You are on page 1of 3

Mencari Kesaktian Pancasila

1 Oktober adalah peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini menyusul


dikeluarkannya SK No 153/1967 27 September 1967 oleh Presiden Jenderal Soeharto.
Hal ini dilatarbelakangi terjadinya peristiwa tragedi berdarah yang menewaskan enam
jenderal pada 30 September 1965.
Sejak peristiwa itu, serangkaian peringatan gencar dilakukan, dari pemasangan bendera
setengah tiang, peringatan Hari Kesaktian Pancasila, pembuatan Monumen Pancasila, dan
pemberian gelar sebagai Pahlawan Revolusi terhadap korban gerakan itu. Maka tidak
heran bila instansi pemerintah dan sekolah wajib melaksanakan upacara bendera.
Pemerintah waktu itu meyakini, hal tersebut adalah pertarungan ideologi Pancasila
dengan komunisme. Genderang perang terhadap komunis langsung ditabuh. Aksi sapu
bersih telah menewaskan lebih dari 500.000 warga, dan ribuan warga lain dipenjara tanpa
pernah ada proses pengadilan karena mereka di cap komunis dan anti-Pancasila. Dengan
demikian, Pancasila terbukti ampuh dan berhasil menghalau dan menumpas komunis dan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dari muka bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa
Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun 1965. Kemenangan dan
keberhasilan, inikah yang kemudian dinamakan kesaktian Pancasila?
Orba sangat piawai dalam meracik Pancasila sebagai senjata ampuh dalam upaya
menggapai kekuasaan, yaitu sebagai pihak yang mempunyai tafsir tunggal Pancasila.
Maka tidak mengherankan upaya-upaya mempancasilakan warga begitu getol dilakukan,
mulai penataran P4 hingga pembentukan lembaga dan ormas yang berembel-embel
dengan nama Pancasila. Bila ada lawan politik yang membahayakan kekuasaan, tidak
jarang mereka dituduh sebagai anti-Pancasila dan di-PKI-kan. Kata-kata inilah yang
sangat ampuh untuk melumpuhkan pihak-pihak yang tidak disukai.
Upaya-upaya indoktrinasi yang dilakukan selama 32 tahun ternyata tidak mampu
menyentuh kesadaran dan pemahaman publik atas dasar negara. Selama ini rakyat lebih
memaknai Pancasila sebagai konsepsi dan perjuangan alat politik penguasa.
Pancasila yang merupakan ideologi yang hidup dalam jiwa dan kehidupan rakyat
Indonesia yang digali oleh Soekarno telah dimonopoli penguasa Orba dengan
memberikan tafsir tunggal sesuai keinginannya yang mengarah ke otoritarian. Sikap
otoriter menjadi penyebab munculnya gerakan Reformasi 1998 yang meruntuhkan rezim
Orba. Bila dahulu rezim Orba menahbiskan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila,
pertanyaannya, kapan Pancasila akan menunjukkan kembali kesaktiannya?
Kesaktian Pancasila tidak memerlukan hal-hal yang sifatnya formal, seperti penerbitan
SK ataupun peringatan-peringatan. Pancasila sebagai nilai yang sudah hidup ratusan

tahun dan mengakar dalam jiwa bangsa Indonesia. Ia ada dalam alam kesadaran
masyarakat sebagai alam sadar orang akan tergerak melaksanakan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat seperti halnya menjaga kebersamaan, prinsip-prinsip
nilai kebenaran dan keadilan.
Pada masa Orba, Pancasila digerakkan dari atas melalui program- program yang telah
dirumuskan pemerintah, top down. Di era reformasi, negara hampir jarang menyebut kata
Pancasila, terlebih membuat program yang berbau Pancasila. Pancasila sengaja dibiarkan
tanpa ada perhatian yang serius dari negara. Di saat seperti itulah, muncul keunikan
bangsa ini, yaitu nilai-nilai Pancasila terus hidup sebagai akar falsafah bangsa.
Kemudian Pancasila mengeluarkan kesaktiannya dengan membangkitkan kesadaran
publik tentang nilai-nilai kebenaran yang diyakini secara substansial. Kebenaran tidak
hanya milik penguasa semata, tetapi rakyat sudah mampu membedakan dan memilah apa
yang dinamakan sebagai kebenaran yang hidup. Ada dua arus kesaktian Pancasila, arus
atas dan bawah. Arus atas, kesaktian Pancasila diwujudkan oleh kelompok menegah-atas
dengan pembelaan terhadap kriminalisasi pimpinan KPK, Bibit-Candra. Arus bawah,
kesaktian Pancasila diwujudkan dalam perlawanan rakyat kecil, Ibu Prita dalam
menghadapi RS Omni Internasional. Aksi koin peduli Prita dan dukungan masyarakat
terhadap KPK melalui gerakan sosial merupakan bentuk nyata protes masyarakat
terhadap ketidakadilan dan kebenaran. Protes itu menunjukkan buruknya pengadilan di
Indonesia. Dari dua kasus tersebut, baik masyarakat dan pers secara sadar telah
membangkitkan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan,
persatuan, kebenaran, dan keadilan sosial.
Seiring derasnya arus globalisasi dan permasalahan bangsa kekinian, nilai-nilai Pancasila
harus selalu dihidupkan agar bisa hadir di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan
bangsa sudah kompleks. Segala macam bencana baik bencana alam dan sosial terus
melanda bangsa ini. Persatuan dan kesatuan mulai rapuh di tengah pertikaian para elite
yang menjalar ke bawah, bahkan akhir-akhir ini konflik sesama warga terjadi di Tarakan,
Kalimantan Timur, kemanusiaan dan ketuhanan semakin sirna di beberapa daerah dengan
adanya kekerasan terhadap jemaat HKBP di Bekasi. Rasa keadilan sosial menjadi
harapan yang semakin menjauh dari masyarakat.
Penegakan Pancasila sebagai ideologi yang beradab dan bermartabat di tengah-tengah era
globalisasi ini sangat penting. Pancasila diletakkan sebagai falsafah dan dasar negara
untuk memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lepas dan lari
dari gempuran modernitas dan globalisasi. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah
bukti sejarah bahwa bangsa ini bisa bertumbuh menjadi bangsa yang besar ketika mampu
menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan memaknai Pancasila sebagai
ideologi pemersatu bangsa.
Kesaktian Pancasila hendaknya dimaknai sebagai suatu tekad yang mampu
membangkitkan semangat kebersamaan, kebenaran, keadilan, dan persatuan yang kini
mulai mengancam.

Kini saatnya kita membangkitkan kesadaran kolektif bahwa Pancasila mempunyai peran
besar dalam mempersatukan keberagaman bangsa Indonesia. Pancasila hadir bukan
sebagai simbol dan alat indoktrinasi politik, tetapi Pancasila hadir menjadi tulang
punggung tegaknya NKRI dan keberagaman sampai sekarang ini. Semoga bangsa ini
menjadi bangsa yang cerdas dan menemukan kembali jati diri sebagai manusia Indonesia
yang Pancasilais. Diasma Sandi Swandaru Staf Pusat Studi Pancasila UGM, Sedang
Menyelesaikan S2 Hukum Kenegaraan UGM
Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/2010/10/02/15402516/mencari.kesaktian.pancasila

You might also like