Professional Documents
Culture Documents
dikenal
dianggap menjadi sumber yang penting tentang perusahaan dikarenakan adanya pemisahan
kepemilikan usaha, kontrol serta akuntabilitas perusahaan bisnis yang dapat dikatakan besar.
Sehingga, hal ini menyebabkan adanya keterbatasan pemilik untuk dapat langsung
mengontrol operasional dan kinerja perusahaan. Dapat kita simpulkan bahwa hal diatas
menjelaskan mengenai salah satu fungsi informasi akuntansi yakni fungsi pelayanan
(stewardship function) dimana laporan ditujukan pada pihak eksternal seperti pemilik dan
pemegang saham untuk dapat menilai kinerja perusahaan. Dengan begitu, menjadi jelas dasar
mengapa informasi akuntansi dalam beberapa dekade terakhir dianggap menjadi tujuan
terpenting dari fungsi pelaporan.
Nilai historis bertujuan untuk menekankan 'kontrak' konservatif mengenai hubungan
antara perusahaan dan pihak penyedia sumber daya, maka berdasarkan hal tersebut pihak
manajemen bertanggung jawab untuk memasukan aset operasi dan output pada nilai bersih
dari ekuitas operasi. Dengan demikian kunci dari mekanisme komunikasi adalah laporan laba
rugi atau income statement.
Kritik pun bermunculan dari banyak pendukung fair value cost mengenai pendapat
yang mengatakan bahwa laporan penghasilan berdasarkan konsep historical cost
mengindahkan pengakuan perubahan nilai aktiva dan kewajiban. Sehingga konsep itu
dianggap tidak relevan dan menghasilkan kebijakan dividen yang salah karena tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya terjadi.
upaya yang telah dikeluarkan dalam hal kecocokan dengan historical cost dan efektifitas
perusahaan berkorelasi dengan profit yang diterima. Dengan demikian, laporan keuangan
menjadi sebuah elemen penting bagi perusahaan karena secara jelas mengungkapkan hasil
dari kegiatan operasional bisnis perusahaan. Sebagai tambahan informasi, FASB dahulu
menggunakan kata revenue-expense view dalam menjelaskan teori definisi dan perhitungan
langsung atas pendapatan dan beban. Mengenai hal ini ada dua konsep fundamental yakni :
matching of costs dan conservatism
4. CONSERVATISM
Selanjutnya adalah penerapan prosedur pencocokan konservatif. Dalam hal ini, beban
harus dialokasikan sesegera mungkin, berbeda dengan pendapatan yang tidak harus diakui
sampai ada kemungkinan besar bahwa pendapatan akan diterima. Berdasarkan hal diatas,
terlihat ada indikasi bias terhadap pengakuan beban dan pengakuan pendapatan. Selain itu
berdasarkan conservatism, jika terjadi kenaikan nilai dari asset maka tidak diakui. Sedangkan,
jika ada penurunan terhadap nilai asset, sepeti harga pasar yang lebih murah, maka harus
diakui. Dapat disimpulkan bahwa penghitungan profit berdasarkan prosedur diatas adalah
cara yang konservatif.
5. ARGUMENTS AND CRITICS
5.1 ARGUMENTS FOR HISTORICAL COST
Seperti yang telah kita ketahui bahwa prinsip akuntansi dengan menggunakan
sistem historical cost telah dikritik oleh banyak kritikus yang tidak sepaham dengan
konsep yang diterapkan, terutama atas dasar bahwa konsep dari historical cost yang tidak
merevaluasi nilai dari komponen asset dan liabilities yang diseseuaikan dengan nilai
sekarang. Di sisi lainnya, pihak yang setuju dan menganut konsep ini memiliki counter
argument mengenai alasan mereka menggunakan konsep historical cost, yakni sebagai
berikut:
a. Biaya historis relevan dalam hal pengambilan keputusan ekonomi.
b. Biaya historis didasarkan pada keadaan aktual transaksi, bukan hanya
transaksi yang mungkin terjadi sehingga bersifat lebih pasti.
c. Laporan keuangan yang berdasarkan historical cost telah banyak ditemukan
dan digunakan dalam beberapa dekade terakhir.
d. Konsep yang terbaik untuk memahami bahwa laba merupakan selisih harga
jual atas biaya historis.
e. Akuntan harus menjaga integritas data mereka terhadap modifikasi internal.
f. Bagaimana informasi itu berguna dimana laba berdasarkan biaya saat ini atau
harga keluar (exit price)?
g. Perubahan harga pasar dapat diungkapkan sebagai data pelengkap bukan
digunakan sebagai data utama dalam proses pengolahan data.
h. Ada bukti pendukung yang cukup untuk membenarkan akuntansi biaya
historis.
Tujuan dari historical cost adalah untuk memberikan informasi yang berguna
dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang akan diambil. Sehingga dalam
konteks ini jelas bahwa historical cost memberikan informasi tentang fungsi atas
manajemen perusahaan. Dilihat dari sisi lain hal ini adalah sebuah bentuk interpretasi
tujuan yang relatif sempit walaupun merupakan sebuah hal yang penting. Dalam
historisnya, peran lain dari akuntansi juga meliputi pemenuhan kebutuhan
pengambilan kepuntusan pengguna. Maka, kritik bermunculan berdasarkan fakta
bahwa laba yang dilaporkan dengan penggunaan konsep historical cost dianggap
tidak relevan karena tidak menunjukkan nilai sebenarnya.
5.2.3 MATCHING
Selanjutnya, kita akan menemukan bahwa asumsi kelangsungan tidak
menggaris bawahi penggunaan pada biaya historis berdasarkan pemeriksaan seksama
pada teori konvensional
Agaknya, pada pelaporan adalah konsep biaya historis. Berdasarkan konsep
pencocokan (matching), ketika pendapatan diperoleh, beban yang terjadi atau
dikeluarkan atas pendapatan tersebut akan dicocokkan (offset) terhadap pendapatan
untuk menghitung laba. Dalam hal ini TR-TC.
Lebih jauhnya, Thomas berpendapat bahwa pernyataan tentang pencocokan,
dan alokasi biaya tertentu, adalah 'hal yang tidak dapat diperbaiki', yaitu, mereka tidak
mampu diverifikasi atau disangkal. Tidak ada cara untuk memilih salah satu metode
yang sesuai dengan bukti empiris.
.
bergantung pada keputusan apakah yang dihadapi oleh manager perusahaan terkait.
Untuk memberikan keputusan, manager pun dihadapi oleh masalah fundamental.
Current operating profit merupakan residual dari harga jual output saat ini
dikurang dengan nilai harga beli input saat ini. Sementara, penghematan biaya yang
diperoleh perusahaan merupakan naiknya biaya saat ini atas asset yang dimiliki oleh
perusahaan. Business profit dihitung dengan real basis dimana elemen fiktif yang
dapat merubah level harga pada umumnya, contohnya inflasi, telah dihilangkan.
Sehingga business profit mencerminkan kombinasi atas operasional perusahaan dan
perubahan nilai asetnya.
Karena dalam penilaian asset diukur dengan harga beli saat ini, maka perlu
dilakukan penyesuaian terhadap nilai-nilai kewajiban perusahaan agar sesuai dengan
biaya yang berlaku saat ini sehingga informasi keuangan perusahaan di laporan
keuangan benar-benar mencerminkan keadaan perusahaan dalam kondisi saat ini.
3. HOLDING GAINS AND LOSSES
Bentuk ataupun jenis asset dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan
merupakan salah satu strategi manajemen untuk memposisikan perusahaan di pasar.
Hal ini disebabkan karena berbedanya jenis dan bentuk suatu asset serta kewajiban
juga mempengaruhi perubahan nilai-nilai mereka seiring dengan bergantinya periode.
Hal ini disebabkan karena pengaruh faktor revisi pengaturan penilaian kembali
maupun faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi kekayaan perusahaan.
Dalam historical cost system, kenaikan biaya (gain) yang diperoleh perusahaan
hanya bisa didapatkan saat perusahaan menjual asetnya dengan harga yang lebih
tinggi dari harga beli asset tersebut. Hal ini menyulitkan untuk mengetahui apakah
dengan keputusan manajemen untuk tetap memiliki asset tersebut telah berhasil
kecuali saat asset tersebut dibeli dan dijual dalam periode yang sama.
Selain itu, system ini juga memiliki kelemahan dalam membandingkan efisiensi
antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Hal ini disebabkan karena nilai
beban depresiasi yang berbeda apabila menggunakan current cost system. Dengan
menyajikan informasi yang kurang tepat, maka penilaian efisiensi perusahaan juga
tidak bisa diandalkan. Padahal seharusnya efisiensi operasional perusahaan dinilai dari
nilai output yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai input (asset) yang digunakan.
Apabila menggunakan current cost yang menggunakan nilai saat ini, yang harusnya
nilai asset lebih rendah karena ada faktor depresiasi asset tersebut, maka tingkat
efisiensi perusahaan yang menggunakan current cost system lebih mencerminkan nilai
sebenarnya.
oleh perusahaan akibat dampak dari perubahan ekspektasi atas arus kas dimasa depan,
contohnya adalah holding gains/losses. Komponen profit ini mengukur perubahan
arus kas yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak bisa diprediksi diawal
periode. Dalam teori ini disimpulkan, apabila pasar merupakan persaingan sempurna,
maka current cost profit secara virtual identic dengan economic profit. Hal ini terjadi
karena apabila pengusaha yang berbisnis di pasar persaingan sempurna, pengusaha
tersebut tidak bisa mendapatkan profit yang lebih tinggi dari profit pasar karena
penjual merupakan price taker. Sehingga, profit yang diterima oleh penjual dimasa
sekarang akan secara virtual identik dengan economic profit.
Dianggap nilai residual antara nilai diakhir periode dengan nilai diawal investasi
merupakan pofit, sehingga holding gains merupakan bagian dari profit..
harga masing-masing $18. Pada hari penjualannya, current cost adalah $12 per satuannya.
Diasumsikan ia membagikan dividen di akhir tahun. Berikut adalah perhitungan profit
perusahaan menurut financial maupun physical view.
Financial
Physical
$1800
$1800
(1200)
(1200)
600
600
200
Profit
800
600
Paid as dividends
800
600
*Holding gain = current cost cost of goods when purchased ($2 = $12 - $10)
Beginning capital
$1000
- 1000
+1800
1200
600
Jika saja perusahaan membayar dividen sebanyak $800 (menurut perhitungan financial view),
maka perusahaan hanya memiliki $1000 di akhir periode, yang mana di bulan Februari hanya
dapat membeli 83 buah, akibatnya adalah naiknya harga. Disinilah, target perusahaan untuk
tetap mempertahankan inventory-nya sebanyak 100 buah, gagal.
Ada dua argumen mengapa kita harus memasukkan holding gain dalam profit, yaitu:
Cost savings
Memperlihatkan peningkatan pada future cashflow.
cost saving, misalnya membeli asset X daripada asset Y, atau meminjam uang saat bunganya
rendah?
Kedua, premi memperlihatkan peningkatan pada future cashflow. Menurutnya,
perubahan current cost dari non-current assetyang juga dipakai industri laintidak
menyatakan adanya perubahan pada present value cash flow dari penjualan produk
perusahaan. Bila diilustrasikan, misalnya industri A mengalami kenaikan penjualan, dan ia
harus membeli lebih banyak non-current asset X, yang lalu menaikkan harga X. Ini bukan
berarti penjualan di masa mendatang industri Bindustri yang juga menggunakan noncurrent asset Xakan lebih tinggi. Itulah mengapa Samuelson menentang dimasukkannya
holding gain dalam perhitungan profit. Ia pendukung financial capital view.
Physical capital maintenance didasarkan pada teori alokasi sumber daya optimal
(optimum resource allocation) dan pencapaian rate of return dari input.
Logika ekonomi menyatakan bahwa efiesiensi optimum terjadi saat jumlah output
tertentu berhasil diproduksi dengan minimum opportunity cost. Misalnya, jika upah (variable
cost) meningkat, maka ia akan mengurangi pekerja. Bila harga pasar bangunan (fixed cost)
meningkat, maka ia akan menjual bangunannya dan pindah ke tempat yang cost nya lebih
rendah. Current buying price adalah cara termudah mengetahui opportunity cost di factor
maket.
Item moneter dibagi ke dalam 2 komponen; yang pertama adalah didasarkan oleh
entity concept dan semua monetary items yang bukan loan capital. Gain atau loss dari
monetary item harus dihitung sesuai dengan index dari perubahan current cost. Bila indeks
tertentu tidak cocok dipakai, bisa menggunakan general price index.
Current cost operating system didasarkan pada entity concept. Semua sumber
financing perusahaan baik yang utang, bonds, shareholders equity, membentuk dasar modal
perusahaan. Gain dan loss dari loan capital dihitung untuk melihat pemegang saham mana
yang diuntungkan saat perusahaan menggunakan long-term loan capital sebagai sumber
pendanaan. Karena perhitungan ini berdampak langsung pada pemegang saham, maka
perhitungannya harus menggunakan general price index. Jika monetary liabilities melebihi
monetary assetnya, maka kelebihannya akan digunakan untuk mendanai non-monetary asset
daan diperlakukan seperti loan capital.
1.2.3 NON MONETARY ASSET BOUGHT AND SOLD ON THE SAME MARKET
Saham dan marketable commodities lain seperti emas, perak, dan apapun yang di hold
dengan tujuan spekulatif, dijual dan dibeli dalam pasar yang sama. Monetary asset ini tidak
menambah operating capability maupun digunakan untuk kegiatan produksi. Mereka di-hold
untuk dijual lagi dengan tujuan untuk memperoleh gain. Namun, operating capability
perusahaan ditentukan dari kemampuan reinvenstment asset tersebut. Kemampuan ini tidak
berubah jika market price berbanding lurus dengan inflasi. Tetapi, jika nilai dari asset
meningkat lebih besar daripada inflasi, operating capablility juga akan meningkat.
Namun current cost accounting tepat untuk financial view, karena mereka mengakui
unrealized holding gain. Pendukung teori ini juga berpendapat bahwa unrealized holding
gain menggambarkan adanya free movement, dan harus diakui bila mempengaruhi harga.
Teoris physical capital juga mengemukakan bahwa perusahaan cenderung
menggunakan non-current asset ketimbang menjualnya, maka itu perubahan harga pasar
untuk asset ini menjadi irrelevan dalam menentukan profit.
Apakah holding gain menentukan pendapatan atau penyesuaian terhadap revaluasi
masih menjadi perdebatan. Historical cost dan physical capital tidak setuju adanya
pengakuan holding gain, di sisi lain Edward dan Bell bersikeras bahwa holding gain ini
menentukan profit dan maka itu, harus diakui.
kembali biaya depresiasi yang ditanggung perusahaan, output yang dihasilkan oleh asset baru
tersebut, dan biaya maintenance dari asset baru. Tetapi, counterargument yang diberikan
adalah hasil profit yang diterima perusahaan dengan cara tersebut adalah nilai yang belum
terealisasi.
Historical
(nominal
(in billion)
Profits
from $ 172
cost Historical
dollars) (constant
cost Current
dollars) (nominal
(in billion)
(in billion)
$120
$107
cost
dollars)
continuing
operations (before
taxes)
Taxes
73
73
73
Profit
from 99
47
34
continuing
operations
Sumber: Accounting Theory 7th Edition, Godfrey, et al.
Dari tabel diatas, ditunjukkan bahwa adanya perbedaan signifikan antara profit menurut
historical cost dan current cost. Menurut system Edward and Bell, profit US$ 99 menurut
perhitungan historical cost disebabkan oleh adanya unrealized holding gains. Hasil profit
tersebut sebenarnya ada dua komponen didalamnya, yaitu: 1) profit yang berasal dari
operations sejumlah US$ 34 milyar dan 2) profit yang berasal dari holding gains sebesar US$
65 milyar. Profit yang lebih rendah dengan menggunakan current cost disebabkan karena
nilai beban depresiasi lebih tinggi yang ditanggung oleh perusahaan.
Perbedaan profit yang cukup tinggi antara system historical cost dan current cost
akan dialami oleh perusahaan-perusahaan yang bernaung di industry dengan modal fisik yang
tinggi.
kemampuan
mereka
untuk
beradaptasi.
Perusahaan
akan
mempertahankan non-current asset mereka apabila present value of future net cash
flow dari aset lebih besar dari present value of expected net cash flow dari investasi
alternatif yang seharga exit value dari aset tersebut. Ini merupakan konsep
opportunity cost yang juga memerlukan selling price sebagai dasar penilaian.
Kesimpulannya, perilaku adapatif perusahaan tidak dapat tercerminkan dengan
menggunakan harga beli atau historical cost dari aset melainkan dengan
menggunakan harga jual (selling price).
3. ARGUMENTS FOR EXIT PRICE ACCOUNTING
3.1 PROVIDING USEFUL INFORMATION
Conventional Accounting Principle Based yang berdasarkan pada historical
cost berpotensial untuk memberikan laporan keuangan yang salah dan tidak
memberikan manfaat untuk para shareholder yang menggunakannya untuk
membuat suatu keputusan. Alasannya adalah mereka tidak dapat mengerti current
value dari aset suatu perusahaan yang asetnya mereka pegang dan juga mereka
tidak diuntungkan karena tidak memiliki informasi yang lebih banyak daripada
insiders.
Solusi idealnya adalah akuntan melaporkan semua keuntungan dan kerugian
(profit and losses), dan values seperti yang terdapat pada pasar kompetitif.
Marketable assets dilaporkan pada harga pasar (market price). Non-marketable,
reproducible assets dilaporkan pada biaya ganti (replacement cost). Nonmarketable, non-reproducible assets dilaporkan pada historical costs.
3.2 RELEVANT AND RELIABLE INFORMATION
Present selling price merupakan informasi yang paling berguna dalam
mengambil suatu keputusan. Contohnya pada pedagang gandum yang berada pada
pasar sempurna dengan harga yang stabil. Dia dihadapkan pada pilihan-pilihan
yaitu pilihan untuk masuk dan tetap di dalam pasar, pilihan untuk menahan
asetnya baik dalam bentuk uang ataupun gandum, atau evaluasi atas keputusan
sebelumnya.
Informasi yang tersedia di pasar tersebut adalah expected future price gandum,
expected future price alternatif lainnya, present selling price gandum, present
buying price alternatif lainnya, harga saat evaluasi terakhir, kuantitas gandum dan
uang pada evaluasi terakhir, dan present quantities.
Jika dilihat maka informasi yang paling relevan dan reliable untuk
pengambilan ketiga keputusan tersebut adalah present selling price gandum
karena berhubungan dengan ketiga pilihan tadi. Maka dari itu sebaiknya laporan
keuangan menggunakan present selling price (exit price).
3.3 ADDITIVITY
Profit dikatakan sebagai suatu pengukuran atas performa dari hal yang
awalnya direncanakan. Hanya ketika rencana telah dievaluasi profitnya baru
perusahaan lantas memutuskan apakah rencana harus diubah atau tidak dan aset
dijual atau dipertahankan. Akan tetapi, pengukuran exit price memerlukan suatu
konsep profit yang mana rencana perusahaan hanya memaksimalkan cash
equivalent dari net asset dalam jangka pendek. Jika perusahaan pada awalnya
tidak merencanakan untuk memaksimalkan hal tersebut maka exit price tidak
dapat mengukur performa atas perencanaan awal.
Argumen yang menentang exit price menyatakan bahwa akuntansi harusnya
menilai event yang telah terjadi daripada event yang mungkin terjadi apabila
perusahaan melenceng dari perencanaan awal. Selain itu laporan keuangan
berbasis exit price dianggap tidak realistis karena exit price hanya berguna ketika
perusahaan dihadapkan dengan pilihan untuk melikuidasi asetnya. Akan tetapi,
kenyataannya perusahaan jarang sekali dihadapkan pada pilihan melikuidasi
asetnya tersebut sehingga informasi berbasis exit price dianggap tidak relevan
dengan decision making pengguna laporan keuangan.
4.2 ADDITIVITY
Nilai yang tertera untuk suatu aset atas dasar exit price belum tentu akan
menjadi nilai exercise aset tersebut. Alasannya adalah ketika memang perusahaan
dipaksa untuk melikuidasi asetnya, harga aset tersebut akan jatuh daripada harga
pasar. Contohnya adalah aset yang dijual cepat biasanya dijual dengan diskon
yang besar agar cepat terjual. Oleh karena itu, perhitungan antisipatif tidak dapat
dihindarkan untuk memastikan current cash equivalent yang sebenarnya. Hal
tersebut bertentangan dengan prinsip pada exit price dimana agar objektif,
perhitungan harus didasari atas kejadian di masa lalu dan sekarang. Maka,
penghitungan antisipatif tidak boleh dimasukkan.
Selain itu, exit price tidak memperhitungkan kemungkinan suatu aset dijual
sebagai satu paket. Terdapat beberapa aset yang ketika dijual terpisah tidak
semurah atau semahal ketika aset tersebut dijual sebagai satu kesatuan. Hal ini
bisa disebabkan oleh eksternalitas positif ataupun negative. Maka dari itu, exit
price belum tentu menggambarkan current cash equivalent yang sebenarnya
karena tidak memasukkan unsur tersebut.
4.3 THE VALUATION OF LIABILITIES
Pada exit price accounting, obligasi harus dinyatakan pada face value daripada
market value karena perusahaan hanya berhutang pada creditor sebesar apa yang
tertera pada kontrak awal (face value). Padahal, menurut definisi dari pendukung
exit price accounting, financial position mengindikasikan kemampuan perusahaan
dalam melakukan transaksi. Artinya, obligasi seharusnya menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk masuk ke dalam pasar dan membeli obligasinya
sendiri pada harga pasar.
LO.7
GLOBAL
PERSPECTIVE
REPORTING STANDARDS
AND
INTERNATIONAL
FINANCIAL
1. CURRENT COST
Sistem pengukuran, khususnya current cost, dalam akuntansi selalu berkembang. Di
beberapa negara seperti United Kingdom, United States dan Australia, perkembangan sistem
pengukuran tercermin dari perubahan standar-standar akuntansinya. Di bawah ini adalah
penerapan sistem pengukuran di ketiga negara tersebut
1.1 United States
Tahun
1976,
SEC
(Security
and
Exchange
Commission) Amerika
dalam laporan keuangannya tetapi tidak masuk ke dalam perhitungan profit. Mereka
menyadari bahwa holding gains (losses) mencerminkan kondisi ekonomi saat itu.
Tahun 1980 Accounting Standards Committee (ASC) mengeluarkan SSAP 16
mengenai penerapan sistem pengukuran current cost. Pada awalnya SSAP 16
menyatakan bahwa data mengenai current cost merupakan data yang sifatnya
supplementary, tetapi tahun 1985 hal ini dihapus dan dibuat sebagai sebuah
kewajiban.
1.3 Australia
Tahun 1976 Statement of Provisional Accounting Standards (PSA) tentang
Current cost Accounting dikeluarkan.Tahun 1978 peraturan ini diamandemen dan
disertai dengan petunjuk pelaksanaan sistem ini. Ada pendapat bahwa sistem ini akan
menghapuskan seluruh sistem historical cost di Australia. Namun, karena sistem ini
ternyata tidak signifikan secara material mempengaruhi dalam pelaporan keungan
serta adanya protes dari perusahaan dan orang pribadi maka dikeluarkanlah SAP 1
tahun 1983.Namun, Di SAP 1 ini dituliskan bahwa aturan untuk menyajikan data
pelengkap tentang current cost sebagai tambahan untuk data historis ini strongly
direkomendasikan dan bukan merupakan suatu requirement. Namun SAP 1 ini tidak
diterapkan secara umum di Australia.
Penggunaan current cost secara internasional pun mengalami perkembangan.
Di bawah ini menjelaskan bagaimana IAS (International Accounting Standards)
berkembang dengan isu current cost.
Sejak tahun 2005, isu untuk menerapkan standar internasional di setiap negara
di dunia telah beredar dan IASB membuat peraturan agar penggunaan sistem fair
value measurement dilaksanakan dan sistemnya dibuat lebih umum daripada GAAP
local setiap negara. Melalui IAS 39 Financial Instruments: Recognition and
Measurement penggunaan sistem ini dapat dilakukan secara internasional.
Fair value dalam IAS 39 (par 9) dan IFRS 3 Business Combination
mendefinisikan fair value sebagai the amount for which an asset could be
exchanged, or a liability settled, between knowledgable, willing parties in an arms
length transaction. Dalam pasar yang aktif, fair value biasanya adalah harga
transaksi saat itu dan jika tidak ada pasar aktif untuk asset tersebut, fair value dapat
dicari menggunakan metode discounted cash flow, option pricing model, depreciated
replacement cost, market indexes, dan appraisal value.Oleh karena itu, di bawah
standar internasional, metode penghitungan fair value sangat bervariasi dan standar
ini tidak memberikan anjuran untuk menggunakan metode yang mana yang paling
baik. Di samping itu tidak pernah juga standar internasional menyatakan apakah
aturan dalam IAS maupun IFRS untuk current cost didasari konsep pemeliharaan
modal atau tidak sehingga tidak ada penerapan secara konsisten dalam sistem
pengukuran yang berlandaskan perubahan modal.
2. HISTORICAL COST
Hal yang paling mendasar yang pasti kita ketahui adalah historical cost itu lebih
objektif dari current cost atau exit price. Current cost dan exit price mencerminka
jumlah yang ingin dibayar sedangkan historical cost mencerminkan harga yang telah
dibayar.Namun, banyak aplikasi dari penghitungan historical cost mengalami
berbagai perdebatan. Di bawah ini beberapa isu mengenai perhitungan historical
tersebut:
o Acquisition cost (current asset) sebagai historical cost bukan terdiri dari harga
yang tercantum dalam nota pembelian asset, tetapi juga termasuk biaya-biaya
yang diperlukan untuk menyiapkan barang tersebut hingga siap digunakan.
Terkait hal ini banyak perdebatan yang berkisar tentang
biaya yang
o Isu besar akuntansi mengenai non-current asset tentang biaya mana yang
harusnya dimasukkan ke dalam cost atau dikapitalisasi dalam asset
o IAS 36 tentang Impairment of Assets (non-current) yang menjelaskan tentang
recoverable amount. Dalam IAS 36 recoverable amount adalah the higher of
its fair value less costs to sell and it value in use, where fair value lest cost to
sell is the amount obtainable from the sale of an asset or cash-generating unit
in an arms length transaction between knowledgeable, willing parties, less
the cost of disposal. Value in use is the present value of the future cash flows
expected to be derived from an asset or cahs-generating unit. Recoverable
amount nantinya akan dibandingkan dengan carrying amount dan selisih
inilah yang disebut sebagai impairment. Jumlah ini akan mempengaruhi dan
selalu memperbaiki melalui proses revaluasi nilai dari non-current asset.
o Antara perusahaan induk dan anak juga terdapat perdebatan mengenai
pencatatan asetnya. Hal ini terkait dengan induk yang memiliki control tapi
tidak 100% namun tidak mencatat peningkatan nilai dari asset anak secara
100% dan hanya sebesar porsi induk itu di perusahaan anak. Hal ini
membingungkan karena sebenarnya perusahaan induk sudah memiliki control
akan anak.
o IASB menyadari bahwa isu sistem pengukuran sangat tidak diperhatikan dalam
Framework sehingga tahun 2005 bersama dengan US FASB memberikan
statement yang menyatakan bahwa hal pengukuran itu underdeveloped di antara
Framework lainnya. Jenis pengukurannya konsisten yaitu historical cost, current
cost, NRV, dan present value. Kedua framework baik US maupun internasional
menyarankaan penggunaannya harus dilaksanakan namun tidak ada yang
menyediakan petunjuk mana pengukuran yang lebih baik dan bagaimana cara
memilihnya.