Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Quite big potentials of micro entrepreneur community have not been exploited by formal
banking practices due to unbankable market and other accompanying weaknesses. In practice, the
micro segments of non-standard banking can survive from the crisis better than the sectors falling
under the standard banking.
Before the crisis in 1997, most of the credit portfolios in BNI was allocated to finance
middle scale and big scale entrepreneurs, while the bank seemed to barely assist the micro
entrepreneurs through its credits. In fact, the micro entrepreneurs could survive in 1997. Based on
the existing facts, and in line with the letter of establishment of the board of directors of PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk. No. KP/041/DIR/R dated 27 February 2002, Micro Bank Unit was
established to take care of the need of micro entrepreneurs both for fund and for banking services.
The 2001 yearly report of BNI shows that medium and small scale businesses have
relatively greater survival rates in facing crisis, which can be shown in the following credit
composition :
Year
Segment
Percentage (%)
2000
Corporate
68.75
Small and Medium Scale
31.25
2001
Corporate
63.10
Small and Medium Scale
36.90
In 2003 the credit composition above was expected to be equal with the percentage of 50 %
each. As of 31 October, 2002 the outstanding micro credit of BNI was as much as IDR 113 billion
or 78.65 % of the target and in December it was IDR 144 billion, with the collectibility rate of 99.37
%, with the number of customers reaching 12.308 and the number of ULM as many as 76 units.
Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) and Segmenting, Targeting and
Positioning (STP) were analyzed based on the results of 500 questionnaires distributed through the
branch offices to determine the marketing strategies of micro credit. The tools and strategies are as
follows : 1) The organization administering micro credit, 2) Micro credit profile, 3) The marketing
areas of micro credit, 4) The analysis tools, using the concept of 2C (character and capacity), 5)
The street banker model, which is a blend of money lenders, pawn shops and commercial banks,
6) The street banker work ethics that are appropriate with the culture and character of each region,
7) The marketing strategies of micro credit both organic and inorganic.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
PT. Bank Negara Indonesia atau BNI (Persero) Tbk sebagai bank yang telah berusia
lebih dari setengah abad dan telah memiliki jaringan hampir disetiap Daerah Kabupaten
diseluruh Indonesia, lima kantor cabang di Luar Negeri dan dilihat dari aset Bank BNI berada
pada urutan kedua setelah Bank Mandiri. Bank BNI didukung oleh 12 Kantor Wilayah dengan
223 Cabang, maka bagi Bank BNI bukan hal sulit untuk mengembangkan bisnis, khususnya
mikro banking, mengingat sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki cukup berpengalaman.
Komitmen mewujudkan paradigma baru Bank BNI dalam mengembangkan usaha
segmen mikro (micro banking atau mikro banking) dibuktikan dengan membentuk Unit Bank
Mikro yang dipimpin oleh seorang pejabat setara Wakil Divisi dan diberikan kewenangan
penuh dalam operasionalnya. Dalam upaya perwujudannya, dibentuklah organisasi, yang
diantaranya akan mempraktekkan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh rentenir,
koperasi simpan pinjam, ataupun lembaga keuangan mikro lainya yang berbentuk informal
menjadi formal. pada awal tahun 2001, Bank BNI mulai mengembangkan usaha mikro yang
diberi nama Unit Bank Mikro (UBM), dengan harapan dapat melayani masyarakat, dalam hal
ini pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya dengan prinsip win-win solution (PT. BNI,
2001).
1
2
2
2. Permasalahan
Munculnya krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi pada tahun 1997, salah
satunya adalah karena melupakan peran golongan masyarakat mikro. Padahal jumlahnya
yang cukup dominan, dapat dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional dari potensi
yang dimilikinya (Kurniawan, 2000), yakni :
a. Populasi usaha kecil dan mikro bersifat massal dan terdistribusi dimana-mana.
b. Bergerak diberbagai sektor kegiatan ekonomi (pertanian, peternakan, perikanan, industri,
kerajinan, perdagangan, jasa) baik di kota maupun di desa.
c. Usaha mikro sebagai mata pencaharian pokok, sangat ditekuni dan ulet dalam
menjalankan usahanya.
d. Dapat dipercaya dan memiliki lalu lintas likuiditas usaha yang lancar.
e. Pola pembiayaan usaha relatif sederhana telah menjadikan tingkat keuntungan yang
diperoleh cukup tinggi.
Di sisi lain, usaha kecil tersebut dikonotasikan lemah, skala kecil, penampilan sangat
informal, administrasi acak-acakan dan atribut lainnya masih jauh di bawah atribut yang dimiliki
oleh golongan yang lebih atas. Hal ini menyebabkan sulit disentuh oleh perbankan formal
(unbankable market) dan malah lebih familiar dengan rentenir, pegadaian atau kelompok
simpan pinjam dan sejenisnya (Tabel 1). Di dalam konteks perekonomian nasional,
masyarakat unbankable memiliki volume pasar yang akan selalu bertambah, mengingat semua
pelaku ekonomi akan masuk melalui tahap ini, atau dengan kata lain diibaratkan sebagai
binatang kecil yang cepat untuk berkembang biak, tetapi juga mudah untuk punah.
Tabel 1. Akses pengusaha kecil terhadap perbankan
No
1.
2.
UraIan
Menerima kredit
Membutuhkan kredit dan telah mengajukan,
tetapi belum menerima
3.
Membutuhkan kredit, tetapi tidak mengajukan
4.
Tidak memerlukan. kredit
Jumlah
Sumber : Kompas, 2001.
a.
b.
Komposisi (%)
21
14
33
32
100
Dari uraian tersebut, permasalahan pada kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana Bank BNI yang selama ini menjalankan sebagian besar bisnisnya di segmen
middle dan wholesale, dapat melakukan bisnis di segmen mikro ?
Bagaimana menciptakan suatu produk yang adaptif dengan segmen pasar mikro yang
konvensional (unbankable market) ?
3. Tujuan
a. Mengetahui bahwa potensi pasar pada segmen mikro perlu digarap dengan serius.
b. Menjelaskan bahwa segmen usaha mikro mempunyai karakteristik dan perilaku tersendiri.
c. Menjelaskan bahwa Bank BNI mempunyai kemampuan untuk bermain pada segmen pasar
mikro.
d. Mengembangkan model penyaluran kredit mikro pada Bank BNI kepada UKM yang
berprospek dan layak kredit.
METODOLOGI
1. Lokasi
Kajian ini dilakukan di PT. BNI (Persero) Tbk Pusat, Unit Bank Mikro, Divisi Pembinaan
Bisnis Ritel dan Menengah, Jakarta.
2. Metode kerja
Data sekunder berupa data portepel kredit Bank BNI (ritel, middle dan wholesale), data
protepel kredit mikro yang diperoleh dari Bank BNI. Data kualitatif dapat diperoleh dari ulasanulasan para pakar ekonomi yang dipublikasikan dalam buletin dan jurnal-jurnal ilmiah, baik
dalam maupun luar negeri. Kedua data tersebut dianalisis secara deskriptif, serta didukung
oleh analisis SWOT dan STP.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
3
Untuk mendukung hipotesa membangun konsep bisnis microbanking yang memiliki
potensi sangat baik untuk dikembangkan menjadi suatu unit bisnis berorientasi profit, dilakukan
penyebaran kuesioner di beberapa Unit Layanan Mikro (ULM) dan Cabang Bank BNI yang
geografis dan budayanya berlainan secara purposif (Sumatera 6 ULM, Jawa 10 ULM, Bali 2
ULM dan Sulawesi 2 ULM). Setiap ULM dimintakan bantuannya untuk mengisi kuesioner
tersebut oleh petugas ULM, Karyawan Cabang Induknya dan para debiturnya sebanyak 25
kuesioner, sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 500 kuesioner, atau 500 responden
2. Hasil kajian
a. Lingkungan
Faktor lingkungan sangat berperan dalam membangun konsep bisnis Mikro Banking,
yaitu hasil kuesioner atas sistem tataniaga tradisional (45-87,2%), psikologi (60-90%) dan
lembaga keuangan tradisional (50-68%).
4
b. Faktor Kunci Keberhasilan
Faktor kunci keberhasilan layanan mikro banking ditentukan oleh pengelola pegawai
lokal (60-75%), rayonisasi (66-68%), tailor made (74-84%), hubungan informal dan
kemudahan akses (62-97%), sistem dan prosedur (sisdur) sederhana dan mudah
dimengerti (65-72%), tampil dengan gaya informal dan ramah (65-91%, serta pemantauan
rutin (17-80%).
Bank BNI meski baru dalam menggeluti usaha mikrobanking, tetapi tidak tertutup
kemungkinan akan mengalahkan pesaing yang telah terlebih dahulu bermain di sektor ini.
Hal ini akan sangat tergantung kepada bagaimana konsep bisnis yang akan diaplikasikan.
Bisnis mikro banking, bukan hanya sekedar menjual produk dan jasa perbankan. Lebih
dari itu, secara terintegrasi akan menawarkan citra, mutu pelayanan, strategi harga,
kenyamanan, hubungan emosional, kemudahan, positioning dan lain-lain.
1) Model Bisnis Mikro banking Bank BNI
Mikro banking yang ideal seharusnya akan menyerupai para rentenir. Namun
karena dibatasi oleh birokrasi, undang-undang atau hal-hal yang bersifat formal dari
suatu lembaga keuangan, maka yang akan muncul merupakan gabungan dari usaha
pegadaian, commercial banking dan rentenir. Karakter-karakter dari ketiga lembaga ini
tentu akan dipadukan menjadi suatu perilaku baru yang cocok dengan tuntutan sektor
informal (mikro). Dengan demikian, maka produk-produk mikrobanking seharusnya
tidak jauh dari hal-hal :
i.
Prosedurnya mudah dipahami dan sederhana.
ii.
Akses untuk nasabah sangat mudah dan longgar.
iii. Maksimum kredit relatif kecil.
iv. Jangka waktu kredit pendek.
v.
Jaminan (anggunan) rendah.
vi. Tingkat bunga relatif tinggi.
vii. Angsurannya disesuaikan dengan kemampuan debitur (taylored).
viii. Berpenampilan informal.
Selain itu, untuk mempermudah dalam menangani debitur dan mengurangi
tingkat risiko, perlu dilakukan usaha-usaha :
i. Mengadakan rayonisasi
ii. Ditangani oleh pegawai lokal.
iii. Penagihan dan pemantauan dilakukan secara insentif
iv. Semua jenis kredit
v. Pemberian kredit dilakukan secara paket.
Untuk menghadapi situasi yang ada, UBM Bank BNI tampil beda dengan
keunikannya tersendiri. Untuk mendekati pasar, UBM Bank BNI akan mengandalkan
apa yang disebut street bankers yang secara aktif akan mendekati dan membina para
calon debitur, yaitu berperan dalam mengamati, merekrut, kunjungan ke lokasi,
memantau dan melakukan penagihan. Tulang punggung operasional berada pada
street bankers ini, sehingga dituntut mempunyai komitmen dan kemampuan prima,
serta dituntut mempunyai daya intuisi tinggi, karena untuk merekrut debitur sektor
informal berbeda dengan merekrut calon debitur commercial banking.
Konstelasi budaya yang akan dihadapi para street bankers adalah budaya
individu masing-masing, budaya organisasi, budaya lingkungan di luar organisasi,
budaya nasabah dan budaya pesaing. Misal, perilaku orang Minang tentu akan
berbeda dengan sikap-sikap orang Madura dalam mengambil suatu keputusan, yaitu
persepsi terjadinya masalah dan cara-cara penyelesaiannya. Kondisi tersebut perlu
dimengerti oleh para street bankers, sehingga pendekatan kepada nasabah tidak
mungkin dilakukan secara seragam, maka dibutuhkan suatu seni, sehingga
komponen-komponen budaya yang ada tidak meninggalkan konflik.
Dengan bergesernya pasar perbankan ke buyers market, telah memaksa semua
lembaga keuangan untuk merubah mentalitasnya dalam memandang nasabah. Maka
dari itu, mikro banking memposisikan nasabahnya sebagai mitra dalam berusaha,
yaitu tidak hanya dilihat dari satu dimensi sebagai pembeli, melainkan dari
multidimensi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
i. Nasabah adalah bagian dari usaha mikrobanking untuk mengembangkan jaringan
bisnis.
5
Nasabah bukan hanya sekedar individu, tetapi bagian dari masyarakat dan
budaya.
iii. Bersama-sama berusaha untuk menciptakan nilai bisnis.
iv. Bekerjasama, maju bersama-sama dan juga sebagai pesaing.
v. Mempunyai harapan, mimpi-mimpi, kebutuhan dan kemauan yang harus dipenuhi.
vi. Nasabah adalah pasar.
ii.
Dengan demikian, berinteraksi dengan debitur mikro tidak hanya sekedar berbincangbincang tanpa suatu tujuan, maka street bankers harus segera menangkap early
warning dari ekspresi wajah, body language dan perilaku-perilaku janggal lainnya,
yang mendapat tanggapan, sehingga paradigma baru ini akan berjalan efektif
Secara yuridis, fitur kredit pada commercial banking dan mikro banking
sebenarnya tidak berbeda. Keduanya merupakan perjanjian pinjam meminjam uang.
Pada mikro banking, karena harus mengandung unsur kesederhanaan, kemudahan
dan kecepatan dalam pemrosesan, maka fiturnya akan mengadopsi hal-hal yang telah
dilakukan oleh para rentenir, pegadaian dan pengijon atau koperasi-koperasi simpan
pinjam. Fitur kredit mikro yang ideal adalah suatu hibrid antara apa yang ada di
commercial banking dan apa yang selama ini telah dilakukan oleh lembaga-lembaga
keuangan tradisional. Secara empiris, lembaga-lembaga keuangan tradisional terbukti
dapat bertahan dan umurnya sudah sangat tua.
Fitur-fitur kredit mikro didesain sedemikan rupa untuk mengakomodasi semua
figur yang ada pada masyarakat mikro. Perihal jaminan kredit, pada fitur kredit mikro
dikenal istilah jaminan alternatif, yakni suatu jaminan, meski bukan berwujud suatu
tanah atau bangunan, tetapi mempunyai arti psikologi untuk mengikat para debitur.
Jaminan ini bisa berupa surat nikah, izin menempati kios, ijazah dan surat-surat yang
oleh debitur dianggap penting. Mungkin secara materi jaminan-jaminan bagi orang
tidak ada artinya, tetapi bagi para pemiliknya akan mempunyai arti atau sangat
bernilai.
Fitur-fitur perkreditan mikrobanking Bank BNI terdiri dari 6 fitur yang diperuntukan
untuk modal kerja, investasi dan konsumtif, yakni :
i. Fitur 1
Skim kredit ini tidak memerlukan suatu jaminan fixed asset, tetapi diperlukan suatu
bentuk jaminan alternatif yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh debitur,
sehingga jaminan tersebut mempunyai arti atau nilai tersendiri bagi debitur.
Maksimum pinjaman fitur ini Rp. 10 juta untuk jangka waktu maksimum 3 tahun.
ii. Fitur 2
Skim kredit ini dijamin dengan suatu jaminan yang tidak dapat diikat dengan
sempurna secara hukum, seperti hak sewa lapak/kios pasar, girik, pethuk dan lain
sebagainya. Maksimum kredit fitur ini Rp. 25 juta untuk jangka waktu maksimum 3
tahun.
iii. Fitur 3
Skim kredit ini dijamin dengan suatu jaminan yang dapat diikat sempurna secara
hukum, seperti SHM/SHGM, BPKB Mobil/Motor, Gadai, Fiducia. Maksimum kredit
fitur ini Rp. 50 juta untuk jangka waktu maksimum 3 tahun.
iv. Fitur 4
Skim kredit ini dibuat untuk mengakomodir kebutuhan konsumtif bagi para
pegawai dengan maksimum kredit Rp. 50 juta dan jangka waktu kredit maksimum
3 tahun.
v. Fitur 5
Skim kredit ini dibuat untuk membiayai kebutuhan kredit secara berkelompok
(setiap kelompok terdiri dari 5 10 orang dan salah seorang diantaranya ditunjuk
sebagai Ketua Kelompok). Maksimum kredit untuk fitur ini Rp. 50 juta, dengan
jangka waktu maksimal 3 tahun.
vi. Fitur 6
Skim kredit ini diciptakan untuk menyalurkan kredit mikro melalui lembaga
keuangan lainnya (BPR, Koperasi dan lain-lain). Fitur 1-5 dioperasionalkan secara
organik Bank BNI, sedangkan fitur 6 dilaksanakan dengan cara anorganik
(melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan guna mensinergikan potensi
kedua lembaga tersebut untuk menyalurkan kredit mikro kepada masyarakat).
Maksimum kredit untuk fitur ini Rp. 3 milyar untuk setiap lembaga berupa plafond
6
credit line yang penarikan kreditnya disesuaikan dengan kebutuhan penyaluran
kredit tersebut kepada debitur. Sebagai landasan kerjasama, dibuat suatu
Perjanjian Kerjasama antara Bank BNI dengan Lembaga Keuangan tersebut
dengan jangka waktu 3 tahun dan dapat diperpanjang kembali.
Memberikan kredit akan sama artinya dengan menyerahkan masa depan bank
kepada debitur. Padahal, di dalam merekrut debitur mikro, pihak bank hanya
mengandalkan pada character dan capacity (2C). Tidak ada materi apapun yang bisa
diharapkan dari masyarakat mikro. Oleh sebab itu, aspek-aspek sosiologis, psikologis
dan budaya akan sangat menonjol di dalam penanganannya. Adanya pemberian kredit
dengan sistem kelompok, diharapkan akan membuatnya saling melakukan kontrol dan
bahu membahu dalam membayar kewajiban kepada bank. Pendekatan melalui ketua
asosiasi atau pemimpin informal sangat perlu untuk menumbuhkan kewajiban moral,
sehingga niat-niat tidak baik dapat dihilangkan. Pendekatan kepada debitur mikro tidak
hanya dilakukan dengan motif-motif ekonomi, tetapi memperhatikan aspek-aspek
sosial dan budaya.
Dalam menghadapi masyarakat informal, terms dan conditions kredit akan
banyak dilanggar, karena belum paham mengenai syarat-syarat formal, dan
mengetahui tentang kewajiban terhadap bank yang harus dilunaskan. Sebagai
antisipasi penggunaan kreditnya dapat digunakan untuk suatu kebutuhan yang
mendesak, yaitu kebutuhan biaya sekolah, membeli TV, membeli kendaraan dan lainlain yang tidak direncanakan semula. Maka dari itu, street bankers harus selalu siap
untuk menghadapi kasus-kasus ini, disamping memperhatikan faktor karakter dan
kemampuan berusaha. Untuk menyederhanakan dan mempercepat proses pemberian
kredit mikro, tidak mungkin dilakukan dengan analisa atau studi kelayakan yang
dipastikan akan memerlukan waktu lama. Pemberian kredit mikro harus dilakukan
secara instan dengan tuntutan masyarakat mikro. Dalam hal ini, para street bankers
dengan cepat dan tanggap harus dapat memutuskan, apakah calon debitur tersebut
dapat direkrut menjadi debitur mikro yang potensial. Cara-tersebut mempunyai
kemiripan yang telah dilakukan oleh para rentenir.
Untuk merekrut para calon debitur, pada umumnya commercial banking
menggunakan istilah 5C, yakni Character, Capacity, Capital, Condition of Economic
dan Collateral. Sedangkan untuk mikrobanking, karena situasi dan kondisi yang ada,
maka collateral, capital dan condition of economic dapat dihilangkan. Masyarakat
sektor informal sudah jelas tidak akan memiliki jaminan tambahan yang bisa
diandalkan, apalagi permodalannya, tetapi mampu bertahan pada krisis ekonomi. Oleh
karena itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada calon debitur mikro adalah
character dan capacity (2C). Di dalam dunia mikro banking, pengertian character
adalah kemampuan untuk membayar angsuran dan bunga, meski dalam keadaan
sulit. Secara implisit terkandung maksud, bahwa debitur mikro harus mempunyai
willingness to pay. Faktor capacity menyiratkan adanya potensi aliran kas masuk dari
usaha debitur, sehingga membayar angsuran dan bunga tidak mengalami kesulitan
(ability to pay). Kedua unsur willingness to pay dan ability to pay adalah kunci pokok
dalam merekrut calon debitur.
Masalah memelihara debitur dalam institusi perbankan menjadi sangat penting,
karena akrabnya para street bankers dengan debitur, paling tidak akan mengetahui
secara dini (early warning) permasalahan yang akan dihadapi oleh debitur. Dalam hal
ini, saat tanda-tanda seperti debitur susah ditemui, ingkar janji, menunggak angsuran
dan lain-lain, para street bankers harus mulai waspada, apa yang sebenarnya terjadi.
Pada kondisi ini, street bankers mulai berfungsi sebagai problem solver, yaitu tidak
hanya bertindak sebagai mediator untuk bertransaksi, tetapi mediator untuk masalah
manajemen dan persoalan-persoalan lainnya.
Semua risiko ada yang dapat dihadapi, dipindahkan, dikurangi dan dihindari.
Untuk itu diperlukan suatu kemampuan untuk mengaturnya, sehingga tidak akan
menimbulkan kerugian yang dapat membuat bisnis mikro banking menjadi berantakan.
Untuk mengendalikan risiko tersebut perlu dibuat suatu Risk Modelling yang akan
mendeteksi ditempat suatu risiko akan muncul dan bagaimana cara menanggulanginya. Tahapan risk modelling meliputi :
i. Evaluasi terhadap riwayat calon debitur dilihat dari waktu (sejarah kehidupan) dan
sektor usaha.
7
Evaluasi terhadap transaksi, artinya risiko dikendalikan dengan memberikan terms
and conditions untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan bank.
iii. Optimisasi, artinya setiap UBM harus mentargetkan kolektibilitas tertentu.
ii.
8
Tabel 2. Matrik SWOT
Faktor Internal
Strength (S)
(butir 1-6)
Weakness (W)
(butir 1-3)
Faktor Eksternal
S - O
Opportunities (O)
(butir 1-5)
Threats (T)
(butir 1-4)
W - O
Kelemahan yang ada terus diupayakan seminimal mungkin
melalui peningkatan pelayanan,
promosi dan mutu SDM, serta
teknologinya untuk memperoleh
peluang lebih besar.
W - T
Secara terus menerus diupayakan untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan produk, agar
mempunyai daya saing tinggi
terhadap pesaingnya.
Positioning
Penentuan posisi merupakan tindakan untuk merancang suatu citra Bank BNI
agar menempati suatu posisi baik dalam benak para nasabah dan debiturnya,
khususnya masyarakat mikro. Strategi penentuan posisi akan dilakukan oleh ULM
Bank BNI dengan cara berikut :
1) Strategi Komunikasi
Komunikasi perlu dibangun dan dibentuk antar sesama para pengusaha mikro
dan pihak Bank BNI. Bentuk komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu melakukan kunjungan secara periodik ke lokasi-lokasi usaha debitur atau
mengikuti dengan aktif, jika kelompok-kelompok debitur tersebut menyelenggarakan suatu kegiatan yang sifatnya menggalang kebersamaan. Selain itu, dengan
menyiarkan iklan melalui stasiun radio setempat, agar masyarakat tersebut lebih
memahami keberadaan ULM Bank BNI.
2) Berdasarkan Produk
Ditonjolkan perbedaan yang sangat mendasar antara produk-produk ULM Bank
BNI dengan produk-produk perkreditan mikro lainnya, sehingga masyarakat
mikro dalam memanfaatkan jasa ULM Bank BNI memperoleh suatu produk yang
memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk-produk lainnya. Dengan
penekanan produk yang kompetitif (proses sederhana dan cepat), maka
diharapkan akan timbul suatu citra pada para pengusaha mikro bahwa produkJurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
10
produk perkreditan mikro Bank BNI sesuai dengan yang di butuhkan, yaitu tidak
ditemui pada produk-produk perkreditan mikro lainnya atau dengan kata lain
telah menemukan suatu mitra usaha yang dapat melayani segala kebutuhannya.
Dari analisis SWOT dan STP, dapat dipetakan pasar yang bagaimana harus digarap
secara intensif oleh Bank BNI, agar sumber dayanya optimal digunakan, strategi-strategi
pemasaran yang efektif dan tepat dapat diterapkan, sehingga ekspansi kredit mikro Bank
BNI dapat menghasilkan keuntungan optimal.
d. Dalam menjalankan bisnisnya di sektor mikro, Bank BNI menggunakan dua strategi
pemasaran, yakni :
1) Memasarkan produk-produk kredit mikro secara organik (proses dan pengelolaan
debitur mikro dikelola sendiri oleh Bank BNI).
2) Melakukan aliansi strategis melalui suatu kerjasama dengan lembaga keuangan mikro
lainnya (anorganik), seperti BPR, Koperasi dan lainnya, sehingga penyaluran kredit
mikro Bank BNI dapat menjangkau pasar yang lebih luas.
2. Saran
a. Untuk lebih meningkatkan aktivitas usahanya, Bank BNI perlu terus mengembangkan fiturfitur perkreditan mikro seperti kredit talangan, kredit multiguna dan skim-skim perkreditan
lainnya, untuk melayani pasar yang lebih luas.
b. Hambatan-hambatan internal (keluhan nasabah tentang layanan, panjangnya antrian di
kasir dan ATM sering macet) yang dialami selama ini merupakan bagian dari suatu proses
yang perlu secepatnya diselesaikan secara bijaksana dan profesional, agar konsentrasi
ekspansi kredit mikro tidak mengalami gangguan.
c.
Peningkatan mutu SDM perlu terus ditingkatkan dengan upaya-upaya pelatihan, seminar,
lokakarya dan lain-lainnya, agar Bank BNI memiliki SDM yang dapat menangani
operasional bisnis mikro.
11
DAFTAR PUSTAKA
Gultinan, J.P. 1994. Manajemen Pemasaran; Strategi dan Program (Terjemahan). Erlangga,
Jakarta.
Kompas. 2001. Akses Pengusaha Kecil terhadap Perbankan.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran (Terjemahan, Jilid 1). PT Prehallindo, Jakarta.
Kurniawan, Y.I. 2000. Sektor Usaha Kecil dan Mikro Sebagai Target Pasar Perbankan, Bank dan
Manajemen, Edisi Maret April 2002.
PT. BNI. 2001. Laporan Tahunan 2001 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Jakarta.
Rangkuti, F. 2000. Analisa SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia, Jakarta.