You are on page 1of 9

Tugas Mata Kuliah Sistem Pemetaan Lanjut

PEMETAAN REAL-TIME DAERAH TERDAMPAK


BENCANA MENGGUNAKAN MULTISENSOR-UAV
Program Pascasarjana Teknik Geomatika Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

Dany Puguh Laksono


(13/353080/PTK/08949)

TUGAS MATA KULIAH SISTEM PEMETAAN LANJUT


PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

PEMETAAN REAL-TIME DAERAH TERDAMPAK BENCANA


MENGGUNAKAN MULTISENSOR-UAV

Pada makalah ini akan disajikan metode yang dapat digunakan untuk melakukan pemetaan
secara real-time pada daerah yang terdampak bencana. Pesawat tanpa awak yang
dilengkapi dengan kamera dan video digunakan untuk akuisisi data. Orientasi eksternal
kamera dan video ditentukan dari posisi dan orientasi pesawat tanpa awak yang diperoleh
menggunakan GPS dan IMU. Sensor berupa kamera yang dilengkapi dengan filter
inframerah digunakan untuk memperoleh data foto dalam band inframerah, sedangkan
video digunakan untuk memperoleh citra dalam rentang sinar tampak. Data yang diperoleh
dari sensor kemudian ditransmisikan ke penerima (receiver) di darat. Pemrosesan lebih
lanjut akan menghasilkan data berupa video dan tampilan inframerah yang dapat
digunakan untuk pemetaan kaji-cepat dalam penanggulangan bencana, seperti bencana
kebakaran atau banjir.
Kata kunci: UAV, real-time mapping, disaster response, multiband sensor

I. Pendahuluan
Sebagai negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi, sudah selayaknya
Indonesia mengerahkan segala upaya untuk mengurangi kerugian akibat terjadinya
bencana. Usaha untuk mengurangi bencana merupakan aktivitas yang berkelanjutan, yang
meliputi kegiatan pra dan pasca bencana. Sesuai dengan sifat bencana yang datang secara
tiba-tiba, diperlukan suatu kegiatan mitigasi melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.
Dalam kegiatan manajemen bencana, dikenal istilah siklus bencana. Siklus bencana
merupakan kegiatan yang dilakukan terus-menerus dalam rangka meminimalisir kerugian
akibat adanya bencana. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan tanggap bencana, pemulihan
pasca bencana, mitigasi bencana dan kesiapsiagaan. Semua kegiatan tersebut saling terkait
dan melengkapi dalam kegiatan penanggulangan bencana.
Kaji-cepat dalam penanggulangan bencana dapat dikelompokkan dalam kegiatan tanggap
bencana. Setelah terjadinya bencana, diperlukan informasi yang akurat dan cepat sehingga
dapat diberikan respons yang sesuai. Sebagai contoh, dalam kejadian banjir, informasi
mengenai luasan banjir, tinggi genangan, lokasi pengungsi dan informasi lainnya sangat
diperlukan sehingga bantuan dapat disalurkan dengan tepat. Selain itu, kaji cepat bencana
juga menyajikan informasi yang penting untuk siklus penanggulangan bencana, seperti
mitigasi dan kesiapsiagaan untuk menghadapi kejadian bencana selanjutnya.

Bencana

Kesiapsiagaan

Mitigasi

Tanggap Bencana

Pemulihan

Gambar I: Siklus Penanggulangan Bencana

Dalam makalah ini akan disajikan suatu usulan metode yang dapat digunakan dalam
pengumpulan data pada kegiatan kaji-cepat suatu kejadian bencana. UAV digunakan untuk
menyediakan data secara realtime sehingga diperoleh data yang paling akurat dan paling
tepat waktu (up to date) untuk digunakan dalam kegiatan tanggap bencana. Tujuan dari
makalah ini adalah untuk memberikan alternatif metode pemetaan real time dengan biaya
yang relatif lebih murah untuk memperoleh sebanyak mungkin data (citra inframerah dan
citra tampak/visible) dalam waktu yang singkat.

II. Metodologi
UAV untuk akuisisi data
Pemetaan menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle/Pesawat tanpa awak) bukanlah
merupakan hal baru. Pemetaan dengan menggunakan platform UAV merupakan
perkembangan dari pemotretan udara dengan menggunakan platform pesawat udara.
Perkembangan teknologi dalam bentuk pesawat tanpa awak (UAV/Drone) membuka
alternatif pemotretan udara yang lebih murah (low-cost) namun tetap mengedepankan
kualitas produk yang dihasilkan.
Sistem pemotretan udara dengan menggunakan UAV umumnya terdiri dari sebuah kamera
sebagai sensor citra permukaan bumi dan GPS/IMU sebagai sensor posisi. Kamera baik
digital maupun analog digunakan untuk memperoleh data permukaan bumi dengan resolusi
tinggi. Permasalahan utama dari pemetaan menggunakan wahana pesawat udara adalah
penentuan parameter orientasi internal dan parameter orientasi eksternal. Untuk parameter
internal pada pemotretan UAV, nilai dari parameter-parameter interior seperti panjang
fokus, koordinat principal point dan parameter kalibrasi kamera dapat diselesaikan dengan

menggunakan persamaan DLT (Direct Linear Transformation). Persamaan DLT seperti


dijelaskan dalam (Zhou, 2009) adalah sebagai berikut:

Pada metode konvensional, penyelesaian parameter orientasi kamera pada pesawat tanpa
awak akan memerlukan ketersediaan titik control (GCP) yang teliti dan tersebar pada area
yang dipetakan. Hal ini tentunya tidak dapat dilakukan pada pemetaan daerah yang
terdampak bencana, sehingga ketersediaan GPS dan IMU akan memudahkan penyelesaian
masalah orientasi external kamera untuk mendapatkan citra permukaan bumi yang
tergeoreferensi tanpa mensyaratkan ketersediaan GCP. Gambaran system pemotretan udara
dengan menggunakan UAV sebagaimana dijelaskan pada (Zhou, 2009) dapat dilihat pada
Gambar II.

Gambar 2: Sistem UAV untuk Pemotretan Udara

Selain penentuan parameter orientasi interior dan exterior, sistem UAV juga perlu
memperhatikan jarak (offset) antara sensor GPS dan kamera/video yang digunakan.
Persamaan jarak ini dihitung pada masing-masing sensor menggunakan persamaan (Zhou,
2009):

Apabila digunakan lebih dari satu sensor (video dan kamera), persamaan ini dihitung untuk
masing-masing sensor, sehingga Xlens, Ylens dan Zlens mewakili unit kamera maupun video
yang digunakan.
Dari data yang diperoleh kemudian dapat diproses dan dianalisis baik secara dua dimensi
(seperti pembuatan mosaic orthophoto) maupun tiga dimensi (seperti pembentukan model
permukaan 3D). Dalam kegiatan kaji-cepat bencana, data-data ini akan sangat berguna
untuk meminimalisir korban dan mengoptimalkan pemberian bantuan. Beberapa contoh
penggunaan UAV dalam pemetaan kaji-cepat pasca kejadian bencana dapat dilihat pada
beberapa penelitian sebelumnya, seperti pada (Aditya et al., 2011), (Marenchino, 2009)
dan (Bendea et al., 2008). Akan tetapi, metode ini memiliki kelemahan dalam hal waktu.
Data yang diperoleh masih memerlukan pemrosesan pasca-akuisisi untuk mendapatkan
citra yang tergeoreferensi.

Sensor inframerah
Kamera biasa menangkap citra pada band tampak (RGB). Untuk keperluan praktis, kamera
biasa dapat digunakan untuk memperoleh citra inframerah dari daerah yang ditangkap
dengan memasang filter inframerah pada kamera tersebut. Filter pada lensa akan
menyaring cahaya yang ditangkap oleh sensor kamera. Pada kamera normal, semua berkas
cahaya akan diteruskan dari lensa ke sensor. Apabila dipasang filter inframerah, maka
hanya gelombang cahaya inframerah saja yang diteruskan ke sensor sehingga didapat
gambaran inframerah dari objek yang ditangkap.

Gambar 3: Cara kerja filter inframerah (Warren, 2013)

Penggunaan inframerah dalam kegiatan kaji-cepat bencana akan sangat membantu dalam
perolehan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. Sensor inframerah
dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran, makhluk hidup, vegetasi dan benda-benda
yang memancarkan panas. Sebaliknya, sensor inframerah akan memberikan warna gelap
untuk objek seperti air atau permukaan es. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk
mengidentifikasi titik api pada kejadian bencana kebakaran, atau untuk mendeteksi korban
selamat pada bencana banjir.

Real time processing


Terobosan lainnya pada teknologi pemetaan dengan menggunakan wahana UAV adalah
pemetaan real-time. Pada sistem pemotretan udara real-time, data yang diakuisisi oleh
sensor (baik kamera maupun video) dipancarkan oleh unit transmitter ke unit penerima
(receiver) dan secara langsung diproses untuk menghasilkan informasi pada saat yang
hampir bersamaan. Beberapa contoh penelitian terdahulu yang membahas mengenai
pemetaan realtime dengan menggunakan UAV adalah (Zhou, 2009), (Steffen and Frstner,
2008), dan (Ambrosia et al., 2003). Makalah ini akan mengadopsi beberapa contoh aplikasi
real-time mapping dari beberapa penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.
Proses pemetaan real time dari UAV dilakukan dengan menghubungkan sensor akuisisi
data (video dan kamera) dengan unit transmitter. Transmitter video seperti Hicam MV500
tersedia di pasaran dengan harga yang cukup terjangkau. Pada (Eugster and Nebiker, 2008)
dijelaskan mengenai integrasi sistem untuk pemetaan menggunakan UAV dengan sensor
berupa video secara real time, seperti pada Gambar 4.

Gambar 4: Desain sistem terintegrasi untuk video realtime

Pada Gambar 4 di atas, data yang diperoleh dari video dikonversi dalam format analog
untuk kemudian ditransmisikan menggunakan unit Wireless Data Link ke stasiun penerima
di bumi. Selanjutnya data tersebut diterjemahkan oleh unit Frame Grabber untuk kemudian
digabungkan dengan data orientasi dan posisi pesawat dari unit GPS dan IMU untuk

memperoleh data tergeoreferensi. (Zhou, 2009) membahas mengenai metode matematis


untuk georeferensi data dari video secara real time. (Leira, 2013) membahas mengenai
metode Kalman Filtering untuk memperoleh posisi secara teliti dari GPS/INS yang ada
pada wahana UAV.

Tantangan
Tantangan terbesar dari rancangan sistem yang diusulkan adalah mengenai penyediaan
tenaga bagi keseluruhan unit yang ada pada pesawat UAV. Permasalahan ini dibahas
secara detil pada (Leira, 2013). Penggunaan baterei pada video dan kamera perlu
disesuaikan dengan ukuran dan kapasitas maksimum dari beban yang dapat diangkut oleh
UAV.

Gambar 5: Diagram perbandingan kebutuhan energi dan jenis baterei yang tersedia di pasaran

Solusi untuk permasalahan tersebut diberikan oleh (Leira, 2013) dengan memberikan
beberapa alternatif desain sistem dengan baterai yang paling optimal yang dapat digunakan
pada sebuah wahana UAV. Salah satu desain yang digunakan terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6: Desain tenaga untuk sistem GPS, video dan kamera IR

Solusi yang diberikan adalah dengan memberikan tenaga tersendiri pada video kamera
(menggunakan baterai),
sedangkan tenaga untuk
kamera,
GPS
dan unit
pemrosesan/transmitter diberikan tenaga dari Power Supply bertegangan 5 volt. Pengaturan
video juga perlu menjadi perhatian, sebab semakin tinggi frame rate (tingkat akuisisi citra
pada video), maka waktu pemrosesan dan tenaga yang dibutuhkan juga akan semakin
besar. Demikian pula, semakin besar nilai fps (frame per second) yang ada pada video,
maka data yang ditransmisikan juga akan lebih besar sehingga diperlukan bandwith dan
ukuran media penyimpanan data yang juga besar. Pada (Leira, 2013), dapat disimpulkan
bahwa besaran fps yang ideal adalah 17.9 fps dengan waktu pemrosesan 56 detik.

III. Kesimpulan
Teknologi yang tersedia saat ini sudah cukup mumpuni untuk membuat sebuah sistem
pemetaan yang terintegrasi. Sebuah perangkat UAV dapat dimanfaatkan untuk melakukan
pemetaan pasca bencana secara real time. Sensor yang berbeda digunakan untuk
mendapatkan data-data mengenai kejadian bencana secara lebih akurat dan tepat waktu.
Sensor inframerah yang dipasang pada kamera dapat digunakan untuk mendeteksi fiturfitur yang sulit dideteksi secara kasat mata, sedangkan sensor berupa video digunakan
untuk melengkapi data inframerah tersebut dengan data tampilan langsung dari daerah
terdampak bencana.
Integrasi semua sensor baik sensor penentuan posisi seperti GPS dan IMU maupun sensor
akuisisi data seperti kamera dengan filter inframerah dan perangkat video dapat digunakan
untuk pemetaan secara real time. Permasalahan berupa penyediaan tenaga untuk
keseluruhan perangkat dapat diatasi dengan menggunakan beberapa pendekatan, misalnya
dengan menambahkan penyedia tenaga mandiri untuk perangkat video. Keseluruhan
perangkat ini perlu diuji dalam ketelitian hasil, kinerja sistem dalam kondisi bencana, dan
kehandalan seluruh sistem. Kalman Filering dapat digunakan untuk meningkatkan
ketelitian posisi dari wahana UAV serta memberikan akurasi yang lebih baik dari citra
yang tergeoreferensi.

Rujukan
Aditya, T., Aries, C., Andaru, R., 2011. Tinjauan Usabilitas Kaji Cepat dengan Teknologi
Fotogrametri berbasis UAV dan Pemetaan Partisipatif Pasca Banjir Lahar Dingin di
Kali Code. Pros. Semin. Merapi MPBA Tek. Sipil UGM pp. 8.
Ambrosia, V.G., Wegener, S.S., Sullivan, D.V., Buechel, S.W., Dunagan, S.E., Brass, J.A.,
Stoneburner, J., Schoenung, S.M., 2003. Demonstrating UAV-acquired real-time
thermal data over fires. Photogramm. Eng. Remote Sens. 69, 391402.
Bendea, H., Boccardo, P., Dequal, S., Giulio Tonolo, F., Marenchino, D., Piras, M., 2008.
Low cost UAV for post-disaster assessment, in: Proceedings of the XXI Congress
of the International Society for Photogrammetry and Remote Sensing, Beijing
(China). pp. 311.
Eugster, H., Nebiker, S., 2008. UAV-Based Augmented Monitoring-Real-Time
Georeferencing and Integration of Video Imagery with Virtual Globes. IAPRSSIS
37, 12291235.
Leira, F.S., 2013. Infrared Object Detection & Tracking in UAVs.
Marenchino, D., 2009. Low-cost UAV for the environmental emergency management.
Photogrammetric procedures for rapid mapping activities.
Steffen, R., Frstner, W., 2008. On visual real time mapping for unmanned aerial vehicles,
in: 21st Congress of the International Society for Photogrammetry and Remote
Sensing (ISPRS). pp. 5762.
Warren, J., 2013. Infrared Cameras for Vegetation Analysis [WWW Document]. URL
http://publiclab.org/wiki/near- infrared-camera-history (accessed 12.27.13).
Zhou, G., 2009. Near Real-Time Orthorectification and Mosaic of Small UAV Video Flow
for Time-Critical Event Response. IEEE Trans. Geosci. Remote Sens. 47, 739747.

You might also like