang Pilang

Selatan

1997

PLC

26

Jl. A. Yani

Wonokromo

Selatan

2005

PLC

27

Jl. Ry. Prapen

Selatan

2006

PLC

28

Jl. Rungkut Pondok Candra

Rungkut

Selatan

2007

PLC

29

Jl. Jagir

Wonokromo

Selatan

1995

MANUAL

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.11 Pedestrian Crossing Traffic Light Non Pemerintah (Swasta)


No.
1

Nama Jalan

Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Utara

2006

Jl. Perak Barat (Depan Mujahidin)

TP

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Jenis
Kontroller

Tabel 6.12 Lampu Lalulintas/Warning Light Wilayah Timur, Barat, Utara, Selatan
Nama Jalan

Kecamatan

Wilayah

BS

No.

Jl. Sono Kembang-Jl. Kayon

Jl. Gubeng-Jl. Pemuda

Jl. Walikota Mustajab

Jl. Raya Menganti (PMK)

Jl. Gayung Sari (Masjid Agung)

Jenis Kontroller

Gubeng

Timur

1998

MANUAL

Genteng

Pusat

1995

PLC

Genteng

Pusat

1998

FLASHER

Selatan

2006

FLASHER

Selatan

2005

PLC

IT
.

Tahun
Pemasangan

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.13 Kamera CCTV ATCS Wilayah Timur, Barat, Utara, Selatan
Kecamatan

Wilayah

Tahun
Pemasangan

Jenis Merk

Jl. Ngagel J. S-Jl. Ngagel Jaya

Gubeng

Timur

1992

GRUNDIG

Jl. Kertajaya-Jl. Darmawangsa

Gubeng

Timur

1992

GRUNDIG

Jl. Kapasari-Jl. Ngaglik

Simokerto

Pusat

1992

GRUNDIG

Jl. Pahlawan-Jl. Pasara Besar

Bubutan

Pusat

1992

GRUNDIG

Jl. Semarang- Jl. Dupak

Bubutan

Pusat

1992

GRUNDIG

Jl. Tunjungan-Jl.Praban

Genteng

Pusat

1992

GRUNDIG

Jl. Raya Darmo-Jl. Sutomo

Tegal Sari

Pusat

1992

GRUNDIG

Jl. Raya Darmo-Jl. Diponegoro

Wonokromo

Selatan

1992

GRUNDIG

Jl. Pasar Kembang-Jl. Kedungdoro

Sawahan

Selatan

1992

GRUNDIG

10

Jl. Embong Malang-Jl. Blauran

Sawahan

Selatan

1992

GRUNDIG

No.
1

Nama Jalan

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-7

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Di Surabaya terdapat puluhan traffic light yang terdiri dari traffic light bekas
ATCS, traffic light berbassis PLC dan traffic light penyeberangan dan berikut ini
pada Tabel 6.14 disampaikan kondisi terakhir traffic light yang terpasang di
Surabaya
Tabel 6.14 Kondisi Terakhir Traffic Light di Kota Surabaya
No

Parameter

Status

Keterangan

Fungsi Traffic Rata-rata berfungsi dengan Termasuk


Light
baik
countdown timer

Fungsi ATCS

Transmisi
Ex ATCS menggunakan Non ATCS menggunakan
untuk kendali kendali coaxial yang di pemrograman PLC in situ
TL
tanam di dalam tanah

Traffic Light Sebagian


besar
masih
ATCS
mengacu
pada
sistem
Controller
ATCS lama, kecuali system
baru yang berdasar pada
penggunaan PLC sebagai
kontroler

Loop sensor hanya pernah


ada di sistem SAINCO,
habis
tetapi
tidak
diperbaharui karena sensor
tertimbun aspal

Penggunaan kontroler ATCS


lama harus ditelaah lagi,
karena kemungkinan di
upgrade
sangat
kecil,
sedangkan system PLC
kemungkinan besar masih
dapat di upgrade

IT
.

BS

TP

Tidak berfungsi: tanpa


adanya sensor traffic atau
memang bukan TL ATCS
dari awal

aplikasi

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Berdasarkan hasil wawancara terhadap instansi terkait, dimana dalam hal ini
adalah Dinas Perhubungan Kota Surabaya yang menyampaikan bahwa system
ATCS SAINCO harus diganti dikarenakan produsen SAINCO (Spanyol) sudah
tidak produksi lagi sehingga suku cadang susah didapatkan, dan mereka
menyarankan untuk ATCS yang baru haruslah kompatible dan mudah di upgrade.
Mereka sudah percaya akan kehandalan PLC sebagai Kontrol, dan mereka sudah
bekerjasama dengan ITS dan Universitas Petra untuk masalah ATCS. Ada wacana
membangun wireless backbone atau bekerjasama dengan bapetikom sebagai
pemilik backbone yang sudah ada dan penambahan beberapa VMS (Variable
Moving Sign)

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-8

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Central Control Room


(lantai 6 pemkot Jimerto)

Zone Control 1
(Kartini)

LCS
1

Zone Control 2
(Gubeng)

LCS
n

LCS
1

LCS
n

Keterangan
LCS: Local Control System

TP

Gambar 6.1 Disain Arsitektur Sistem ATCS Surabaya

IT
.

BS

1. Sejumlah 43 persimpangan terpasang sistem ATCS merek SAINCO dan


10 persimpangan terpasang CCTV merek Grundig. ATCS SAINCO
diresmikan pemakaiannya sejak tahun 1992.
2. Semua sistem SAINCO terpasang loop detector
3. Pada saat pemasangan loop detector ditanam di kedalaman 5 cm dari
permukaan jalan sehingga sekarang diperkirakan tidak berfungsi lagi
karena sudah terjadi beberapa kali proyek penebalan aspal (overlays)
4. Beberapa fitur ATCS SAINCO menurut teknisi:
a. Operator dapat melakukan sinkronisasi antar persimpangan,
b. Operator dapat mengetahui apabila terjadi bohlam putus,
c. Operator dapat merubah durasi nyala lampu,
d. Operator dapat mengetahui data kepadatan kendaraan.
5. Fitur yang sampai sekarang masih berfungsi adalah CCTV di 3 wilayah
yaitu persimpangan Kapasari - Gembong, persimpangan Tugu Pahlawan
dan persimpangan Kertajaya. ATCS SAINCO hanya bisa difungsikan
sebagai traffic light saja dan berdiri sendiri (non integrated). Di CCR
monitor CCTV yang semula CRT sudah diganti dengan 6 buah LCD
Samsung 32. Hal ini dikarenakan beberapa kabel komunikasi yang
tertanam putus akibat proyek penggalian lain. Tidak adanya koordinasi
antara dinas pemkot perhubungan yang membawahi ATCS dengan dinas
lain menjadi salah satu penyebab rusaknya komunikasi ATCS.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-9

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.15 Detail Sistem ATCS SAINCO TRAFFICO S.A


Unit

LCS

Sub Unit

Keterangan

Loop detector
Disel DT-2IN
TGTX 201 card
PMP 209 card
PBTX 206 card
TEEX 204 card
CGX 202/2-1 card
TESX 203 card
FAX 210-1 card
TCPU 68

Sensor signal conditioning


Driver ampu lalu lintas
Secondary Microprocessor
Control Bus Group
Input Disel DT-2IN
Control Group
Input Output
Power Supply
Primary Microprocessor
Secondary Microprocessor
Power Supply
Main Processor Card
FSK Modem Communication
Current Loop Communication Card

Zona Control

MSY 266 card


FAY card
MPY 265 card
M4Y 280 card
TLCY 302 card

CCRoom

Modem
Printer
Monitor
PTZ control
Wall map

Software

IT
.

BS

TP

No

UM4C
Abengoa
TRAFFICO
MICROVAX 3800
Samsung 32
Grundig

SAINCO

CMY

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Informasi Pendukung:
-

Prosesor SAINCO berbasis motorola MC6800(mikrokontroler cukup tua


dan Card-card tersusun dari IC TTL seri 74LSXXX
Komunikasi LCS ke Zona Control menggunakan TLCY 302 card, yaitu
komunikasi serial arus 0-20mA
Komunikasi Zona Control ke CCRoom menggunakan M4Y 280 card,
yaitu komunikasi FS

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-10

IT
.

BS

TP

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 6.2 LCS dan Card Penyusunnya

6.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS di Kota Surabaya


Sama halnya dengan ATCS di Provinsi DKI Jakarta dan Kota Bandung, untuk
ATCS di Kota Surabaya dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya yaitu Dinas
Perhubungan Kota Surabaya di Bidang Lalu Lintas Seksi Rekayasa Lalu Lintas.
Untuk alokasi sumber daya manusia pengelolaan ATCS di Kota Surabaya
menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini untuk teknisi lapangan dan teknisi di
control room kekurangan sumber daya, sementara untuk tenaga ahli manajemen
lalu lintas kebutuhannya sudah memadai.
Untuk kelembagaan belum terdapat rencana/kegiatan pengembangan
pengelolaannya, dimana karena untuk kelembagaan yang ada saat ini sudah cukup
memadai.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-11

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Kota Surabaya


Hal yang sama juga terjadi pada sumber pendanaan, untuk biaya pemeliharaan
ATCS pada kondisi saat ini menggunakan APBD Kota Surabaya dengan biaya
sangat terbatas sehingga sangat mempengaruhi kinerja dari ATCS, dan terbukti
pada panjangnya antrian kendaraan di persimpangan terutama pada jam sibuk

Biaya Pemeliharaan ATCS dan Non ATCS

1.000

904
816

800
494

400

260

200
-

2004

2005

TP

(Juta)

590

600

2006

2007

2008

BS

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

IT
.

Gambar 6.3. Biaya Pemeliharaan ATCS dan Non ATCS

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-12

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
KEPALA DINAS
PERHUBUNGAN

BAGIAN TATA USAHA

JABATAN FUNGSIONAL

BIDANG SARANA DAN


PRASARANA

BIDANG PENGENDALIAN
DAN OPERASIONAL

SEKSI MANAJEMEN LALU


LINTAS

SEKSI ANGKUTAN DARAT

SEKSI KETERTIBAN

SEKSI REKAYASA LALU


LINTAS

SEKSI ANGKUTAN LAUT


DAN UDARA

SEKSI BIMBINGAN
KESELAMATAN

SEKSI PEMELIHARAAN

SUB BAGIAN
KEPEGAWAIAN

BIDANG ANGKUTAN

BIDANG LALU LINTAS

IT
.B

SEKSI PENGEMBANGAN

ST

SUB BAGIAN UMUM

Pengelolaan ATCS

UPTD

Gambar 6.4 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-13

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2

Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi


Hal yang sama juga untuk evaluasi penerapan ATCS di Kota Surabaya, dari sisi
teknologi dilakukan berdasarkan 5 komponen utama ATCS yang meliputi
sensor/detektor loop dan controller, network link (communication link & signal
link), software aplikasi CC room, hardware CC room (server, workstation,
wallmap) dan CCTV.

TP

Hasil evaluasi terhadap sensor/detektor loop dan controller menunjukkan bahwa


sensor/detektor loop dipasang di 43 simpang, banyak yang tidak berfungsi karena
terkena overlay atau patahan tanah, sementara itu untuk controllernya sebagian
telah rusak akibat usia teknis yang menurun dan pada umumnya berbasis PLC
atau micro controller yang kaku dari sisi pengembangan sistem. Sebagai alternatif
solusinya adalah perlu diperbaiki/diganti dengan sensor/detektor loop yang baru,
dan kemungkinannya iganti secara bertahap dengan sensor kamera, sedangkan
untuk controllernya perlu dilakukan modifikasi Controller agar sedapat mungkin.

BS

Evaluasi terhadap network link (communication link & signal link) menunjukkan
bahwa kondisi saat ini hanya terdapat beberapa simpang yang terkoneksi, dan
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang
meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi
wireless.

IT
.

Untuk software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak adanya backup master aplikasi dan kurang
lengkapnya dokumentasi aplikasi. Untuk mengatasi permasalah tersebut sebagai
alternatifnya adalah memperbaiki aplikasi yang ada/mengganti total aplikasi atau
mengembangkan versi yang baru secara bertahap.
Kondisi saat ini yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) menunjukkan beberapa permasalahan yang meliputi:
-

Server shutdown

Tidak ada backup operating system

Wallmap tidak berfungsi dan statis

Sebagai alternatif solusinya adalah dapat dilakukan dengan memeriksa fungsi


setiap komponen atau mengembangkan control center sebagai NOC (Network
Operation Center) tersendiri yang berbasis TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini dari 10 kamera terpasang, hanya 3 yang masih berfungsi. Sementara itu untuk
PTZ Control tidak berfungsi karena motor yang sudah aus dan kondisi sistem
perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai langkah alternatif
solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meng-upgrade unit kamera
dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif lainnya dapat dilakukan

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-14

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

dengan cara menambah interface berupa konverter ADC (Analog to Digital


Converter) agar dapat menjadi IP based Camera.

IT
.

BS

TP

Untuk setiap alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan ke 5 komponen


utama tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, dimana untuk gambaran
lebih detailnya disampaikan pada Tabel 6.16.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-15

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


Sensor/detektor Loop dan
Controller

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

- Sensor/detektor
loop
dipasang di 43 simpang,
banyak
yang
tidak
berfungsi karena terkena
overlay atau patahan tanah

Diperbaiki/diganti
dengan
sensor/detektor loop yang
baru

- Controller sebagian telah


rusak akibat usia teknis
yang menurun

Modifikasi Controller agar


sedapat mungkin berbasis IP

IT
.B

- Controller pada umumnya


berbasis PLC atau micro
controller yang kaku dari
sisi pengembangan sistem

Kelebihan (+)
Tanpa modifikasi sistem

1.

Komponen Utama

ST

No.

- Lebih fleksibel dan up to


date
untuk dilakukan
pengembangan (ekspansi)
sistem
- Instalasi sistem menjadi
lebih mudah

- Instalasi sistem menjadi


lebih mudah

Diganti secara bertahap


dengan sensor kamera

- Perawatan lebih sederhana


dan murah
- Tidak
terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Kondisi jalan bisa teramati
secara visual
- Lebih ekonomis karena
menggunakan
kamera
yang
juga
berfungsi
sebagai surveillance

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-16

Kelemahan (-)
- Sering terulang kasus
yang sama pada saat ada
overlay jalan
- Kesulitan
dalam
pengadaan sparepart dan
belum
tentu
cocok
interfacing-nya
- Tidak seluruh Controller
memungkinkan
dimodifikasi
karena
alasan teknis khusus dari
masing-masing produk
- Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)

Kelemahan (-)

Network
(Communication
Signal Link)

Link

Link
&

- Kualitas
hantaran
(conductivity)
menurun
akibat kabel sudah wear
out (usang)

Tanpa modifikasi sistem

Mengganti
communication
link secara bertahap dengan
sistem wireless

- Instalasi lebih mudah

IT
.B

- Koneksi antara Control


Center dan Controller
terputus karena kabel
tembaga terkena galian

Memperbaiki/menambah
wireline
yang
terputus
dan/atau mengganti modem
yang rusak

ST

2.

- Mampu memberi data


kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
(jumlah
dan
kategori
kendaraan)

- Kerusakan bisa dilokalisir


dengan mudah

3.

Software Aplikasi CC Room

- Terjadi
kerusakan
sehingga sistem tidak bisa
dijalankan

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

- Perawatan lebih sulit dan


ada konsekuensi biaya
- Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
- Gangguan
interferensi,
bisa
diatasi
dengan
membuat jalur frekuensi
khusus untuk ATCS
- Berpotensi
terkena
sambaran
petir,
bisa
diatasi dengan membuat
penangkal
petir
dan
sistem grounding yang
baik

- Perangkat/modul modem
sering
rusak
karena
menurunnya usia teknis

- Perawatan lebih sederhana


dan relatif murah karena
modular

- Perlu waktu yang lama


untuk mencari kerusakan
jaringan

Memperbaiki aplikasi yang


ada

6-17

Biaya pengembangan lebih


murah

- Diperlukan program
sumber (source file),
setidaknya library file dan
object file

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)

- Tidak ada backup master


aplikasi

ST

- Sistem secara keseluruhan


sudah tidak adaptif lagi
karena degradasi peralatan
baik yang ada di simpang
maupun CC Room

- Tidak
lengkapnya
dokumentasi aplikasi

IT
.B

Mengembangkan versi yang


baru secara bertahap

- Down sizing dari sisi


komponen
sistem,
mereduksi sensor/detector
loop, traffic counter, dan
controller
- IP based system, lebih
fleksibel
- Lebih fleksibel dan up to
date untuk pengembangan
(ekspansi) sistem

D
4.

Hardware CC Room (Server,


Workstation, Wallmap)

- Server shutdown
- Tidak
ada
operating system

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

backup

Memeriksa
komponen

fungsi

- Penambahan
fitur-fitur
baru yang lebih kaya
menuju ITS

setiap

Tidak harus beli bila ternyata


komponen yang diperiksa
masih layak operasi

Kelemahan (-)
- Ketergantungan pada
keandalan perangkat keras
yang ada, lazimnya sudah
obsolete
- Trial & error dilakukan
pada komputer yang ada,
tidak dapat secara dummy
sehingga berpotensi
mengganggu sistem
- Diperlukan
waktu
pengembangan aplikasi
- Kompatibilitas
dengan
controller, wallmap, dan
workstation tidak bisa
dijamin
- Biaya
pengembangan
yang relatif moderat
- Bisa berdampak pada
penggantian
sistem
menjadi
NOC
yang
berbasis TCP/IP (LAN)

- Diperlukan operating &


maintenance
manual,
lazimnya sudah tidak ada
- Ketergantungan

6-18

yang

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)

IT
.B

ST

- Wallmap tidak berfungsi


dan statis

5.

CCTV

Mengembangkan
Control
Center
sebagai
NOC
(Network Operation Center)
tersendiri
yang
berbasis
TCP/IP

- Dari 10 kamera terpasang,


hanya 3 yang masih
berfungsi
- PTZ
Control
tidak
berfungsi karena motor
yang sudah aus
- Sistem

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

perekaman

- Lebih fleksibel dan up to


date
untuk
dilakukan
pengembangan (ekspansi)
sistem
- Mendukung standarisasi
sistem menuju "Open
System"
- IP based system, lebih
fleksibel

Memperbaiki dan mengupgrade unit kamera dengan


mengganti lensa dan motor

Lebih ekonomis bila spare


part-nya masih ada

Menambah interface berupa


konverter ADC (Analog to
Digital Converter) agar dapat
menjadi IP based Camera

- Fleksibilitas
pengembangan sistem
lebih baik

6-19

- Perawatan sistem lebih

Kelemahan (-)
tinggi
pada
vendor
eksisting
yang
pada
akhirnya
berpotensi
mempengaruhi biaya
- Dukungan spare part yang
sangat terbatas mengingat
komponen yang ada sudah
tua
- Mengganggu operasi bila
sistem yang dipasang
tidak redundant
- Biaya
pengembangan
yang relatif moderat guna
membangun LAN
- Kompatibilitas
dengan
hardware yang ada, versi
baru
membutuhkan
spesifikasi hardware yang
lebih
tinggi
tetapi
teknologinya state-of-theart
Menjadi tidak ekonomis bila
spare part/komponennya
sudah diskontinyu
- Tidak seluruh CCTV
aksisting dapat
dimodifikasi karena
alasan teknis

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No.

Komponen Utama

Kondisi Eksisting

Alternatif Solusi

Kelebihan (+)
sederhana

menggunakan pita

- Fleksibilitas
pengembangan sistem
lebih baik

ST

Mengganti dengan IP Camera


secara bertahap

- Pengaturan dan perawatan


lebih mudah

IT
.B

- Mendukung standarisasi
sistem berbasis TCP/IP
dan dapat breinterface
dengan perangkat wireless

- Siap dikoneksikan dengan


sistem ATCS generasi
terbaru

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-20

Kelemahan (-)
- Mengganti komputer pada
CC Room yang
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
- Biaya
moderat

yang

relatif

- Mengganti komputer pada


CC
Room
yang
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
- Mengganti software pada
komputer di CC Room
bila
ingin
berfungsi
sebagai
sensor
dan
terintegrasi dengan TL

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan


Untuk evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan ini dibagi berdasarkan 5
bagian/fungsinya yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan
dan evaluasi. Hasil evaluasi pengorganisasian menunjukkan bahwa untuk ATCS
Surabaya ini dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya, dalam hal ini adalah dinas
perhubungannya dibawah bagian rekayasa lalu lintas. Sementara permasalahan
yang ada adalah Deskripsi mengenai pengorganisasian dalam pengelolaan ATCS
belum terjelaskan dengan baik, oleh karena itu perlu perkuatan dalam unit
pengelolaan ATCS, khususnya dalam koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi
operasional.

TP

Dari sisi pengoperasian menunjukkan bahwa dalam pelaksanannya teknisi control


room dan petugas lapangan sudah mencukupi, sedangkan tenaga ahli manajemen
lalu lintas masih kurang, sedangkan permasalahannya adalah fungsi pendataan
(data logging) kurang optimal beserta pengambilan keputusan dalam menanggapi
kondisi lapangan terhambat. Oleh karena itu dalam mengatasi hal tersebut
terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi perlunya pelatihan untuk
peningkatan kompetensi SDM dengan penjadwalan, pengawasan dan
kepemimpinan termasuk kedalam training. Selain hal tersebut juga diperlukan
rentang karir yang cukup panjang di dalam struktur organisasi pengelola ATCS.

BS

Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah


sumber dana APBD tidak pasti dan jumlahnya semakin terbatas beserta
dampaknya terhadap kondisi di lapangan yaitu jumlah kerusakan cukup banyak
dan frekuensinya cukup sering. Oleh karena itu dalam mengatasi hal tersebut
diperlukannya alternatif sumber dana dan dukungan dari masyarakat/pengambil
keputusan.

IT
.

Dari sisi evaluasi terjadi permasalahan yaitu dalam optimalisasi pemanfaatan dan
skema pengembangan sistem belum terdefinisi, namun untuk mengatasi hal
tersebut pemerintah Surabaya melakukan kajian pengembangan dengan
melibatkan pihak konsultan.

Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
untuk wilayah studi Kota Surabaya ini disampaikan pada Tabel 6.17, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengelolaan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 6.18.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-21

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.17 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Pengelolaan


Permasalahan

Alternatif Solusi

Pengorganisasian

Dikelola oleh Bidang Lalu Lintas Seksi


Rekayasa Lalu Lintas (Dishub Kota
Surabaya)

Deskripsi mengenai pengorganisasian


dalam pengelolaan ATCS belum
terjelaskan dengan baik

Perlu perkuatan dalam unit pengelolaan


ATCS, khususnya dalam koordinasi
pelaksanaan fungsi-fungsi operasional

Pengoperasian

Teknisi control room dan petugas


lapangan sudah mencukupi, sedangkan
tenaga ahli manajemen lalu lintas
masih kurang

- Fungsi pendataan (data logging)


kurang optimal

- Perlu pelatihan untuk peningkatan


kompetensi SDM

- Pengambilan
menanggapi
terhambat

- Penjadwalan,
pengawasan
dan
kepemimpinan termasuk kedalam
training

Pelaksanaan

keputusan
dalam
kondisi
lapangan

Pemeliharaan

IT
.B

ST

Bagian/Fungsi

Operasional dan pemeliharaan dari


APBD

- Sumber dana APBD tidak pasti dan


jumlahnya semakin terbatas
- Jumlah kerusakan cukup banyak dan
frekuensinya cukup sering

Definisi fungsi evaluasi dan alokasi


SDM untuk kegiatan ini belum tersedia
dengan cukup memadai

Evaluasi

Optimalisasi pemanfaatan dan skema


pengembangan sistem belum terdefinisi

Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-22

- Perlu rentang karir yang cukup


panjang di dalam struktur organisasi
pengelola ATCS
Kondisi saat ini frekuensi dan jumlah
kerusakan cukup tinggi, sehingga tidak
memadai jika hanya ditangani dengan
dana dan tenaga eksisting (skala
kegiatan sudah berubah menjadi
rehabilitasi)
Sedang
dilakukan
pengembangan dengan
pihak konsultan

kajian
melibatkan

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.18 Benchmarking Pengelolaan ATCS


Ukuran TMC

JumlahTraffic Signal

Los Angeles, CA ATSAC

3.700.000

5.500 sq ft

2912

Miami, Dade County, FL

2.200.000

5.000 sq ft

2020

Staff
7 transportation engginer, 1 supervisor, 2 systems
analyst, 1 graphic designer, 1 traffic signal
electrician, 1 secretary
13 pekerja

San Antonio TX

1.100.000

6.000 sq ft

765

1 engginer, 3 technicians

1.500.000
(Covers Clark County)

2.500 sq ft

700

4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4


posisi maintenance

Atlanta, GA

416.000

2.300 sq ft

650

Albuquerque, NM

449.000

Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior


operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)
4 pekerja (2 engginer)

Denver, CO

555.000

Seatle WA

600.000

ST

800 sq ft

650

2.800 sq ft

450

1.420 sq ft

432

No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more


during special events
1 supervisor dan 2 operator

1.500 sq ft

400

1 supervisor dan 4 technician

2.500 sq ft

320

7-8 pekerja

700 sq ft

96

800-1400 sq ft (sedang
dalam masa konstruksi)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area

25 sedang dalam masa


konstruksi

Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat


mengakomodasi sampai dengan 2 full time
anggota staff
Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)

Phoenix, AZ

1.300.000

Boston, MA

590.000

Renton, WA

53.000

Redmond,WA

Las Vegas NV: Las Vegas


Area Computer Traffic
System (LVACTS)

Kota/Area Populasi

IT
.B

Lokasi

48,000

Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-23

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas


6.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI)

BS

TP

Untuk melakukan evaluasi penerapan ATCS di Kota Surabaya dari sisi lalu
lintasnya dilakukan pengumpulan data dengan pengambilan sampel di 5 lokasi
persimpangan di ruas jalan utama yang meliputi persimpangan Jl. Dipenogoro
Kebun Binatang, Jl. Dipenogoro Jl. Ciliwung, Jl. Dipenogoro Jl. Kutei, Jl.
Dipenogoro Jl. Dr Sutomo dan Jl. Dipenogoro Jl. RA Kartini. Hasil survey
dilapangan menunjukkan bahwa dari 5 lokasi simpang tersebut terdiri dari 3
persimpangan dengan tiga lengan dan 2 persimpangan dengan empat lengan,
sedangkan untuk kondisi geometriknya lebar jalan di persimpangan Kota
Surabaya rata-rata cukup besar, dimana jumlah lajurnya antara 2 - 3 lajur/arah.
Pada jumlah fasenya antara 2 s/d 3 fase dan untuk lebih detailnya disampaikan
didalam Lampiran. Untuk lebih jelas mengenai lokasi studi persimpangan yang
ATCS di Kota Surabaya tersebut disampaikan pada gambar dibawah ini.

IT
.

Persimpangan
Jl. Dipenogoro
Jl. RA Kartini

Persimpangan
Jl. Dipenogoro
DR. Sutomo

Persimpangan
Jl. Dipenogoro
Jl. Kutei
Persimpangan
Jl. Dipenogoro
Jl. Ciliwung

Persimpangan
Jl. Dipenogoro
Kebun Binatang

Gambar 6.5 Lokasi Studi Persimpangan ATCS di Kota Surabaya

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-24

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.19 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
Nama Ruas/Segmen

Panjang Ruas
(km)

Volume Lalu Lintas


(smp/jam)

Kapasitas Ruas
(smp/jam)

VC Ratio

Kecepatan (km/jam)

2331

0,92

23

1,19

21

Jl. Dipenogoro
(Kebun Binatang Jl.Ciliwung)

0,4

6103

2.

Jl. Dipenogoro
(Jl.Ciliwung- Jl.Kutei)

0,27

2954

3.

Jl. Dipenogoro
(Jl.Kutei-Jl.Dr.Sutomo)

0,65

4.

Jl. Dipenogoro
(Jl.Dr.Sutomo-Jl.Kartini)

0,81

2374

1,412

20

6058

1501

1,12

21

IT
.B

12452

Sumber : Hasil Analisis

1502

ST

1.

No.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-25

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.20 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)

1.

Jl. Dipenogoro - Kebun


Binatang

2.

Jl. Dipenogoro - Jl.


Ciliwung
Jl. Dipenogoro - Jl. Kutei

3.

Jarak Antar
Simpang
(km)

Volume Lalu
Lintas
(smp/Jam)

Waktu Siklus
(Det)

Jumlah Fase

Kapasitas
(smp/Jam)

DS

Panjang
Antrian
(m)

Tundaan
(det/smp)

6103

117

2331

0,92

86

1912

0,4

4789

126

1824

0,78

131

277

0,27

5294

132

1502

1,19

98

930

Nama Persimpangan

ST

No.

Jl. Dipenogoro - Jl.


Dr.Sutomo

0,65

12452

87

2374

1,412

125

923

5.

Jl. Dipenogoro - Jl. RA.


Kartini

0,81

6058

98

1501

1,12

108

2160

Sumber : Hasil Analisis

IT
.B

4.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-26

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Seperti halnya pada lokasi kajian sebelumnya, di lokasi kajian kota Surabaya juga
dilakukan analisis perhitungan kinerja persimpangan pada lima persimpangan
yang meliputi persimpangan Jl. Diponegoro Kebun Binatang, Jl. Diponegoro
Jl. Ciliwung, Jl. Diponegoro Jl. Kutei, Jl. Diponegoro Jl. Soetomo dan Jl.
Diponegoro Jl. RA Kartini dengan menggunakan 2 metode yang sama, yaitu
metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan Metode Transyt. Untuk
perhitungan optimasi dengan metode MKJI sebelum dan sesudah terkoordinasi
disampaikan pada Tabel 6.21, sedangkan dengan menggunakan metode Transyt
akan dijelaskan pada paraghrap berikutnya

Tabel 6.21 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi


(Metode MKJI)

Persimpangan

1.

Jl. Dipenogoro (Kebun


Binatang)
Jl. Dipenogoro Jl.
Ciliwung
Jl. Dipenogoro Jl.
Kutei
Jl. Dipenogoro Jl. Dr.
Sutomo
Jl. Dipenogoro Jl.
RA. Kartini

2.
3.
4.
5.

0,4

Delay
Rata-rata
(det/smp)

Waktu
tempuh
(det)

Sesudah Terkoordinasi

0,27
0,65
0,81

Delay
Rata-rata
(det/smp)

21

21

15,31

15,31

BS

No.

Sebelum Terkoordinasi

TP

Jarak
Antar
Simpang
(km)

23,65

458

22,41

22,12

8,31

92,93

10,85

Waktu
tempuh
(det)

443

IT
.

Sumber : Hasil Analisis

Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil optimasi dengan metode MKJI dengan
asumsi waktu siklus optimum adalah bahwa untuk delay pada persimpangan di
Kota Surabaya No. 1 dan 2 tidak terjadi perubahan, dimana hal ini disebabkan
waktu siklus yang ada saat ini (eksisting) sudah mencapai waktu siklus optimum,
berbeda halnya dengan persimpangan di No. 3, 4 dan 5 yang mengalami
perubahan delay, dimana perubahan terbesarnya terdapat pada persimpangan No.
5 yang mencapai 88,32%. Untuk kinerja waktu tempuh yang dibutuhkan untuk
melalui koridor tersebut berdasarkan simulasi tersebut dengan kondisi
terkoordinasi adalah 443 detik dengan perubahan dari kondisi sebelumnya
(eksisting) cukup kecil yaitu hanya 3,28%.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-27

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan TRANSYT


Setelah diperoleh data volume lalu lintas berdasarkan hasil survey di lapangan,
maka sebagai langkah awal dalam perhitungan dengan TRANSYT dilakukan
kodifikasi dengan angka, dimana kode-kode angka tersebut mewakili pola
pergerakan di persimpangan yang meliputi pergerakan belok kiri, belok kanan dan
lurus sebagaimana yang disampaikan pada Gambar 5.6.

11

SISTEM
KODIFIKASI
TRANSYT

13
12

14

TP

21
24

22

BS

23

36

31

33
32

IT
.

34 35
42 4
1

46

43

44 45
52 51
54
55

53

Gambar 6.6 System Kodifikasi TRANSYT

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-28

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.22 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Koordinasi (TRANSYT)

3.

4.

5.

Persimpangan Jl. Dipenogoro


Dr. Soetomo

Persimpangan Jl. Dipenogoro


Jl. Kutai

Persimpangan Jl. Dipenogoro


Jl. Ciliwung

Persimpangan Kebun Binatang

Tundaan (Delay) (smp/det)

Panjang Antrian (m)

Ekst

Koord

Ekst

Koord

Ekst

Koord

34

24

75

39

19

51

11

0,44

0,29

Jl. Kartini

13

0,31

0,76

(145)

25

78

(212)

10

(67)

Jl. Dipenogoro

14

1,05

0,82

22

243

98

269

103

62

Jl. Dipenogoro

21

1,13

0,92

19

488

55

89

432

136

69

Jl. DR. Soetomo

22

0,93

1,03

11

30

156

(420)

122

293

(140)

Jl. Dipenogoro

23

1,14

1,04

(9)

472

175

63

454

295

35

Jl. Indragiri

24

0,89

0,99

11

26

67

(158)

109

190

(74)

Jl. Dipenogoro

31

0,69

0,83

20

50

27

46

63

60

Jl. Bengawan

33

0,54

0,56

(4)

53

72

(36)

13

18

(38)

Jl. Dipenogoro

35

1,15

0,9

22

531

49

91

268

68

75

Jl. Kutai

36

0,76

0,79

(4)

62

84

(36)

18

23

(23)

Jl. Dipenogoro

42

0,37

0,7

(89)

11

(450)

24

(500)

Jl. Dipenogoro

45

0,2

0,19

11

26

136

16

(78)

Jl. Ciliwung

46

0,99

0,56

43

123

21

83

50

21

58

Jl. Dipenogoro

52

0,72

(39)

50

94

(88)

51

108

(112)

Jl. Darmo

53

0,99

0,8

19

75

30

60

129

102

21

Jl. Darmo

55

1,23

0,98

20

739

59

92

756

182

76

Jl. Dipenogoro

ST

2.

Persimpangan Jl. Dipenogoro


Jl. Kartini

Lengan

Derajat Kejenuhan
(Degree of Saturation)

IT
.B

1.

Nama Persimpangan

No

No
Link

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-29

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.22 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Koordinasi (TRANSYT)
No

Nama Persimpangan

Lengan

No
Link

Derajat Kejenuhan
(Degree of Saturation)
Ekst
0,80

Ekst

Koord

Ekst

Koord

0,77

(3)

177

60

67

164

98

40

IT
.B

ST

Sumber: Hasil Analisis

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

Panjang Antrian (m)

Koord

Rata-rata

Tundaan (Delay) (smp/det)

6-30

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sebagaimana yang disampaikan pada beberapa paraghrap sebelumnya bahwa


dengan metode Transyt, diperoleh beberapa hasil analisis kinerja yang meliputi
rata-rata tundaan, panjang antrian, konsumsi bahan bakar, panjang perjalanan,
waktu kendaraan dan kecepatan rata-rata. Hasil analisis dengan metode Transyt
menunjukkan bahwa perubahan kinerja tertinggi terdapat pada kinerja kecepatan,
dimana perubahannya antara kondisi eksisting terhadap terkoordinasi mencapai
150 %, sedangkan perubahan terendah terdapat pada panjang perjalanan yang
mencapai 9,63%. Untuk lebih jelasnya mengenai keluaran hasil analisis Transyt
tersebut disampaikan pada Tabel 6.23.
Tabel 6.23 Rekapitulasi Perbandingan Kinerja Simpang Hasil Optimasi
TRANSYT
Simulasi Transyt
Uraian

% perubahan

Satuan

1.

Rata-rata tundaan

det/smp

2.

Panjang Antrian

kend

3.

Konsumsi
Bakar

4.

Panjang perjalanan

5.

Waktu Kendaraan

6.

Kecepatan Rata-rata

120,48

40,96

66

111,68

62,72

43,84

3785

1901,8

49,75

14949,2

16388,6

9,63

smp-jam

2430,1

965,7

60,26

km/jam

6,2

15,5

150

liter
smp-km

IT
.

Sumber : Hasil Analisis

Coordinated

BS

Bahan

Eksisiting

TP

No.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya

6-31

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 7
ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS

Pada Bab 7 Arahan Pengembangan ATCS ini akan disampaikan mengenai road
map permasalahan, harapan dari masyarakat, kebutuhan optimalisasi pemanfaatan
ATCS, skema alternatif pendanaan, arahan pengembangan ATCS dan Tahapan
pengembangan yang meliputi teknologi dan pengelolaannya.
Road Map Permasalahan

TP

Hasil evaluasi penerapan ATCS menunjukkan bahwa terdapat beberapa lokasi


permasalahan yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, dimana
dampaknya sangat berpengaruh terhadap effektivitas ATCS dalam meningkatkan
effisiensi kinerja jaringan menjadi kurang optimal. Lokasi permasalahan tersebut
meliputi dalam hal kelembagaan, operasional, pemeliharaan dan evaluasi.

IT
.

BS

Hasil identifikasi permasalahan kelembagaan menujukkan bahwa pada kondisi


saat ini dalam hal pengorganisasian belum cukup kuat, baik itu dalam hal jobdesk
maupun koordinasi. Sementara itu dalam hal sumber daya manusia terbatas dan
bahkan kurang memadai. Hal tersebut menimbulkan permasalahan baru yaitu
dalam fungsi operasional maupun evaluasi. Untuk fungsi operasional
permasalahan yang timbul adalah fungsi ATCS yang tidak optimal (tidak 100%
under control), sedangkan permasalahan lainnya adalah dalam sistem pencatatan
dan dokumentasi tidak berjalan dengan baik. Permasalahan kelembagaan juga
menyebabkan dalam fungsi evaluasi tidak berjalan dengan baik. Seperti halnya
dikarenakan pengorganisasian yang kurang kuat dan SDM terbatas menyebabkan
jumlah data yang dikumpulkan untuk evaluasi kurang memadai sehingga hasil
evaluasi kurang representastive.

7.1

Dengan adanya permasalahan didalam evaluasi maka menimbulkan dampak yang


buruk terhadap pengelolaan, dimana support publik terhadap ATCS berkurang,
sedangkan dari sisi optimalisasi alternatif pendanaan sulit dilakukan. Hasilnya
pendanaan menjadi kurang memadai yang meliputi dana operasional, dana diklat
dan dana pemeliharaan. Hal ini berdampak kembali terhadap kelembagaan dan
juga pemeliharaan. Untuk permasalahan yang timbul dalam pemeliharaan adalah
timbulnya back-log pemeliharaan dan tidak bisanya quick response mengatasi
permasalahan. Dari permasalahan pemeliharaan tersebut berpengaruh terhadap
degradasi kondisi hardware maupun software dan akhirnya balik kembali terhadap
permasalahan operasional yang berdampak terhadap dampak pemanfaatan dan
dampak pengelolaan
Untuk lebih jelasnya mengenai road map permasalahan disampaikan didalam
Gambar 7.1.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
DEGRADASI KONDISI
HARDWARE & SOFTWARE:
- Software off-line
- Komponen dan sub-sistem tidak
fungsional

PERMASALAHAN
PEMELIHARAAN:
- Back-log pemeliharaan (tidak bisa
quick response mengatasi
permasalahan)

PERMASALAHAN
OPERASIONAL:
- Fungsi ATCS tidak optimal (tidak
100% under control)
- Sistem pencatatan/ dokumentasi
kurang baik

PERMASALAHAN
EVALUASI:
- Data untuk evaluasi kurang
memadai (sulit dilakukan prosedur
evaluasi)
- Hasil evaluasi kurang representative

PERMASALAHAN
KELEMBAGAAN:
- Pengorganisasiaan Organisasi
kurang kuat (jobdesc,
koordinasi)
- Capacity building untuk SDM
tidak optimal

IT
.B

ST

PENDANAAN YANG
KURANG MEMADAI:
-Dana operasional
-Dana diklat
-Dana pemeliharaan

Gambar 7.1 Road Map Permasalahan

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-2

DAMPAK PEMANFAATAN:
- Efektivitas ATCS untuk
meningkatkan effisiensi kinerja
jaringan kurang optimal
- Pengembangan aplikasi menjadi
sulit dilakukan (bus priority, ITS,
dll)

DAMPAK PENGELOLAAN:
- Support publik terhadap ATCS
kurang
- Optimalisasi alternatif pendanaan
sulit dilakukan

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Harapan Dari Masyarakat/Stake Holder Terkait Terhadap Penerapan


ATCS di Indonesia

46%

TP

Berdasarkan hasil survey wawancara terhadap masyarakat, diperoleh beberapa


masukan dan harapan mengenai kinerja ATCS. Masyarakat berharap sebagai
langkah pertama yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan
sosialisasi terlebih dahulu, sehingga masyarakat akan lebih paham tentang
penyelenggaraan ATCS di wilayahnya. Hasil survey wawancara masyarakat di 3
wilayah lokasi kajian yaitu DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya seperti yang
disampaikan pada Gambar 7.2 menunjukkan bahwa 46% masyarakat belum
mengetahui keberadaan teknologi ATCS di wilayah mereka dan hal ini menjadi
tugas pemerintah setempat untuk mensosialisasikannya.

Ya
Tidak

IT
.

BS

54%

Gambar 7.2 Pemahaman Masyarakat Tentang Keberadaan Teknologi


ATCS di Wilayah Kajian

7.2

Harapan dari masyarakat dengan keberadaan ATCS ini selain memperoleh


kondisi lalu lintas menjadi lancar juga masyarakat mendapatkan beberapa
informasi mengenai kondisi lalu lintas misalnya untuk lokasi-lokasi yang terjadi
kemacetan, lokasi hambatan dan rute perjalanan terpendek. Dari hasil survey
wawancara terhadap masyarakat terdapat beberapa harapan berupa informasi yang
ingin diperoleh dari keberadaan teknologi ATCS ini, sebagaimana yang
disampaikan pada Gambar 7.3.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-3

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

34%

35%
30%

24%

25%
17%

20%

14%
12%

15%
10%
5%
0%

Lokasi
kemacetan

Informasi
hambatan

Rute
perjalanan
terpendek

Fasilitas Lokasi yang


pelayanan ingin dituju
terdekat

Sumber : Hasil Analisis Wawancara

TP

Gambar 7.3 Informasi yang Diinginkan dari ATCS

IT
.

BS

Pada tahap selanjutnya, hasil dari wawancara ini dilakukan analisis pembobotan
dan hasilnya menunjukkan bahwa dari 34% responden berharap dan berkeinginan
dengan adanya ATCS dapat diperoleh informasi mengenai lokasi kemacetan, yang
kemudian disusul pada persentase terbesar kedua (24%) yaitu tentang informasi
lokasi fasilitas pelayanan terdekat dan sisanya sampai dengan persentase terkecil
yaitu mengenai informasi hambatan (17%), lokasi yang dituju (14%), dan rute
perjalanan terpendek (12%). Selain melakukan wawancara terhadap masyarakat,
dilakukan juga wawancara terhadap stakeholder terkait, dimana dalam hal ini
adalah pemerintah setempat yaitu dinas perhubungan. Tujuan dari wawancara
terhadap dinas terkait ini diharapkan diperolehnya sinkronisasi antara perencanaan
yang dilakukan oleh pemerintah dengan harapan masyarakat. Harapan dari
stakholder terkait tentang penerapan ATCS di wilayahnya disampaikan pada
Tabel 7.1.

Tabel 7.1 Harapan Stakeholder Terkait Tentang Penerapan ATCS di Indonesia

No.

Item Masukan

Penjelasan

1.

Teknologi yang di install

- Teknologi untuk vehicle detector sebaiknya


menggunakan teknologi wireless
- Bisa dikompatible dengan komponen ATCS yang
ada sekarang

2.

Sistem kelembagaan (organisasi


dan tupoksi)

Sistem kelembagaan sebaiknya dalam unit pelaksana


teknis (UPT)

3.

Sumber daya manusia

- Perlu adanya pelatihan maupun peatihan untuk


meningkatkan sumber daya
- Pelatihan yang berkelanjutan

4.

Alternatif pendanaan

- APBN
- APBD Provinsi

Sumber : Hasil Analisis Wawancara

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-4

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sebagai masukan dalam arahan pengembangan ATCS di Indonesia, maka didalam


melakukan survey wawancara terhadap stake holder terkait ditanyakan mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh dalam mendukung kinerja ATCS, dimana
hasilnya menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh yang paling mendominasi
terhadap kinerja ATCS adalah dari kerusakan instalasi di lapangan dan
keterbatasan pendanaan dengan persentase masing - masing mencapai 26%.
Untuk gambaran lebih jelas mengenai komposisi faktor yang berpengaruh dalam
mendukung kinerja ATCS disampaikan pada Gambar 7.4.

Keterbatasan pendanaan
yang tersedia

10%
26%
17%

TP

Kerusakan pada instalasi di


lapangan

9%

12%

Kerusakan pada instalasi di


pusat
Kesadaran masyarakat dalam
berdisiplin lalu lintas

BS

26%

Sumber : Hasil Analisis

Teknologi yang sudah tidak up


to date

Pengendalian ruang disekitar


jalan

Kebutuhan Optimalisasi Pemanfaatan ATCS


Objectivitas dari kegiatan studi ini adalah memaksimalkan manfaat ATCS untuk
memperbaiki kinerja lalu lintas jalan dan memaksimalkan utilisasi kapasitas
teknologi dan manfaat informasi untuk kepentingan masyarakat dalam kerangka
pengembangan sistem ATCS untuk diarahkan menjadi bagian dari ITS. Oleh
karena itu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai kebutuhannya
dalam optimalisasi pemanfaatan ATCS yang meliputi:

7.3

IT
.

Gambar 7.4 Faktor yang Berpengaruh Dalam Mendukung Kinerja ATCS

Merehabilitasi sistem agar bekerja sebagaimana layaknya sistem ATCS


Melengkapi field equipment untuk mendapatkan data yang diperlukan
users
Mengoptimalkan penggunaan kapasitas communication network
Meningkatkan peran TCC (tidak hanya sebagai operator ATCS) menjadi
pengelola Sistem Informasi Lalulintas (pengembangan dan pemanfaatan
database)

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-5

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
USER/BENEFITS
Public
transport

Road User

Polisi/VIP

Ambulance

Radio/TV

TP

TRAFFIC CONTROL CENTER (TCC):


Data collecting, Data analysis, Data deseminations

BS

COMMUNICATION NETWORK
SYSTEM: Copper, FiberOptic,Wireless
OWNERS: Direct, Rent

IT
.

FIELD EQUIPMENT

MAIN: Controllers, Detectors,


SUPPORT: CCTV, VMS, Wheather Forecast

Gambar 7.5 Kebutuhan Optimalisasi Pemanfaatan ATCS

7.4

Skema Alternatif Pendanaan dan Komersialisasi ATCS


Hasil evaluasi mengenai pendanaan menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini
pendanaan untuk ATCS bersumber dari APBD
dan bantuan APBN.
Permasalahan yang terjadi adalah bahwa pendaanaan tersebut pada umumnya
sifatnya terbatas dan diskontinyu. Oleh karena itu sebagai alternatif solusinya
diperlukan alternatif lain, dan salah satunya adalah dengan komersialisasi. Untuk
lebih jelasnya pada Gambar 7.6 disampaikan skema pendanaan/ komersialisasi
ATCS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-6

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Informasi ATCS

Televisi
Radio
Internet
Telepon Celular
Dlsb

Komersialisasi

ST

Volume dan
kepadatan lalu lintas
Jaringan (networking)
Traffic Jam
Kinerja lalu lintas
Dlsb

Media Massa,
Telekomunikasi Dlsb

Pembelian Informasi

IT
.B

Pembelian Informasi

Penggunaan Informasi

Penggunaan Informasi

Dinas Perhubungan,
Kepolisian Dlsb

Manajemen Rekayasa
Lalu Lintas
Skema Operasional
Traffic Report
Traffic Information
System

Pengguna Lalu Lintas


Traffic Information
System
Lokasi Kemacetan
Informasi Hambatan
Pemilihan Rute
Perjalanan

Gambar 7.6 Skema Alternatif Pendanaan/Komersialisasi ATCS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-7

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

7.5

Arahan Pengembangan ATCS

7.5.1 Kondisi Saat Ini (Eksisting)


Berdasarkan pada kajian dan data yang dikumpulkan, diidentifikasi beberapa
permasalahan pada sistem ATCS eksisting. Beberapa fakta yang terangkum dalam
kajian teknis ATCS di 3 kota (DKI Jakarta, Bandung, dan Surabaya) memiliki tipe
yang serupa sebagai berikut:
1. Sistem ATCS yang beroperasi sudah minimal.

TP

Sistem ATCS yang dioperasikan saat ini sudah tidak optimal.


Pengoperasian yang ada masih sangat minimal dimana beberapa potensi
pemanfaatan belum digunakan secara optimal. Misalnya penyediaan data
volume lalu lintas secara real-time, pengolahan data, penyediaan data yang
langsung dapat diakses oleh pengguna, dan sebagainya. Hal ini antara lain
disebabkan oleh keterbatasan perangkat keras maupun perangkat lunak
pada sistem ATCS yang ada misalnya sistem komunikasi antar local
controller ataupun komunikasi ke Ruang Kontrol yang belum terkoneksi
ke semua persimpangan ATCS.
2. Program aplikasi ATCS mengalami stagnasi.

IT
.

BS

Program aplikasi ATCS yang digunakan pada saat ini masih merupakan
aplikasi lama yang kemampuannya terbatas dan pengoperasiannya hanya
dikuasai oleh beberapa orang. Keterbatasan ini menjadikan sistem ATCS
hanya dapat dioperasikan oleh operator tertentu. Dengan kemajuan
teknologi yang sangat pesat, telah terdapat beberapa sistem aplikasi ATCS
yang handal yang cukup mudah untuk dioperasikan, sehingga dapat
menjadi salah satu alternatif solusi untuk menyesuaikan dengan
perkembangan aplikasi yang sesuai.
3. Hardware dan Sistem Operasi cenderung obsolete.

Instalasi sistem yang telah berumur 10 tahun menjadikan ketiga sistem


ATCS yang ada sekarang cenderung menua obsolete, karena sistem
hardware pendukungnya masih berkelas mini komputer. Padahal saat ini
semua sistem komputer telah berbasiskan kelas mikro komputer, seperti
PC server desktop. Tipe server ATCS yang saat ini digunakan pada saat
ini sudah tidak diproduksi lagi, sehingga sistem ini sangat rentan resiko
kerusakan dan keterbatasan pada penyediaan suku cadang.

4. Penyediaan informasi lalu lintas.


Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan, sistem ATCS yang ada
belum optimal memberikan laporan mengenai kondisi lalu lintas. Data
kondisi lalu lintas yang ada pada saat ini belum didapat diakses secara luas
oleh pengguna jalan. Data dan informasi yang diperoleh dari sistem ATCS
belum termanfaatkan secara baik untuk menjadi informasi kepada
pengguna jalan. Hal-hal yang menyebabkan hal tersebut antara lain
keterbatasan komponen sistem komunikasi, keterbatasan jaringan,
interface sistem data, dan lain-lain yang menjadikan informasi lalu lintas
tersebut belum dapat teroptimalkan.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-8

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5. Sistem informasi real time.


Keterbatasan konektifitas pada sistem ATCS menyebabkan informasi lalu
lintas yang terjadi di lapangan belum dapat disampaikan secara langsung
(real time) kepada instansi terkait seperti Dishub dan Kepolisian maupun
pengguna jalan. Informasi mengenai kondisi lalu lintas di persimpangan
yang dikeluarkan oleh ketiga sistem ATCS, seperti volume lalu lintas,
kepadatan lalu lintas dan lain-lain memerlukan pemrosesan secara manual
yang mengakibatkan adanya jeda waktu yang cukup lama. Kondisi ini
mengakibatkan penangangan permasalahan tidak dapat dilakukan seketika.
Kondisi aktual simpang juga tidak diperoleh secara seketika karena
sebagian besar sistem ATCS sekarang tidak real adaptive.
6. Dukungan Vendor.

7. Sinkronisasi sistem.

TP

Sebagaimana umumnya sistem yang berbasis komputer, dukungan dari


pihak vendor sangat diperlukan. Pada sistem ATCS ini, dukungan vendor
sangat penting khususnya pada pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
sistem, seperti perbaikan kerusakan pada hardware, jaringan, controller,
serta gangguan dalam sistem operasi. Sekali lagi, dukungan vendor sangat
minim untuk pemeliharaan sistem.

IT
.

BS

Keberadaan tiga sistem ATCS yang berbeda sekaligus yaitu Sainco,


Telnic, dan Siemens yang saat ini teraplikasi di DKI Jakarta
mengakibatkan tidak terjalinnya komunikasi dan sinkronisasi traffic antar
ketiganya. Ketiga sistem ini masih berdiri sendiri dan belum ada
mekanisme otomatis yang mensinkronisasikan satu dengan lainnya.
Keterbatasan ini menjadikan operasional ATCS baik di ruang kontrol
maupun dilapangan harus dilakukan oleh tim yang berbeda.
8. Fokus pengelolaan lebih kepada sisi operasional.

Keterbatasan sistem koneksi dan komunikasi sistem ATCS menjadikan


informasi lapangan yang terjadi belum dapat diinformasikan secara
langsung kepada pengelola. Hal ini menjadikan, pengelola yang ada harus
ke lapangan untuk mengumpulkan informasi mengenai permasalahan yang
terjadi. Dengan kondisi ini menjadikan perencanaan strategis terabaikan
dan lebih terfokus pada operasional lapangan secara rutin.

Detail mengenai kondisi ATCS di ketiga kota (DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya) tersebut berikut alternatif solusi per jenis komponen sebelumnya telah
disampaikan pada Bab 4, 5 dan 6.
7.5.2 Persoalan/Permasalahan Mendatang
Sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan wilayah DKI Jakarta, Bandung,
dan Surabaya, permasalahan lalu lintas menjadi semakin kompleks. Hal tersebut
akan berdampak pada kinerja ATCS yang ada serta adanya potensi permasalahan
yang akan timbul dimasa datang. Beberapa potensi permasalahan di masa
mendatang berkaitan dengan pengembangan sistem ATCS antara lain adalah :

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-9

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

1. Keterbatasan jaringan jalan.


Pada saat ini, sebagian besar jaringan jalan di DKI Jakarta, Bandung, dan
Surabaya telah mengalami kelebihan kapasitas (over capacity).
Pertumbuhan panjang jalan dan pembangunan jalan baru belum dapat
mengejar pertumbuhan volume kendaraan yang tinggi. Ini mengakibatkan
jaringan jalan yang ada sekarang ini akan mengalami kelebihan beban
(over capacity). Untuk mengatasi hal ini, salah satu langkah yang dapat
dilakukan adanya peningkatan manajemen lalu lintas dimana sistem ATCS
merupakan salah satu komponen pendukungnya.
2. Perkembangan teknologi.

TP

Kemajuan teknologi yang cukup pesat menjadikan adanya kemungkinan


pengembangan sistem yang dapat mengakomodir kebutuhan yang selalu
berubah dan meningkat. Sistem yang dapat berfungsi dengan baik dan
optimal hanyalah sistem yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
tersebut. Pemilihan teknologi dan perancangan system menjadi isu penting
guna mengantisipasi peningkatan skala kuantitas, kualitas, dan
kompleksitas sistem transportasi.
3. Perubahan dan peningkatan kebutuhan.

IT
.

BS

Sejalan dengan peningkatan dan perubahan pola pergerakan, tuntutan


kebutuhan akan fungsi ATCS semakin meningkat. Fungsi ATCS yang
semula hanya lebih difokuskan pada pengurangan kecelakaan dan
pengaturan persimpangan, pada saat ini telah meningkat menjadi bagian
dari pengembangan sistem transportasi terpadu dan ITS (intelligent
transport system) dimana data dapat diolah semaksimal mungkin guna
kepentingan luas.
4. Kebutuhan intelligent transport system (ITS).

Perkembangan sistem manajemen lalu lintas menjadikan Intelligent


Transport System (ITS) menjadi salah satu kebutuhan khususnya dalam
pengelolaan dan pengaturan sistem pergerakan lalu lintas. ATCS sebagai
bagian dari ITS dituntut untuk menyesuaikan dengan kebutuhan
pengembangan ITS.

Untuk dapat membangun sistem ATCS yang baik, perlu dirumuskan alternatif
solusi berupa strategi dan program sebagai berikut:
1. Optimalisasi fungsi ATCS, yaitu memanfaatkan fungsi-fungsi ATCS yang
belum dikembangkan, seperti informasi real time mengenai kondisi dan
kinerja peralatan, kondisi persimpangan, dll. Program yang dijalankan
berupa upgrade sistem ATCS ke real adaptive serta ekspansi jaringan
yang belum terlingkupi. Ini akan menghasilkan sistem ATCS yang
berjalan secara optimal.
2. Kajian ATCS di negara lain, sebagai bahan perbandingan dengan
mengambil sampel kondisi yang sesuai dengan kondisi di Jakarta,
Bandung dan Surabaya. Untuk itu dapat dilakukan kegiatan studi banding
melalui literatur, internet, atau tinjauan langsung ke negara tersebut.
Disamping itu, bisa juga diselenggarakan seminar/loka karya dengan

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-10

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

tujuan memperoleh informasi mengenai sistem terbaru yang ideal. Kedua


program ini dapat menghasilkan pola pengembangan ATCS yang dapat
diterapkan di masa mendatang.
3. Identifikasi kebutuhan infrastruktur ATCS di masa mendatang seperti
komponen detektor, ruang kontrol dan interface yang akan
mengoptimalkan perencanaan dan penggunaan infrastruktur di masa
mendatang. Program yang dilakukan adalah dengan melakukan upgrade
sistem infrastruktur yang ada yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
ideal.
4. Kajian sistem esksiting dan penetapan kriteria sistem optimal, yang akan
menghasilkan optimalisasi sistem baru di masa mendatang. Program yang
dilakukan adalah dengan mengembangkan aplikasi yang dikembangkan
dari 3 sistem ATCS yang ada sekarang, dan melakukan migrasi ke sistem
baru yang memenuhi standar pengembangan sistem.

BS

TP

5. Pembangunan akses informasi yang akurat dan real time, yang akan sangat
berguna dalam mengatasi permasalahan operasional secara efektif dan
efisien, menuju kepada peningkatan kinerja manajemen lalu lintas.
Program yang dilakukan adalah mengidentifikasi indikator kinerja
(Performance Indicator) dari sistem ATCS sehingga kinerja keseluruhan
sistem dapat diukur dan dilakukan upaya peningkatan kualitasnya.
Sebagai acuan pada fase implementasi maka dikembangkan suatu road map
pengembangan ATCS yang dijabarkan dalam sebuah Action Plan.
7.5.3 Action Plan

IT
.

ActionPlan pengembangan ATCS dilakukan bertitik tolak dari kondisi terkini di


masing-masing kota. Klasifikasi perencanaan dan skala waktu implementasi tidak
ditetapkan secara defenitif bergantung kepada tingkat kesiapan dari sisi teknis
operasional, kelembagaan, dan dana. Pengembangan sistem ATCS yang ada saat
ini dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan dengan memperhatikan acuan
berikut:

Sustainable improvement, memungkinkan untuk dilakukan pengembangan


yang berkelanjutan.

User friendly, memberikan kemudahan untuk dioperasikan oleh pengguna.

Industrial standard compliance, komponen hardware utama yang


digunakan berstandar industri yang telah memiliki sertifikat uji.

Scalability Level, memiliki prosedur operasional bertingkat yang diatur


secara sistematis, sehingga mengurangi potensi kesalahan manusia (human
error).

Open system, mampu berkomunikasi dengan sistem lain yang sejenis dan
dioperasikan pada platform yang sama.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-11

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Vendor support, didukung penuh oleh vendor selama masa


commissioning, operasional, dan pemeliharaan baik dalam bentuk jasa
maupun suku cadang.

Realiable, dapat diandalkan terhadap lingkungan operasional apapun.

Untuk tahapan rencana kerja pengembangan yang dapat dilakukan meliputi:


Refunctioning ditandai dengan membuat roadmap detil pengembangan
sistem, revitalisasi jaringan komunikasi dan sinyal, dan refurbishment
komponen ATCS.

Upgrade & migration ditandai dengan platform uniform, integrasi ke


arah open system, serta membuat blue print TIS.

Toward part of ITS ditandai dengan pembangunan Traffic Management


System (TMS) dan TIS yang merupakan bagian dari Intelligent Traffic
Sistem (ITS), operasionalisasi ITS dan integrasi/migrasi ATCS di kota
lain.

TP

7.5.3.1 Refuctioning

Revitalisasi jaringan adalah rangkaian aktifitas yang meliputi:

Evaluasi dan inventarisasi teknis operasional seluruh jaringan yang


terpasang,

Pemeriksaan dan pengkondisian ulang manhole,

Peningkatan communication link baik antara CC room dengan local


controller maupun antar local controller,

Standarisasi communication link baik antara CC room dengan local


controller maupun antar local controller dengan menggunakan protokol
TCP/IP,

Perbaikan signal link di setiap persimpangan yang yang menjadi bagian


ATCS untuk jalur detector-local controller-traffic light,

Pengembangan atau penggantian sistem jaringan baik menggunakan kabel


maupun wireless sesuai dengan kondisi tempat, yang bertujuan untuk
meminimalisasi inteferensi dan gangguan,

Ekspansi jaringan ATCS dengan skala prioritas


mengakomodir meningkatnya kebutuhan lalu lintas,

Melakukan pencatatan aktifitas


maintenance log jaringan,

Melakukan penggambaran ulang wiring diagram sesuai dengan kondisi


aktual.

IT
.

BS

reparasi

dan

tertentu

guna

pemeliharaan

pada

Sedangkan yang termasuk dalam refurbishment komponen ATCS adalah


rangkaian aktifitas yang meliputi:

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-12

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Evaluasi dan inventarisasi teknis operasional seluruh komponen ATCS


terpasang (detector/sensor, local controller, traffc light),

Melakukan komunikasi dengan vendor untuk kemungkinan mendapatkan


sparepart yang sama atau kompatibel, termasuk bila memungkinkan
diservis,

Mereparasi setiap komponen agar semaksimal mungkin dapat berfungsi


kembali.

Melakukan pencatatan aktifitas reparasi dan pemeliharaan pada maintenance log


komponen.
7.5.3.2 Upgrade and Migration
A. Platform Uniform
Yang termasuk Platform Uniform adalah rangkaian aktifitas sebagai berikut;
Penyeragaman modus komunikasi baik menggunakan kabel maupun
wireless.

Penggunaan frekuensi (bila memungkinkan khusus) yang seragam untuk


komunikasi wireless.

Standarisasi protokol komunikasi agar berbasis TCP/IP.

BS

TP

Penambahan modul komunikasi pada komponen local controller agar dapat


berhubungan dengan CC room melalui protokol TCP/IP

IT
.

B. Integrasi ke arah Open System


Yang termasuk integrasi ke arah open system adalah rangkaian aktifitas sebagai
berikut;
Memastikan terjadinya inter-operability antara local controller dan CC
room agar dapat saling berhubungan.

Penggantian local controller agar berbasis komputer (PC) sehingga


memungkinkan terjalinnya komunikasi berbasis TCP/IP.

Penambahan interface pada komponen local controller lama agar dapat


berhubungan melalui protokol TCP/IP.

C. Menyiapkan blue print Traffic Information System (TIS)


Yang termasuk menyiapkan blue print Traffic Information System (TIS) adalah
rangkaian aktifitas yang meliputi pendefinisian kebutuhan sistem informasi,
penetapan spesifikasi teknologi informasi, perancangan strategi manajemen
informasi, dan penyiapan manajemen proyek pengembangan.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-13

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

7.5.3.3 Toward to ITS


A. Pembangunan TMS dan TIS
Pembangunan TMS dan TIS yang dimaksud meliputi aktifitas sebagai berikut;
Requirement Analysis, melakukan pendefinisian kebutuhan sistem dari sisi
hardware-software-brainware.

Preliminary & Detail Design, melakukan perancangan umum dan detil


dalam sebuah relasi antar entitas yang menjawab kebutuhan sistem.

Implementation, melakukan coding program dan interfacing.

Modul Testing, melakukan pengujian elementer atas modul program.

Sub System Integration & Test, melakukan pengujian skala sistem atau
sub sistem baik hardware maupun software antara TMS dan TIS.

System Functional Test, melakukan uji fungsional sistem guna menjawab


seluruh kebutuhan yang tertuang dalam Requirement Analysis, baik untuk
TMS maupun TIS.

TP

B. Operasionalisasi ITS dan integrasi/migrasi ATCS

BS

Operasionalisasi ITS dan integrasi/migrasi ATCS dimaksud meliputi;


Penyiapan sarana dan prasarana, prosedur, dan resource lainnya yang
terkait.

Pengoperasian (bagian) ITS secara bertahap.

Implementasi ATCS di kota lain yang diarahkan pada ITS.

IT
.

7.6

Untuk lebih jelas mengenai gambaran action plan pengembangan ATCS tersebut
yang dimulai refunctioning, upgrade and migration sampai dengan toward
menuju ITS disampaikan pada Gambar 7.7.
Tahapan Pengembangan
Aktivitas-aktivitas pengembangan ATCS yang meliputi aspek teknologi dan aspek
pengelolaan tersebut kemudian disusun kedalam beberapa program yang meliputi
program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, dimana untuk
lebih jelasnya disampaikan pada Tabel 7.2 dan Tabel 7.3.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-14

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

ACTION PLAN

Penyeragaman

Evaluation
Optimalisasi/
refunction ControlCenter (CC)
Reconnecting seluruh
jaringan komunikasi
Refurbishment
komponen sistem

platform ATCS
Penyusunan BluePrint ITS
Migrasi ke arah
Open-System
Perluasan controledarea

Pelengkapan fungsi

pedoman pengelolaan
ATCS (fungsi,
kegiatan, SDM,
pendanaan)
Assessment
kelembagaan
Government support for
refuctioning strategy

organisasi ATCS
Capacity building
programme
Sertifikasi SDM
Studi kelayakan Public
Private Partnership
(PPP)
Government support for
upgrading

Evaluasi pilot

Traffic Management
Strategi (TMS)
Migrasi ke arah OpenSystem (lanjutan) untuk
membangun pijakan yang
kuat ke arah ITS
Pilot project ITS

project
Pengembangan ITS
(full scale)
Operasionalisasi
ITS

Penyempurnaan

Pengembangan

organisasi menuju ITS


Capacity building
programme (lanjutan)
Sertifikasi SDM
(lanjutan)
Pilot Project PPP
schemes for ITS

Kelembagaan ITS
(public and private)
Full PPP Scheme
for ITS

Gambar 7.7 Arahan Pengembangan ATCS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-15

Toward Part of ITS

Pengembangan aplikasi

ST

Detailed System-

Pengembangan
ASPEK
PENGELOLAAN

Up-grade & Migration

IT
.B

ASPEK
TEKNOLOGI

Refunctioning

GRAND
STRATEGY

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek

STRATEGI REFUNCTIONING

1.

Detailed System-Evaluation
- Evaluasi kondisi sistem
- Evaluasi kinerja dan efektivitas (termasuk
kebutuhan perluasan)

- Refurbisment CC component
3.

Reconnecting Jaringan Komunikasi


- Backbone communication network
- At CBD and arterial

4.

Refurbishment component

2012

- At the others and new location

2011

IT
.B

Optimalisasi/refunctioning CC
- Update Software and/or OS

2010

- Refurbishment controllers at CBD and


arterial (jika ada yg tdk berfungsi)
- Refurbishment controllers at the others
location (jika ada yg tdk berfungsi)
- Refurbishment detectors at CBD
arterial (jika ada yg tdk berfungsi)

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

2013

2009

2.

Jangka Panjang

Kegiatan

ST

No.

Jangka Menengah

and

7-16

2014

2015

2016

20172020

2017dst

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek
No.

Jangka Menengah

Kegiatan
2009

2010

2011

STRATEGI UP-GRADE&MIGRATION

6.

Penyeragaman Platform ATCS


- Platform interface/protocol

Penyusunan Blue-Print ITS

IT
.B

- Spesifikasi teknis komponen


- Tahap I: Kerangka Umum (Objective,
Policy, Strategi, Program)
- Tahap II: System Application and
Architecture
8.

Migrasi Ke Arah Open System

- Tahap I: Interoperability software


- Tahap II: Interoperability hardware
9.

Perluasan area control

- Pengembangan communication network


dan integrasi contoller
- Instalasi detectors
10.

2013

ST

II

2012

- Refurbishment detectors at the others


location (jika ada yg tdk berfungsi)

7.

Jangka Panjang

Pengembangan Aplikasi TMS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-17

2014

2015

2016

20172020

2017dst

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek
No.

Jangka Menengah

Kegiatan
2009

2010

2011

2012

Pilot Project ITS


- Instalasi field equipment (terbatas)
- Ujicoba aplikasi
STRATEGY TOWARD PART OF ITS

12.

Evaluasi Pilot Project ITS

IT
.B

III.

ST

- Special features (bus priority, dll)

- Techinical evaluation
- Effectiveness Evaluation

- Pemilihan pengembangan (lokasi dan jenis


aplikasi
Pengembangan ITS (full scale)
- Penyiapan sistem eksisting
- Ekspansi field equipment

13.

- Ekstensifikasi on-boad equipment


14.

Operasionalisasi ITS
- ITS for support traffic management
- ITS for public information

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

2013

- Optimasi kinerja jaringan

11.

Jangka Panjang

7-18

2014

2015

2016

20172020

2017dst

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek
No.

Jangka Menengah

Jangka Panjang

Kegiatan
2009

2010

2011

2013

IT
.B

ST

Sumber : Hasil Analisis

2012

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-19

2014

2015

2016

20172020

2017dst

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.3 Tahapan Pengembangan Pengelolaan


Jangka Pendek

MENDUKUNG STRATEGI
REFUNCTIONING

1.

Pengembangan pedoman pengelolaan ATCS


(fungsi, kegiatan, SDM, pendanaan)

2.

Assessment kelembagaan eksisting (evaluasi


kinerja dan kebutuhan pengembangan)

3.

Government support for refunctioning


- Software and TCC refunctioning

2011

2012

IT
.B

I.

2010

- Communication network reconnecting


- Controller and detectors

MENDUKUNG STRATEGI UP-GRADE


AND MIGRATION

4.

Pelengkapan fungsi organisasi


- Reorganisasi pengelola
- Optimalisasi Tupoksi
Capacity building programme

II.

- Diklat untuk field-staff ATCS


- Diklat untuk CC-staff (operator dan
engineers)

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

2013

2009

5.

Jangka Panjang

Kegiatan

ST

No.

Jangka Menengah

7-20

2014

2015

2016

20172020

2017dst

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.3 Tahapan Pengembangan Pengelolaan


Jangka Pendek
No.

2010

2011

Penyempurnaan organisasi menuju ITS


- Pembagian tanggungjawab

- Identifikasi alternatif skema


- Identifikasi potensi ekonomi/finansial
9.

Government Support for up-grading


- Perluasan area-control

III.

- Migration software/hardware

IT
.B

- Sistem koordinasi dan pendanaan


Studi kelayakan PPP for ITS

MENDUKUNG STRATEGI TOWARD


PART OF ITS
Pengembangan kelembagaan ITS
- Pengembangan PPP institution
- Pelengkapan organisasi
Full PPP Scheme for ITS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

2013

ST

- Sertifikasi operator dan engineers

8.

2012

Sertifikasi SDM pengelola ATCS


- Sertifikasi field-technicial

7.

Jangka Panjang

Kegiatan
2009

6.

Jangka Menengah

7-21

2014

2015

2016

20172020

2017dst

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.3 Tahapan Pengembangan Pengelolaan


Jangka Pendek
No.

Jangka Menengah

Jangka Panjang

Kegiatan
2009

2010

2011

2013

- Minimum government support for


investment and operation

2012

ST

- Maximation of ITS commerciallization

IT
.B

Sumber : Hasil Analisis

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia

7-22

2014

2015

2016

20172020

2017dst

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 8
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN ATCS
Pada Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS ini akan disampaikan mengenai
ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, umum, tahapan
penyelenggaraan sistem APILL terkoordinasi, dan spesifikasi APILL
terkoordinasi.
8.1

Ruang Lingkup

BS

TP

Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan tentang penyelenggaraan


sistem APILL terkoordinasi (ATCS/ Area Traffic Control System) di Indonesia.
Pedoman ini berisi tentang faktor-faktor yang harus dipertimbangkan, tahapan dan
kegiatan yang harus dilakukan, pertimbangan dalam memilih spesifikasi teknis
sistem, dan kelembagaan yang harus dibentuk dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem APILL terkoordinasi.
Secara spesifik pedoman ini lebih diarahkan untuk penyelenggaraan sistem
APILL terkoordinasi pada kawasan perkotaan.
Acuan Normatif

IT
.

Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas
Jalan

8.2

Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi


Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 1993 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.116/AJ.404/DRJD/97
Tahun 1997 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 273/HK.105/DJRD/96
Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan
Berdiri Sendiri dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ 401/1/7 Tahun 1991
tentang Pedoman Sistem Pengendalian Lalu Lintas Terpusat

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Istilah dan Definisi


Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL)
peralatan teknis berupa isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan bunyi untuk
memberi peringatan atau mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di
persimpangan, persilangan sebidang ataupun pada ruas jalan (Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1992)
Sistem APILL terkoordinasi (Area Traffic Control System/ATCS)
pengendalian lalu lintas pada persimpangan-persimpangan yang dilengkapi
dengan APILL secara terkoordinasi pada suatu wilayah tertentu atau kota tertentu
yang dikendalikan secara terpusat.
Persimpangan

BS

Persimpangan berdiri sendiri

TP

pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang maupun yang tidak sebidang
(Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993)

Persimpangan yang diatur dengan APILL yang pengoperasiannya dianggap


berdiri sendiri (Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor
273/HK.105/DJRD/96 Tahun 1996)

IT
.

Pusat pengendali (control center)

Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi mengendalikan


koordinasi pengaturan sinyal di setiap persimpangan sesuai dengan strategi yang
ditetapkan

8.3

Pengontrol lokal (local controller)


Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi
mengimplementasikan skema pengaturan sinyal di sebuah persimpangan sesuai
dengan perintah dari pusat pengendali
Jaringan komunikasi (communication network)
Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi sebagai media
komunikasi antar sub-sistem dalam sistem APILL terkoordinasi untuk
memfasilitasi fungsi koordinasi dan monitoring

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-2

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Pendeteksi kendaraan (vehicle detector)


Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi mendeteksi lalulintas
kendaraan yang masuk dan/atau keluar persimpangan untuk menghasilkan data
karakteristik lalulintas yang dibutuhkan untuk melakukan optimasi pengaturan
sinyal
Tingkat pelayanan
Kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu lintas pada
keadaan tertentu
Sistem pengaturan

Pengaturan sinyal lampu lalulintas

TP

Tata cara pengaturan sinyal lampu lalulintas pada sistem APILL terkoordinasi
yang dibedakan atas tingkat adaptivitasnya terhadap perubahan lalulintas

8.4

BS

Pengaturan waktu siklus (cycle-time), jumlah fase, pembagian waktu hijau,


koordinasi waktu antar simpang (off-set) yang ditetapkan untuk persimpangan
tertentu
Umum

IT
.

Berikut ini dijelaskan mengenai deskripsi dari sistem APILL terkoordinasi,


komponen utamanya, tujuan penerapannya, tipe-tipe koordinasi yang dapat
dilakukan, serta kriteria penerapannya di suatu wilayah.

8.4.1 Deskripsi Umum Sistem APILL Terkoordinasi


8.4.1.1 Prinsip Kerja APILL Terkoordinasi
Dalam sistem APILL terkoordinasi persimpangan-persimpangan jalan di area
tertentu tidak dioperasikan sebagai persimpangan berdiri sendiri, namun
dioperasikan secara terkoordinasi dan dikendalikan secara terpusat dari pusat
pengendali.
Oleh karena itu, suatu sistem pengendalian lalulintas yang diaplikasikan di suatu
area dapat disebut sebagai sistem APILL terkoordinasi jika dapat memenuhi
fungsi pokok sebagai berikut:
a) Fungsi hubungan: di mana semua persimpangan di area tersebut
terhubungkan melalui suatu jaringan komunikasi ke pusat pengendali;
b) Fungsi koordinasi: di mana setiap persimpangan di area tersebut dapat
diubah pengaturan sinyal lampu lalu lintasnya dari pusat pengendali;

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-3

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Kedua fungsi pokok dari suatu sistem APILL terkoordinasi tersebut harus
terpenuhi di semua area yang dikoordinasikan dan berfungsi terus-menerus
sepanjang waktu.
Selain kedua fungsi pokok tersebut, terdapat beberapa kemampuan/fungsi
tambahan dari suatu sistem APILL terkoordinasi yang menjadi keunggulan sistem
ini, diantaranya:
a) Dapat diaplikasikan beberapa skema pengaturan lalulintas sesuai dengan
perubahan lalulintas yang terjadi;
b) Dapat mengakomodasi skema pengaturan khusus untuk memprioritaskan
lalulintas tertentu (misalnya: VIP, ambulance, dan bus);
c) Dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi pada peralatan tertentu dari pusat
pengendali, dimanapun lokasi peralatan tersebut berada;

TP

d) Dapat merekam data aktivitas operasional sistem termasuk mengkoleksi


data lalulintas jalan.
8.4.1.2 Sub-Sistem atau Bagian Utama Dari Sistem APILL Terkoordinasi

BS

Untuk dapat memenuhi fungsi kerja dari suatu sistem APILL terkoordinasi
sebagaimana disampaikan pada Bagian 4.1.1, maka pada umumnya sistem APILL
terkoordinasi memiliki 4 sub sistem bagian utama, yakni:
a) pusat pengendali (control center)

b) jaringan komunikasi (communication network)


c) pengontrol lokal (local controller)

IT
.

d) pendeteksi kendaraan (vehicle detector)

Penjelasan mengenai fungsi dan komponen utama dari setiap sub sistem dari
sistem APILL terkoordinasi tersebut disampaikan pada Tabel 8.1. Dalam
aplikasinya, komponen dari sub-sistem dapat saja dilengkapi dengan komponen
tambahan sesuai keperluan.
Penggunaan sub sistem pendeteksi kendaraan sifatnya pilihan (opsional), karena
sub sistem ini hanya diperlukan jika sistem operasi sistem APILL terkoordinasi
yang dipilih sifatnya adaptif terhadap perubahan lalu lintas.
Pada dasarnya, yang membedakan antara sistem APILL terkoordinasi dengan
persimpangan yang berdiri sendiri adalah adanya sub sistem pusat pengendali dan
sub sistem jaringan komunikasi; dimana kedua sub sistem ini bersinergi dalam
mengendalikan pengaturan sinyal lalu lintas di setiap persimpangan agar
operasionalnya terkoordinasi.

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-4

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.1 Penjelasan tentang Ilustrasi konfigurasi dari sistem APILL terkoordinasi
No

Sub Sistem

Fungsi utama

Komponen utama

pusat pengendali
(control center)

Mengendalikan
koordinasi
pengaturan sinyal di setiap
persimpangan sesuai dengan
strategi yang ditetapkan

a) Server untuk menyimpan data dan


memproses perintah pengendalian
sinyal

Melakukan monitoring status


setiap persimpangan

c) Operator workstation sebagai


fasilitas antarmuka bagi operator
dengan seluruh sistem

b) Software
untuk
melakukan
optimasi pengendalian sinyal

d) Display monitor/wallmap untuk


menampilkan status dan kinerja
setiap persimpangan

jaringan
komunikasi
(communication
network)

Sebagai media komunikasi


antar sub-sistem lainnya untuk
memfasilitasi
fungsi
koordinasi dan monitoring

a) Jalur komunikasi (communicationlink) sebagai media penyalur


informasi antar sub-sistem

pengontrol lokal

Mengimplementasikan skema
pengaturan sinyal di sebuah
persimpangan sesuai dengan
perintah dari pusat pengendali

a) Fasilitas antarmuka (papan tombol


dan display)

Menyimpan (back-up) timing


plans untuk kondisi troubleshooting

c) Communication-unit
untuk
berkomunikasi dengan sub-sistem
lainnya

IT
.

(local controller)

b) Sistem
komunikasi
(communication-system)
yang
menjadi basis dari tatacara
komunikasi antar sub-sistem

BS

TP

e) Communication-unit
untuk
berkomunikasi dengan sub-sistem
lainnya

b) Controller unit/processing unit


untuk pengaturan sinyal di
persimpangan yang bersangkutan

d) Sumber energi (power supply)


Keterangan:
umumnya
lampu
lalulintas (traffic light) dianggap
sebagai bagian dari sub sistem ini

detektor
kendaraan
(vehicle detector)

mendeteksi
lalulintas
kendaraan
yang
masuk
dan/atau keluar persimpangan
untuk menghasilkan data
karakteristik lalulintas yang
dibutuhkan untuk melakukan
optimasi pengaturan sinyal

a) sensor untuk mendeteksi kendaraan


yang melintas
b) prosesor untuk mengolah data hasil
deteksi
c) communication-unit
untuk
berkomunikasi dengan sub-sistem
lainnya
d) sumber energi (power supply)

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-5

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.4.1.3 Maksud, Tujuan, Dan Manfaat Penerapan Sistem APILL Terkoordinasi


Maksud dari penerapan sistem APILL terkoordinasi adalah untuk melakukan
sinkronisasi atau koordinasi pengaturan sinyal lampu lalu lintas dari setiap
persimpangan di dalam suatu jaringan jalan yang berada di area tertentu. Adapun
tujuan dari penerapan sistem APILL terkoordinasi ini adalah untuk menciptakan
lalu lintas di dalam jaringan jalan yang teratur dan lancar sehingga diperoleh
tingkat pelayanan yang optimal yang ditandai dengan pengurangan waktu
perjalanan, jumlah stop dan lama waktu tundaan. Dengan tercapainya tujuan
tersebut diharapkan akan diperoleh manfaat dari penerapan sistem APILL
terkoordinasi diantaranya:
a) Pengurangan biaya transportasi, berupa penurunan konsumsi nilai waktu
masyarakat dan biaya operasi kendaraan;
b) Pengurangan dampak lingkungan, berupa penurunan konsumsi bahan
bakar dan emisi gas buang kendaraan;

TP

c) Pengurangan tingkat kecelakaan, berupa penurunan potensi terjadinya


kecelakaan dengan adanya pengaturan konflik lalu lintas serta lancar dan
teraturnya lalulintas di dalam jaringan jalan.

BS

8.4.1.4 Kategori Sistem Pengaturan Pada Sistem APILL Terkoordinasi

IT
.

Terdapat beberapa kategori sistem pengaturan yang dapat diaplikasikan


menggunakan sistem APILL terkoordinasi, seperti yang disampaikan pada Tabel
8.2. Pembedaan kategori ini didasarkan pada tingkat koordinasi dan tingkat
adaptivitas sistem terhadap perubahan lalu lintas di jaringan jalan. Pemilihan
kategori sistem pengaturan ini sangat mempengaruhi spesifikasi peralatan yang
diperlukan dalam penerapan sistem APILL terkoordinasi, dimana semakin adaptif
sistem operasi yang diinginkan maka dibutuhkan spesifikasi teknologi yang
semakin tinggi.

Tabel 8.2 Tipe-Tipe Sistem Pengaturan yang Dapat Diterapkan Pada Sistem
APILL Terkoordinasi
Kategori

Koordinasi
berbasis waktu
(time based
coordination)

Karakterisik
utama

Cara
pengaturan
sinyal

Koordinasi
didasarkan pada
pola lalulintas
pada periodaperioda tertentu
(time-ofday/TOD atau
time-ofweek/TOW)

Menggunakan
pilihan
pengaturan
sinyal (timingplan) yang telah
ditetapkan (pretimed
coordination)
untuk masingmasing simpang
secara individual

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

Metoda
penentuan

Optimasi
menggunakan
program
komputer (offline) berdasar
data lalulintas
historis di area
tersebut

Penggunaan

Lalu lintas
persimpangan
yang sudah
mendekati kondisi
yang perlu
dikoordinasikan

8-6

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.2 Tipe-Tipe Sistem Pengaturan yang Dapat Diterapkan Pada Sistem
APILL Terkoordinasi

Setiap
persimpangan
saling terhubung

Pre-timed
coordination

Timing-plan
disediakan dari
pusat
pengendali

Pemilihan
timing-plan
dapat dilakukan
operator

Operasional
yang paling
konvensional
dari sistem
pengaturan yang
dapat
disesuaikan

Memanfaatkan
sensor
pendeteksi
kendaraan untuk
menghasilkan
kemampuan
penyesuaian

IT
.

Pengaturan yang
dapat disesuaikan
dengan kondisi
lalu lintas (traffic
adjusted control)

Cara
pengaturan
sinyal

Metoda
penentuan

Penggunaan

Optimasi
program
komputer secara
off-line

Pre-timed
coordination biasa
digunakan jika
variasi lalulintas
tidak ekstrem

Intervensi
operator
berdasarkan
informasi
eksternal (tidak
dari detektor)

TP

Pengaturan
persimpangan
yang saling
terhubungkan
(interconnected
control)

Karakterisik
utama

Pemilihan
timing-plans
disesuaikan
dengan kondisi
lalu lintas

BS

Kategori

Intervensi
operator
dilakukan untuk
kondisi khusus
(ada kecelakaan,
VIP, dll)
Diaplikasikan jika
lalu lintas
bervariasi secara
signifikan pada
waktu-waktu
tertentu

Dapat memiliki
lebih banyak
timing-plan
dibandingkan
interconnected
control

Timing-plan
disusun secara
cepat dan
otomatis
menggunakan
informasi dari
detektor yang
dipasang pada
pendekat upstream

Skema
pengaturan
lalulintas dapat
diubah hanya
dalam beberapa
menit

Menggunakan
data lalulintas
yang dideteksi
dari pendekat
untuk melakukan
optimasi

Diaplikasikan jika
lalu lintas
bervariasi secara
signifikasi
sepanjang hari
atau jika terjadi
pola lalulintas
yang tidak biasa
(ada kejadian
tertentu)

Sistem
pengaturan yang
adaptif terhadap
lalu lintas (traffic
adaptive control)

Prediksi
perubahan fase
dilakukan
berdasarkan
data dari
detektor yang
dipasang di
setiap pendekat
persimpangan

Pengaturan fase
diprediksi dari
kondisi lalulintas
terakhir.

Memprediksi
arus kendaraan
pada
pensimpangan
dari data
detektor

Sama seperti pada


traffic responsive
control, namun
juga dapat
digunakan pada
variasi lalulintas
yang acak

Pengaturan yang
responsif
terhadap lalu
lintas (traffic
responsive
control)

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

Timing-plan
tidak digunakan
secara eksplisit

8-7

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.4.2 Kriteria Umum Penerapan Sistem APILL Terkoordinasi Di Suatu Area


Untuk menentukan perlu atau tidaknya sistem APILL terkoordinasi diterapkan di
suatu area sebaiknya didasarkan pada hasil studi kelayakan yang komprehensif.
Namun sebelum dilakukan studi kelayakan tersebut, terdapat beberapa kriteria
umum yang dapat dijadikan sebagai pedoman awal (rule-of-thumb) apakah
persimpangan-persimpangan jalan di area tersebut perlu dikoordinasikan atau
tidak, yakni:
a) Sebaiknya jarak rata-rata antar persimpangan di area tersebut tidak lebih
dari 800 meter;
b) Diantara dua simpang yang berdekatan sebaiknya memiliki nilai indeks
keterkaitan (coupling index) yang tidak kurang dari 1,64. Dimana indeks
keterkaitan ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

TP

I = V/L

BS

Di mana I adalah indeks keterkaitan, V adalah lalulintas dua arah pada


ruas jalan diantara kedua persimpangan (kendaraan/jam), dan L adalah
jarak diantara kedua persimpangan tersebut (meter).

Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


Dalam konteks penyelenggaraan suatu fasilitas publik, maka penerapan sistem
APILL terkoordinasi di suatu area tidak terbatas hanya dalam proses pemasangan
(installment) perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan, namun juga
terkait dengan kegiatan operasional, pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi
kondisi dan kinerja sistem.

8.5

IT
.

Jika kondisi jaringan jalan di suatu area memenuhi kedua kondisi tersebut, maka
dapat ditindaklanjuti dengan melakukan studi kelayakan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih komprehensif mengenai konsekuensi dari penerapan sistem
APILL terkoordinasi ini.

Penyelenggaraan sistem APILL terkoordinasi merupakan keputusan investasi


yang cukup besar, sehingga harus dipastikan bahwa:
a) Penerapannya di suatu area akan memberikan manfaat yang signifikan;
b) Sistem operasi dan teknologi yang dipilih adalah yang paling tepat;
c) Tersedia dana dan sumber daya manusia yang memadai untuk
mengoperasikan dan memeliharanya dengan baik;
Pada Tabel 8.3 disampaikan tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam
menyelenggarakan suatu sistem APILL terkoordinasi di suatu area. Tahap 1 dan
Tahap 2 dapat dilakukan bersamaan, dan umumnya disebut sebagai kegiatan studi
kelayakan.

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-8

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Spesifikasi Sistem APILL Terkoordinasi


Spesifikasi adalah kondisi minimum dari peralatan dan material yang digunakan
pada sistem APILL terkoordinasi yang harus dipenuhi oleh penyedia. Untuk
menjamin bahwa spesifikasi tersebut dapat dipenuhi oleh produk yang ada di
pasaran, maka perlu dilakukan penyesuaian dengan spesifikasi yang umum
berlaku untuk setiap jenis peralatan dan material yang digunakan dalam sistem
APILL terkoordinasi.
Pada prinsipnya, spesifikasi tidak boleh mengarah kepada produk tertentu atau
harus open-specification. Namun demikian, harus diperhatikan kesesuaiannya
(inter-connection dan inter-operability) dengan peralatan atau sistem pengendali
lalulintas yang telah terpasang saat ini. Oleh karena itu, pihak penyedia harus
menyertakan hasil pemeriksaan kesesuaian di dalam dokumen penawaran.
Secara umum, spesifikasi terdiri dari 2 kelompok, yakni:
peralatan

yang

dilakukan

oleh

TP

a) Spesifikasi pemasangan/instalasi
penyedia/kontraktor;

b) Spesifikasi peralatan dan material yang digunakan oleh penyedia.

IT
.

BS

Pada Tabel 8.4 disampaikan lingkup spesifikasi dari pemasangan suatu sistem
APILL terkoordinasi. Sedangkan pada Tabel 8.5 disampaikan panduan umum
untuk menetapkan spesifikasi peralatan dan material yang digunakan dalam sistem
APILL terkoordinasi.

8.6

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-9

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.3 Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


a) mengidentifikasi
karakteristik prasarana dan
lalulintas jalan
b) memilih sistem pengaturan
yang sesuai dengan
karakteristik yang
diidentifikasi pada 1a)

Tahap 2
Pemilihan teknologi sistem
APILL terkoordinasi

Memilih konfigurasi dan


spesifikasi kinerja sub-sistem
dan komponen utama sistem
APILL terkoordinasi sesuai
kebutuhan pengaturan hasil
Tahap 1.

D
Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

Pertimbangan/ kriteria

a) Survei inventarisasi
prasarana dan lalulintas
jalan
b) Analisis karakteristik
lalulintas
c) Simulasi pengendalian
lalulintas terkoordinasi

a) Konfigurasi jaringan jalan


b) Variasi lalulintas
c) Pelayanan spesifik (bus
priority, VIP, dll)

a) Analisis kelayakan ekonomi


b) Analisis kapabilitas sistem
APILL terkoordinasi
- Fasilitas/feature
- Kinerja
- Inter-operability
c) Analisis kompatibilitas
- dengan sistem
pengendalian
eksisting
- dengan situasi
lingkungan setempat

IT
.B

Tahap 1
Identifikasi kebutuhan sistem
APILL terkoordinasi

Kegiatan

Tujuan

ST

Tahap

a) Kinerja fungsional sistem


b) Kehandalan (reliability)
c) Kemudahan pemeliharaan
(maintainability)
d) Biaya investasi dan
operasional
e) Kemudahan operasional
(user friendliness)
f) Kemudahan untuk
diekspansi dan diperbarui
(expansion and upgradeability)
g) Kemampuan beradaptasi
dengan fungsi-fungsi
Intelligent Transport
System (ITS)
h) Tingkat penggunaan
teknologi dan komponen
lokal

8-10

Hasil
a) Luas area koordinasi
b) Tingkat adaptivitas yang
diperlukan
c) Kemampuan
tambahan/aplikasi dari
sistem APILL terkoordinasi
d) Prakiraan manfaat
a) Tingkat kelayakan investasi
dari setiap alternatif
teknologi sistem APILL
terkoordinasi
b) Konfigurasi sistem APILL
terkoordinasi yang dipilih
c) Spesifikasi kinerja subsistem APILL terkoordinasi
yang dibutuhkan
d) Spesifikasi teknis
komponen utama dari
setiap sub-sistem APILL
terkoordinasi

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.3 Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


Tahap

Tujuan

Kegiatan

Pertimbangan/ kriteria

Hasil

Kondisi spesifik lokasi


Spesifikasi teknis terkait
Harga satuan
Peraturan pengadaan
barang dan jasa

a) Dokumen pengadaan
(gambar desain, perkiraan
biaya, spesifikasi teknis)
b) Sistem APILL
terkoordinasi yang siap
operasi (setelah melalui
tahap pengecekan dan alih
teknologi)

Melakukan desain, persiapan


dan pelaksanaan kontruksi
sistem APILL terkoordinasi

a) Basic design (high level


design)
b) Detailed engineering design
c) Proses pengadaan
d) Pelaksanaan konstruksi
e) Serah terima dan alih
teknologi

a)
b)
c)
d)

Tahap 4
Pengoperasian dan
pemeliharaan sistem APILL
terkoordinasi

Mengoperasikan dan
memelihara sistem APILL
terkoordinasi agar fungsi
koordinasinya dapat berjalan
secara kontinyu untuk semua
persimpangan

a) Pengendalian lalulintas dari


pusat pengendali
b) Data logging (dokumentasi
status dan kinerja sistem)
c) Pemeliharaan fungsi
(sistem, perangkat keras,
dan perangkat lunak)

a) user-manual sistem
b) Sistem dokumentasi
c) Kelembagaan (sistem
organisasi dan tata kerja)

a) Berjalannya fungsi sistem


APILL terkoordinasi
sehingga memberikan
manfaat yang optimal
b) Tersedianya back-up data
status dan kinerja sistem
sebagai masukan untuk
kegiatan evaluasi dan
pengembangan

Tahap 5
Evaluasi dan pengembangan
sistem APILL terkoordinasi

Mengevaluasi kinerja dan


mengembangkan sistem
APILL terkoordinasi agar
manfaat dan kegunaannya
dapat dioptimalkan sesuai
perkembangkan teknologi dan
kebutuhan pelayanan

a) evaluasi efektivitas (before


and after study)
b) evaluasi jangka pendek
(untuk perubahan skenario
pengaturan)
c) evaluasi operasional dan
pemeliharaan

a) Data perkembangan status


dan kinerja sistem
b) Perkembangan teknologi
c) Perkembangan
aplikasi/penggunaan sistem

a) Perkembangan tingkat
efektivitas sistem APILL
terkoordinasi
b) Perubahan kebijakan
sistem pengendalian
c) Kebutuhan pengembangan
(expansion dan up-grade)

IT
.B

ST

Tahap 3
Pelaksanaan desain dan
konstruksi sistem APILL
terkoordinasi

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-11

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.4 Lingkup Spesifikasi Pemasangan Perangkat Sistem APILL Terkoordinasi


Kegiatan

Deskripsi Spesifikasi
Lingkup kegiatan adalah semua item kegiatan pemasangan yang dipersyaratkan di kontrak, persyaratan untuk
persediaan/cadangan, dan prosedur pengantian dari material dan peralatan

Material yang diperlengkap oleh kontraktor

Detail mengenai apa saja material dan peralatan yang harus diperlengkapi oleh kontraktor atapun pihak penyedia barang

Koneksi ke sumber energi

Metoda untuk menyediakan koneksi dari sumber energi ke semua komponen pusat pengendali dan komponen lapangan
yang membutuhkan energi untuk melaksanakan fungsinya dan spesifikasi untuk saluran/jalur/kabel penghubungnya

Saluran/kabel

Metoda untuk pemasangan kabel/saluran, metoda penyambungan, dan metoda untuk mengetes kinerja pemasangan
kabel/saluran, khususnya untuk jalur komunikasi yang menggunakan kabel

Pemasangan kabel/ kawat listrik

Metoda pemasangan kabel/kawat listrik yang menghubungkan:


- Peralatan lapangan: lemari/cabinet pengontrol lokal, lampu lalu lintas
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar monitor

Peletakan dan pengikatan peralatan di


lapangan

Persyaratan untuk peletakan dan pengikatan/perkuatan dari setiap komponen:


- Peralatan lapangan: lampu lalulintas, pengontrol lokal dan lemari/kabinetnya, ruang sumber energi, tiang lampu dan
tiang jalur komunikasi
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar monitor

Pengeleman/ penyegelan

Persyaratan untuk pengeleman/ penyegelan dari saluran/kabel/kawat untuk menghasilkan jaringan elektrik yang menerus
dan aman/terlindung

Pondasi semen untuk lemari pengontrol


lokal dan tiang lampu lalu lintas

ST

IT
.B

Campuran semen

Umum

Spesifikasi standar untuk campuran semen dan baja tulangan


Metoda dan persyaratan untuk penggalian, peletakan, penyelesaian, dan penimbunan pondasi semen

Cat dan pengecatan

Peralatan apa saja yang harus dicat, tipe cat, jumlah lapisan pengecatan, dan metoda pengecatan

Penanganan rerumputan, semak, dan


pepohonan

Persyaratan untuk penggantian rumput yang rusak, serta perlindungan terhadap semak-semak dan pepohonan

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-12

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.4 Lingkup Spesifikasi Pemasangan Perangkat Sistem APILL Terkoordinasi


Kegiatan

Deskripsi Spesifikasi
Prosedur untuk mendapatkan persetujuan untuk memotong kereb dan/atau trotoat, dan metoda penggantiannya

Kunci lemari pengontrol dan ruang kontrol

Diserahkan kepada siapa dan berapa jumlahnya

IT
.B

ST

Pembongkaran dan pemindahan kereb dan


trotoar

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-13

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.4 Lingkup Spesifikasi Pemasangan Perangkat Sistem APILL


Terkoordinasi
Kegiatan

Deskripsi spesifikasi
Lingkup kegiatan adalah semua item kegiatan pemasangan yang
dipersyaratkan di kontrak, persyaratan untuk
persediaan/cadangan, dan prosedur pengantian dari material dan
peralatan

Material yang diperlengkap


oleh kontraktor

Detail mengenai apa saja material dan peralatan yang harus


diperlengkapi oleh kontraktor atapun pihak penyedia barang

Koneksi ke sumber energi

Metoda untuk menyediakan koneksi dari sumber energi ke semua


komponen pusat pengendali dan komponen lapangan yang
membutuhkan energi untuk melaksanakan fungsinya dan
spesifikasi untuk saluran/jalur/kabel penghubungnya

Saluran/kabel

Metoda untuk pemasangan kabel/saluran, metoda penyambungan,


dan metoda untuk mengetes kinerja pemasangan kabel/saluran,
khususnya untuk jalur komunikasi yang menggunakan kabel

Pemasangan kabel/ kawat


listrik

Metoda pemasangan kabel/kawat listrik yang menghubungkan:


- Peralatan lapangan: lemari/cabinet pengontrol lokal, lampu
lalu lintas
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar
monitor

BS

Persyaratan untuk peletakan dan pengikatan/perkuatan dari setiap


komponen:
- Peralatan lapangan: lampu lalulintas, pengontrol lokal dan
lemari/kabinetnya, ruang sumber energi, tiang lampu dan tiang
jalur komunikasi
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar
monitor

IT
.

Peletakan dan pengikatan


peralatan di lapangan

TP

Umum

Pengeleman/ penyegelan

Persyaratan untuk pengeleman/ penyegelan dari


saluran/kabel/kawat untuk menghasilkan jaringan elektrik yang
menerus dan aman/terlindung

Campuran semen

Spesifikasi standar untuk campuran semen dan baja tulangan

Pondasi semen untuk lemari


pengontrol lokal dan tiang
lampu lalu lintas

Metoda dan persyaratan untuk penggalian, peletakan,


penyelesaian, dan penimbunan pondasi semen

Cat dan pengecatan

Peralatan apa saja yang harus dicat, tipe cat, jumlah lapisan
pengecatan, dan metoda pengecatan

Penanganan rerumputan,
semak, dan pepohonan

Persyaratan untuk penggantian rumput yang rusak, serta


perlindungan terhadap semak-semak dan pepohonan

Pembongkaran dan
pemindahan kereb dan trotoar

Prosedur untuk mendapatkan persetujuan untuk memotong kereb


dan/atau trotoat, dan metoda penggantiannya

Kunci lemari pengontrol dan


ruang kontrol

Diserahkan kepada siapa dan berapa jumlahnya

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-14

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.5 Pedoman Penetapan Spesifikasi Peralatan Sistem APILL Terkoordinasi


Item Spesifikasi

Pedoman Penetapan Spesifikasi


Diusahakan menggunakan produk yang beredar di pasaran
dengan memperhatikan spesifikasi dari perangkat lunak yang
digunakan

Tiang

Meliputi spesifikasi tiang, landasan, dan penyekrupan/pengelasan


berikut metodanya

Lampu lalulintas

Meliputi spesifikasi untuk tempat lampu, lensa, lampu,


pemasangan kabel, terminal blok, terminal compartment, dan
mounting attachment

Konduktor lampu lalulintas

Meliputi spesifikasi pelindung, kodifikasi warna, dan


karakteristik fisik

Kabel lampu lalulintas

Meliputi spesifikasi untuk insulasi, karakteristik fisik kabel,


karakteristik elektrik kabel, kodifikasi warna kabel, dan fillers

Pendeteksi kendaraan
(detektor)

Meliputi karakteristik fisik detektor, karakteristik elektrik


detektor, kondisi lingkungan di mana peralatan harus dapat
dioperasikan, kontrol, dan metoda pengoperasian. Spesifikasi ini
berlaku untuk detektor konvensional dan/atau image-processingdetectors

Kabel komunikasi

Meliputi spesifikasi insulasi, kodifikasi warna kabel, karakteristik


fisik kabel, dan karakteristik elektrik kabel
Meliputi standar fasilitas antarmuka, data rates, karakteristik fisik
peralatan, dan karakteristik elektrik peralatan
Jelaskan mengenai parameter dan metoda/cara menampilkan
gambar untuk memonitor status peralatan dan kinerja
persimpangan yang diinginkan

IT
.

Layar penampil gambar


berwarna (color graphics
display)

BS

Peralatan komunikasi
lapangan (atau peralatan
antarmuka pengontrol lokal)

TP

Pengontrol lokal (di


persimpangan)

Sebutkan tipe, kecepatan, dan kualitas dari printer yang


diperlukan

Kamera video

Jelaskan mengenai kebutuhan dari daya jangkau kamera


(cathment area), ukuran layar kamera, refresh-rate dan kualitas
warna yang dihasilkan

Mesin cetak (printer)

Perangkat lunak komputer

Sebutkan spesifikasi fungsional dari perangkat lunak pengontrol,


serta spesifikasi fungsional dari program yang digunakan untuk
melakukan kompilasi data, penggabungan data, dan mendiagnosa
data.

Televisi monitor

Sebutkan kebutuhan ukuran monitor, jenis kamera, dan protokol


antarmuka yang digunakan

Rambu pesan yang dapat


diubah (changeable message
signs/CMS)

Sebutkan tipe CMS, ukuran CMS, metoda operasi CMS, dan


protokol antar muka yang digunakan

Peralatan komunikasi

Sebutkan mengenai data modems dan peralatan antar muka yang


digunakan (interface devices)

Metoda koordinasi dalam


penanganan jaringan utilitas

Meliputi jenis utilitas yang harus diperhatikan (misalnya; jaringan


kabel listrik atau telepon), persyaratan untuk menghindari
perusakan utilitas,

Pengetesan

Meliputi tingkat pengetesan yang harus dilakukan (komponen,

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-15

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.5 Pedoman Penetapan Spesifikasi Peralatan Sistem APILL Terkoordinasi


Item Spesifikasi

Hak cipta intelektual

Meliputi status hakcipta (hak penggunaan) dari perangkat lunak


yang dibeli (termasuk pemilikan source-code, hak guna/hak
modifikasi)

Kelembagaan Dalam Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


Untuk melaksanakan seluruh tahapan kegiatan penyelenggaraan sistem APILL
terkoordinasi sebagaimana yang disampaikan pada Tabel 3, diperlukan dukungan
perangkat kelembagaan yang kuat, dimana harus tersedia pola organisasi, tata
kerja, sumber daya manusia, dana, dan fasilitas kerja yang memadai.

TP

Untuk pengadaan sistem APILL terkoordinasi (Tahap 1 sampai dengan Tahap 3)


cukup diperlukan hanya suatu tim kerja (task-force) yang terdiri dari tim teknis
dan panitia pengadaan untuk mengawal kegiatan studi kelayakan, desain,
pengadaan jasa kontraktor.

BS

Sedangkan untuk tahapan pengelolaan sistem APILL terkoordinasi (Tahap 4 dan


Tahap 5) perlu dibentuk kelembagaan khusus yang menjalankan fungsi-fungsi
pengorganisasian pengelolaan, pengoperasian sistem, pemeliharaan sistem, dan
pengevaluasian status serta kinerja sistem terpasang.

IT
.

Pada Tabel 8.6 disampaikan kebutuhan kelembagaan dalam tahapan pengelolaan


sistem APILL terkoordinasi. Jumlah staf dan alokasi dana yang dibutuhkan
disesuaikan dengan skala sistem APILL terkoordinasi yang dipasang. Perkiraan
mengenai kebutuhan jumlah staf dan alokasi dana ini harus disediakan pada
kegiatan studi kelayakan (khususnya Tahap 2).

8.7

Pedoman Penetapan Spesifikasi


sub sistem, sistem), organisasi yang bertanggungjawab untuk
persiapan dan yang melakukan perrsetujuan mengenai pengetesan
spesifikasi, prosedur pelaksanaan dan pelaporan hasil pengetesan

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-16

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.6 Kebutuhan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sistem APILL Terkoordinasi

Mengkoordinasikan
pengelolaan sistem APILL
terkoordinasi:
a) Secara internal antar
setiap bagian dalam
kelembagaan
pengelolaan
b) Secara ekstenal dengan
institusi lain dan
masyarakat

Pengoperasian

Memastikan sistem APILL


terkoordinasi beroperasi
dengan baik secara kontinu
dan menyeluruh

Pemeliharaan

Memastikan bahwa setiap

Kebutuhan Sumber Daya


Manusia

a) Memantau dan mengarahkan kegiatan


dari setiap bagian agar dapat
menjalankan fungsinya dengan baik
b) Berkoordinasi dengan institusi terkait
dan masyarakat untuk
mengoptimalkan fungsi dan manfaat
sistem APILL terkoordinasi,
khususnya dalam penentuan
kebijakan penganggaran,
skema/strategi operasional, dan
pemanfaatan lanjut

Jenis:
Kepala Unit Pengelola
Kualifikasi:
a) Pendidikan: sarjana teknik
sipil/ planologi/industri yang
memahami manajemen
lalulintas
b) Pelatihan: pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi
c) Pengalaman: minimal 5
tahun dalam manajemen
lalulintas

a) Dana operasional
b) Dana pendidikan
dan pelatihan
c) Dana sosialisasi/
koordinasi secara
berkala

a) Mengendalikan dan mengawasi


operasional seluruh sistem APILL
terkoordinasi setiap hari dari pusat
pengendali
b) Mendata/medokumentasikan status
perangkat lapangan dan kinerja setiap
persimpangan

Jenis:
a) Supervisor
b) Operator/programmer
Kualifikasi:
a) Pendidikan: sarjana untuk
supervisor, D3 informatika
untuk operator
b) Pelatihan: pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi
c) Pengalaman: minimal 3
tahun dalam manajemen
lalulintas untuk supervisor

a) Dana operasional
b) Dana pendidikan
dan pelatihan

a) Pemeliharaan fungsi: memeriksa dan

Jenis:

a) Dana operasional

IT
.B

Pengorganisasian

Kegiatan

Fungsi

ST

Bagian

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-17

Kebutuhan Dana

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.6 Kebutuhan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sistem APILL Terkoordinasi


Fungsi

Kegiatan
menyempurnakan fungsi sistem
APILL terkoordinasi
b) Pemeliharaan perangkat keras:
Memperbaiki, menjaga, dan
memodifikasi setiap komponen fisik
dari sistem APILL terkoordinasi
c) Pemeliharaan perangkat lunak:
Mengoreksi kesalahan dan
meningkat-kan pemanfaatan
perangkat lunak

Mengevaluasi tingkat
efektivitas dan menyusun
strategi peningkatan kinerja
sistem APILL terkoordinasi

a) Evaluasi efektivitas kinerja dan


manfaat sistem APILL terkoordinasi
b) Evaluasi jangka pendek untuk
mengidentifikasi dampak strategi
operasional yang akan diterapkan
c) Evaluasi berkala terhadap kinerja
operasional dan pemeliharaan

Evaluasi

IT
.B

ST

komponen sistem dalam


kondisi baik dan dapat
difungsikan

Kebutuhan Sumber Daya


Manusia
a) Programmer/software
specialist
b) Teknisi perangkat keras
Kualifikasi:
a) Pendidikan: minimal D3
teknik elektro
b) Pelatihan: pemeliharaan
sistem APILL terkoordinasi
c) Pengalaman: tidak
disyaratkan
d) Sertifikat: sertifikat keahlian

Bagian

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS

8-18

Jenis/Jumlah:
a) Traffic engineer
b) system analyst
Kualifikasi:
a) pendidikan: sarjana teknik
sipil/ planologi/industri yang
memahami manajemen
lalulintas
b) pelatihan: pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi
c) pengalaman: minimal 3
tahun dalam manajemen
lalulintas

Kebutuhan Dana
b) Dana pendidikan
dan pelatihan
c) Dana persediaan
suku cadang minor
d) Dana penggantian
suku cadang major/
besar

a) Dana operasional
b) Dana pendidikan
dan pelatihan
c) Dana pelaksanaan
survey lalulintas dan
survery persepsi

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 9
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi ini akan disampaikan mengenai


kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan hasil evaluasi penerapan ATCS di
wilayah studi dari sisi lalu lintas, teknologi, kelembagaan dan pendanannya.
Selain itu pada bab ini disampaikan juga beberapa rekomendasi mengenai
alternatif penanganannya
9.1

Kesimpulan

TP

Secara garis besar dari hasil kajian evaluasi penerapan ATCS di DKI Jakarta,
Bandung dan Surabaya ini diperoleh kesimpulan bahwa secara typical ATCS di
ketiga kota tersebut memiliki permasalahan yang sama yang meliputi:
1. Teknologi: fungsi ATCS tidak optimal lagi akibat kerusakan dan/atau

BS

kondisi komponen yang sudah tua dan aplikasi yang sudah ketinggalan
jaman,
2. Kelembagaan: fungsi-fungsi pengelolaan ATCS (organisasi, operasional,

pemeliharaan, dan evaluasi) tidak berjalan sebagaimana mestinya yang


menyebabkan degradasi sistem dan tidak optimalnya pemanfataan sistem,

IT
.

3. Pendanaan: support dana tidak tetap/kontinu dan jumlahnya kurang

memadai untuk melaksanakan semua fungsi O & M ATCS,


4. Kinerja lalu lintas: secara umum ada perbaikan kinerja jika fungsi ATCS

9.2

dioptimalkan lagi
Rekomendasi

Berdasarkan hasil evaluasi permasalahan dari berbagai sudut pandang yang


meliputi dari sisi lalu lintas, teknologi, pendanaan dan kelembagaan ATCS
diperoleh beberapa rekomendasi yang meliputi:
1. Tindak lanjut di 3 kota (DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya) yang terdiri
dari:
-

Arahan pengembangan meliputi 3 grand-strategy: refunctioningupgrade & migration-toward part of ITS

Hal pertama yang harus dilakukan adanya reoperasi/refurbishment subsistem Control Center (+ Software) dan jaringan komunikasi agar
refunctioning-system dapat dilaksanakan

Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi

9-1

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2. Perlu standarisasi dan pedoman dalam pengembangan ATCS di Indonesia


yang diantaranya adalah sebagai berikut:
Standarisasi kinerja sistem ATCS

Standarisasi kompetensi SDM pengelola ATCS

Sistem organisasi dan tata kerja lembaga pengelola ATCS

Standarisasi biaya investasi dan pemeliharaan ATCS

Pedoman penyelenggaraan ATCS

IT
.

BS

TP

Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi

9-2

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang ......................................................................... 1-1

1.2

Maksud dan Tujuan .................................................................. 1-2

1.3

Lingkup Kegiatan ..................................................................... 1-2

1.4

Keluaran/Hasil yang Diharapkan ............................................. 1-2

2.1

TP

BAB 2 KAJIAN LITERATUR DAN PERUNDANGAN


Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur
dan Perundang undangan ....................................................... 2-1
Area Traffic Control System (ATCS)........................... 2-1

2.1.2

Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) .......... 2-1

BS

2.1.1
2.2

Ketentuan Mengenai Kelengkapan Jalan ................................. 2-1

2.3

Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas ............. 2-2


2.3.1 Perencanaan Lalu Lintas .............................................. 2-2
Pengaturan Lalu Lintas ................................................ 2-6

2.3.3

Rekayasa Lalu Lintas ................................................... 2-6

2.3.4

Pengendalian Lalu Lintas ............................................. 2-7

2.3.5

Pengawasan Lalu Lintas ............................................... 2-7

IT
.

2.3.2

2.4

Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ............................................. 2-7

2.4.1

Jenis, Fungsi dan Bentuk Alat Pemberi Isyarat


Lalu Lintas ................................................................... 2-7

2.5

Daftar Isi

2.4.2

Kekuatan Hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas .... 2-9

2.4.3

Penyelenggaraan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ..... 2-9

2.4.4

Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ............. 2-10

PerkembanganTeknologi ATCS .............................................. 2-10


2.5.1

Sydney Coordinated Area Traffic System .................... 2-11

2.5.2

Split Cycle Offset Optimization Technique ............... 2-12

2.5.3

FAST TRAC ................................................................ 2-13

2.5.4

Inteligent Transport System (ITS) .............................. 2-13

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI


3.1

Pemahaman Terhadap Latar Belakang Studi ........................... 3-1

3.2

Pemahaman Terhadap Instrumental Input ............................... 3-1

3.3

Pemahamam Terhadap Faktor Pengaruh Lingkungan


Strategis .................................................................................... 3-2

3.4

Pemahaman Terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan ................... 3-2

3.5

Alur Pikir Pekerjaan ................................................................. 3-4

3.6

Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS......................................... 3-6

3.7

Konteks Evaluasi Penerapan ATCS ......................................... 3-6

3.8

Konfigurasi ATCS ................................................................... 3-7

3.9

Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS .................................... 3-9

TP

3.10 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS ................................. 3-11


3.11 Pendekatan Analisis Lalu Lintas .............................................. 3-12
3.12 Kajian Pengembangan Sistem .................................................. 3-13

BS

3.12.1 Komponen ATCS ......................................................... 3-13


3.12.2 Kaidah Pengembangan Sistem .................................... 3-14
3.13 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan ................................... 3-15
3.14 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)...... 3-16

IT
.

3.15 Metoda Pendekatan Analisis .................................................... 3-18


3.15.1 Metode Pengumpulan Data .......................................... 3-18
3.15.2 Metode Pelaksanaan Survey ........................................ 3-18

3.15.3 Metode Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal ...... 3-19


3.15.4 Traffic Network Study Tools (TRANSYT) .................. 3-24

BAB 4 EVALUASI DAN PENERAPAN ATCS DI PROVINSI


DKI JAKARTA
4.1

Deskripsi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ............... 4-1


4.1.1

Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS


di Provinsi DKI Jakarta ................................................ 4-1

4.1.2

Struktur Organisasi Pengelola ATCS


di Provinsi DKI Jakarta ................................................ 4-11

4.1.3
4.2

Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ................ 4-13


4.2.1

Daftar Isi

Sumber Pendanaan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ..... 4-11


Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi .......... 4-13

ii

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.2

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan ....... 4-20

4.2.3

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas ......... 4-23


4.2.3.1

Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil


Optimasi Dengan MKJI ................................ 4-23

4.2.3.2

Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil


Optimasi Dengan Transyt ............................. 4-28

BAB 5 EVALUASI DAN PENERAPAN ATCS DI KOTA BANDUNG


5.1

Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Bandung ......................... 5-1


5.1.1

Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS


di Kota Bandung .......................................................... 5-1
Struktur Organisasi Pengelola ATCS

TP

5.1.2

di Kota Bandung ......................................................... 5-7


5.1.3

Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung ........................... 5-9

BS

5.2

Sumber Pendanaan ATCS di Kota Bandung ............... 5-7

5.2.1

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi .......... 5-9

5.2.2

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan ....... 5-16

5.2.3

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas ......... 5-19


Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil

IT
.

5.2.3.1

Optimasi Dengan MKJI ................................ 5-19

5.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil

Optimasi Dengan Transyt ............................. 5-24

BAB 6 EVALUASI DAN PENERAPAN ATCS DI KOTA SURABAYA


6.1

Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Surabaya ......................... 6-1


6.1.1

Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS


di Kota Surabaya .......................................................... 6-1

6.1.2

Struktur Organisasi Pengelola ATCS


di Kota Surabaya ......................................................... 6-11

6.1.3
6.2

Daftar Isi

Sumber Pendanaan ATCS di Kota Surabaya ............... 6-12

Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya .......................... 6-14


6.2.1

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi .......... 6-14

6.2.2

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan ....... 6-21

6.2.3

Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas ......... 6-24

iii

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.3.1

Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil


Optimasi Dengan MKJI ................................ 6-24

6.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil


Optimasi Dengan Transyt ............................. 6-28
BAB 7 ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS
7.1

Road Map Permasalahan .......................................................... 7-1

7.2

Harapan Dari Masyarkat/Stakeholders Terkait Terhadap


Penerapan ATCS Indonesia ..................................................... 7-3
Kebutuhan Optimalisasi Pemanfaatan ATCS .......................... 7-5

7.4

Skema Alternatif Pendanaan dan Komersialisasi ATCS ......... 7-6

7.5

Arahan Pengembangan ATCS ................................................. 7-8


Kondisi Saat Ini (Eksisting) ......................................... 7-8

7.5.2

Persoalan/Permasalahan Mendatang ............................ 7-9

7.5.3

Action Plan ................................................................... 7-11

BS

7.5.1

7.5.3.1

Refunctioning ................................................ 7-12

7.5.3.2

Up Grade and Migration .............................. 7-13

7.5.3.3

Toward to ITS................................................ 7-14

Tahapan Pengembangan........................................................... 7-14

IT
.

7.6

TP

7.3

BAB 8 PEDOMAN PENYELENGGARAAN ATCS


Ruang Lingkup ......................................................................... 8-1

8.1
8.2

Acuan Normatif........................................................................ 8-1

8.3

Istilah dan Definisi ................................................................... 8-2

8.4

Umum....................................................................................... 8-3
8.4.1

Deskripsi Umum Sistem APILL Terkoordinasi ........... 8-3


8.4.1.1

Prinsip Kerja APILL Terkoordinasi ............. 8-3

8.4.1.2

Sub Sistem atau Bagian Utama dari Sistem


APILL Terkoordinasi .................................... 8-4

8.4.1.3

Maksud, Tujuan dan Manfaat Penerapan


Sistem APILL Terkoordinasi ........................ 8-6

8.4.1.4

Kategori Sistem Pengaturan Pada Sistem


APILL Terkoordinasi .................................... 8-6

Daftar Isi

iv

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.4.2

Kriteria Umum Penerapan Sistem APILL


Terkoordinasi di Suatu Area ........................................ 8-8

8.5

Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi ...... 8-8

8.6

Spesifikasi Sistem APILL Terkoordinasi ................................ 8-9

8.7

Kelembagaan Dalam Penyelenggaraan Sistem APILL


Terkoordinasi ........................................................................... 8-16

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


9.1

Kesimpulan .............................................................................. 9-1

9.2

Rekomendasi ............................................................................ 9-1

IT
.

BS

TP

LAMPIRAN

Daftar Isi

LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan Laporan Akhir dari kegiatan studi Evaluasi Penerapan
Area Traffic Control System (ATCS) Di DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya. Secara umum Laporan Akhir ini memuat :
BAB 1 PENDAHULUAN yang berisi mengenai latar belakang, maksud
dan tujuan, lingkup dan kegiatan serta keluaran/hasil yang diharapkan
yang diambil berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK),

BAB 2 KAJIAN LITERATUR DAN PERUNDANG-UNDANGAN


yang berisi mengenai teori teori literatur dan perundang undangan
yang terkait dengan studi penerapan ATCS,

BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI yang berisi mengenai


pemahaman dan metoda - metoda yang digunakan yang meliputi metode
pelaksanaan kerja dan metode pendekatan yang digunakan untuk
pengumpulan data, survey dan analisis sehingga diperoleh hasil yang
sesuai dengan yang diharapkan dalam studi ini,

BAB 4, 5 DAN 6 MENGENAI EVALUASI PENERAPAN ATCS DI


PROVINSI DKI JAKARTA, BANDUNG DAN SURABAYA yang
berisi mengenai hasil evaluasi kondisi teknologi dan pengelolaan ATCS
yang ada saat ini di ketiga kota tersebut beserta rekomendasi alternatif
penanganannya

BAB 7 ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS yang berisi mengenai


arahan pengembangan ATCS untuk ketiga lokasi studi yang meliputi
aspek teknologi dan pengelolaanya beserta kegiatan program-programnya
dimulai dari jangka waktu pendek, menengah dan jangka panjang

BAB 8 PEDOMAN PENYELENGGARAAN ATCS yang berisi


mengenai ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, umum,
tahapan penyelenggaraan sistem APILL terkoordinasi, dan spesifikasi
APILL terkoordinasi.

IT
.

BS

TP

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI yang merupakan


kesimpulan hasil evaluasi penerapan ATCS di wilayah studi dari sisi lalu
lintas, teknologi dan pengelolaanya yang disertai dengan beberapa
rekomendasi mengenai alternatif penanganannya

Kami berharap Laporan Akhir Evaluasi Penerapan Area Traffic Control


System (ATCS) di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya ini telah memuat
semua materi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan di Kerangka Acuan
Kerja. Namun demikian, saran-saran untuk penyempurnaan laporan ini sangat
kami harapkan, sehingga dapat menjadi bahan masukan yang berarti bagi studi ini.
Team Leader

You might also like