You are on page 1of 8

artikelkedokteran.

com

http://www.artikelkedokteran.com/304/pola-tekanan-darah-pada-gangguan-cemas-menyeluruh.html

POLA TEKANAN DARAH PADA GANGGUAN CEMAS


MENYELURUH
M. Faisal Idrus
ABSTRAK
Ini adalah penelitian survey dengan rancangan cross
sectional study yang bertujuan menilai pengaruh gangguan
cemas menyeluruh terhadap pola tekanan darah serta
membandingkannya dengan kelompok control yang tidak
cemas. Diagnosa gangguan cemas menyeluruh ditegakkan
berdasarkan criteria diagnostic menurut PPDGJ III atau DCR10.
Sasaran penelitian ini adalah semua pasien gangguan cemas
yang datang berobat ke poliklinik rawat jalan Rumah Sakit
Jiwa Pusat Ujung Pandang, Sampel dirtarik secara random
dengan model penarikan cross over design.Data yang
dikumpulkan diolah dan dianalisa dengan menggunakan
computer.
Dari penelitian ini didapatkan hasil 11 orang (35,5 %) pasien
mempunyai tekanan darah diastolic diatas nilai normal dan
enam orang diantaranya disertai tekanan darah sistolik yang
juga diatas nilai normal. Tekanan darah rata-rata dari pasien dengan gangguan cemas menyeluruh adalah lebih
tinggi dari kelompok control yang tidak cemas.
Kesimpulan, pengaruh gangguan cemas menyeluruh terhadap pola tekanan darah secara statistic tidak
bermakna. Ada perbedaan tekanan darah antara kelompok kasus dengan kelompok yang tidak cemas.
Kata kunci : GAD Otonomik Tekanan darah meningkat
Era globalisasi membawa dampak bagi perubahan interaksi sosial yang dapat menimbulkan stres pada individuindividu tertentu. Stres ini dapat mempengaruhi fungsi dari berbagai system organ tubuh, terutama system
kardiovaskuler.
Selye dalam teorinya General Adaptation Syndrome atau Biological Stress Syndrome, menjelaskan bahwa
pada tahap awal(reaksi alarm ) reaksi fisiologik terhadap stres adalah peningkatan aktivitas dari simpatetik
adrenomedular merangsang sekresi adrenalin yang akan menyebabkan peningkatan darah sistolik kemudian
pada tahap kedua ( tahap perlawanan) terjadi peningkatan aktivitas dari simpatetik adrenokortikal mengsekresi
noradrenalin, kortisol,aldosteron yang akan menyebakan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik. Dan pada tahap ketiga ( tahap kelelahan), segala energi telah habis, tubuh menjadi tak berdaya, organorgan tubuh rusak, tekanan darah menurun dan pada akhirnya dapat membawa kematian (1,2).
Manifestasi dari stress yang berkepanjangan dapat berubah anxietas (2,3). Anxietas adalah suatu keadaan
ketakutan tanpa adanya objek yang jelas. Respon fisiologik dijelaskan oleh cannon (4).
Menurut cannon, anxietas akan menimbulkan fight or flight. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk
melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin kedalam sirkulasi darah yang akan menyebabkan
meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah sistolik , sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk
menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekana darah meningkat

baik sistolik maupun diastolic (5).


Salan (6) meyatakan bahwa pada anxietas sedang terjadi sekresi adrenalin yang berlebihan sehingga
menyebabkan tekanan darah meningkat ,akan tetapi pada ketakuatn yang sangat hebat bisa terjadi reaksi yang
dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat, akan tetapi pada
ketakutan yang sangat hebat bisa terjadi reaksi yang dipengaruhi olehj komponen parasimpatis sehingga
menyebabkan tekanan darah menurun.
Dari berbagai penelitian klinik yang pernah dilakukan mengenai pengruh stress atau anxietas terhadap tekanan
darah didapatkan hasil yang berbeda-beda. Sebagian besar peneliti menemukan adanya peningkatan tekanan
sistolik sebagi akibat dari peningkatan curah jantung dan denyut jantung (7,8,9), sedangkan yang lainnya
menemukan peningkatan tekanan diastolic (10) dan ada juga yang tidak menemukan hubungan antara keduanya
(11).
Pada penelitian yang membandingkan tekanan darah dari orang-orang yang menderita stress atau anxietas
dengan orang-orang yang tidak menderita stress atau anxietas didapatkan hasil tekanan darah yang lebih tinggi
pada kelompok penderita stress (12,13).
Adanya hasil yang berbeda-beda mengenai pengaruh anxietas terhadap tekanan darah ini mendorong kami
untuk melakukan penjelitian bagaimanakah pola tekanan darah pada gangguan cemas menyeluruh yang
merupakan salah satu bentuk daria anxietas dan bagaimana perbandingannya bila dibandingkan dengan orang
yang tidak cemas.]
Dipilihnya topik ini adalah karena :
1.
8%).

Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan anxietas yang prevalensasinya cukup besar (3-

2.

Gangguan cemas menyeluruh perjalanan penyakitnya kronis dan derajat kecemasannya relative stabil.

3.

Adanya komplikasi kardivaskuler akibat stress atau anxietas yang mungkin dapat membawa kematian.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Menilai pengaruh dari gangguan cemas menyeluruh terhadap tekanan darah baik sistolik maupun
diastolic.
2.
Menilai apakah ada perbedaan tekanan darah antara penderita gangguan cemas menyeluruh dengan
kelompok control yang tidak cemas.
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANXIETAS
Sejarah
Dari studi kepustkaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, ditemukan bahwa istilah anxietas mulai
diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar anxietas dalam bahasa Indo Jerman adalah angh
yang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina.
Kesemuanya mengandung arti sempit atau konstriksi(13).
Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah anxiety neurosis. Kata anxiety diambil dari kata angst yang
berarti ketakutan yang tidak perlu(4). Pada mulanya Freud mengartikan anxietas inu sebagai transformasi
lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan saluran
pernafasan. Kemudian anxietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawtir yang berasal dari pikiran atau
keinginan yang direpresi. Akhirnya nxietas diartikan sebagi suatu respon terhadap situasi yang berbahaya (4).

Definisi
Anxietas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif (6,14,15,16), tidak menyenagkan (4,6,16,17). tidak
menentu (4.6.17,18), menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkuna bahaya atau ancaman
bahaya (16,17), dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas
otonomik (4,6,16,18).
Klasifikasi
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) terbagi atas :
1.

Gangguan Panik dengan atau tnpa agorafobia.

2.

Agorafobia tanpa riwayat gangguan panic.

3.

Fobia Spesifik.

4.

Fobia Sosial.

5.

Obsesi kompulsif.

6.

Gangguan stress pask trauma.

7.

Gangguan Cemas Menyeluruh(Generalized Anxiety Disorder).

8.

Gangguan Cemas karena kondisi Medis Umum (Anxiety Disorder Duwe To Medical Condition).

9.

Gangguan cemas yang disebabkan oleh subtansi zat (Subtance Induced Anxiety Disorder).

dalam ICD-10(20), anxietas dimasukkan dalam kelompok Gangguan Neurotik, gangguan yang berhubungan
dengn stress dan Simatoform. Kelompok ini terbagi dalam :
1.

Gangguan Anxietas Fobik yang terdiri atas :

a. Agorafobia dengan atau tanpa gangguan panic.


b. Fobia Sosial.
c. Fobi Spesifik.
2.

Gangguan anxietas yang lain (Other Anxiety Disorder) yang terdiri atas :

a. Gangguan Panic(Panic Disorder).


b. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).
c. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi ( Mixed Anxiety Disorder).
3.

Gangguan Obsesi Kompulsif.

4.
Gangguan Reaksi Menuju ke Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (Reaction to Severe Stress, and
Adjusment Disorder).
B. GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
Definisi
Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan ketakutan atau kecemasan
yang berlebih-lebihan, dan menatap sekurang-kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau
aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatica yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial,

pekerjaan, dan fungsi- fungsi lainnya


Sedangkan menurut ICD-10 gangguan ini merupakn bentuk kecemasan yang sifatnya menyeluruh dan menatap
selam beberapa minggu atau bulan yang ditandai oleh adanya kecemasan tantang msa depan, ketegangan
motorik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan.
Epidemiologi
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan nxietas yang paling sring dijumpai, diklinik diperkirakan 12
% dari seluruh gangguan anxietas. Prevalensinya di mas7yarakat diperkirakan 3 %, dan prevelansi seumur hidup
(life time) rata-rata 5 % (19) .Di Indonesia prevalensinya secara pasti belum diketahu, namun diperkirakan 2 % 5% (21).
Gangguan ini lebih sering dijumpai pada wanita dengan ratio 2 : 1, namun yang datang meminta pengobatan
rationya kurang lebih sama atau 1 :1 (4).
Etiologi
Etiologi dari gangguan ini belum diketahui secar pasti, namun diduga dua faktor yang berperan terjadi di dalam
gangguan ini yaitu, factor biologic dan psikologik (4 ,22).
Faktor biologic yang berperan pada gangguan ini adalah neurotransmitter. Ada tiga neurotransmitter utama
yang berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin , serotonin, dan gamma amino butiric acid atau GABA
(4,14,15,22). Namun menurut Iskandar (21) neurotransmitter yang memegang peranan utama pada gangguan
cemas menyeluruh adalah serotonin sedangkan norepinefrin terutama berperan pada gangguan panic.
Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan percobaan pada hewan primata yang
menunjukkan respon kecemasan pada perangsangan locus sereleus yang memprm,,.mmm n pemberian
obat-obatan yang meningkatkan kadar norepinefrin dapat menimbulkan tanda-tanda kecemasan, sedangkan
obat-obatan menurunkan kadar norepinefrin akan menyebabkan depresi (23,24).
Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan ini berbeda dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat
merangsang timbulnya anxietas, sedangkan Gamma Amino Butiric Acid atau GABA bersifat menghambat
terjadinya anxietas ini (4,14,15,25)Pengaruh dari neutronstransmitter ini pada gangguan anxietas didapatkan dari
peranan benzodiazepin pada gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA membentuk GABA-Benzodiazepin
complexyang akan menurunkan anxietas atau kecemasan(25). Penelitian pada hewan primate yang diberikan
sutau agonist inverse benzodiazepine Beta- Carboline-Carboxylic- Acid (BCCA) menunjukkan gejala-gejala
otonomik gangguan anxietas.
Mengenai perana serotonin dalam gangguan anxietas ini didapatkan dari hasil pengamatan efektivitas obatobatan golongan serotonergik terhedap anxietas seperti buspiron atau buspar yang merupakan agonist reseptor
serotorgenik tipe 1A (5-HT 1 A).Diduga serotonin mempengaruhi reseptor GABA-Benzodiazepin complex
sehingga ia dapat berperan sebagai anti cemas (4,14,25).Pemungkinan lain adalah interaksi antara serotonin
dan norepinefrin dalam mekanisme anxietas sebagai anti cemas (21).
Sehubungan dengan factor-faktor psikolgik yang berperan dalam terjadinya anxietas ada tiga teori yang
berhubungan dengan hal ini, yaitu : teori psikoanalitik, teori behavorial, dan teori eksistensial.
Menurut teori psiko-analitik terjadinya anxietas ini adalah akibat dari konflik unconscious yang tidak terselesaikan
(4,6).
Teori behavior beranggapan bahwa terjadinya anxietas ini adalah akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti
terhadap bahaya. Ketidaktelitian ini sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif pada detil-detil negative
dalam kehidupan, penyimpangan dalam proses informasi, dan pandangan yang negative terhada[p kemampuan
pengendalian dirinya (4).
Teori eksestensial bependapat bahwa terjadinya anxietas adalah akibat tidak adanya rangsang yang dapat

diidentifikasi secara spesifik.Ketiadaan ini membuat orang menjadi sadar akan kehampaannya di dalam
kehidupan ini (4,5).
Gambaran Klinik
Gambaran klinik dari gangguan ini ditandai oleh adanya ketakutan dan kecemasan yang berhubungan dengan
masa yang akan datang, gejala ketegangan motorik, hiperaktivitas system saraf otonom dan meningkatnya
kewaspadan (4,19,20).
Ketegangan motorik bermanisfetasi sebagai sakit kepala, gemetar dan gelisah. Gejala hiperaktivitas system
saraf otonom berupa jantung berdebar-debar, nafas pendek, berkeringat banyak, dan berbagai gejala system
pencernaan. Meningkatnya kewaspadaan ditandai dengan adanya persaan mudah marah dan mudah terkejut
(4,19,20).
Perjalanan Penyakit
Perlangsungan dari gangguan ini bersifat kronis residif dan prognosisnya sukar diramalkan. Sebanyak 25 % dari
penderit ini mengalami gangguan panic (4).
Pengaruh Gangguan Cemas Menyeluruh terhadap Tekanan Darah.
Ada dua factor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan
perifer (peripheral resistance) (26,27,28).
Kecemasan atau anxietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF (
Cortisocoprin- Releasing Factor) yang meneybabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon
tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal
untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi darah (2,15). Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan
mengakibatkan [peningkatan renis plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap
katekolmin (26), sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Selain itu hipotalamus juga berfungsi sebagi pusat dari system saraf otonom(15,29). Sistem ini terbagi atas
system simpatis dan system parasimpatis(23,30). Menurut Salan (26) pada anxietas sedang terjadi sekresi
adrenalin berlebihan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat
berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan
penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis kadar adrenalin terus
meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah
meninggi.
Menurut Iskandar (21) pada Gangguan Cemas Menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter
serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 (23,31).
Menurut Kabo(33) reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3
bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert (31) aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan
aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.
METODE
Subjek
Baik kelompok kasus maupun kelompok control diambil dari pengunjung poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa
Ujung Pandang. Kelompok kasus dalah penderita gangguan cemas menyeluruh sesuai dengan criteria diagnostic
PPDGJ III dan DCR-10 (Diagnostic Criteria For Research ICD-10). kelompok control adalah pengunjung
poliklinik yang datang untuk mendapatkan surat keterangan sehat dan bebas narkotik yang tidak cemas menurut
HARS ( Hamilton Anxiety Rating Scale). Yang diamsukkan dalam penelitian ini adalah berusia 18 tahun atau
lebih, tidak menderita psikotik , tidak ada riwayat hipertensi dan gangguan lain yang dapat meningkatkan atau
menurunkan tekanan darah seperti Diabetes, hipertiroid, penyakit ginjal, anemia dsb.

Prosedur
Mula- mula dilakukan pengukuran tekanan darah baik terhadap kelompok kusus maupun kelompok control.
Pengukuran dilakukan dalam posisi duduk setelah istirahat selama lima menit. Kemudian dilakukan wawancara
untuk menegakkan diagnosis dan menilai derajat kecemasan dengana menggunakan criteria diagnostic
menurut PPDGJ III atau DCR-10 dan HARS.
Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan mengguna-kan computer melalui paket statistic yang ada
dalam program epi info versi 6, dan analisisnya dilakukan dengan menggunakan SPSSpc+.
Uji statistic yang digunakan adalah Kai kuadrat untuk uji kemaknaan gangguan cemas menyeluruh terhadap
tekanan darah dan student t test tidak berpasangan untuk meliht adanya perbedaan tekanan darah antara
kelompok kasus dengan kelompok control yang tidak cemas.
HASIL PEMBAHASAN
Selama penelitian ini telah diobservasi sebanyak 62 orang yang terdiri dari 31 orang kelompok kasus dan 31
orang kelompok control.
Kebanyakan dari penderita gangguan cemas menyeluruh yang berkunjung ke poliklinik tersebut adalah lakilaki(21 orang atau 64,5 %), dengan ratio 2 : 1 , sedangkan menurut literatur (4,19,21,22) gangguan tersebut lebih
banyak diderita oleh wanita dengan ratio 2 : 1, namun yang datang berobat ke dokter rationya kurang lebih sama
(1 : 1). Mungkin hal ini disebabkan oleh karena sifat wanita yang kurang terbuka pada orang lain ataukah karena
aktivitasnya yang lebihbanyak untuk megurus rumah tangga, apalagi pada masyarakat timur.
Sebagian besar dari penderita gangguan tersebut adalah pengangguran (48,4 %) dan pada umumnya
merupakan kelompok usia dewasa muda (21-40 tahun) sebanyak 16 orang atau 51,6 %, dan dewasa
pertengahan (41- 65 tahun) sebanyak 11 orang atau 38, 7 %. Ketiadaan pekerjaan membawa individu kepada
hampaan dalam kehidupan yang merupakan factor psikososial bagi timbulnya kecemasan, sebagaimana
dikemukakan dalam teori eksistesial (4,6).
Pada umumnya tekanan darah dari penderita gangguan cemas menyeluruh dalam batas normal, hanya 11 orang
atau 35,5 % yang mempunyai tekanan darah diatas batas normal. Semua dari penderita yang tekanan darahnya
diatas batas normal ini mempunyai tekanan diatolik 90 mmHg keatas dan enam diantaranya mempunyai
mempunyai tekanan sistolik 140 mmHg keatas.
Meskipun pada penelitian ini didapatkan adanya kenaikan tekanan darah sesuai dengan meningkatnya
kecemasan sebagi man dalam literature (7,8,910), namun pengaruh dari gangguan dari anxietas ini secara
statistic tidak bermakna.
Setelah dilakukan uji statistic dengan menggunakan student t test perbedaan tekanan darah antara kelompok
kasus ( sistolik rata-rata 118,7 mmHg dan diastolic 79,8 mmHg) dengan kelompok control ( sistolik rata-rata 111,7
mmHg dan diastolic 71,00 mmHg), didapatkan hasil adanya perbedaan yang bermakna secara statistic lebih
tinggi pada kelompok kasus.
KESIMPULAN
Gangguan cemas menyeluruh lebih banyak diderita oleh kelompok dewasa muda dan umumnya tidak mepunyai
pekerjaan.
Meskipun gangguan anxietas ini secara statistic tidak mempengaruhi tekanan darah, namun 35,5 % dari
penderita pada penelitian ini mempunyai tekanan diatolik diatas normal.
Tekanan darah penderita gangguan cemas menyeluruh secara bermakna lebih tinggi dari kelompok yang tidak
cemas.

SARAN
1.
Karena pengangguran (ketiadaan pekerjaan) tidak hanya menimbulkan dampak sosial yang buruk tetapi
juga dapat mengakibatkan gangguan psikis pada akhirnya mungkin dapat menyebabkan penyakit fisik, perlu
kiranya kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang terkait dalam masalah ini.
2.
Sekalipun pengaruh gangguan cemas menyeluruh terhadap tekanan darah secara statistic tidak bermakna,
namun adanya penderita dengan tekanan diastolic diatas batas normal yang jumlahnya cukup besar (35,5%),
perlu kiranya diwaspadai adanya komplikasi hipertensi dimasa yang akan datang dan perlu penanganan yang
baik untuk gangguan cemas maupun hipertensinya.
3.
Menyadari akan adanya kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini baik dalam segi prasarana maupun
metode dan jumlah sample yang kecil. Perlu kiranya dilakukan penelitian dengansampel yang lebih besar dan
dengan prasaranan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Michael.M. : Stress Signs Source Sympton Solutions Editiones Roche, Basel Switzerland.

2.

Hukom AJ : Patofiolegi Stress, Jiwa, Maret 1986, XIX : 1 33 42.

3.

Mangindaan L. : Manisfetasi Klinik dari Stres, , Jiwa, Maret 1986, XIX : 1, 43- 54.

4.
Kaplan HI, Sadock BJ. : Anxiety Disorder, Sypnosis of Psychiatry, 7 th ed, William & Wilkins, Baltimore USA,
1994, 573-616.
5.
Mardianti R. : Senang, Marah, dan Senang. Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Hipertensi Ambang? Jiwa,
Maret 1990 XXIIII : 1, 49-52.
6.

Salan. R : Beberapa Konsep Tentang Anxietas, Anxieta s, Yayasan Dharma Usada, Jakarta, 1980, 12-23.

7.
Falkner B, Ongesti C, Angelakos E. : Cardiovaskuler Respons To Mental Stress In Normal Adolescent With
Hypertensive Patient, Hypertensio 1978 : 1. 24 -30.
8.
Knardahl S, Sanders AJ, Johnson AK : Efect Of Adrenal Demedullation On Stress Induced Hypertension
And Cardiovascular Reponses To Acute Stress, Acta Physiol Scand, 1988, 133, 77-83.
9.

Folkow B. : Physiological Aspect Of Primary Hypertension Physiol Rev 1982. 62,3, 347-504.

10. Steproe A, Melvile D, Ross A : Essential Hypertension And Psychological Functioning . A study of factory
workers, Br J Clinical Psychol 1982, 21 : 303 311`.
11. Masterton G, Main CJ, Lever AF. : Low Blood Pressure In Psychiatric Inpatient , Br Heart J, 1981 ,45 : 442446.
12. Timio M, Verdecchia P, Ronconi M. : Blood Pressure Change Over 20 Year In Mens In a Secluded Order , J
hypertensions 1985,3 (supplemen 8), 5387 -5388.
13. Anwar AH, Setyonegoro K. : Tiga dimenso Anxietas, Sebuah Pandangan Konsepsesual. Dalam Anxietas ,K.
Setyonegoro dan Y. Iskandar (ed). Yayasan Dharma Usada , Jakarta, 1980. 45-43.
14. Velucci SV,. : Anxiety in Neurotransmitter, Drug and disease. RA. Webster , CC. Jordan (ed). Blackwell
Scientific Publication . London, 1989, 394 -427.
15. Siverstone T, Turner P.: Anxiety. In Drug Treatment in Psychiatry, 4 th ed, Library of Congress Cataloging in
Publication Data Silverstone Trevor, London, 1993, 182- 200.
16. Solomon P : Anxiety Neurosis, Handbook of Psychiatry lange Medical Publication, California, USA,1974,
216-218.

17. Noyes. : Modern Clinical Pshyciatry, WB Saunders Company, Philadhelpia, 1954, 442 -445.
18. Cameron N, Rychlak Sf. : Anxiety Disorder, Personality Development and Psychopatology, 2 nd ed,
Houghton Mifflin Company, Boston, USA, 1985, 170-259.
19. American Pshyciatryc Association : Anxiety Disorder, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV
(DSM-IV), Washington , USA, 1994.
20. World Health Organization (WHO) : Anxiety Disorder, ICD-10 Classification of Mental Disorders and Behavior
Disorders, Geneva, 1994.
21. Iskandar Y ; Mengatasi Anxietas , Yayasan Dharma Graha, 1994.
22. Sharma R. : Anxiety state, In Pshyciatri Diagnosis & Therapy 88/89, JH Flaherty (ad), Prentice Hall
International Inc. USA, 1989, 84-95.
23. Ganong WF. : Review of medical Physiology , Prentice Hall International Inc. USA, 1991.
24. Lader M. : Brain Organization and Bahavior, In Introduction to Psychompharmalogy, Cambridge University
Press, USA, 1996, 168 -215.
25. Stahl SM : Anxiolytic and Sedative-Hypnotic. In essential Psychompharmalogy Cambridge University Press,
USA, 1996 , 168-215.
26. Sidabutar RP. : Patofisiologi dan Patogenesis Hipertensi Yang Ada Kaitannya Dengan Pengobatan,
Simposium Nasional Hipertensi, PB IDI, Jakarta ,1993.
27. Susalit E : Epidemiologi, Etiologi dan Patofisiologi Hipertensi. Dalam Hipertensi, RP Sidabutar (ed), Yayasan
Penerbitan IDI,Jakarta,1991.
28. Kaplan NM. : Primary Hypertension Phatogenensis. In Clinical Hypertensions.Wiliiam & Wilkins, Baltimore,
USA, 1994, 47 -107.
29. Adams RD. : The Limbic Lobes and the Neurology of Emotions. In Princeples Neurology, 3 rd (ed), Mcgraw
Hill Book Company, New York,USA, 1993,381 -392.
30. Guyton Ac. : Human Physiology and Mechanism of Desease. WB Saunders Company, 1982.
31. Gothert M, Schlicker E. : Classification of Serotonin Receptors, In Serotonin in Cardiovasculer Pharmacology,
Raven Press, New York, 1987, 10 ;30 ; 58- 511.
32. Houston PS, Vanhoutta PM.: Serotonin the Puzzling Neurotransmitter , Its Roleing Vascular Desease
,Medical Progress, Oktober 1986, 67-69.

You might also like