Professional Documents
Culture Documents
Zakat yang tidak disalurkan melalui amil atau lembaga zakat tidak dapat dinamakan zakat
melainkan hanya sedekah, sekedar sumbangan kedermawanan. Apabila al-Quraan sebagai
pedoman meletakan lembaga amil zakat pada urutan pertama segera sesudah fakir miskin, hal ini
dimaksudkan untuk menunjukan betapa pentingnya lembaga tersebut dalam system perzakatan.[2]
2. PAJAK
Pajak secara etimologi adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar
oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan
pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya. Dilihat dari definisi tersebut maka
dapat kita tarik kesimpulan bahwa pajak ada unsure pemaksaan, karena ada kata-kata pungutan
wajib dan sebagai sumbangan wajib. Sementara tujuan pajak adalah untuk menggali dana atau
uang sebanyak- banyaknya tanpa melihat dan memandang orang kaya ataupun miskin.[3]
Rachmat Sumitro (1987: 5) mendefinisikan bahwa, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa
timbal (kontraprestasi) langsung yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut diatas dapat dijabarkan lima unsure yang menjadi cirri pajak, yaitu:
(1) Iuran rakyat atau keikut sertaan masyarakat dalam pembiayaan Negara dan pembangunan
nasional. (2) Harus disetor ke kas Negara. (3) Berdasarkan Undang-undang. (4) Tidak mendapat
balas jasa langsung (untuk pembayarannya). (5) Digunakan untuk pengeluaran umum negara.[4]
Subyek atau wajib zakat di sebut dengan Muzakki. Definisi muzakki juga telah
ditetapkan dalam UU Zakat (Ps. 1 butir 3) yaitu, Muzakki adalah orang atau badan yang
dimiliki orang muslim yang berkewajiban untuk menunaikan zakat. [6] Dibawah ini merupakan
subyek atau wajib zakat:
o Orang yang beragama Islam (muslim)
o Badan yang dimiliki oleh orang muslim, yang berkewajiban menunaikan zakat.
o Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnmya
dilakukan oleh Perwakilan RI di Luar Negeri[7]
Subyek atau Wajib Pajak
Subyek pajak sering disamakan dengan wajib pajak yaitu orang atau badan yang
diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Begitu ringkas definisi ini sehingga
terbuka untuk segala macam penafsiran, yaitu: (1) Apakah orang atau badan berada diIndonesia
atau diluar negeri. (2) Nama dan bentuk badan, apakah berstatus badan hokum atau tidak (3)
Melakukan kegiatan usaha bisnis bertujuan mencari laba atau tidak (badan amal) sekalipun .
[8]
Dibawah ini merupakan subyek atau wajib pajak:
o Orang pribadi penduduk Indonesia
o Badan yang didirikan / berkedudukan di Indonesia
o Warisan yang belum terbagi sebagai pengganti yang berhak
o Penduduk Luar Negeri dan badan Luar Negeri yang melakukan kegiatan usaha
di Indonesia atau menerima/memperoleh penghasilan di Indonesia.[9]
Hasil pertambangan
Hasil peternakan
Hasil pendapatan dan jasa
Rikaz (barang temuan)
Objek Pajak
Pada dasarnya harta yang melalui sumber zakat, juga termasuk apa yang dikenai kewajiban
pajak. Hanya dalam pajak lebih terperinci dan luas mencakup pajak penghasilan (PPh), pajak
bumi dan bangunan (PBB), pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang
mewah (PPBNM).
Kewajiban pajak kadarnya ditetapkan oleh negara sesuai dengan kebutuhan. Sifatnya relatif bisa
berlebih dan berkurang sesuai dengan situasi dan kondisi pendukungnya. Bahkan bila pada suatu
waktu negara tidak membutuhkannya lagi karena ada sumber dana lain, maka pajak dapat
dihapuskan. Objek zakat meliputi:
Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Sumbersumber penghasilan:
o
o
o
o
3. Dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu sedekat-dekatnya dengan
saat diterimanya penghasilan.
4. Biaya pemungutan harus semurah-murahnya.[12]
menghasilkan tariff yang selalu menaik. Hal ini disebabkan karena adanya penetapan tarif
bertingkat. Umumnya pajak penghasilan dikenakan tarif ini.
Tarif Regresif, Persentase pajak yang selalu menurun dengan menaiknya dasar
pengenaan pajak.
Tarif Tetap, pajak yang dikenakanpada suatu obyek tidak memperhitungkan nilai uang
dari ojek pajak dan dikenakan dalam bentuk nilai uang tetap. Contoh tarif ini adalah Bea
Meterai.
Tarif Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri (UU PPH Ps. 17 (1) Huruf a.
Tarif Pajak
5% (Lima Persen)
Tarif Pajak
10 %
15 %
30 %
pajak sangat tergantung pada jenis, sifat dan cirinya. Dilihat dari sifatnya terdapat berbagai
macam pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Pajak Pribadi
2. Pajak Kebendaan
3. Pajak atas Kekayaan
4. Pajak atas Bertambahnya kekayaan
5. Pajak Konsumsi
Jika zakat harus dipergunakan untuk kepentingan mustahik yang berjumlah delapan asnaf, maka
pajak dapat dipergunakan dalam seluruh sector kehidupan, sekalipun dianggap sama sekali tidak
berkaitan dengan ajaran agama. Muhammad Bagir al-Habsyi [13] mengemukakan bahwa
perbedaan esensial antara zakat dan pajak antara lain sebagai berikut :
1. Ketentuan kadar zakat yang diwajibkan oleh syariat atas masing-masing jenis harta,
seperti 2,5 persen, lima persen, 10 persen, dan 20 persen yang tidak sama dengan kadar
atau persentase pajak yang ditentukan oleh setiap pemerintahan atas setiap jenis
penghasilan.
2. Niat khusus yang menyertai pengeluaran zakat sebagai ibadah dan pendekatan diri
kepada Alloh Swt yang tidak dapat dipersamakan dengan niat ketika membayar pajak
kepada pemerintah.
3. Ketentuan khusus tentang orang-orang atau lembaga-lembaga tertentu yang dperbolehkan
maupun yang tidak dibolehkan menerima zakat, sebagaimana telah dirinci oleh AlQuran dan hadist Nabi.
d. Zakat harta diwajibkan atas harta yang memenuhi beberapa syarat
tertentu, Diantaranya harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok, tidak punya
hutang dan harus mencapai nishab tertentu bagi sebagian zakat, sedangkan pajak tidak diambil
dengan memperhitungkan syarat-syarat tersebut, terkadang pajak ditarik dari orang miskin yang
berada di bawah batas kecukupan dan sama saja apakah dia punya hutang atau tidak.
e. Zakat harta mempunyai pso-pos distribusi tertentu yang telah diketahui yaitu delapan
golongan (asnaf), distribusi zakat sangat mementingkan unsur kemanusiaan dan tidak dibagikan
sesuai dengan keinginan penguasa, sedang hasil dari pajak didistribusikan sesuai dengan
ketentuan penguasa dan dimanfaatkan bersama oleh orang kaya dan miskin, bahkan terkadag
pajak tersebut hanya dinikmati oleh orang kaya saja.
f. Baik secara teks maupun rih serta menghubungkan antara kaum fakir dengan orang
kaya. Sedang sistem pajak konvensional kontemporer telah gagal dalam merealisasikan hal itu,
setiap yang kami dengar tentang itu semua hanyalah nyanyian dan pemanis bibir belaka, bahkan
sebaliknya terkadang pajak mengakibatkan sifat hasad dan kebencian antara manusia secara
umum dan antara donator dengan instansi perpajakan secara khusus.
Perbedaan-perbedaan ini bukan dimaksudkan untuk mendorong manusia untuk tidak membayar
pajak, sebaliknya ia adalah sebagian dari hak-hak masyarakat, untuk pembiayaan pelayanan
umum yang berada di luar wilayah pos distribusi zakat, seperti keamanan, pendidikan,
pengobatan dan lainnya. Jika ada penyimpangan dalam penggunaannya maka dosanya
ditanggung oleh penguasa dan perangkatnya. Sedang kita wajib mendoakan dan mengajak
mereka kepada kebaikan dan memerintahkan mereka kepada yang maruf dan mencegah yang
munkar.[14]Wallahualam