Professional Documents
Culture Documents
Saat anda sedang bertugas di UGD datang seorang laki-laki Tn.A (20 tahun) korban ledakan
tabung gas diantar oleh perawat RS swasta. Ledakan tabung gas terjadi di rumahnya 2 hari
yang lalu. Tn. A di rawat di RS swasta dekat rumahnya, dia menderita luka bakar 70% namun
hari ini kondisinya memburuk. Menurut petugas yang mengantar, pasien tampak semakin
lemah, mual dan muntah 3x disertai kesadaran yang menurun dan volume urin yang sedikit.
Disertai juga hasil laboratorium saat pertma kali datang di rumah sakit sebagai berikut :
Hb : 13 g/ dL
(N : 12-14 gr/dL)
Ht : 40%
(N : 35-44%)
Leukosit : 9500/mm3
Ureum : 25 mg/dL
(N : < 50 mg/dL)
Na : 140 mEq/l
(N : 136-142 mEq/L)
K : 3,9 mEq/l
(N : 3,8-5,0 mEq/L)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah :
Hb : 15 gr/dl
Ht : 55
(N : 12-14 gr/dL)
(N : 35 44 %)
(N : < 50 mg/dL)
Kreatinin : 5,2
(N : 0,6-1,2 mg/dL)
Na : 127 mEq/L
K : 7 mEq/L
(N : 3,8-5,0 mEq/L)
pH : 7,25
(N : 7,38 -7,44)
PCO2 : 22 mmHg
(N : 35 40 mmHg)
HCO3 : 12 mmol/L
(N : 21 28 mmol/L)
Urin :
Volume Urin 24 Jam : 300 cc
Keruh
BJ : 1,025 (1,005 1,030)
Eritroist : 0 /LPB
Leukosit : 3/LPB
Glukosa : negatif
Protein : negatif
EKG : gelombang T lancip dan tinggi, komplek QRS melebar
Terminologi : Problem :
1. Kondisi apa yang disebabkan oleh luka akibat 70%
2. Apa hubungan dari luka bakar dengan keluhan yaitu lemah, mual muntah disertai
kesadaran dan volume urin yang menurun ?
3. Mengapa saat ini pasien mengalami keadaan TD menurun, RR naik , N meningkat
dan Turgor lambat ?
4. Apa interprestasi dari peningkatan ureum dan kreatinin yang dialami pasien ?
5. Apakah peningkatan ureum dan kreatinin disebabkan oleh kerusakan ginjal ?
6. Apa yang menyebabkan ketidakseimbangan di sebabkan oleh kerusakan ginjal ?
7. Apakah kondisi asidosis matabolik berpengaruh pada kondisi pasien saat ini ?
Hipotesis :
1. Syok Hipovolemik
2. Dehidrasi
3. AKI
Mekanisme :
IDK :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Faal Ginjal
Keseimbangan Asam-Basa
Syok Hipovolemik
Kelainan imunologi GUS
TNA Anak, Dewasa*
AKI*
Fungsi Ginjal
Mengatur volume cairan ekstrasel tubuh
Mengatur komposisi elektrolit cairan ekstrasel
Kadar Na+ , K+, Ca2+, Mg2+, Chlorida (Cl-) & Fosfat (PO43-)
Imbangan asam basa (H+ & HCO3-)
Mengekskresi sisa metabolisme (urea, asam urat, creatinin, sisa metabolisme
Hb) & benda asing (obat, pestisida, bahan tambahan pada makanan)
Mensekresi hormon eritropoietin, renin & kalsitriol (1,25 DHC)
Mensintesis glukosa (glukoneogenesi
Glomerulus
1. Gulungan kapiler & Kapsula Bomwan
2. Membran kapiler & membran pars viseralis kapsula Bowman yg saling bersentuhan
membran filtrasi:
1. Endotel kapiler dg fenestra( 50-100m)
2. Membran basalis yg homogen (glikoprotein, mukopolisakarida , aseluler)
3. Membran kapsula Bowman (pars viseralis): podosit (terdapat interdigitasi
antarpodosit dg celah 20 m, yg dihub. dg membran tipis)
3. Sel-sel mesangial (~sel perisit): merupakan modifikasi otot polos, jika berkontraksi,
luas permukaan membran filtrasi turun.
Membran filtrasi
Aparatus jukstaglomerulus
Aparatus jukstaglomerulus
a. Filtrasi di glomerulus:
Proses penyaringan plasma
dari kapiler ke kapsula Bowman filtrat bebas protein
b. Reabsorpsi & Sekresi di tubulus
Proses pertukaran zat antara plasma di kapiler peritubuler dg cairan filtrat di
dalam lumen tubulus.
Perpindahan dari lumen tubulus ke kapiler: reabsorpsi
Autoregulasi miogenik
Disebabkan adanya perubahan resistensi a.aferen & a. eferen
Tubuloglomerular feedback
1. Bila TD GFR :
2. NaCl dan kecepatan cairan masuk tubulus
3. Stimulasi makula densa vasokonstriktor (endotelin)
4. Vasokonstriksi a. aferen (resistensi a.aferen )
5. RPF
6. GFR (kembali normal)
Base axcess
Standard bikarbonat : kadar [HCO3-], pada [pCO2 ] 40 mmHg, [pO2 ] 100 mmHg,
Asam
1) Sistem buffer
Buffer adalah larutan yang dapat meminimalisasi perubahan pH, bila suatu basa
atau asam ditambahkan ke dalam larutan itu.
1) Buffer terdiri dari suatu asam lemah (yang melepaskan ion H+ ) / basa lemah (yang
dapat mengikat ion H+ ) dengan garamnya
2) Bila suatu larutan asam ditambahkan ke dalam larutan buffer, buffer akan mengikat
ion H+ yang berlebihan sehingga pH dapat dipertahankan
3) Bila larutan basa ditambahkan ke dalam larutan buffer, buffer akan melepaskan ion H+
agar pH dapat dipertahankan
3 sistem buffer utama :
a. Bila asam kuat ditambahkan ke larutan, asam karbonat [H2CO3] hampir tidak
berubah, tetapi ion bikarbonat [HCO3-] dari garamnya [NaHCO3] akan mengikat H+
yang berlebihan menghasil-kan lebih banyak asam karbonat [H2CO3] .
c. Kadar bicarbonate di ECF diregulasi oleh ginjal , dan kadar bikarbonat plasma
dikontrol sistem respirasi.
Protein plasma dan protein intracellular merupakan buffer paling banyak dalam
tubuh dan kuat .
Amphoteric molecules merupakan molekul protein yang dapat berfungsi sebagai asam
lemah dan basa lemah.
1. Buffer bikarbonat
Dlm lumen TP, H+ yang di buffer oleh HCO3- H2CO3 CO2 dan H2O ;
pH filtrat di TP tdk bnyk berubah.
2. Buffer bifosfat
H+ yang dibuffer HPO42- H2PO4- , tdd di TD dan DK. Buffer bifosfat akan
menambah keasaman urin
3. Buffer amonia
Pada alkalosis, sel tubulus mensekresi ion bikarbonat dan membentuk ion H+ untuk
mengasamkan darah.
Alkalosis terkompensasi
1) Asidosis respiratorik
Terjadi peningkatan [pCO2 ] > normal akibat hipoventilasi disertai penurunan pH.
Hipoventilasi penimbunan [CO2 ] [CO2] + [H2O] kadar [H2CO3] (asam
karbonat) meningkat. pH turun.
Untuk tiap kenaikan [pCO2] sebesar 10 mmHg, [HCO3-] meningkat 3.5 mEq/L .
3) Alkalosis respiratorik
Bila tekanan CO2 < 30 mmHg dan disertai perubahan/ peningkatan pH.
Hypoxemia :
Anemia berat
5) Alkalosis metabolic
Terjadi akibat kelebihan alkali terutama ion bikarbonat [HCO3-] atau kehilangan asam
(H+) non karbonat
Dalam jangka waktu beberapa hari akan terjadi mekanisme kompensasi oleh ginjal dengan
meningkatkan sintesis [H+] dan mengurangi reabsorbsi HCO3. Terjadilah alkalosis metabolik
terkompensasi
Terjadi bila sudah terjadi mekanisme komoensasi ginjal dengan mensintesis [H+] dan
mengeliminasi bikarbonat melalui sekresi di urin.
7) Asidosis metabolik
Penimbunan asam non karbonat atau kehilangan basa (alkali) pH turun menstimulasi
kemoreseptor pernafasan hiperventilasi [pCO2] turun pH agak meningkat (masih
asam/asidosis)
Uncompensated
Asidosis
pH
< normal
Respiratorik
pCO2
meningkat
HCO3
Alkalosis
Respiratorik
pH
pCO2
HCO3
normal
> normal
menurun
normal
Compensated
normal rendah
meningkat
meningkat
normal tinggi
menurun
menurun
Compensated
pH
pCO2
HCO3
Alkalosis
pH
Metabolik
pCO2
HCO3
< normal
normal
menurun
normal rendah
menurun
menurun
> normal
normal rendah
normal
meningkat
meningkat
meningkat
Syok Hipovolemik
SYOK
Definisi :
Merupakan sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik
yang ditandai dengan kegagalan sist.sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke
organ-organ vital tubuh.
Macam-macam Syok :
Syok kardiogenik
Syok hipovolemik
Syok septik
Syok neurogenik
Syok anafilaktik
Syok hipovolemik
Adalah terganggunya sistem sirkulasi akibar dari volume darah dalam pembuluh
darah yang berkurang.
Etiologi
Perdarahan
Kehilangan plasma
Klasifikasi
Hipovolemik ringan
Hipovolemik sedang
Hipovolemik berat
Gejala klinis
Diagnosis
Tatalaksana
Trombosit
Sindrom Nefrotik
Merupakan suatu kempleks klinis yg mencangkup:
1. Proteinuria masif 3,5 gram/ lebih perhari
2. Hipoalbuminemia
3. Edema generalisata
4. Hiperlipidemia & lipiduria
Biasanya azotemia, hematuria dan hipertensi tidak begitu nyata walaupun terdapat dengan
kenaikan yg tidak signifikan seperti sindrom nefritik.
Sinar ultraviolet
Tembakau
Obat-obatan
virus
Faktor hormonal
Gejala Klinis
Discoic rush
Oral ulcer
Potosensitivity
Atritis non erosif
Malar rush
Imunologo
Neurologi
Renal
Ana Test
Serosis
Hematologi
Kelas I
Normal melalui px. Mikroskop cahaya, elektron dan imunofluoresen
Komleks imun menetap dalam mesangium, disertai peningkatan pada matriks dan
selularitas mesangium
Diagnosis
DOPAMIN RASH
Px. Penunjang
Px. Urin
Prognosis
Saat ini tingkat kelangsungan hidup 10 tahun 90% dan kelangsungan hidup 15 tahun
80% di karenakan penanganan yang cepat dan teknologi yang canggih
Penurunan kematian harus dilakukan diagnosis dini
Definisi
Suatu entitas klinikopatologik yang secara morfologis ditunjukan dengan destruksi sel
epitel tubulus dan secara klinis oleh supresi akut fungsi ginjal (Robbins)
Secara umum, menunjukan bagian tubulus dari ginjal yang mengalami nekrosis
Epidemiology
Angka mortalitas berkisar antara 40-70% tergantung penyebab penyakit yang
mendasari
Etiology
ATN umumnya disebabkan oleh keadaan akut seperti iskemia atau toksik.
Penyebab dari iskemia
Keadaan hpovolemik (perdarahan, cairan ayng banyak keluar dari GI dan
Ginjal, dan luka bakar)
Volume darah dari jantung yg menurun (gagal ginjal, aritmia)
Vasodilatasi sistemik (sepsis)
Disseminated Intravascular Coagulation
Vasokontriksi renal (siklosforin, norepinefrin, epinefrin)
Penyebab dari toksik
Eksogen (aminoglikosida, amfoterisn B dan kontras dari radiografi)
Endogen
Clasiffication
ATN iskemik
ATN nefrotoksik
Pathogenesis
Cedera Tubulus
Gangguan aliran darah yang menetap dan berat
Ciri khas khusus
Nekrosis tubulus dengan membran basalis yang utuh pada ATN nefrotoksis
Nekrosis tubulus dan membran basalis pada ATN iskemia
Cedera Tubulus
Sel epitel tubulus sangat peka terhadap anoksia serta rentan terhadap toksin
Iskemia menyebabkan perubahan struktural di sel epitel (hilangnya polaritas sel)
Iskemia yang menyebabkan sel mengalami nekrosis dapat menyebabkan terlepasnya
sel epitel ke dalam tubulus dan membentuk silinder serta dapat menyebabkan
obstruksi
Stage of Disease
Initial Phase
Maintenance Phase
Recovery Phase
Initial Phase
Sekitar 36 jam
Ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan nitrogen urea dalam plasma
Penurunan urin berdasarkan penurunan transien aliran darah ke ginjal
Maintenance Phase
Hari kedua sampai keenam
Penurunan tetap dari GFR
Penurunan drastis pengeluaran urin (50-400 ml/hari)
Anuria total jarang terjadi
Gambaran klinis uremia dan kelebihan cairan
Tanpa perawatan yang tepat dan dialisis, pasien bisa meninggal pada fase ini
Recovery Phase
Peningkatan secara tetap volume urin (sampai 3 L/hari) dalam beberapa hari
Karen fungsi tubulus masih terganggu, masih ada gangguan keseimbangan elektrolit
Adanya kerentanan terhadap infeksi (25%)
Dengan perawatan yang tepat 90-95% pulih dari ATN
70% ATN meninggal karena infeksi, 30% merupakan penyebab utama
Histopathologic Feature
Maintenance Phase
Recovery Phase
Complication
Gagal jantung
Perikarditis uremik
Edema paru
Uremic lung (perihilar edema of the lung associated with renal failure and
hypertension; the peripheral parts of the lung remain clear)
Anemia
Anoreksia, muntah persisten
Apabila ada demam dan menggigil, memandakan adanya infeksi yang menyebabkan
kematian utama pada ATN
Diagnosis
Oligouria
Pemeriksaan Darah
Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
Hiperkalemia
Asidosis metabolik
EKG
Pelebaran segmen QRS, gel. P yang menghilang dan gel. T yang tingggi serta
meruncing.
Differential Diagnoses
Acute Renal Failure
Azotemia
Chronic Renal Failure
Acute Glomerulonephritis
Interstisial Nefritis
Treatment
Tujuan utama pada pengobatan ATN adalah mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut.
Pantauan ECF
Oligouria
Intravenous Furosemide dosis tunggal (100-200mg)
Dopamin sebagai renal vasodilatation (tidak direkomendasikan)
Dialisis
Nefrotoksik, seluruh pengobatan dihentikan
Antioksidan
Asupan protein yang adekuat dan kalori yang cukup
Adanya pretein katabolik yang berefek pada malnutrisi dan penurunan sistem
imun
25-35 kkal/kg/hari serta asam amino 1.7 gr/kg/hari (pasien dengan dialisis dengan
hiperkatabolik
Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah dipaparkan di
atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI atau
merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan
kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI,
pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada
AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal
umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar
seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik.4,9 Upaya pendekatan diagnosis
harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan komplikasi.
Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan berat badan
dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat ACE
dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia,
penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering, stigmata
penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI
renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki
tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat).
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang menyokong
seperti gejala trombosis,glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna. AKI pascarenal
dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi
pelviokalises ginjal,kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang
menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik
gejala obstruksi maupun iritatif,dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur
menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,
tubulus, infeksi saluran kemih,atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat
ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan
berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented muddy
brown granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada
ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit
dan pigmented muddy brown granular cast pada nefritis interstitial. Hasil pemeriksaan
biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea
urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat pada
tabel 4).
Tabel 4. Kelainan Analisis Urin (Dimodifikasi)4,12,13
Indeks diagnosis AKI prarenal AKI renal
Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik,vasokonstriksi pembuluh darah ginjal akan
menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga mencapai 99%. Akibatnya,
ketika sampah nitrogen (ureum dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat
vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik, fraksi
ekskresi natrium (FENa = [(Na urin x Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang
dari 1%, FEUrea kurang dari 35%. Sebagai pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi
pada seseorang yang menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan
reabsorbsi Na oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan FENa. Hal yang sama juga berlaku
untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah mengalami adaptasi kronik dengan
pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal
akibat radiokontras dan mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal
secara dini dengan fungsi tubulus ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula
menunjukkan hasil kurang dari 1%.13 Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan
AKI pascarenal adalah pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu
kurang dari 50 cc, didukung dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan
adanya dilatasi pelviokalises, kecil kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal.
Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal
dapat dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan
penyebab renal yang belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil
disingkirkan. Pemeriksaan tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non- ATN
yang memiliki tata laksana spesifik, seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain.
Peranan Penanda Biologis
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis AKI (Cr serum, LFG dan UO)
dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr serum antara lain (1) sangat tergantung dari
usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan fisik yang berat; (2) tidak spesifik dan tidak dapat
membedakan tipe kerusakan ginjal (iskemia, nefrotoksik, kerusakan glomerulus atau
tubulus); (3) tidak sensitif karena peningkatan kadar terjadi lebih lambat dibandingkan
penurunan LFG dan tidak baik dipakai sebagai parameter pemulihan. Penghitungan LFG
menggunakan rumus berdasarkan kadar Cr serum merupakan perhitungan untuk pasien
dengan PGK dengan asumsi kadar Cr serum yang stabil. Perubahan kinetika Cr yang cepat
terjadi tidak dapat ditangkap oleh rumus-rumus yang ada. Penggunaan kriteria UO tidak
menyingkirkan pengaruh faktor prarenal dan sangat dipengaruhi oleh penggunaan diuretik.
Keseluruhan keadaan tersebut menggambarkan kelemahan perangkat diagnosis yang ada saat
ini, yang dapat berpengaruh pada keterlambatan diagnosis dan tata laksana sehingga dapat
berpengaruh pada prognosis penderita. Dibutuhkan penanda biologis ideal yang mudah
diperiksa, dapat mendeteksi AKI secara dini sebelum terjadi peningkatan kadar kreatinin,
dapat membedakan penyebab AKI, menentukan derajat keparahan AKI, dan menentukan
prognosis AKI. Penanda biologis dari spesimen urin yang saat ini dikembangkan pada
umumnya terdiri dari 3 kelompok yakni penanda inflamasi (NGAL, IL-18), protein tubulus
(kidneyinjury molecule [KIM]-1, Na+/H+ exchanger isoform 3),penanda kerusakan tubulus
(cystatin C, a-1 mikroglobulin, retinol-binding protein, NAG).14,16
Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa IL-18 dan
KIM-1 merupakan penanda potensial untuk membedakan penyebab AKI; NGAL, IL-18,
GST-p , dan g-GST merupakan penanda potensial diagnosis dini AKI; NAG, KIM-1 dan IL18 merupakan penanda potensial prediksi kematian setelah AKI. Tampaknya untuk
mendapatkan penanda biologis yang ideal, dibutuhkan panel pemeriksaan beberapa penanda
biologis. Sampai saat ini belum ada penanda biologis yang beredar di Indonesia.
Tata Laksana
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan pada tahap apa
AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R dan I),
upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah
pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI
adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi
pascarenal, dan menghin dari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan
pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan
dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti,
sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan pedoman
volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan serum.
Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit dasarnya dan kondisi
komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status
katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005
Tabel 5. Klasifikasi dan Kebutuhan Nutrisi Pasien AKI
(Dimodifikasi) Katabolisme Variabel Ringan Sedang Berat
Contoh keadaan Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS, klinis obat infeksi MODS
Dialisis Jarang Sesuai kebutuhan Sering Rute pemberian Oral Enteral +/- pa- Enteral +/panutrisi renteral renteral
2. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI pascarenal.
Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria kurang dari
12 jam). Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40 mg. Jika manfaat tidak
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam
atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha
tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan
translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada
8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat
bahkan dapat menyebabkan toksisitas.
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga dapat
digunakan untuk tatalaksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun kegunaan manitol
ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena bersifat
nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah. Efek
negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian
lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin, pemberian manitol tidak
memperbaiki prognosis pasien Dopamin dosis rendah (0,5-3 g/kgBB/menit) secara
historis digunakan dalam tata laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan
DA2 di ginjal. Dopamin dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah ginjal, menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah
ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan
vasokonstriksi. Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan
yaitu terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga
tidak terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin.
Respons dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang
meliputi status volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes
mellitus, aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia
nyata tidak ada dopamin dosis renal seperti yang tertulis pada literatur. Dalam penelitian
dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti bermanfaat bahkan
terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard, takiaritmia, iskemia mukosa
saluran cerna, gangren digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan, pemberian dopamin
dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis,
dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk menghindari toksisitas. Dopamin tetap
dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk
memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal. Obat-obatan lain seperti agonis selektif DA1
(fenoldopam) dalam proses pembuktian lanjut dengan uji klinis multisenter untuk
penggunaannya dalam tata laksana AKI. ANP, antagonis adenosin tidak terbukti efektif pada
tata laksana AKI.
terapi pengganti ginjal. Secara umum, terapi dihentikan jika kondisi yang menjadi indikasi
sudah teratasi.
Tabel 6. Tata Laksana Konservatif Komplikasi AKI4
Komplikasi Tata laksana
Kelebihan cairan
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari)
intravaskular
Penggunaan diuretik
Hiponatremia
Batasi cairan (<1 L/hari)
Hindari pemberian infus cairan hipotonik
Hiperkalemia
Batasi asupan K(<40 mmol/hari)
Hindari suplemen K dan diuretik hemat K
Beri resin potassium-binding ion exchange
Beri Dekstrosa 50% 50 cc + insulin 10 unit
Beri Natrium bikarbonat 50-100 mmol
Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 mg iv
Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit
Asidosis metabolik Batasi asupan protein (0,8-1 g/KgBB/hari)
Beri natrium bikarbonat (usahakan kadar serum bikarbonat plasma >15 mmol/L dan pH
arteri >7,2)
Hiperfosfatemia
Batasi asupan fosfat (800 mg/hari)
Beri pengikat fosfat
Hipokalsemia
Beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat10% (10-20 cc) Hiperurisemia
Terapi jika kadar asam urat >15 mg/dL
Pencegahan
Mengingat terapi AKI yang belum sepenuhnya memuaskan, maka pencegahan sangat penting
untuk dilakukan.Walaupun demikian sampai saat ini, tidak ada pencegahan umum yang dapat
diberikan pada seorang dengan penyakit dasar yang dapat menyebabkan AKI,seperti usia
lanjut dan seseorang dengan PGK. Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan
status hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah
penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu kompensasi ginjal pada
seseorang dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretik tidak
terbukti efektif mencegah terjadinya AKI.