You are on page 1of 26

Laporan Pendahuluan

Pneumonia
A. Definisi Penyakit
Pneumonia merupakan suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang
terjadi pada anak (Suriadi, 2006). Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada
parenkim paru (Betz, 2002). Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Staf
FKUI, 2006). Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. Bila seseorang
menderita pneumonia, nanah dan cairan mengisi alveoli dalam paru yang mengganggu
penyerapan oksigen, dan membuat sulit bernapas (WHO, 2006). Pneumonia adalah setiap
penyakit radang paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Bahan kimia
atau agen lain bisa menyebabkan paru menjadi meradang. Suatu jenis pneumonia yang
terkait dengan influenza kadang-kadang berakibat fatal.
Pneumonia berpotensi fatal lainnya dapat dihasilkan dari makanan atau inhalasi
cair (pneumonia aspirasi). Hanya mempengaruhi beberapa pneumonia lobus paru
(pneumonia lobaris), namun ada juga yang menyebar lebih (bronkopneumonia). Nyeri
dada, sputum mukopurulen, dan meludah darah (hemoptisis) adalah tanda-tanda umum
dan gejala penyakit. Jika udara di paru digantikan oleh cairan dan puing-puing inflamasi,
jaringan paru kehilangan tekstur kenyal dan menjadi bengkak dan membesar
(konsolidasi). Konsolidasi berhubungan terutama dengan pneumonia bakteri, bukan
pneumonia virus.
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah jenis pneumonia erat terkait dengan
AIDS. Bukti terbaru menunjukkan bahwa hal itu disebabkan oleh jamur yang berada di
dalam atau pada kebanyakan orang (flora normal), tetapi tidak menyebabkan kerugian
selama individu tetap sehat. Ketika sistem kekebalan tubuh mulai gagal, organisme ini
menjadi menular (oportunistik). Diagnosis bergantung pada pemeriksaan biopsi jaringan
paru-paru atau pencucian bronkial (lavage) (Gylys & Wedding, 2009). Pneumonia adalah
suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga
alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.

B. Etiologi

Etiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing. Berdasarkan
anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi, pneumonia dibagi menjadi pneumonia
lobaris, pneumonia lobularis (bronkhopneumonia), dan pneumonia

intersitialis

(bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang paru yang biasanya


didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas dan disertai dengan
panas tinggi. Keadaan yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi,
penyakit menahun, gizi kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik seperti
trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna
merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO
diberbagai negara berkembang Streptococus pneumonia dan Hemophylus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9%
aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes, 2009)
Dari seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah merupakan
etiologi tersering dari pneumonia bakteri dan yang paling banyak diselidiki
patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit ini di pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan penduduk. Anak laki
laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak perempuan (Prober, 2009)
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia
sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan
timbulnya.
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai
penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini :
1. Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus
pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh
virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang
merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien
yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.

C. Patofisologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru.
Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru (tiga di paru kanan, dan dua di paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasif
yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae. Kuman
pneumokokus dapat menyerang paru selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga
mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi pneumokokus invasif bias berdampak pada
kecacatan permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi,
kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga kematian.
D. Tanda dan Gejala
1. Pneumonia bakteri
Gejala awal :
-

Rinitis ringan

Anoreksia

Gelisah

Berlanjut sampai :
-

Demam

Malaise

Nafas cepat dan dangkal ( 50 80 )

Ekspirasi bebunyi

Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan

Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan

Leukositosis

Foto thorak pneumonia lobar

2. Pneumonia virus
Gejala awal :
-

Batuk

Rinitis

Berkembang sampai
-

Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat
dan lesu

Emfisema obstruktif

Ronkhi basah

Penurunan leukosit

3. Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
-

Demam

Mengigil

Sakit kepala

Anoreksia

Mialgia

Berkembang menjadi :
-

Rinitis

Sakit tenggorokan

Batuk kering berdarah

Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak

.
4. WOC (terlampir)
5. Data Fokus
1. Wawancara
a. Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir, usia,
berat badan, tinggi badan. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan

dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat


sosial klien
b. Orang tua
mencakup nama, umur, alamat, pekerjaaan, riwayat kehamilan serta riwayat
kesehatan keluarga
c. Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering sekali tanpa demam dan batuk.
Anak kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok
umur

tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada,

grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Gejala yang sering terlihat adalah tapikneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok
umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar
pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar,
bisa juga ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada
perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles
(ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri
dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit
dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
a.
Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas. Batasan takipnea pada
anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50 kali / menit atau lebih, sementara untuk
anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam pada fase inspirasi. Pada
pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.

b.

Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan (tachichardia)

c.

Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit

d.

Auskultasi:

Auskultasi

sederhana

dapat

dilakukan

dengan

cara

mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan
terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar
bising gesek pleura.
3. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar diagnosis utama
pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi
pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai
dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa apa tetapi
gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat
membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis
yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau
segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat
pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau
Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchal
cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis.
Gambaran pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak
infiltrat halus sampai ke perifer.

Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle dan


efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran berupa
infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan
perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli
sepakat adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu
diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/l dengan dominasi netrofil
sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri.
Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak
khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan
empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah
jarang positif pada 3 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae
kemungkinan positif 25 95%. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai
spesifitas dan sensitifitas rendah.
G. Analisa Data
No.

Data

1.
-

2.

Data Subyektif :
Keluarga mengatakan
klien sulit bernapas
Klien mengatakan
napasnya sesak
Data Obyektif:
Anak rewel, sering
menangis
Napas sesak
Bunyi napas ronki
Anak menggunakan otot
bantu napas
Ada pernapasan cuping
hidung
batuk
rr: > 27x/i

Data Subyektif :
Keluarga mengatakan
klien sulit bernapas
- Klien mengatakan
napasnya sesak
Data Obyektif:
- Anak rewel, sering
-

Patofisiologi
Infeksi oleh mikroorganisme
patogen

Respon antigen-antibody

Pengaktifan kaskade
komplemen

Kemotaksis Netrofil dan


Magrofah

Aktifasi proses fagositosis


oleh netrofil dan magrofah

Penumpukan sekret eksudat

Bersihan jalan napas tidak


efektif
Infeksi oleh mikroorganisme
patogen

Respon antigen-antibody

Pengaktifan kaskade
komplemen

Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan
tidak efektif

napas

Pola napas tidak efektif

3.
-

4.

menangis
Napas sesak
Bunyi napas abnormal
ronki
Anak menggunakan otot
bantu napas
Ada pernapasan cuping
hidung
batuk
rr 0-2 bulan : >50 x/i
rr 2-12 bulan : >40 x/i
rr 1-5 tahun : >30 x/i
rr > 5 tahun : >25 x/i

Data Subyektif :
Keluarga mengatakan
anaknya demam beberapa
hari yang lalu
Keluarga mengatakan
anakknya mengigil
Data Obyektif:
Anak rewel, sering
menangis
Suhu tubuh > 38oC
Anak menggigil
Anak susah tidur
T: 110/70
N: 116x/i
rr: 24x/i

Data Subyektif :
- Keluarga mengatakan
anaknya rewel sejak
beberapa hari yang lalu
- Keluarga mengatakan
anakknya menangis terus
dan susah ditenangkan

Kemotaksis Netrofil dan


Magrofah

Aktifasi proses fagositosis


oleh netrofil dan magrofah

Konsolidasi lekosit dan fibrin


dalam paru

Konsolidasi jaringan paru

Komplience kemampuan
pengembangan paru turun

Pola napas tidak efektif


Infeksi oleh mikroorganisme
patogen

Respon antigen-antibody

Pengaktifan kaskade
komplemen

Kemotaksis Netrofil dan


Magrofah

Pelepasan pirogen endogen

Merangsang saraf vagus

Penghantar sinyal sampai SSP

Pembentukan prostaglandin
otak

Masuk ke hipotalamus
meningkatkan titik patokan
suhu (set point)

Hiperpireksia
Infeksi oleh mikroorganisme
patogen

Produk toksik

Kerusakan sel dan jaringan

Hipertermia b.d Proses


Infeksi

Nyei Akut b.d proses


Penyakit

Data Obyektif:
Anak rewel, sering
menangis
Skala nyeri > 5
Anak susah tidur
T: 110/70
N: 116x/i
rr: 24x/i

Pelepasan mediator nyeri


(histamin, bradikinin,
prostaglandin, serotonin, ion
kalium, dll)

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Penghantar sinyal ke medulla


spinalis

Persepsi nyeri

Nyeri

H. Diagnosa keperawatan .
Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data
didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan
masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada kasus Pneumonia diantaranya :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif.
NOC : Status pernapasan: Ventilasi
NIC :
1) Penghisapan jalan napas
2) Fisioterapi dada
b. Pola napas tidak efektif
NOC : Status Pernapasan : Kepatenan Jalan Napas
NIC :
1) Managemen Jalan Napas
2) Terapi Oksigen
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
NOC : Termoregulasi
NIC :
1) Regulasi Temperatur
2) Pengobatan Deman
3) Managemen Cairan
d. Nyeri Akut berhubungan dengan proses penyakit
NOC : kontrol nyeri
NIC :
1) Managemen nyeri
2) Pemberian Analgetik

3) Monitor TTV

Diagnosa Keperawatan NANDA, Kriteria Hasil NOC dan Intervensi Keperawatan NIC
No
.
1.

Diagnosa Keperawatan
NANDA
BERSIHAN
JALAN
NAPAS
TIDAK EFEKTIF
Definisi : Ketidakmampuan
membersihkan sekresi atau sumbatan
dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan
napas
Batasan karakteristik :

Batuk tidak ada

Bunyi napas
tambahan

Perubahan
dalam frekuensi napas

Perubahan
dalam irama pernapasan

Sianosis

Kesulitan
bersuara

Penurunan
bunyi napas

Dyspnea

Sputum terlalu

Kriteria Hsil
NOC
a. Status Pernapasan : Ventilasi
Frekuensi napas IER*
Irama napas IER
Kedalaman inspirasi
Pengembangan dada simetris
Kenyamanan bernapas
Keluaran sputum dari jalan napas
Vokal adekuat
Pengeluaran udara
Penggunaan otot aksesoris/tambahan
tidak ada
Suara napas tambahan tidak ada
Penarikan dada tidak ada
Pengerutan bibir pada saat bernapas
tidak ada
Dispnea saat istirahat tidak ada
Dispnea dengan pengerahan tenaga
tidak ada/hilang
Orthopnea tdak ada/hilang
Napas pendek tidak ada/hilang
Fremitus tidak ada/hilang
Suara perkusi tidak ada/hilang
Auskultasi suara napas, IER
Auskultasi vokalisasi, IER
Bronchopony IER

Intervensi Keperawatan
NIC
a. Pengisapan Jalan Napas
Aktivitas :
Tentukan kebutuhan untuk suction
mulut dan/atau trakea.
Auskultasi nafas sebelum dan sesudah
pengisapan.
Memberitahukan kepada pasien dan
keluarga tentang pengisapan.
Aspirasi nasoparing dengan tabung
syringe atau bulb atau alat yang sesuai.
Sediakan pemberian obat yang sesuai.
Gunakan tindakan pencegahan universal
: sarung tangan, pelindung mata, dan
masker yang sesuai.
Masukkan
nasal
airway
untuk
memudahkan penyerapan nasotrakea.
Ajarkan pasien untuk mengambil nafas
dalam sebelum pengisapan nasotrakea
dan menggunakan oksigen sebagai
pelengkap, yang sesuai.
Hiperoksigen dengan 100% oksigen,
menggunakan ventilator atau ventilator
manual.
Menghirup udara kira-kira 1 sampai 1,5

banyak

Batuk tidak
efektif

Orthopnea
Kegelisahan
Mata terbelalak
( melihat)

Faktor yang berhubungan :


1. Lingkungan
Perokok pasif
Menghirup asap rokok
Merokok
Adanya
tahanan
/
hambatan
Sekresi dalam bronkus
2. Hambatan Jalan Napas
Spasme jalan napas
Mukus terlalu banyak
Eksudat dalam alveoli
Benda asing dalam jalan
napas
Adanya jalan napas buatan
3. Fisiologi
Alergi pada jalan napas
Asma

Egophony IER
Suara berbisik di dada, IER
Volume tidal IER
Kapasitas vital IER
Hasil X ray dada IER
Tes fungsi IER
Lainnya)

kali volume tidal menggunakan


ventilator mekanik, jika dibutuhkan.
Gunakan peralatan yang steril untuk
setiap prosedur suction trakea.
Pilih kateter suction yang diameternya
1,5 dari tuba endotrakea, tuba
trakeostomi, atau jalan nafas pasien.
Ajarkan pasien secara pelan-pelan,
ambil nafas dalam selama memasukkan
kateter suction melalui rute nasotrakea.
Biarkan pasien terhubung dengan
ventilator selama suction, jika suction
dekat trakea
Gunakan tekanan terendah dari suction
dinding untuk mengeluarkan sekresi
( antara 8 sampai 100 mm Hg untuk
dewasa).
Amati status oksigenasi pasien ( tingakt
SaO2
dan
SvO2)
dan
status
hemodinamik (tingkat MAP dan irama
jantung) segera sebelum, selama, dan
sesudah suction.
Batasi waktu masing-masing suction
trakea
selama
kebutuhan
untuk
mengeluarkan sekresi dan perhatikan
respon pasien terhadap suction.
Berikan kesempatan bernafas dan

Penyakit obstruksi paru


kronik
Hiperplasia
dinding
bronkus
Infeksi
Disfungsi neuromuskular

oksigen yang berlebih antara sebelum


dan dan sesudah akhir suction.
Suction oropharing setelah trakea
selesai, jika dibutuhkan.
Hentikan suction dan berikan suplai
oksigen
jika
pasien
mengalami
bradikardia, penambahan pada etcopy
ventricular, dan/atau desaturasi.
Ubah teknik suction, sesuai respon
klinis pasien.
catatan Jenis dan jumlah volume sekresi.
Gunakan sekresi untuk kultur dan
sensitivitas tes,
Ajarkan pasien dan/ atau keluarga
bagaimana menghisap jalan nafas,
dengan tepat

b. Batuk Efektif
Aktivitas :
Monitor hasil tes fungsi paru, kapasitas
vital, kekuatan maksimal dari inspirasi
dan ekspirasi
Kaji pasien untuk duduk dengan posisi
kepala sedikit fleksi, bahu dalam
kondisi rileks, dan lutu fleksi
Dorong pasien untuk bernafas dalam
beberapa kali

2.

KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAPAS
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi
yang tidak menyediakan ventilasi
yang adekuat.
Batasan Karakteristik
- Napas dalam
- Perubahan gerakan dada
- Mengambil posisi tiga titik
- Bradipneu
- Penurunan tekanan ekspirasi
- Penurunan tekanan inspirasi
- Penurunan ventilasi semenit

Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas


Demam tidak ada
Ansietas tidak ada
Sesak tidak ada
Frekuensi napas IER*
Irama napas IER
Keluaran sputum dari jalan napas
Tidak ada suara napas tambahan
Lainnya

Dorong pasien nafas dalam, tahan


beberapa detik dan batukan dua sampai
tiga kali
Ajarkan pasien untuk menghirup dalam,
tekukan kedepan dan ucapkan huff
sebanyak 2-3 kali
Ajarkan pasien menghirup dalam
beberapa waktu, lalu keluarkan pelanpelan lalu di akhiri dengan batuk
Tingkatkan hidrasi sistemik.

a. Managemen Jalan Napas


Aktivitas :
Buka jalan nafas dengan teknik
mengangkat dagu atau dengan
mendorong
rahang
sesuai
keadaan
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi yang
potensial
Identifikasi masukan jalan nafas
baik
yang
aktual
ataupun
potensial
Masukkan
jalan
nafas/

Penurunan kapasitas vital


Dispneu
Peningkatan diameter
anterior-posterior
Napas cuping hidung
Ortopneu
Fase ekspirasi yang lama
Pernapasan pursed-lip
Takipneu
Penggunaan otot-otot bantu
untuk bernapas

Faktor yang berhubungan


- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Kerusakan kognitif
- Kelelahan
- Hiperventilasi\
- Sindrom hipoventilasi
- Kerusakan muskuloskeletal
- Imaturitas neurologis
- Disfungsi neuromuskular
- Obesitas
- Nyeri
- Kerusakan persepsi
- Kelelahan otot-otot respirasi

nasofaringeal sesuai kebutuhan


Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction/pengisapan
Dorong nafas dalam, pelan dan
batuk
Ajarkan bagaimana cara batuk
efektif
Kaji keinsetifan spirometer
Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya ventilasi yang turun
atau yang hilang dan catat
adanya bunyi tambahan
Lakukan
pengisapan
endotrakeal atau nasotrakeal
Beri
bronkodilator
jika
diperlukan
Ajarkan pasien tentang cara
penggunaan inhaler
Beri aerosol, pelembab/oksigen,
ultrasonic
humidifier
jika
diperlukan
Atur
intake
cairan
untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
Posisikan
pasien
untuk
mengurangi dispnu

Cedera tulang belakang

Monitor pernafasan dan status oksigen


b. Terapi Oksigen
Aktifitas:
Bersihkan mulut, hidung dan trakea
dari sekret
Pertahankan kepatenan jalan napas
Atur peralatan oksigenasi
Atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan pernapasan
Berikan oksigen sesuai order, jika
diperlukan
Monitor kepatenan aliran oksigen
Observasi adanya tanda-tanda
terjadinya hipoventilasi
Monitor terjadinya tanda-tanda
keracunan oksigen
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor saturasi oksigen
Monitor pola napas pasien
Pantau tanda=tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian terapi
oksigen
Amati adanya sianosis jaringan

3.

HIPERTERMIA
Definisi :suhu tubuh meningkat
melebihi batas normal
Batasan karakteristik:
- konvulsi
- kulit memerah
- peningkatan suhu tubuh diatas
normal
- kejang
- takikardi
- takipnea
- diraba hangat
Faktor yang berhubungan :
- anestesi
- penurunan keringat
- dehidrasi
- terpapar lingkungan yang
panas
- pakaian yang tidak layak
- peningkatan metabolisme
- penyakit
- pengobatan
- trauma
- aktivitas yang berlebihan

b. termoregulasi
Temperatur kulit IER*
Temperatur tubuh WNL*
Tidak adanya sakit kepala
Tidak adanya ngilu pada otot
Tidak adanya iritabilitas
Tidak adanya perasaan mengantuk
Tidak adanya perubahan warna kulit
Tidak adanya kejang pada otot
Adanya tonjolan buli roma ketika
dingin
Berkeringat ketika panas
Menggigil ketika dingin
Angka denyutan IER
Angka pernapasan IER
Kecukupan hidrasi
Melaporkan kenyamanan tingkat
panas
Lainnya ____________(tetapkan)

a. pengobatan demam
aktivitas :
Pantau suhu berkali-kali jika diperlukan
Pantau kehilangan cairan yang tidak
sadar
Adakan pemantauan suhu secara
berkelanjutan, jika diperlukan
Pantau warna kulit dan suhu
Pantau tekanan darah, nadi dan
pernafasan, jika diperlukan
Pantau untuk penurunan tingkat
kesadaran
Pantau aktivitas berlebihan
Pantau kadar WBC, Hgb dan Hct
Pantau intake dan output
Pantau adanya abnormalitas elektrolit
Oantau ketidakseimbangan asam basa
Pantau adanay irama jantung
Atur pengobatan dengan anti piretik,
jika diperlukan
Tutup pasien dengan selimut, jika hanya
diperlukan
Atur spon mandi suam-suam, jika
diperlukan
Anjurkan peningkatkan asupan cairan
oral, jika diperlukan

Atur cairan IV, jika diperlukan


Gunakan kantong es yang ditutup
dengan handuk pada lipatan paha dan
ketiak
Tingkatkan sirkulasi udara dengan
menggunakan kipas angin
Anjurkan atau atur kebersihan oral, jika
diperlukan
Berikan pengobatan yang tepat untuk
mencegah atau mengontrol gemetaran
Atur oksigen, jika diperlukan
Tempatkan
pasien
pada
bagian
hipotermia, jika diperlukan
Pantau selalu suhu untuk mencegah
indikasi hipotermia
b. Regulasi Temperatur
Aktivitas :
Monitor temperatur tiap 2 hari
Monitr temperatur BBL hingga stabil
Selalu sediakan alat untuk memonitr
suhu inti
Monitor tekanan darah, nadi dan
respirasi
Monitor warna kulit dan temperatur
Monitor dan laporkan tanda dan gejala

hipotermia dan hipertermia


Pantau asupan nutrisi dan cairan yang
adekuat
Bedung BBl langsung estela lahir untuk
mencegah kehilangna panas
Jaga kehangatan suhu tubuh BBL
Pakaikan
stockinette
cap
untuk
emncegah kehilangan panas BBL
Ajarkan pasien cara ntuk mencegah
kelebihan dan strok panas
Tempatkan BBL dalam ruangan isolasi
atau dibawah penghangat bila perlu
Diskusikan pentingnya termoregulasi
dan kemungkinan efek negatif dari
dingin yang berlebihan
Ajarkan pasien, terutama pasien lansia,
cara
mencegah
hypotermi
jira
terexpose udara ddingin
Ajarkan indikasi dari keletihan dan
penatalaksanaan emergency yang tepat
Ajarkan indikasi dari hypotermia dan
penatalaksanaan emergency yang tepat
Guakan matras panas dan kantong
hangat untuk mengatur perubahan
suhu tubuh
Atur temperatur lingkungan sesuai
kebutuhan pasien

Beri obat yang tepat untuk mencegah


atu kontrol menggigil
Atur pemberian obat anti piretik
Gunakan matras dingin dan mandi air
hangat untuk mengatur perubahan
temperatur.

4.

NYERI AKUT
a. Kontrol Nyeri
Menilai factor penyebab
Defenisi:
Recognize lamanya Nyeri
Pengalaman emosional dan sensori
Gunakan ukuran pencegahan
yang tidak menyenangkan yang
Penggunaan mengurangi nyeri dengan
muncul dari kerusakan jaringan
non analgesic
secara aktual dan potensial atau
Penggunaan analgesic yang tepat
menunjukkan
adanya
kerusakan
Gunakan tanda tanda vital memantau
(Assosiation for Study of Pain) :
perawatan
serangan mendadak atau perlahan dari
Laporkan tanda / gejala nyeri pada
intensitas ringan sampai berat yang
tenaga kesehatan professional
diantisipasi atau diprediksi durasi
Gunkan sumber yang tersedia
nyeri kurang dari 6 bulan.
Menilai gejala dari nyeri
Gunakan catatan nyeri
Batasan Karakteristik:
Laporkan bila nyeri terkontrol
Melaporkan nyeri secara
verbal dan nonverbal
Menunjukkan kerusakan
Posisi untuk mengurangi nyeri

a. Managemen Nyeri
Aktivitas :
Lakukan penilaian nyeri secara
komprehensif dimulai dari
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
dan penyebab.
Kaji ketidaknyamanan secara
nonverbal, terutama untuk
pasien yang tidak bisa
mengkomunikasikannya secara
efektif
Pastikan pasien mendapatkan
perawatan dengan analgesic
Gunakan komunikasi yang
terapeutik agar pasien dapat
menyatakan pengalamannya
terhadap nyeri serta dukungan

Gerakan untuk melindungi


Tingkah laku berhati-hati
Muka topeng
Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
Fokus pada diri sendiri
Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan
proses berfikir, penurunan
interaksi dengan orang dan
lingkungan )
Tingkah laku distraksi (jalanjalan, menemui orang lain,
aktifitas berulang)
Respon otonom (diaporesis,
perubaha
tekanan
darah,
perubahan nafas, nadi dilatasi
pupil)
Perubahan otonom dalam
tonus otot (dalam rentang
lemah ke kaku)
Tingkah
laku
ekspresif
(gelisah, merintih, menangis,
waspada,
iritabel,
nafas
panjang, mengeluh)
Perubahan dalam nafsu makan

dalam merespon nyeri


Pertimbangkan pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
Tentukan dampak nyeri
terhadap kehidupan sehari-hari
(tidur, nafsu makan, aktivitas,
kesadaran, mood, hubungan
sosial, performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari)
Evaluasi pengalaman pasien
atau keluarga terhadap nyeri
kronik atau yang
mengakibatkan cacat
Evaluasi bersama pasien dan
tenaga kesehatan lainnya
dalam menilai efektifitas
pengontrolan nyeri yang pernah
dilakukan
Bantu pasien dan keluarga
mencari dan menyediakan
dukungan.
Gunakan metoda penilaian yang
berkembang untuk memonitor
perubahan nyeri serta
mengidentifikasi faktor aktual
dan potensial dalam

Faktor yang berhubungan :


Agen
cedera
(biologi,
psikologi, kimia, fisika)

mempercepat penyembuhan
Pilihlah variasi dari ukuran
pengobatan (farmakologis,
nonfarmakologis, dan hubungan
atar pribadi) untuk mengurangi
nyeri
Pertimbangkan tipe dan sumber
nyeri ketika memilih metoda
mengurangi nyeri
Menyediakan analgesic yang
dibutuhkan dalam mengatasi
nyeri
Menggunakan PatientControlled Analgesia (PCA)
Gunakan cara mengontrol nyeri
sebelum menjadi menyakitkan
(puncak nyeri)
Pengobatan sebelum
beraktivitas untuk
meningkatkan partisipasi , tapi
evaluasi resiko pemberian obat
penenang
Pastikan pretreatmen strategi
analgesi dan/ non-farmakologi
sebelum prosedur nyeri hebat
Kaji tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat

perubahan dalam catatan medis


dan informasikan kepada
tenaga kesehatan yang lain
Evaluasi efektifitas metoda
yang digunakan dalam
mengontrol nyeri secara
berkelanjutan
Modifikasi metode kontrol nyeri
sesuai dengan respon pasien
Anjurkan untuk istirahat/tidur
yang adekuat untuk
mengurangi nyeri

b. Pemberian Analgetik
Aktifitas:
Menentukan lokasi , karakteristik,
mutu, dan intensitas nyeri sebelum
mengobati pasien
Periksa order/pesanan medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi yang
ditentukan analgesik
Cek riwayat alergi obat
Mengevaluasi kemampuan pasien
dalam pemilihan obat penghilang
sakit, rute, dan dosis, serta
melibatkan pasien dalam pemilihan
tersebut

Utamakan pemberian secara IV


dibanding IM sebagai lokasi
penyuntikan, jika mungkin
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian obat narkotik dengan dosis
pertama atau jika ada catatan luar
biasa.
Cek pemberian analgesik selama 24
jam untuk mencegah terjadinya
puncak nyeri tanpa rasa sakit,
terutama dengan nyeri yang
menjengkelkan
Menginformasikan individu yang
mendapatkan analgesik
narkotika,bahwa pasien akan merasa
mengantuk hingga 2 sampai 3 hari
kemudian kembali normal
Dokumentasikan respon pasien
tentang analgesik, catat efek yang
merugikan
Mengevaluasi dan
mendokumentasikan tingkat
pemberian obat penenang pada
pasien yang menerima opioids
Mengajari tentang penggunaan
analgesik, strategi ke menurunkan
efek samping, dan harapan untuk

keterlibatan dalam membuat


keputusan dalam manajemen nyeri.

Daftar Pustaka

A.Gylys B, Wedding ME. (2009). Medical Terminology Systems A Body System Approach.
Philadelpia: F.A. Davis Company.
Behram, Kleigman, Alvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Sowden. (2002) Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC
Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing International Classification. Lowa : Mosby
Carpenito. (2008). Ilmu Keperawatan Anak Edisi 3. Jakarta :EGC
Depkes. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Laporan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Publishing.
Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification NOC. St Louis Missouri :
Mosby
Kittredge M.(2000) The Respiratory System. Philadelphia: Chelsea House Publishers.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC.
Riyadi S, Suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta: Gosyen
Staf Pengajar FKUI. (2006) Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3. Jakarta: Infomedika
Suriadi, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar Swada
WHO, UNICEF (2006). Pneumonia: The forgotten killer of children. Geneva: WHO Press
Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and Clasification
2012-2014. Jakarta : ECG

You might also like