You are on page 1of 9

1.

Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan. (Betz & Sowden, 2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal diatas 38 C ) yang disebabkan oleh proses ekstakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan
sehingga mengakibatkan rejatan berupa kejang

2. Etiologi
Faktor risiko berkembangnya kejang demam meliputi :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Suhu tubuh yang tinggi
3. Gangguan kesehatan yang dialami pada masa neonatal yang mungkin
disebabkan oleh kelainan pada masa perinatal yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit.
4. Ada tidaknya perhatian yang didapatkan oleh anak setiap harinya.
5. Ibu hamil yang memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol
meningkatkan risiko kejadian kejang demam pada anak.
Adanya dua faktor risiko diatas meningkatkan kemungkinan kejang demam yang
pertama kali sebanyak 30%. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
kejang demam :
1. Umur
Umur mempengaruhi ambang kejang, dimana ambang kejang tersebut
bersifat individual serta dapat berubah menurut umur. Anak-anak biasanya
memiliki ambang kejang yang lebih rendah dari orang dewasa sehingga

mudah terjadi kejang. Ambang kejang yang rendah pada anak-anak


dipengaruhi belum maturnya jaringan otak.
2. Jenis kelamin dan ras
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Sepertinya kejang demam lebih banyak terjadi pada anak kulit
hitam daripada anak berkulit putih.
3. Suhu dan perubahan suhu
Semakin meningkatnya suhu maka semakin meningkat pula kemungkinan
terjadinya kejang. Selain itu perubahan suhu yang ekstrim dan mendadak
juga dapat memicu timbulnya kejang.
4. Hereditas
Kejang demam dapat diturunkan secara genetik. Pola penurunan tidak
dapat dijelaskan. Tetapi beberapa penulis seperti Lennox-Buchtal (1971)
berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam
diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga
penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya
3%. Keluarga dengan kejang cerebral mempunyai risiko 10 kali lebih
besar untuk terjadinya kejang demam daripada keluarga tanpa kejang.

5. Kerusakan otak yang mendahuluinya


Pada 5 % sampai 10 % penderita kejang demam sebelumnya pernah
mengalami asfiksia atau trauma tengkorak.
6. Iklim
Kejang demam sering terjadi pada anak yang tinggal di daerah panas
daripada daerah dingin.

Sekitar sepertiga dari anak-anak yang pernah mengalami kejang demam,


kemungkinan besar akan mengalami kejang demam yang berulang. Adapun faktor
yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia yang lebih muda saat pertama kali mengalami kejang
2. Serangan kejang pertama didahului oleh demam yang relatif tidak terlalu
tinggi
3. Adanya riwayat kejang demam pada keluarga terutama dari ayah atau ibunya
4. Durasi yang pendek antara onset demam dengan munculnya kejang
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
- Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
- Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
- Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
- Gabungan dari faktor-faktor diatas.
3. Patofisiologi
Pada keadaan umum demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi K+ dan Na+ melalui
membrane, terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya dengan
bantuan bahan neuron transmitter dan terjadilah kejang. Setiap anak memiliki
ambang kejang yang berbeda.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa, tetapi pada kejang yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya terjadi disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobic, hipertensi arteria
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin tinggi disebabkan
meningkatnya

aktivitas

otot

dan

selanjutnya

menyebabkan

peningkatan

metabolisme otak. Kerusakan neuron otak terjadi karena adanya gangguan

peredaran darah menyebabkan hipoksia sehingga meningkatnya permeabilitas


kapiler dan timbulnya edema otak.
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik,
atonik klonik bilateral, fokal atau akinetik, dapat terjadi seperti mata terbalik ke
atas seperti kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa disertai
kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Seringkali kejang berhenti
sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak bereaksi ataupun sejenak dan setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit
neurologis.
4. Manifestasi Klinis
Kejang demam dibedakan menjadi 2 tipe:
1.

Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure)


Kejang demam ini berlangsung singkat, berlangsung kurang dari 15 menit.
Kejang menyerang pada umur antara 6 bulan 4 tahun. Tidak ada kelainan
neurologis, baik klinis maupun laboratorium Kejang terjadi dalam waktu 16
jam setelah timbulnya demam

2.

Kejang demam kompleks (Kompleks Febrile Seizure)


Kejang demam ini dengan gejala:
a. Kejang lama lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial pada satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

5. Komplikasi

Kejang demam berulang


Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 15 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80 %, sedangkan bila
tidak terdapat faktor tersebut hanya 10-15 % kemungkinan berulang.
Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama.

Epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko
menjadi epilepsi adalah:
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Kecacatan atau kelainan neurologis


Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.

Kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang
demam adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya

epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal
pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk
yang berumur kurang dari 18 bulan.
c. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <

200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.


Elektrolit
:
K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
f. Tansiluminasi

: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB

masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus
untuk transiluminasi kepala.
7. Penanganan
1. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua denagn dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke-2 masih kejang diberikan suntikan ke-3 dengan dosis

yang sama tetapi melalui intravaskuler, diharapakan kejang akan berhenti.


Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intrvena.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan
penunjang:
Semua pakain ketat dibuka
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi
Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
3. Pengobatan rumat
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai
kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang sederhana yaitu
kira kira sampai anak berumur 4 tahun
Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan :
Epilepsi yang diprokasikan oleh demam
Kejang demam yang mempunyai ciri:
Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti
serebral

palsi.

Retardasi

perkembangan

dan

mikrosefali
Bila kejang berlangsunglebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau

menetap
Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1

bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian neurologik:
1. Tanda tanda vital
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
Fontanel : menonjol,rata, cekung
Lingkara kepala : dibawah 2 tahun
Bentuk umum
3. Reaksi pupil
Ukran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa ngantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
Alam perasaan
Labilitas
6. Aktifitas kejang
Jenis
lamanya
7. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi suhu
8. Refleks
Refleks tendo superfisial
Refleks patologi
9. Kemampauan intelektua
Kemampuan menulis dan menggambar
Kemampuan membacal
2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko terjadi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi


b. Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi
otot
c. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 2000, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,

Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta


Marilyn E. Doenges, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I

Made, EGC, Jakarta


Sylvia, A. pierce.2000. patofisologi konsep klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC

You might also like