You are on page 1of 7

PREVALENSI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN DI INDONESIA

DAN BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


(RISET KESEHATAN DASAR 2007)
Anna Maria Sirait1

ABSTRACT
Background: Hypertension in pregnant is one of three main causes of maternal morbidity and mortality among
pregnant women in Indonesia. The purpose of this study is to obtain the prevalence of hypertension and associated
factors in pregnant women in Indonesia. Methods: This is a cross sectional study within 33 provinces and 440 districts
in Indonesia. Sample was selected using probability proportional to size (PPS). The respondents were pregnant women
aged 1554 years. Total sample size was 8,341. Results: There were 12.7% (1062) respondents with hypertension. The
highest percentage of hypertension was found in South Sumatra Province (18.0%) and not found pregnant women in the
South Sulawesi. Hypertension was found among pregnant women aged less than 18 years and those aged more than 35
years, i.e.: 24.3%, with OR of 2.85 (95% CI:2.473.28). This study concludes that hypertension in pregnant mother was
associated with age, education and area.
Key words: hypertension, pregnancy, and prevalence
ABSTRAK
Hipertensi pada kehamilan merupakan satu di antara tiga penyebab kematian dan kesakitan ibu bersalin. Tujuan tulisan
ini adalah untuk mendapatkan prevalensi hipertensi pada ibu hamil di Indonesia dan berbagai faktor yang berhubungan.
Desain penelitian adalah potong lintang dan berasal dari 440 kabupaten dan 33 provinsi di Indonesia yang diambil secara
probability proportional to size (PPS). Sampel adalah ibu hamil yang berusia antara 1554 tahun. Jumlah responden
sebanyak 8341 orang. Ditemukan ibu hamil dengan hipertensi 12,7% (1062 orang). Dari jumlah kasus ini diperoleh paling
banyak di Provinsi Sumatera Selatan (18,0%). Sedang di Provinsi Sulawesi Tengah tidak diperoleh adanya ibu hamil.
Persentase hipertensi pada kelompok umur < 18 dan > 35 tahun (kelompok usia risiko tinggi terjadinya eklamsia) sebesar
24,3% dengan OR 2,85 (95% CI : 2,473,28). Dapat disimpulkan bahwa prevalensi hipertensi pada ibu hamil sebesar 12,7%.
Terdapat hubungan antara kelompok umur, tingkat pendidikan dan status wilayah dengan hipertensi pada ibu hamil.
Kata kunci: hipertensi, kehamilan, prevalensi
Naskah Masuk: 1 Januari 2012, Review 1: 7 Januari 2012, Review 2: 7 Januari 2012, Naskah layak terbit: 14 Januari 2012

PENDAHULUAN
Kehamilan adalah suatu hal yang dinantikan oleh
setiap pasangan yang telah menikah. Namun tidak
semua kehamilan dapat berjalan dengan lancar.
Terdapat beberapa penyulit yang terjadi selama
kehamilan sehingga dapat mengancam jiwa ibu
maupun janin. Salah satu komplikasi yang sering
terjadi adalah hipertensi pada kehamilan. Penyakit ini
menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang

tinggi, sehingga merupakan masalah kesehatan pada


masyarakat. (Chen XK, et al., 2006).
Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik
140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik
90 mmHg (JAMA 2003) atau berdasarkan riwayat
hipertensi sewaktu periksa kehamilan ke petugas
kesehatan.
Hipertensi merupakan salah satu masalah
kesehatan yang sering muncul selama kehamilan dan
dapat menimbulkan komplikasi pada 23% kehamilan.

Pusat Teknologi dan Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jl Percetakan Negara 29 Jakarta
Alamat korespondensi: annamaria@litbang-depkes.go.id

103

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 15 No. 2 April 2012: 103109

(http://www.permatacibubur.com). Kejadian hipertensi


pada kehamilan sekitar 515%, dan merupakan
satu di antara 3 penyebab mortalitas dan morbiditas
ibu bersalin di samping infeksi dan perdarahan.
(Yudasmara, 2010).
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
hipertensi pada kehamilan antara lain: kekurangan
cairan plasma akibat gangguan pembuluh darah,
gangguan ginjal, gangguan hematologis, gangguan
kardiovaskular, gangguan hati, gangguan pernafasan,
sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes,
low platelet count), serta gangguan pada janin
seperti pertumbuhan terhambat, prematuritas hingga
kematian dalam rahim. Hipertensi pada kehamilan juga
dapat berlanjut menjadi preeklamsia dan eklamsia
yang dapat menyebabkan kematian pada ibu maupun
janin. (Yudasmara, 2010).
Satu dari 8 butir tujuan pembangunan millenium
(millenium development goals, MDGs) adalah
meningkatkan kesehatan ibu. Dengan demikian
tampak dengan jelas bahwa peningkatan kesehatan
ibu telah menjadi salah satu komitmen negara-negara
di dunia. Salah satu indikator untuk menggambarkan
tingkat kesehatan ibu adalah angka kematian ibu
(AKI). Kematian ibu adalah kematian perempuan
selama masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah
persalinan, terlepas dari lama dan letak kehamilan,
dari setiap penyebab yang berhubungan dengan
atau diperburuk oleh kehamilan atau penanganannya
tetapi bukan karena kecelakaan. (WHO-SEARO; 1998).
Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator
kesuksesan pembangunan suatu negara karena
peningkatan kualitas hidup perempuan merupakan
salah satu syarat pembangunan sumber daya
manusia. Tingginya AKI mengindikasikan masih
rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk dan
secara tidak langsung mencerminkan kegagalan
pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi risiko
kematian ibu dan anak.
Di Indonesia, AKI masih cukup tinggi. Analisis hasil
survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI)
1997 menunjukkan AKI sebanyak 334 kematian per
100.000 kelahiran. Angka ini menurun menjadi 307
per 100.000 kelahiran pada tahun 2003 dan menjadi
228 kematian per 100.000 kelahiran pada tahun 2007.
Target AKI untuk tahun 2010 adalah 125 kematian
per 100.000 kelahiran. (Survei Demografi, 2007 ).
Angka kematian ibu di Indonesia jauh lebih tinggi
dibandingkan AKI negara Asia Tenggara lainnya.
104

Di Singapura, AKI hanya 6 per 100.000 kelahiran,


Malaysia 39 per 100.000 kelahiran, Thailand 44
per 100.000 kelahiran dan Filipina 170 per 100.000
kelahiran. (http://www.bkbn.go.id)
Yang paling ditakutkan dari hipertensi pada
kehamilan adalah preeklamsia dan eklamsia
atau keracunan pada kehamilan yang sangat
membahayakan ibu maupun janinnya (http:abidinblog.
blogspot.com). Preeklamsia adalah peningkatan
tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan
mencapai 20 minggu, disertai penambahan berat
badan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan
ditemukannya protein dalam urine. Eklamsia adalah
preeklamsia yang disertai dengan kejang atau koma.
(Yudasmara, 2010). Berdasarkan beberapa penelitian,
preeklamsia menjadi penyebab terbesar nomor dua
pada kasus keguguran atau kematian janin.
Preeklamsia terjadi pada kurang lebih 5% dari
semua kehamilan, 10% pada kehamilan anak pertama
dan 2025% pada perempuan hamil dengan riwayat
hipertensi sebelum hamil. Pada janin, preeklamsia bisa
menyebabkan berat badan lahir rendah, keguguran
dan lahir prematur (Gibson, 1998). Sedangkan yang
menjadi eklamsia sekitar 0,050,20% (Sibai BM,
1981). Setiap tahun sebanyak 250 ribu ibu hamil di
Amerika menderita hipertensi atau 510%. (Gutsche
BB, 1979, Lindheimer MD, 1985).
Faktor risiko ibu untuk terjadinya preeklamsia
antara lain kehamilan pertama, usia kurang dari 18
tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat preeklamsia
pada kehamilan sebelumnya, riwayat keluarga dengan
preeklamsia, obesitas atau kegemukan, dan jarak
antarkehamilan kurang dari 2 tahun atau lebih dari
10 tahun. (http://www.permatacibubur.com.)
Di RS Cipto Mangunkusumo, kematian ibu akibat
preeklamsia atau eklamsia pada tahun 19901992
tercatat sebesar 61,1% dari seluruh kematian ibu
(Wisnuwardhan, 1993).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dianalisis
berapa jumlah kasus yang hipertensi pada ibu hamil
di Indonesia.
METODE
Penelitian ini adalah analisis lanjut riset kesehatan
dasar (Riskesdas) 2007. Desain Riskesdas 2007
adalah survei, metode penghitungan dan cara
penarikan sampel yang serupa dengan survei
kesehatan nasional (Susenas) 2007, yaitu two stage

Prevalensi Hipertensi pada Kehamilan di Indonesia (Anna Maria Sirait)

sampling. Populasi adalah seluruh rumah tangga


di Indonesia. Sampel Riskesdas 2007 berasal dari
440 kabupaten/kota yang tersebar di 33 provinsi di
Indonesia dan diambil secara probability proportional
to size (PPS) (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Sampel dalam analisis ini adalah perempuan yang
berusia 1554 tahun, sudah menikah dan sedang
hamil. Alasan diambil umur 1554 tahun karena
pengukuran tekanan darah dimulai dari umur
15 tahun atau lebih. Pada kuesioner Riskesdas
terdapat pertanyaan apakah sekarang sedang hamil.
Hamil dalam studi ini hanya berdasarkan observasi
dan pengakuan dari responden dan tidak dilakukan
pemeriksaan kehamilan.
Pengukuran tekanan darah dilakukan sebanyak
2 kali menggunakan tensi meter digital (omron) dengan
interval 35 menit. Apabila terdapat perbedaan
pada pengukuran pertama dan kedua 10% maka
dilakukan pengukuran ketiga. Dari hasil pengukuran
tersebut diambil angka rata-rata untuk tekanan darah
sistolik dan diastolik.
Umur dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
< 18 dan > 35 tahun (kelompok umur risiko tinggi
terjadinya eklamsia) dan kelompok umur 1835
tahun. Pendidikan dibagi menjadi tiga kelompok.
Pendidikan rendah jika responden tidak pernah
sekolah hingga tamat SLTP (wajib belajar pemerintah
sampai SLTP), pendidikan menengah jika tamat SLTA,
dan pendidikan tinggi jika tamat perguruan tinggi.
Pekerjaan dikelompokkan menjadi tidak bekerja
(termasuk ibu rumah tangga), pegawai, buruh/tani dan
lainnya. Klasifikasi status ekonomi diperoleh dari data
Susenas dan variabel ini telah dihitung oleh badan
pusat statistik (BPS) serta dikelompokkan menjadi
kuintil 1 hingga kuintil 5. Namun untuk keperluan studi
ini status ekonomi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kuintil 1 dan 2 adalah miskin, sedangkan kuintil 3, 4
dan 5 tidak miskin.
Data dianalisis menggunakan program komputer.
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi
frekuensi dan besaran proporsi dari masing-masing
variabel. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan variabel dependen dengan independen
tanpa mengontrol variabel perancu (confounding
variable). Analisis multivariat (regresi logistik)
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen secara bersamasama dengan mengontrol variabel perancu. Variabel
yang diikutkan dalam regresi logistik adalah variabel

yang mempunyai nilai p < 0,25 pada analisis bivariat,


kemudian dilakukan imultiplikasi masing-masing
variabel untuk melihat adanya interaksi. Jika tidak
terjadi interaksi dilanjutkan dengan pemeriksaan
variabel perancu.
HASIL
Ditemukan sebanyak 8.341 kasus (1,51%) ibu hamil
dari semua sampel perempuan yang berusia 1554
tahun. Didapatkan prevalensi hipertensi pada ibu
hamil sebesar 1.062 kasus (12,7%). Dari 1062 kasus
ibu hamil dengan hipertensi, ditemukan 125 kasus
(11,8%) yang pernah didiagnosis menderita hipertensi
oleh petugas kesehatan.
Tabel 1 menunjukkan sebaran hipertensi di
32 provinsi di Indonesia. Persentase ibu hamil dengan
hipertensi terbanyak terdapat di Provinsi Sumatera
Selatan (18,0%), sedangkan persentase terendah
ditemukan di Provinsi Papua Barat (4,9%). Tidak
ditemukan adanya kehamilan di Provinsi Sulawesi
Tengah.
Rerata umur responden adalah 28,6 ( 7,5) tahun.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa persentase ibu hamil
dengan hipertensi pada umur < 18 dan > 35 tahun
(kelompok umur risiko tinggi terjadinya eklamsia)
sebesar 24,3%, lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok umur 1835 tahun (9,8%). Apabila kelompok
umur risiko tinggi ini dibagi lagi maka ibu hamil dengan
hipertensi pada umur > 35 tahun (36,6%) jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan umur < 18 tahun (3,7%).
Responden lebih banyak berdomisili di pedesaan
(5239 orang). Persentase ibu hamil dengan hipertensi
juga lebih tinggi di daerah pedesaan (15,0%).
Dari tingkat pendidikan, ditemukan pendidikan
responden mulai dari yang tidak pernah sekolah 3,5%
sampai tamat perguruan tinggi hanya 0,08%. Sebagian
besar responden memiliki tingkat pendidikan rendah
66,5%. Hipertensi lebih banyak ditemukan pada ibu
hamil yang berpendidikan rendah (14,5%).
Ditemukan 63,3% responden yang tidak bekerja
(termasuk ibu rumah tangga), buruh/tani 16,5%
sedang pegawai 15,2%. Persentase ibu hamil dengan
hipertensi terbesar pada buruh/tani (16,8%) sedang
pada yang tidak bekerja dan pegawai hampir sama.
Dari status sosial-ekonomi responden, diperoleh
jumlah responden miskin lebih sedikit dibandingkan
dengan yang tidak miskin. Namun persentase ibu
hamil dengan hipertensi lebih banyak pada responden
105

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 15 No. 2 April 2012: 103109

Tabel 1. Sebaran Ibu Hamil dengan Hipertensi di Indonesia Menurut Provinsi


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.

Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam (NAD)
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Nasional

ya
Frek
65
68
26
34
32
47
16
26
19
12
15
74
51
4
161
14
14
20
34
30
31
29
26
10
0
95
34
9
16
8
13
9
20
1062

miskin (13,4%) dibandingkan dengan yang tidak


miskin (12,0%).
Tabel 3 menunjukkan bahwa risiko ibu hamil
dengan hipertensi pada kelompok umur < 18 tahun
dan > 35 tahun hampir 3 kali lebih besar dibandingkan
dengan kelompok umur 1835 tahun. Risiko hipertensi
pada mereka yang bermukim di pedesaan lebih
besar 1,6 kali dibandingkan dengan yang bermukim
di daerah perkotaan. Risiko hipertensi pada ibu
hamil yang berpendidikan rendah 1,7 kali lebih besar
106

%
14,8
11,9
6,0
13,8
12,8
18,0
13,8
12,1
12,0
12,7
11,3
12,6
7,5
5,3
17,8
9,6
7,8
10,4
12,1
17,4
12,2
11,5
11,2
11,5
0,0
16,5
13,8
9,1
16,0
7,7
11,2
4,9
8,8
12,7

Hipertensi
tidak
frek
381
467
361
179
219
238
105
170
123
94
124
487
593
50
783
117
159
187
294
165
191
199
196
80
0
468
227
62
75
93
91
107
194
7279

%
85,2
88,1
94,0
86,2
87,2
82,0
86,2
87,9
88,0
87,3
88,7
87,4
92,5
94,7
82,2
90,4
92,2
89,6
87,9
82,6
87,8
88,5
88,8
88.5
0,0
83,5
86,2
90,9
84,0
92,3
88,8
95,1
91,2
87,4

Jumlah
446
535
387
213
251
285
121
196
142
106
139
561
644
54
944
131
173
207
328
195
222
228
224
90
0
563
261
71
91
101
104
116
214
8341

dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi,


sedangkan pendidikan menengah tidak bermakna.
Dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja, maka
hanya yang bekerja sebagai buruh/tani mempunyai
risiko 1,5 kali lebih besar, sedangkan mereka yang
bekerja sebagai pegawai dan lainnya tidak bermakna.
Dari segi sosial ekonomi tidak didapatkan hubungan
yang bermakna dengan prevalensi hipertensi pada
ibu hamil.

Prevalensi Hipertensi pada Kehamilan di Indonesia (Anna Maria Sirait)

Tabel 2. Persentase Hipertensi pada Ibu Hamil Menurut Karakteristik Responden


Hipertensi
No.
1.

2.

3.

4.

5.

Karakteristik responden

ya

tidak

Jumlah

frek

frek

Kelompok Umur (tahun)


< 18 dan > 35
1835

406
656

24,3
9,8

1262
6017

75,7
90,2

1668
6673

Status Wilayah
perkotaan
perdesaan

297
765

9,5
15,0

2805
4474

90,5
85,0

3102
5239

Tingkat pendidikan
tinggi
menengah
rendah

60
198
804

8,9
8,4
14,5

587
1951
4741

91,1
91,6
85,5

647
2149
5545

Pekerjaan
tidak bekerja
pegawai
buruh/tani
lain-lain

627
140
232
63

11,9
11,1
16,8
15,2

4655
1126
1146
352

88,1
88,9
83,2
84,8

5282
1266
1378
415

Sosial ekonomi (n = 8300)


tidak miskin
miskin

611
446

12,0
13,4

4415
2828

88,0
86,6

5026
3274

Tabel 3. Analisis Bivariat antara Karakteristik


Responden dengan Hipertensi pada Ibu
Hamil
No.
Variabel
1. Kelompok Umur
(tahun)
< 18 dan > 35
1835
2. Status Wilayah
perkotaan
perdesaan
3. Tingkat pendidikan
tinggi
menengah
rendah
4. Pekerjaan
tidak bekerja
pegawai
buruh/tani
lain-lain
5. Sosial ekonomi
(n = 8300)
tidak miskin
miskin

OR

95% CI

2,95
1

2,57; 3,387
Referens

0,001

1
1,62

Referens
1,40; 1,86

0,001

1
0,99
1,66

Referens
0,73; 1,34
1,26; 2,19

0,001

1
0,92
1,50
1,33

Referens
0,76; 1,21
1,28; 1,77
1,00; 1,76

0,001
0,047
0,026
0,425

1
1,14

Referens
1,00; 1,3

0,050

Tabel 4 menunjukkan analisis multivariat, terlebih


dahulu ditentukan variabel kandidat yang diikutsertakan
dengan mempertimbangkan kemaknaan secara
substansi dan statistik dengan nilai p < 0,25 pada
analisis bivariat. Variabel yang masuk ke dalam
analisis multivariat yaitu umur, status wilayah, tingkat
pendidikan, pekerjaan dan status ekonomi. Setelah
dilakukan pemeriksaan interaksi dan pengendalian
variabel perancu, maka pada analisis akhir variabel
yang ditemukan adalah kelompok umur, tingkat
pendidikan dan status wilayah.
Risiko hipertensi pada ibu hamil di kelompok
umur < 18 dan > 35 tahun sebesar 2,85 kali lebih
besar dibanding dengan kelompok umur 1835 tahun.
Hanya pendidikan rendah yang mempunyai hubungan
dengan hipertensi pada ibu hamil. Ditemukan risiko
hipertensi pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan
rendah sebesar 1,43 kali lebih besar dibandingkan
dengan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Risiko
hipertensi pada ibu hamil yang tinggal di pedesaan
1,59 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
bermukim di daerah perkotaan.

107

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 15 No. 2 April 2012: 103109

Tabel 4. Analisis Multivariat antara Hipertensi pada Ibu


Hamil dengan Karakteristik Responden
Variabel

OR

95% CI

Umur
< 18 dan > 35
1835

2,85
1

2,473,28
Referens

0,0001

Tingkat pendidikan
tinggi
menengah
rendah

1
1,02
1,43

Referens
0,741,40
1,061,91

0,001
0,905
0,018

Status Wilayah
perkotaan
perdesaan

1
1,59

Referens
1,371,86

0,001

PEMBAHASAN
Dari semua responden ditemukan sebanyak
1.062 orang yang mengalami hipertensi (12,6%).
Yudasmara3 mengatakan kejadian hipertensi dalam
kehamilan di Indonesia berkisar antara 515%. Hasil
penelitian ini sedikit lebih rendah dari penelitian
Chaims (http://www.scielo.br/scielo-php?pid), yang
menemukan 778 kasus hipertensi pada kehamilan
(13,9%) dari 5602 ibu hamil di Sao Paulo, Brazil.
Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa ibu hamil
yang telah mengetahui bahwa dirinya mengalami
hipertensi hanya 11,8%. Ibu hamil yang menderita
hipertensi sebelum hamil memiliki kemungkinan
komplikasi pada kehamilannya lebih besar
dibandingkan dengan ibu hamil yang menderita
hipertensi ketika sudah hamil. Hasil penelitian ini
menunjukkan rendahnya kesadaran ibu hamil dalam
memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan.
Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan
mengenai tujuan pemeriksaan kehamilan, kurangnya
peranan institusi (puskesmas) dalam mempromosikan
pelayanan antenatal, kurangnya dukungan masyarakat
(suami, orang tua, dll) atau kurangnya kualitas
pelayanan antenatal. Arifin dkk. menemukan bahwa
pengetahuan ibu hamil, suami, ibu nifas dan orang
tua terhadap pemeriksaan kehamilan, perawatan
kehamilan dan tanda bahaya kehamilan sangat
rendah. Kementerian kesehatan menganjurkan ibu
hamil memeriksakan kehamilannya minimal satu kali
pada trimester I, satu kali pada trimester II dan dua
kali pada trimester III.
Ibu hamil dengan hipertensi paling banyak terdapat
di Provinsi Sumatera Selatan (18,0%), jauh lebih tinggi
dari angka rata-rata hipertensi pada ibu hamil secara
108

keseluruhan (12,6%). Perlu dilakukan penelitian lebih


lanjut untuk mengetahui penyebabnya. Umur ibu hamil
< 18 tahun dan > 35 tahun adalah umur dengan risiko
tinggi terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Sebanyak
24,3% ibu hamil di kelompok umur ini menderita
hipertensi. Hasil analisis multivariat memperlihatkan
bahwa risiko terjadinya hipertensi pada ibu hamil
dengan umur < 18 tahun dan > 35 tahun 2,85 kali lebih
besar (95% CI: 2,473,28) dibandingkan dengan yang
berumur 1835 tahun. Undang-undang perkawinan di
Indonesia menyatakan 17 tahun sebagai umur minimal
perempuan menikah. Usia ini masih berada dalam
rentang usia risiko tinggi. Para ahli menyatakan bahwa
wanita yang menikah pada usia muda (< 20 tahun)
fungsi organ-organ reproduksinya belum maksimal,
sehingga mudah timbul komplikasi. Dianjurkan agar
ibu yang hamil pada umur 35 tahun atau lebih harus
lebih rajin memeriksakan kehamilannya ke petugas
kesehatan, karena pada umumnya usia 35 tahun atau
lebih fungsi organ reproduksi sudah mulai menurun.
Persentase hipertensi pada ibu hamil di pedesaan
lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perkotaan.
Pada analisis multavariat, risiko hipertensi pada ibu
hamil yang berada di daerah pedesaan 1,59 lebih
besar (95% CI: 1,371,86) dibandingkan dengan di
daerah perkotaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh
tingkat pengetahuan maupun pekerjaan ibu hamil
dikedua lokasi tersebut berbeda. Ibu hamil di perkotaan
umumnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi, lebih memiliki kemudahan untuk mengakses
informasi dan lebih mudah untuk menjangkau fasilitas
kesehatan dibandingkan dengan ibu hamil yang
bermukim di daerah pedesaan.
Pendidikan ibu hamil secara umum masih sangat
rendah. Pendidikan SLTP ke bawah sebanyak 66,5%,
3,5% di antaranya tidak pernah sekolah dan 11,5%
tidak tamat SD. Keadaan ini mencerminkan bahwa
pendidikan perempuan pada umumnya di negara
kita masih rendah. Jumlah kasus hipertensi pada
ibu hamil yang berpendidikan rendah adalah 14,5%.
Pada mereka ditemukan yang tidak bekerja sebanyak
59,4% dan buruh/tani 26,3%. Persentase ibu hamil
yang tinggal di desa dan berpendidikan rendah
sebanyak 56,1%. Dari sini tampak bahwa ibu hamil
dengan hipertensi memiliki pengetahuan yang kurang
mengenai perawatan antenatal. Jadi kemungkinan ibuibu ini jarang/tidak melakukan pemeriksaan kehamilan.
Prevalensi hipertensi pada ibu hamil dengan status

Prevalensi Hipertensi pada Kehamilan di Indonesia (Anna Maria Sirait)

sosial ekonomi rendah lebih besar dibandingkan


dengan yang tidak miskin. Keadaan ini mungkin
berhubungan dengan asupan makanan. Umumnya
pada kelompok yang kurang mampu asupan garam
dalam makanannya lebih tinggi dibandingkan dengan
yang mampu. Padahal konsumsi garam berkorelasi
dengan peningkatan tekanan darah. Selain itu di
pedesaan masih banyak ditemukan ibu-ibu yang
selalu mengutamakan makanan untuk suami dan
anak-anaknya, sehingga ibu, hanya mendapatkan sisa
lauk. Apabila makanan sampai habis oleh keluarga
berarti ibu makan apa adanya atau bila lauknya
habis maka ibu sering menambahkan garam pada
makanannya untuk menambah selera makannya.
KESIMPULAN
Ditemukan responden yang hamil sebanyak 8.341
orang dan yang hipertensi sebanyak 1.062 orang
(12,7%). Dari 1062 ditemukan sekitar 125 orang
yang hipertensi sebelum hamil (11,8%) dari hasil
wawancara. Prevalensi hipertensi pada ibu hamil
tertinggi terdapat di Prov. Sumatera Selatan (18,0%)
dan tidak ditemukan ibu hamil di Provinsi Sulawesi
Tengah. Diperoleh ada hubungan antara usia,
pendidikan serta wilayah tempat tinggal dengan
peningkatan hipertensi pada ibu hamil.
Penyakit hipertensi dalam kehamilan harus
dihadapi bersama-sama, tidak hanya tenaga
kesehatan saja, tetapi pasien, suami, orang tua dan
keluarga yang lainnya. Penyakit ini adalah penyakit
yang serius dan harus ditangani dengan baik agar
kehamilan dapat berjalan dengan baik dengan ibu
selamat dan janin sehat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Kepala Badan Litbangkes atas diadakannya
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Di samping
itu ucapan terima kasih ini ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota
seluruh Indonesia dan kepada berbagai pihak yang
telah membantu atas terselenggaranya penelitian
ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua responden pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Angka kematian ibu belum ditangani serius. Diunduh pada
tanggal 24 Maret 2010, Jakarta. http://www.bkbn.
go.id.
Arifin A, Rosmiati B, Soeparmanto P. Pengembangan Model
Peningkatan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal
dan Persalinan oleh Keluarga Miskin di Pedesaan.
[Laporan penelitian]. Surabaya: Badan Litbangkes;
2004.
Chaim SRP, Oliveira SMJV, Kimura AF. Pregnancy-induced
hypertension and the neonatal outcome. Diunduh
pada tanggal 24 Maret 2010, Jakarta. Disitasi dari
http://www.scielo.br/scielo-php?pid.
Chen XK, Wen SW, Smith G, Yang Q, Walker M. Pregnancyinduced hypertension is associated with lower infant
mortality in preterm singletons. Br J Obstet Gynecol.
2006; 113(5): 54451.
Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007. Jakarta;
Departemen Kesehatan RI; 2008.
Gibson, Paul; Carson Michael. Hipertension ang
Pregnancy. Br. J. Obstet. Gynaecol. Apr 1998;
105(4): 430434
Gutsche BB. Anesthetic Consideration for Preeclampsiaeclampsia. In: Shinder SM, Levenson G, editors.
Anesthesia for obstetrics. Baltimore: The Williams
&Wilhims Company; 1979. p. 22434.
Hipertensi pada Kehamilan. Diunduh pada tanggal
24 Maret 2010. Disitasi dari http://www.permatacibubur.
com.
Hipertensi pada Kehamilan. http:abidinblog.blogspot.com
diunduh 25 Februari 2010.
Lindheimer MD, Katz AI. Hypertension in Pregnancy. N Eng
J. Med. 1985; 313: 67580.
Sibai BM, McCubin JH, Anderson GD, Lipshitz J, Dilts PV
Jr. Eclampsia I: observation from 67 recent cases.
Obstet Gynecol. 1981: 58: 60813.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007.
Jakarta.
The seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNC 7), JAMA 2003; 290:
197.
WHO-SEARO. Regional Health Report 1998: focus on
women, New delhi, WHO-SEARO; 1998. p. 13.
Wisnuwardhani SD, Santoso BI. Buku tahunan 1990
1992. Jakarta. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI;
1993.
Yudasmara, Kusuma IP. Hipertensi dalam Kehamilan.
Diunduh pada tanggal 24 Maret 2010. Disitasi dari
http://www.balipost.com.

109

You might also like