Professional Documents
Culture Documents
A. Kajian Teori
1.
8
Problem-based learning is an educational approach that challenges
students to "learn to learn". Students work cooperatively in groups to seek
solutions to real-world problems and more importantly, to develop skills to
become self-directed learners.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang
menantang siswa untuk belajar dengan belajar.
kelompoknya untuk mencari solusi dari masalah dunia nyata dan lebih pentingnya
untuk mengembangkan keterampilan siswa dengan menjadi pembelajar langsung.
9
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Berdasarkan
pendapat di atas, langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah dalam
penelitian ini terdiri dari lima fase, yaitu (1) mengorientasi siswa pada masalah,
siswa diperkenalkan kepada suatu masalah yang harus mereka pecahkan; (2)
mengorganisasikan siswa untuk belajar, siswa mengidentifikasi permasalahan
yang diberikan dalam LKK; (3) membimbing pemeriksaan kelompok, siswa
berdiskusi dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan
kemudian melakukan pemeriksaan terhadap hasil diskusi kelompoknya; (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, siswa mengembangkan hasil
diskusi dan menyajikan di hadapan kelompok lain; dan (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah, siswa menganalisis dan mengevaluasi
hasil diskusi dari kelompok penyaji kemudian siswa menyimpulkan secara
bersama-sama solusi dari permasalahan yang diberikan.
Menurut Pierce dan Jones (1998: 78), proses yang harus dimunculkan dalam
pembelajaran berbasis masalah yaitu: engagement, inquiry and investigation,
10
performance, and debriefing.
menuntut siswa berperan aktif sebagai pemecah masalah. Arends (2007: 407)
mengatakan, The learning environment of PBL is characterized by openness
active student involvement, and an atmosphere of intellectual freedom.
Kemudian proses inquiry and investigation meliputi kegiatan menyelidiki
berbagai
macam
cara
dari
masalah
yang
diberikan,
mengumpulkan,
dan
menggunakan
representasi
sebagai
alat
untuk
11
2.
12
mengatakan bahwa kemampuan representasi matematis memungkinkan siswa
untuk memahami hubungan antar konsep-konsep yang berkaitan dengan
mengaplikasikan matematika ke dalam masalah yang realistis.
Hal ini berarti bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai
kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk menciptakan dan menggunakan
representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide
matematika, memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematika
untuk memecahkan masalah, dan menggunakan representasi untuk memodelkan
dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematika.
Proses representasi dibagi menjadi dua tahap, yaitu representasi internal dan
representasi eksternal. Representasi internal adalah aktivitas mental seseorang
dalam pikirannya.
13
eksternal. Menurut Elliot dkk (2000: 314), External representation is a method
of problem solving in which a person uses symbols or some other observable type
of representation. Hasil representasi eksternal dapat berupa kata-kata, simbol,
notasi, gambar, grafik, diagram, tabel maupun model objek fisik dari alat peraga
tersebut merupakan representasi eksternal.
Bentuk-
bentuk operasional dari representasi matematis disajikan pada Tabel 2.1 seperti
yang dikemukakan oleh Jaenudin (2008: 10).
Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Operasional Representasi Matematis
No
1.
Representasi
Visual:
a) Diagram, grafik, atau
tabel
b) Gambar
2.
3.
Bentuk Operasional
Menyajikan kembali data/informasi dari suatu
representasi ke suatu representasi diagram, grafik, atau
tabel.
Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan
masalah.
Membuat gambar pola geometri.
Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas
masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya.
Membuat persamaan, model matematika, atau
representasi dari representasi lain yang diberikan.
Membuat konjektur dari suatu pola hubungan.
Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekpresi
matematis.
Membuat situasi masalah berdasarkan data atau
representasi yang diberikan.
Menuliskan interpretasi dari suatu representasi.
Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah
matematis dengan kata-kata.
Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi
yang disajikan.
Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau
teks tertulis.
14
Pada penelitian ini, untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa
digunakan empat indikator, yaitu menyajikan kembali informasi dari masalah
yang diberikan, membuat representasi untuk mengkomunikasikan ide-ide, dan
menggunakan representasi visual dan simbolik untuk menyelesaikan masalah.
B. Kerangka Pikir
Siswa melakukan
penemuan dan penyelidikan dalam rangka mencari solusi dari masalah yang
diberikan. Setelah siswa menemukan solusi dari masalah yang diberikan, siswa
menyajikan solusi tersebut di hadapan siswa lain. Kemudian siswa berdiskusi
untuk menguji keakuratan dari solusi yang mereka peroleh.
15
Masalah yang diberikan dalam pembelajaran berbasis masalah dibuat sedemikian
rupa agar siswa dapat memberikan alasan, menginterpretasikan, membuat
konjektur,
dan
mengkorelasikan
ide-ide
matematis
untuk
memperoleh
C. Hipotesis
Hipotesis Umum:
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
kemampuan representasi matematis siswa.
2.
Hipotesis Kerja:
Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan penerapan
model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari peningkatan
16
kemampuan representasi matematis siswa dengan penerapan model
pembelajaran konvensional.