You are on page 1of 24

PEMBAHASAN

CHAPTER 14

PENGGANGGARAN INTERNASIONAL DAN EVALUASI


KINERJA
Pokok Bahasan

Mengidentifikasi tingkatan utama dalam proses pengendalian strategis


Menggambarkan perbedaan cara untuk mengevaluasi kinerja manajer dan perusahaan dalam

lingkup internasional
Memberikan hasil dari perbedaan studi evaluasi kinerja perusahaan AS dan non-AS
Mendiskusikan bagaimana mata uang asing berdampak pada proses evaluasi penganggaran

dan kinerja
Menelusuri masalah yang timbul dari penetapan harga transfer intrakorporasi
Memeriksa isu dan kecenderungan utama dalam evaluasi kinerja, termasuk penggunaan EVA
dan Balanced Scorecard

PENDAHULUAN
Dalam bab ini kita akan melihat beberapa masalah khusus yang dihadapi manajemen
dalam proses pengendalian perusahaan multinasional. Seperti pengendalian pada lingkungan
domestik, pengendalian dalam lingkungan global diawali dengan tujuan strategis dan termasuk
semua elemen perencanaan dan pengawasan kesuksesan strategi global untuk mencapai tujuantujuan mereka. Fokus dari proses perencanaan adalah untuk memberikan arah strategi bagi
perusahaan dan kemudian rencana operasional agar perusahaan dapat mencapai arah
strateginya.Tugas dari akuntan manajemen dalam proses perencanaan adalah bekerja sama
dengan manajemen puncak untuk mengidentifikasi kriteria kinerja yang penting dan kemudian
mengawasi pencapaian kriteria tersebut.

PROSES PENGENDALIAN STRATEGIS


Dalam sebuah studi mengenai perusahaan multinasional oleh Gupta dan Govindarajan
(1991), tingkatan yang teridentifikasi dalam sistem pengendalian strategis formal, antara lain
sebagai berikut:
1. Penelusuran strategi periodik untuk setiap bisnis, khususnya dalam kurun waktu 1 tahunan
atau kurang
2. Rencana operasi tahunan, yang semakin memasukkan ukuran-ukuran nonfinansial bersama
dengan ukuran-ukuran finansial tradisional
3. Pengawasan formal hasil-hasil strategis, yang dapat dikombinasikan dengan proses
pengawasan anggaran
4. Penghargaan personal dan campur tangan pusat
Mempunyai sistem pengendalian strategis yang terlalu kaku dapat mempersulit
perusahaan di mana dengan cepat dapat mengubah industri, namun ada beberapa manfaat
yang jelas dari sebuah proses formal:
1. Kejelasan dan realisme yang lebih dalam perencanaan
2. Lebih banyak kekenduran standar kinerja
3. Lebih banyak motivasi bagi manajer unit bisnis
4. Campur tangan manajemen pusat lebih tepat pada waktunya
5. Tanggung jawab yang lebih jelas
Untuk beberapa sistem kerja, penting untuk memilih tujuan strategis yang benar
didasarkan pada analisis persaingan dan kekuatan perusahaan. Kemudian, target yang wajar
perlu untuk disusun sesuai dengan strategi perusahaan. Beberapa perusahaan mencoba untuk
menetapkan tolak ukur kinerja mereka berdasarkan pada pesaing kunci, tapi biasanya sulit
untuk mendapatkan data yang bagus dari pesaing global. Sistem harus cukup diperketat dan
diberi banyak persyaratan untuk memberikan tekanan bagi manajemen untuk melakukannya.
Sering ditemukan adanya rencana strategis yang terlalu umum, sehingga ada tantangan yang
sebenarnya untuk menerima rencana dan target dan menggunakannya untuk mendorong
manajemen. Akhirnya, penting untuk tidak membiarkan proses menjadi terlalu besar,
kompleks, dan birokratis di mana hal ini membuka jalan untuk berpikir kreatif dan kinerja
yang kuat.
Mencoba untuk menerapkan konsep ini dalam lingkungan global tidaklah mudah.
Lingkungan operasi yang berbeda membuat hal ini menjadi sulit dan kompleks untuk
menegakkan dan mengimplementasikan sistem pengendalian strategis. Lingkungan operasi
2

termasuk juga budaya; sistem perundang-undangan (di mana membatasi tujuan strategis untuk
mengembangkan pasar saham atau untuk menjadi pemimpin pasar); perbedaan politik yang
dapat mempengaruhi peran perusahaan yang dapat dilakukan dalam suatu negara; dan sistem
ekonomi, termasuk ukuran dan pertumbuhan inflasi dan pasar.
STUDI EMPIRIS MENGENAI PERBEDAAN AKUTANSI MANAJEMEN DAN
PRAKTIK PENGENDALIAN LINTAS BANGSA
Pengaturan Tujuan: Sebuah Tinjauan Global
Kesepakatan besar telah ditulis dalam strategi bagi perusahaan. Dalam hubungannya
dengan multinasional, pengaturan tujuan strategis biasanya mengharuskan manajer untuk fokus
memilih target numerik yang pantas. Tujuan dapat diukur dengan jumlah anggaran tertentu atau
rasio keuangan dan terlihat sangat berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya.
Target-target yang memungkinkan termasuk:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Return on investment (ROI)


Penjualan
Penurunan kos
Target kualitas
Pasar saham
Profitabilitas
Anggaran terhadap aktual
Setiap poin di atas memiliki nilai. Metode yang paling tepat untuk digunakan dalam

perusahaan multinasional, menurut teori, menegaskan fokus dari unit untuk setiap target yang
disusun. Penjualan atau pasar saham paling relevan untuk unit yang tidak mempunyai kontrol
terhadap kos masukan and mempunyai tujuan utama untuk menjual barang dari beberapa unit
lainnya. Profitabilitas yang diukur dalam rasio atau beberapa ukuran lainnya, paling tepat untuk
unit bisnis strategis yang berdiri sendiri (suatu unit dari grup perusahaan yang membuat
keputusan bisnisnya sendiri contohnya divisi utama atau anak perusahaan). Sebagai tambahan,
target untuk sebuah unit harus dihubungkan bukan hanya dengan tujuan, tapi juga dengan bagian
operasi yang dikendalikannya. Di samping masalah teoritis ini, terdapat fakta yang berbeda-beda
bahwa tujuan inti dari perusahaan berbeda antarnegara atau antarbudaya. Studi berikut
menggambarkan poin ini.

Studi Perusahaan Multinasional Amerika Serikat


Dalam salah satu studi pertama yang penting dari tujuan perusahaan multinasional,
Robbins dan Stobaugh (1973) mempelajari hampir 200 perusahaan Amerika berbasis
multinasional, mewakili hampir semua industri utama Amerika Serikat dengan investasi asing
dan peringkat penjualan impor tahunan mulai dari 20 juta dolar ke atas. Dengan memperhatikan
pengukuran kinerja keuangan, kesimpulan utama dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Banyak item berwujud dan tak berwujud yang masuk dalam kalkulasi investasi orisinil jarang
dimasukkan dalam mengevaluasi kinerja anak perusahaan asing. Sebagai contoh, nilai atau
kos dari perusahaan induk yang berasal dari jaminan untuk perusahaan anak, kos dari
inventaris saham pengaman untuk operasi Amerika Serikat dan luar negeri, atau kos potensial
dikeluarkan dari pasar oleh pesaing yang bergerak pertama kali.
2. Perusahaan anak asing dinilai dengan basis yang sama dengan perusahaan anak domestik.
3. Ukuran kinerja yang paling bermanfaat untuk semua anak perusahaan adalahReturn On
Investment (ROI).
4. Karena adanya keterbatasan inheren dan masalah dalam kalkulasi kewajaran ROI untuk
semua perusahaan anak, hampir semua perusahaan multinasional menggunakan beberapa
perlengkapan tambahan untuk mengukur kinerja perusahaan anak.
5. Pengukuran tambahan yang paling luas digunakan adalah perbandingan dengan anggaran.
Pendukung tambahan untuk penemuan ini berlanjut bahkan sampai 25 tahun setelah studi
orisinil. Dengan 70 sampel perusahaan kimia multinasional Amerika Serikat, ditemukan bahwa
pengukuran berganda digunakan, antara lain laba, ROI, dan anggaran berbanding aktual untuk
laba dan penjualan. Abdallah dan Keller (1985) melalui survey terhadap 64 perusahaan
multinasional Amerika Serikat mengidentifikasi empat faktor kunci. Serupa dengan studi yang
lainnya, anggaran, laba, dan ROI mendominasi daftar.
Setelah studi awal dari tujuan kinerja perusahaan Amerika Serikat, variasi studi diuji di
negara lain. Beberapa negara memiliki kebudayaan yang sama dengan Amerika Serikat.
Studi Perusahaan Multinasional Kerajaan Inggris
Appleyard, Strong, dan Walton (1990) mempelajari tujuan kinerja dari 11 perusahaan
multinasional Inggris dan menemukan bahwa perusahaan-perusahaan Inggris lebih suka
menggunakan perbandingan anggaran dan aktual, kemudian beberapa menggunakan ROI. Dalam
4

pengukuran ROI, pengukuran laba juga menggunakan laba sebelum bunga dan pajak atau laba
setelah bunga sebelum pajak, walaupun tarif pajak berbeda secara signifikan antarnegara.
Sebagai tambahan, mereka menemukan bahwa perusahaan Inggris cenderung menggunakan
pengukuran ROI yang sama untuk perusahaan anak asing seperti yang mereka gunakan untuk
perusahaan anak domestik.
Studi Perusahaan Multinasional Jepang
Studi di negara-negara yang mempunyai kebudayaan yang berbeda secara signifikan dengan
Amerika Serikat biasanya memberikan hasil yang sangat berbeda. Shields, Chow, Kato, dan
Nakagawa (1991) melihat kembali penggunaan sasaran oleh perusahaan multinasional Jepang
dan Amerika Serikat seperti ditemukan dalam literatur dua negara dan mengidentifikasikan
beberapa penggunaan sasaran kinerja yang penting untuk mengevaluasi manajer divisi. Orangorang Jepang cenderung mengandalkan penjualan sebagai kriteria yang paling penting, padahal
perusahaan Amerika Serikat lebih suka menggunakan ROI.
Sama halnya, Bailes dan Assada (1991) mempelajari dan membandingkan sasaran dari 256
perusahaan multinasional Jepang dan 80 perusahaan multinasional Amerika Serikat. Responden
diminta untuk mengidentifikasi tujuan pertama, kedua, dan ketiga dari manajer divisi. Bailes dan
Assada menemukan bahwa kebanyakan perusahaan Jepang lebih suka menggunakan volume
penjualan sebagai tujuan keseluruhan mereka, dengan laba bersih setelah overhead perusahaan
dinomorduakan. Perusahaan Amerika, sangat berlawanan, cenderung menggunakan ROI sebagai
tujuan manajer divisi diikuti dengan laba yang dapat dikendalikan. Penting untuk dicatat
bagaimana ROI muncul sebagai hal yang tidak penting bagi perusahaan Jepang. Demirag (1994)
menemukan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang di Inggris cenderung menggunakan target
penjualan dan pasar saham dalam jangka waktu yang panjang.

Studi Perusahaan Multinasional APEC


Melihat wilayah Asia Timur, penelitian Merchant, Chow, dan Wu (1995) menemukan sedikit
fakta yang menganjurkan hubungan antara budaya nasional dan tujuan perusahaan di Taiwan.
Namun, sampel yang diambil hanya terdiri dari empat perusahaan. Membandingkan sudut
5

pandang lebih dari 400 manajer di Australia, Amerika Serikat, Singapura, dan Hong Kong,
Harrison dan Harrell (1994) secara sederhana menyimpulkan bahwa manajer dari AngloAmerican lebih suka jangka waktu yang pendek tapi sasaran yang lebih kuantitatif. Studi ini
akan didiskusikan lebih lanjut pada bagian penganggaran.
Secara bersamaan, studi ini menemukan bahwa tujuan perusahaan dari berbagai negara
sangat berbeda. Penting untuk dicatat bahwa negara-negara Asia, dengan tingkat individualisme
yang rendah dan lebih berorientasi jangka panjang, cenderung memilih tujuan yang kurang
secara langsung menggambarkan pengembalian dengan segera, dan memilih tujuan yang sesuai
dengan profil dominan pasar jangka panjang.
Proses Anggaran Lintas Negara: Dasar-dasar
Proses anggaran menyangkut penentuan tujuan perusahaan dan mengaturnya ke dalam
rencana formal, termasuk jangka pendek maupun jangka panjang. Isu-isu yang umumnya perlu
dipecahkan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Adakah sebuah proses pengaturan anggaran secara formal?


Siapa yang terlibat dalam proses anggaran dan bagaimana?
Model komunikasi (formal atau informal) apa yang digunakan?
Bagaimana tujuan anggaran diatur?
Haruskah proses pengganggaran sama antara perusahaan anak domestik dan asing?
Periode waktu apa yang seharusnya digunakan (jangka pendek atau jangka panjang)?
Apakah seharusnya ada tujuan moneter khusus untuk rencana tersebut, atau apakah

tujuan nonkuantitatif akan lebih tepat?


8. Bagaimana perubahan industri dan/atau perbedaan lingkungan nasional mempengaruhi
proses anggaran?

Studi Lintas Negara terhadap Patisipasi dalam Penganggaran


Kebanyakan praktik Anglo-American untuk masalah penganggaran mengasumsikan
bahwa proses anggaran meningkat hasilnya melalui partisipasi orang yang terlibat dalam
melaksanakan anggaran. Jika manajer diizinkan untuk berpartisipasi terhadap target anggaran
mereka sendiri, mereka tidak hanya merasa lebih baik dalam hal kepuasan tapi juga cenderung
untuk berkinerja dengan lebih baik. Jenis perilaku ini didokumentasikan dalam karya penelitian
6

Brownell (1982), yang menganjurkan bahwa agar partisipasi dapat bekerja dengan maksimal,
manajer harus merasa seperti orang dalam. Konsep mengenai orang dalam/orang luar
digambarkan sebagai area pengendalian
Konsep mengenai nilai dari partisipasi terhadap anggaran mungkin merupakan AngloAmerican yang unik. Awalnya hal ini mengimplikasikan bahwa manajer pada semua tingkatan
yang peduli terhadap pendapat mereka sendiri mencari dan merasa bahwa mereka dapat
memberikan kontribusi tanpa retribusi. Frucot dan Shearon (1991), contohnya, mengadakan studi
dengan menggunakan manajer orang-orang Meksiko untuk menguji proposisi ini.
Studi Perusahaan Meksiko
Ditetapkan bahwa Meksiko adalah negara dengan jarak kekuasaan yang tinggi/budaya
individualis yang rendah. Frucot dan Shearon (1991) mengantisipasi bahwa manajer Meksiko
mungkin tidak menyukai partisipasi walaupun memiliki status sebagai orang dalam (mereka
lebih senang didikte).
Frucot dan Shearon (1991) menguji hipotesis mereka dengan sampel 83 manajer Meksiko
yang bekerja di perusahaan pribumi dan perusahaan anak dari perusahaan multinasional Amerika
Serikat. Awalnya, hasil yang diperoleh mengejutkan. Secara keseluruhan, kinerja manajer
Meksiko dalam perusahaan pribumi asli berhubungan dengan partisipasi dan area pengendalian.
Untuk itu, awalnya muncul bahwa tidak ada perbedaan antara perilaku manajer Meksiko dan
Amerika Serikat.
Tidak seperti manajer Amerika Serikat, dimensi orang dalam/orang luar tidak
mempengaruhi tingkat kepuasan manajer Meksiko (dalam perusahaan pribumi asli). Dalam studi
awal, manajer perusahaan tampak lebih senang dan termotivasi oleh tingkat partisipasi yang
lebih tinggi tanpa menghiraukan apakah mereka melihat dirinya sendiri seperti sedang mengatur
sebuah pertunjukan. Namun, ketika sampel manajer Meksiko dibagi berdasarkan tingkatan
perusahaan, manajer level bawah sepertinya lebih memilih jenis partisipasi yang lebih rendah.
Yang menjadi perhatian utama bagi perusahaan multinasional adalah bahwa manajer
Meksiko dari anak perusahaan asing menunjukkan hampir tidak ada keinginan untuk
berpartisipasi dalam proses penganggaran. Tidak seperti rekan mereka orang Amerika, mereka
7

menganggap diri mereka tidak memiliki kekuatan dan proses penganggaran sebagai alien. Orang
Amerika atau, dalam masalah tersebut, perusahaan Inggris, akan menerima kejutan yang tidak
menyenangkan ketika mereka menyadari bahwa para pekerjanya di Meksiko memiliki komitmen
yang rendah terhadap proses anggaran dan mereka mungkin hanya memberitahukan kepada
manajernya apa yang mereka harapkan untuk didengar manajernya.
Studi Perusahaan Multinasional APEC
Rangkaian pengalaman yang serupa terjadi, membandingkan Australia (jarak kekuasaan
yang

rendah/individualisme

yang

tinggi)

dan

Singapura

(jarak

kekuasaan

yang

tinggi/individualisme yang rendah). Harrison (1992) mengantisipasi perbedaan internasional


yang signifikan dalam hal kemampuan partisipasi anggaran untuk menjelaskan tingkat kepuasan
di antara manajer. Muncul dari budaya otorisasi yang relative, orang-orang Singapura diharapkan
untuk tidak menyukai atau mungkin merasa tidak nyaman dengan pastisipasi anggaran. Harrison
membuat hipotesis bahwa orang-orang Singapura akan lebih memilih partisipasi yang rendah
daripada rekan mereka orang-orang Australia. Kenyataannya, tidak ada hubungan yang
signifikan antara asal usul bangsa dan partisipasi, interaksi dan kepuasan. Secara keseluruhan,
kedua kelompok ini terlihat lebih menyukai penganggaran jenis partisipatif. Untuk itu, Harrison
berpendapat bahwa partisipasi terhadap hal yang berhubungan dengan anggaran secara universal
meningkatkan kepuasan kerja tanpa menghiraukan budaya. Sebaiknya dicatat bahwa Harrison
tidak berkomentar mengenai kinerja, yang akhirnya merupakan tujuan dari partisipasi. Harrison
tidak berusaha membagi sampel berdasarkan tingkatan seperti yang dilakukan oleh Frucot dan
Shearon (1991). Untuk itu, kita tidak mengetahui bahwa manajer senior Asia memperoleh
pandangan yang berbeda dari junior mereka, konsep kunci ketika seseorang mencoba untuk
berpendapat bahwa stuktur kekuasaan mempengaruhi keinginan untuk berpartisipasi. Secara
keseluruhan, penelitian terbaru muncul untuk mengindikasikan bahwa beberapa teknik anggaran
partisipatif orang-orang Barat dapat ditransfer, tetapi satu hal yang harus diperhatikan adalah
pada level apa mereka ditransfer.
Studi Perusahaan Multinasional Raksasa Finlandia.
Hassel dan Cunningham (1996) mempelajari pengaruh partisipasi dalam proses
penganggaran dan kinerja perusahaan anak dari perusahaan multinasional raksasa Finlandia.
8

Mereka menemukan bahwa luas dari informasi yang dipertukaran antara manajer perusahaan
induk dan anak mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan anak domestik.
Namun, pertukaran informasi tidak mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan anak
asing. Hassel dan Cunningham menjelaskan hasil yang diperoleh dengan menunjukkan bahwa
kinerja tingkat domestik ditingkatkan karena budaya, nilai, dan pemahaman yang jelas akan
lingkungan ekonomi antara induk dan anak. Mereka memberi kesan bahwa keuntungan utama
dari komunikasi dalam perusahaan anak domestik sepanjang proses penganggaran adalah
pertukaran informasi mengenai pasar dan teknologi. Penemuan ini beralasan karena operasi
perusahaan induk berada dalam lingkungan yang sangat berbeda dibandingkan perusahaan anak
mereka di luar negeri. Untuk itu, proses penganggaran lebih dari sekedar alat kinerja, melainkan
menjadi elemen kunci dalam transfer pengetahuan dalam hal pembubaran perusahaan
multinasional baik secara geografis maupun budaya.
Persoalan Lainnya dalam Proses Penganggaran
Pada bagian sebelumnya didiskusikan tugas dari pengambilan bagian dalam proses
penganggaran. Meskipun hal ini sangat penting, hal itu hanya merupakan salah satu segi dari
proses. Bagian ini meninjau variabel kunci lainnya seperti bagaimana komunikasi mengambil
bagian (formal versus informal), kerangka waktu dari anggaran (panjang versus pendek), dan
tujuan.
Penelitian mengenai proses penganggaran berkembang di negara berbeda yang fokus
utamanya berbeda antara Anglo-American dan kelompok budaya Asia. Belakangan ini,
penelitian di area ini, lebih dulu difokuskan di Asia, kemudian beralih ke wilayah ASEAN yang
biasa disebut area Five Dragon atau Mini Dragon. Area ini meliputi Hong Kong, Singapura,
Taiwan, Malaysia, dan mungkin Thailand dan Indonesia. Meskipun kelompok ini tidak monolitis
dalam struktur kebudayaan, kelompok itu umumnya nampak seperti memberikan nilai
Confucian, yang meliputi orientasi jangka panjang dan ketidakinginan untuk kehilangan muka.
Kebudayaan Asia ini cenderung dianut oleh warga negara di hampir semua negara dalam
kelompok yang cenderung menundukkan hak individual untuk kepentingan kelompok dan yang
tingkat jenjang kekuasaannya menengah hingga tinggi.
Perbandingan Amerika Serikat/Jepang.
9

Beberapa implikasi dari kebudayaan yang berbeda ini muncul dalam mempelajari proses
penganggaran dimana negara Asia dan Anglo-American dibandingkan. Bailes dan Assada (1991)
membandingkan perilaku penganggaran dari daftar 80 perusahaan Amerika Serikat dan 256
perusahaan Jepang. Hasilnya mengindikasikan bahwa lebih dari 90 persen perusahaan di kedua
negara tersebut menyediakan anggaran induk/utama. Bagaimanapun, mereka menemukan bahwa
proses pembuatan anggaran induk ini bervariasi. Berikut ini poin-poin yang berpengaruh secara
statistik:
1. Rentang waktu rata-rata yang digunakan untuk menyiapkan anggaran tahunan hampir 12
hari lebih lama untuk perusahaan Amerika dibandingkan perusahaan Jepang.
2. Seperti yang didiskusikan sebelumnya, di Jepang, tujuan utama anggaran adalah
meningkatkan volume penjualan dan market share. Sedangkan di Amerika Serikat, tujuan
utama anggaran adalah ROI yang berlimpah.
3. Manajer divisi di perusahaan Amerika lebih cenderung berpartisipasi dalam diskusi
komite anggaran dan mempengaruhi komite anggaran dibandingkan di Jepang.
4. Perusahaan Jepang juga cenderung mengikuti pendekatan bottom-up, di mana semua
level

berpartisipasi

dalam

perencanaan,

lebih

dulu

berkontribusi

secara

informal.Pertemuan formal cenderung tidak sering dan ketika harapan manajer


dipertimbangkan, hal itu lebih tidak penting dibandingkan kelompok mufakat.
5. Manajer Jepang lebih cenderung menggunakan penyimpangan anggaran untuk mengenali
masalah pada waktu itu dan menggunakan anggaran untuk meningkatkan anggara periode
berikutnya.
6. Manajer Amerika lebih cenderung dievaluasi melalui anggaran.
7. Bonus dan gaji manajer Amerika lebih cenderung dipengaruhi oleh kinerja anggaran
dibandingkan di Jepang.
Perbedaan ini sangat menarik. Manajer Amerika cenderung lebih terlibat dalam proses
penganggaran, dievaluasi melalui anggaran, dan dihargai atau dihukum melalui anggaran.
Manajer Jepang cenderung melihat penyimpangan anggaran sebagai jalan untuk memperbaiki
kinerja. Antara Amerika dan Jepang, hal ini secara jelas merupakan perbedaan nasional dalam
penganggaran.
Ueno dan Sekaran (1992) juga membandingkan praktik penganggaran Amerika dan Jepang,
bahasan mereka dibatasi oleh paradigma budaya Hofstede. Menggunakan contoh pengendali dan
manajer senior lainnya di perusahaan manufaktur, mereka menemukan berbagai fenomena yang
10

dapat diprediksi dengan budaya. Seperti yang ditemukan Bailes dan Assada (1991), manajer
Amerika Serikat lebih banyak menggunakan pertemuan formal, komunikasi, dan koordinasi
dalam perencanaan anggaran. Dihubungkan dengan konteks budayanya, Ueno dan Sekaran
menafsirkan proses pengendalian ini sebagai kesingkapan alami individual. Jadi, proses
penganggaran menjadi salah satu yang mempersatukan bermacam-macam kepentingan yang
sering bertentangan.
Beberapa kecenderungan penganggaran lainnya yg ditemukan Ueno dan Sekaran juga
muncul untuk mendapatkan akar budaya. Pembuat anggaran Amerika Serikat cenderung untuk
membuat lebih banyak kekenduran, yang dianggap berasal dari usaha individual untuk
meningkatkan kekuatan dasar mereka sendiri dan kepercayaan diri. Hal ini memperhitungkan
perilaku menciptakan kekenduran, di mana bertujuan untuk menciptakan kenyamanan sasaran
dan target pencapaian yang lebih mudah, yang dikaitkan dengan dimensi individualisme dan
struktur penghargaan individual di kebanyakan perusahaan Amerika Serikat. Akhirnya, seperti
yang diharapkan dari negara yang memiliki dimensi Confucian yang tinggi, manajer Jepang
cenderung lebih sedikit peduli tentang mengidentifikasi kemampuan pengendalian item dan
cenderung untuk menilai kinerja untuk masa akan datang yang lebih panjang dibandingkan
Amerika Serikat. Sebagian kecil penemuan Ueno dan Sekaran menjalankan sebaliknya dari
pandangan Bailes dan Assada (1991). Untuk mendapatkan periode penghargaan yang lebih
panjang, manajer Jepang tidak memiliki perencanaan masa akan datang yang cukup panjang
dibandingkan manajer Amerika Serikat. Satu hal yang harus diingat, bagaimanapun, bahwa
kebanyakan perencanaan jangka panjang mendapat tempat di luar lingkup numerik formal
penganggaran.
Sistem Penganggaran dan Perencanaan dari Perusahaan Multinasional APEC.
Harrison, Mckinnon, Panchapakesan, dan Leung (1994) memeriksa sistem penganggaran
dan perencanaan Australia dan Amerika Serikat, dan kemudian Singapura dan Hongkong.
Mereka menarik dimensi budaya nasional dari hierarki kekuasaan, individualisme, dan
dinamisme Confucian untuk memprediksi dan menjelaskan perbedaan dalam filosofi dan
pendekatan desain organisasional, perencanaan manajemen, dan sistem kontrol di Asia dan
negara Anglo-American. Data itu dikumpulkan dengan survei kuesioner yang dikirim ke
eksekutif senior akuntansi dan keuangan di 800 organisasi.
11

Hasil dari Harrison sepeti yang diprediksi dan secara umum menyediakan dukungan
untuk kepentingan budaya nasional dalam mempengaruhi desain organisasional, perencanaan
manajemen dan sistem kontrol. Khususnya, nilai budaya masyarakat Anglo-American
berhubungan dengan masyarakat Asia Timur lebih menekankan pada desentralisasi, dan pusat
pertanggungjawaban dalam desain organisasional dan teknik kuantitatif dan analitis dalam
perencanaan dan pengendalian. Sebaliknya, nilai budaya masyarakat Asia Timur lebih
menekankan pada perencanaan jangka panjang dan pengambilan keputusan yang berpusat pada
kelompok.
Interaksi Budaya dan Jarak Geografis.
Hassel dan Cunningham mempelajari bagaimana kombinasi budaya dan jarak geografis,
atau jarak fisik mempengaruhi proses penganggaran. Mereka menemukan bahwa ketika markas
besar menggunakan anggaran sebagai mekanisme pengendalian, cabang yang secara budaya
mirip dan secara geografis dekat dengan markas besar (jarak fisik rendah) menunjukkan kinerja
keuangan yang lebih kuat dibandingkan cabang yang secara budaya berbeda dan lokasinya jauh
dari markas besar (jarak fisik tinggi). Penemuan ini menyarankan bahwa pengendalian anggaran
bekerja lebih efektf untuk cabang yang dekat secara fisik dengan induk. Bagaimanapun, hasilnya
berlawanan

dengan

kepercayaan

tradisional

bahwa

perusahaan

multinasional

harus

menggunakan anggaran secara berat untuk mengendalikan cabang yang jauh. Penemuan ini
penting karena mereka menyarankan bahwa perbedaan budaya dan jarak geografis menuntut
teknik evaluasi yang lebih rumit.
TANTANGAN DARI PENGENDALIAN PERUSAHAAN GLOBAL
Isu Perencanaan dan Penganggaran
Perusahaan multinasional menghadapi serangkaian faktor eksternal, pertimbangan
internal, dan kekuatan lainnya yang mempengaruhi kebijakan anggaran, komposisi, dan
pengendalian. Penganggaran di lingkungan bisnis global menghendaki peningkatan level
koordinasi dan komunikasi dalam perusahaan karena berbagai komponen kekuatan yang
mempengaruhi kinerja organisasional. Namun multinasional perlu untuk memperhatikan
perbedaan budaya dan akibatnya terhadap praktik penganggaran nasional, terdapat pertimbangan

12

tambahan dalam proses penganggaran perusahaan multinasional. Terutama perbedaan nilai tukar
uang asing dalam operasi lintas-batas.
Isu utama internasional seputar perkembangan anggaran perusahan multinasional adalah
menetapkan mata uang yang harus disiapkan anggaran: mata uang lokal atau mata uang induk.
Sebagai contoh, perusahaan multinasional Swiss lebih baik mengevaluasi semua operasi
asingnya dengan mata uang lokal atau hasilnya diganti ke mata uang franc? Pilihan ini sangat
berpengaruh jika terjadi perubahan besar dalam tingkat nilai tukar. Hal ini memungkinkan laba
dalam mata uang lokal menjadi rugi dalam mata uang induk, dan sebaliknya. Jika anak
perusahaan Swiss di Meksiko menghasilkan laba dalam peso tapi rugi ketika diganti ke franc,
apakah anak perusahaan dinilai menguntungkan atau merugikan? Kebanyakan perusahaan
menyelesaikan dilema ini dengan mempertimbangkan tujuan utama operasi asing. Jika tujuannya
untuk menyediakan pengembalian ke pemegang saham perusahaan induk yang memaksimalkan
daya beli domestik mereka, maka jenis setelah translasi yang digunakan. Dasar sebelum
translasi digunakan jika perusahaan sungguh-sungguh menganggap dirinya sendiri sebagai
perusahaan multinasional yang menginginkan optimisasi global atau salah satu yang
menyerahkan otonomi bagi setiap operasi asing.
Terdapat tiga pendekatan yang memungkinkan untuk menghadapi nilai tukar asing dalam
proses penganggaran yang dikaitkan dengan evaluasi kinerja manajemen:
1. Memungkinkan manajemen operasi untuk terlibat dalam perjanjian perlindungan dengan
bendahara perusahaan.
2. Menyesuaikan kinerja aktual unit untuk perbedaan dalam tingkat nilai tukar setelah akhir
periode.
3. Menyesuaikan rencana kinerja sejalan dengan perbedaan tingkat nilai tukar riil.

Cara untuk Membawa Nilai Tukar Asing ke Dalam Proses Penganggaran


Lessard dan Lorange (1977) mengidentifikasikan cara yang berbeda mengenai bagaimana
perusahaan dapat mengubah anggaran dari mata uang lokal ke mata uang perusahaan induk dan
kemudian memonitor kinerja aktual. Tiga tingat nilai tukar yang berbeda digunakan dalam
Exhibit 14.4. Yang pertama adalah tingkat nilai tukar aktual yang berpengaruh ketika anggaran
13

dibuat, yang kedua adalah tingkat yang diproyeksikan pada waktu anggaran dibuat dalam mata
uang lokal, dan yang ketiga adalah tingkat nilai tukar yang berpengaruh ketika periode yang
dianggarkan direalisasikan. Ketertarikan dari tingkat nilai tukar yang pertama adalah tingkat itu
merupakan tingkat tujuan utama yang terjadi secara aktual pada waktu yang telah ditentukan. Hal
itu merupakan tingkat yang layak digunakan pada lingkungan stabil, tetapi hal itu menjadi tidak
berarti dalam lingkungan nilai tukar asing yang tidak stabil. Tingkat yang diproyeksikan
merupakan upaya manajemen untuk meramalkan tingkat nilai tukar pada waktu periode
anggaran. Sebagai contoh, manajemen mungkin memproyeksikan di bulan Juni 2005 bahwa
tingkat nilai tukar antara U.S. dollar dan British pound akan sebesar $1.8600 selama bulan
Desember 2005, jadi tingkat itu akan menjadi tingkat nilai tukar yang diproyeksikan untuk
digunakan dalam proses penganggaran. Tingkat nilai tukar aktual yang terdapat pada sel E-3
merupakan tingkat nilai tukar yang baru yang berpengaruh ketika anggaran dibuat. Hal itu
menyediakan tingkat nilai tukar aktual yang berpengaruh pada saat periode terjadinya.
Tiga tingkat nilai tukar ini perlu dipertimbangkan untuk penyusunan anggaran dan
memonitor kinerja. Dalam sel A-1, P-2, dan E-3, tingkat nilai tukar yang digunakan untuk
menyusun anggaran dan memonitor kinerja adalah sama, banyak perbedaan untuk harga dan
volume, tetapi tidak tingkat nilai tukar. Nilai dari P-2 di samping A-1 dan E-3 mendorong
manajemen untuk berpikir pada awalnya mengenai kinerja mereka jika ramalan akurat secara
wajar. A-1 tidak pernah dimasukkan ke dalam laporan yang mencantumkan tingkat nilai tukar,
dan tidak berusaha untuk merekonsiliasi anggaran antara tingkat original dengan tingkat aktual.
Dengan adanya ketidakstabilan tingkat nilai tukar, bagaimanapun, beberapa berpendapat bahwa
ramalan tingkat nilai tukar tidak lebih akurat dibanding tingkat nilai tukar lainnya. E-3
mempertimbangkan bagaimana kinerja pada tingkat nilai tukar aktual, tetapi tidak mendorong
manajemen berpikir ke depan selama proses anggaran.
A-3 dan P-3 menghasilkan varians dari hasil fungsi operasi dan perubahan tingkat nilai
tukar. Pada A-3, anggaran disusun pada tingkat nilai tukar awal, tetapi kinerja aktual diubah pada
tingkat nilai tukar aktual. Jadi, terdapat varians di mana tingkat nilai tukar berbeda antara yang
original dan aktual. P-3 menghasilkan varians di mana tingkat nilai tukar yang dipikirkan
manajemen akan terjadi berbeda dengan yang terjadi secara aktual pada akhir periode operasi.
Jika ramalan manajemen akurat secara wajar, P-3 akan menghasilkan varians nilai tukar asing
14

yang sangat kecil. Jika tingkat nilai tukar antara mata uang perusahaan induk dan mata uang
lokal relatif stabil, A-3 juga akan menghasilkan varians nilai tukar asing yang relatif kecil.
Bagaimanapun, hal ini penting untuk menyadari bahwa penggunaan A-3 dan P-3 berarti
seseorang (biasanya manajemen lokal) akan memegang pertanggungjawaban untuk varians
tingkat nilai tukar.
Demirag dan De Fuentes (1999) mensurvei perusahaan multinasional Inggris untuk
mempelajari kombinasi tingkat nilai tukar yang mereka gunakan untuk mempersiapkan anggaran
dan mengevaluasi kinerja anak perusahaan. Penemuan mereka terangkum dalam Exhibit 14.5.
Dari 51 perusahaan multinasional, 10 perusahaan menggunakan A-1, 19 menggunakan P-2, dan
tidak ada yang menggunakan E-3. Tiga puluh enam perusahaan menggunakan tingkat yang
diramalkan untuk menyusun anggaran dan/atau memonitor hasil aktual. Exhibit 14.5
menunjukkan bahwa kebanyakan perusahaan multinasional lebih menyukai tingkat yang
diramalkan untuk mempersiapkan anggaran dan mengevaluasi anak perusahaan, yang
menyarankan agar manajer berusaha untuk berpikir mengenai tingkat nilai tukar selama proses
penganggaran. Tidak ada perusahaan menggunakan tingkat aktual pada akhir periode anggaran
untuk mempersiapkan anggaran, meskipun tingkat ini merupakan salah satu tingkat yang paling
umum digunakan dalam evaluasi kinerja. Lima perusahaan menggunakan A-3 dan 17
menggunakan P-3, yang menghasilkan varians tingkat nilai tukar. Demirag dan De Fuentes
(1999) melaporkan bahwa mayoritas manajemen markas besar memegang tanggung jawab atas
varians tingkat nilai tukar. Hal yang menarik, Demirag dan De Fuentes (1999) memperoleh hasil
yang sama penelitian yang identik yang dilakukan sekitar 10 tahun sebelumnya (Demirag, 1986).
Penemuan ini menyatakan bahwa dalam dekade terakhir perusahaan multinasional tidak
mengalami perubahan dalam menggunakan tingkat nilai tukar untuk mengevaluasi anak
perusahaan asing dan manajernya.
Praktik-Praktik Penganggaran dan Mata Uang
Apa yang dilakukan perusahaan multinasional secara aktual? Dalam penelitian Robbins
dan Stobaugh (1973), kurang dari setengah perusahaan yang disurvei menilai kinerja anak
perusahaan dalam jumlah dolar, dan hanya 12 persen menggunakan kedua standar. Morsicato
(1980) menemukan sejumlah perusahaan yang signifikan dalam sampelnya menggunakan
anggaran dalam mata uang dolar dan lokal untuk perbandingan laba aktual dan penjualan aktual.
15

Dalam penelitiannya pada anak perusahaan di Inggris dari perusahaan Jepang, Demirag
(1994) mencatat bahwa perusahaan mengindikasikan bahwa laporan keuangan dipresentasikan
dalam sterling (mata uang lokal) menyediakan pemahaman yang lebih baik mengenai kinerja
mengenai operasi perusahaan dan manajemennya. ... Tidak ada perusahaan mengubah anggaran
laba mereka ke dalam yen untuk tujuan evaluasi kinerja ... [dan] tidak ada perusahaan induk
mengirim salinan laporan yang diubah ke yen. Laporan keuangan dengan mata uang induk
perusahaan dikirim ke Jepang untuk translasi dalam yen pada tingkat nilai tukar standar yang
ditetapkan perusahaan. Pada intinya, manajer anak perusahaan yang tidak sadar akan kinerja
mereka dalam mata uang perusahaan induk, hal ini berbeda dengan survei Demirag di Inggris
dengan perusahaan multinasional yang disebutkan di atas.
Penganggaran Modal
Penganggaran modal merupakan penganggaran operasional jangka panjang yang
didiskusikan sebelumnya. Bagaimanapun, dari pertimbangan yang didiskusikan, terutama yang
berkaitan dengan eksposur ekonomi, selanjutnya diaplikasikan. Seperti dalam perencanaan
jangka pendek atau penganggaran, perencanaan jangka panjang atau penganggaran modal perlu
mempertimbangkan antisipasi pergerakan tingkat nilai tukar untuk pengurangan arus kas. Hal ini
merupakan bagian dari risiko yang termasuk dalam pengurangan arus kas masa depan, sepanjang
ketidakpastian lingkungan. Ketidakpastian lingkungan dapat diperhalus, seperti risiko pajak yang
lebih berat yang tidak diharapkan, atau yang berat, seperti risiko pengambilalihan. Pada
umumnya, efek dari risiko lebih besar dalam negara berkembang daripada negara yang lebih
kaya, tetapi belakangan, terdapat kejadian merugikan yang tidak dapat diprediksi.
Karena

risiko

inheren

dalam

penganggaran

modal

internasional,

perusahaan

multinasional harus menggunakan teknik yang berpengalaman untuk meramalkan arus kas,
risiko taksiran, dan menentukan tingkat diskonto yang tepat untuk memperolehnet present
value (NPV) dari pilihan investasi. Hasan, dkk (1997) menganalisis faktor yang mengarahkan
anak perusahaan asing dari perusahaan multinasional Amerika Serikat untuk menggunakan
teknik penganggaran modal yang berpengalaman. Mereka menemukan bahwa anak perusahaan
dengan kepemilikan mayoritas oleh perusahaan induk lebih suka menggunakan NPV, APV, atau
IRR untuk membuat keputusan investasi. Anak perusahaan yang besar, diperdagangkan secara

16

publik, dan telah berbisnis dalam beberapa tahun cenderung menggunakan metode yang
kompleks seperti weighted average cost of capital (WACC) untuk menentukan tingkat diskonto.
HARGA TRANSFER INTRAKORPORASI
Salah satu elemen tambahan dari manajemen multinasional adalah harga transfer
intrakorporasi. Hal ini merujuk pada penentuan harga atas barang dan jasa yang ditransfer (dijual
dan dibeli) di antara anggota satu grup perusahaan contohnya dari perusahaan induk ke
perusahaan anak, antarperusahaan anak, dari perusahaan anak ke perusahaan induk, dan masih
banyak lagi. Transfer internal meliputi bahan mentah, barang setengah jadi dan barang jadi,
alokasi biaya tetap, pinjaman, ongkos, royalti atas penggunaan merek dagang, hak cipta, dan
faktor-faktor lain. Dalam teori, penentuan harga atas hal-hal tersebut seharusnya didasarkan pada
biaya produksi, tapi dalam kenyataannya sering tidak demikian.
Perusahaan-perusahaan multinasional memiliki motivasi internal dan eksternal untuk
menggunakan harga transfer (Eden, 2001). Motivasi internal meliputi memaksimalkan kinerja,
efisiensi keuangan, dan pendorong kinerja bagi manajer dari anak-anak perusahaan yang
berbeda. Motivasi eksternal berasal dari peraturan perpajakan di berbagai negara di mana
perusahaan-perusahaan multinasional tersebut beroperasi.
Memaksimalkan kinerja operasi merupakan alasan internal utama untuk menggunakan
harga transfer, dan berikutnya adalah untuk memperoleh efisiensi keuangan. Alasan internal yang
terakhir adalah sebagai pendorong kinerja. Motivasi eksternal utama adalah menyiapkan
dokumentasi untuk audit harga transfer, diikuti dengan motivasi untuk mengoptimalkan
perencanaan pajak.
Dalam praktik, transfer internal sering diberi harga yang lebih tinggi dibanding harga
pasar untuk menurunkan pendapatan perusahaan anak, yang akan mengurangi beban pajak lokal.
Sebaliknya, perusahaan mungkin menetapkan harga yang lebih rendah atas barang yang dijual ke
afiliasi asing, dan perusahaan afiliasi tersebut dapat menjualnya pada harga yang tidak dapat
ditandingi oleh kompetitor lokalnya. Jika Undang-Undang antidumping yang kuat berlaku bagi
produk akhir, suatu perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih rendah atas komponenkomponen dan produk setengah jadi kepada afiliasinya. Perusahaan-perusahaan afiliasi tersebut
kemudian dapat merakit atau menyelesaikan produk akhir pada harga yang diklasifikasikan
17

sebagai harga dumping, yang diimpor langsung ke suatu negara dibandingkan yang diproduksi
secara domestik.
Harga transfer yang tinggi mungkin digunakan untuk mengelak atau mengurangi secara
signifikan dampak dari pengendalian nasional. Larangan pemerintah mengenai pembayaran
dividen dapat membatasi kemampuan perusahaan untuk menyiasati pendapatan keluar dari suatu
negara. Walaupun demikian, penetapan harga transfer yang lebih tinggi terhadap barang yang
dikirimkan ke perusahaan anak akan memungkinkan dana keluar. Harga transfer yang tinggi juga
sangat penting nilainya bagi perusahaan ketika ia memberikan subsidi atau memperoleh kredit
pajak dari nilai barang yang diekspornya. Semakin tinggi harga transfer barang yang diekspor,
semakin besar subsidi yang diperoleh atau kredit pajak yang diterima.
Harga transfer yang tinggi atas barang yang dikirimkan ke perusahaan anak mungkin saja
penting bila perusahaan induk berharap untuk menurunkan profitabilitas yang nyata dari anakanak perusahaannya. Ini mungkin penting karena permintaan para pekerja dari perusahaanperusahaan anak akan upah yang lebih tinggi atau partisipasi yang lebih besar dalam laba
perusahaan; karena tekanan-tekanan politik untuk mengambil alih operasi-operasi yang berlaba
tinggi dan dimiliki asing; atau karena adanya kemungkinan bahwa kompetitor baru tertarik
masuk ke dalam industri karena laba yang tinggi. Mungkin juga ada dorongan untuk menerapkan
harga transfer terhadap perusahaan anak ketika partner lokal terlibat, di mana kenaikan dalam
laba perusahaan induk tidak harus dibagi dengan partner lokal. Harga transfer yang tinggi juga
mungkin diinginkan ketika kenaikan dari pengendalian harga yang ada di negara perusahaan
anak didasarkan pada biaya produk (mencakup harga transfer yang tinggi untuk pembelian).
Keputusan penentuan harga menggambarkan dilema yang dihadapi perusahaan
multinasional, antara tunduk pada peraturan perpajakan, yang berusaha memaksimalkan
pungutan pendapatan di setiap negara, dan berusaha untuk memaksimalkan labanya sendiri.
Dilema ini menuntun pada kemungkinan akan manipulasi harga transfer, over/underinvoicing dari transaksi pihak terkait yang bertujuan untuk menghindari peraturan pemerintah
(Eden, 2001).
Sebagai respon terhadap manipulasi harga transfer, otoritas pajak negara telah
mengadopsi arms length standard (ALS), yang mewajibkan harga transfer ditetapkan seolah18

olah transaksi terjadi di antara pihak-pihak yang tidak berkaitan di pasar kompetitif (Eden,
Dacin, dan Wan, 2001). Walaupun kelihatannya sederhana, terkadang tidak ada pasar kompetitif
bagi produk yang ditransfer dalam perusahaan-perusahaan multinasional. Contohnya, beberapa
bahan mentah tertentu yang diolah oleh satu divisi lalu kemudian dijual ke divisi lainnya
mungkin tidak dijual di pasar terbuka. Dalam kasus ini, menetapkan harga arms length untuk
bahan baku adalah hal yang rumit. Untuk alasan ini dan alasan lainnya, perusahaan-perusahaan
multinasional semakin diaudit oleh pemerintah lokal.
Jelas bahwa motivasi internal untuk penetapan harga transfer sangat berbeda dari
motivasi eksternal. Satu solusi yang mungkin untuk ketidaksesuaian ini adalah dengan
menggunakan dua macam harga: satu untuk tujuan evaluasi kinerja dan motivasi (internal), dan
satu untuk memenuhi persyaratan ALS. Baldenius, Melumad, dan Reichelstein (2004)
melaporkan bahwa praktik ini menjadi semakin umum di antara perusahaan-perusahaan
multinasional.
Isu-isu manipulasi harga transfer mengemukakan suatu dilema etika bagi manajermanajer

perusahaan

multinasional,

yang

harus

menyeimbangkan

tujuannya

untuk

memaksimalkan laba dengan peraturan dan hukum. Harga transfer bisa digunakan dalam cara
yang legal untuk meningkatkan kinerja dan memotivasi manajer anak-anak perusahaan. Pada
waktu yang sama, juga dapat digunakan secara ilegal. Walaupun beberapa praktik harga transfer
diatur dengan jelas oleh hukum lokal, namun ada juga yang tidak didefinisikan dengan jelas.
Manajer harus berhati-hati ketika berurusan dengan wilayah abu-abu dalam penetapan harga
transfer.
Penetapan harga transfer akan terus menjadi sebuah isu kompleks karena dilema yang
dijelaskan di atas. Eden (2001) menjelaskan tren yang memainkan peran utama dalam penetapan
harga transfer beberapa tahun ke depan:

Globalisasi: sebagaimana perusahaan-perusahaan multinasional semakin meningkat


dalam hal perkembangan dan mobilitas, harga transfer menjadi semakin mudah ditembus
dan sulit untuk diatur.

19

Regionalisasi: Sebagaimana perjanjian perdagangan seperti NAFTA, Mercasur, dan Uni


Eropa menjadi semakin umum, otoritas yang berwenang harus tiba pada perjanjian

mengenai isu-isu pajak untuk meminimalkan konflik-konflik antarnegara.


Internet: Internet memungkinkan perdagangan antara pembeli dan penjual yang tersebar
secara geografi dalam suatu konteks elektronik di mana tidak ada otoritas pajak.
Pemerintah harus memecahkan isu-isu baru yang ditimbulkan oleh transfer internet.

Menyesuaikan Harga dengan Kondisi Pasar


Kondisi-kondisi yang digunakan perusahaan untuk menetapkan strategi penentuan harga
transfer khusus terangkum dalam Exhibit 14.8. Keuntungan maksimal akan diperoleh ketika
semua kondisi tersebut didasarkan pada kondisi di suatu negara. Contohnya, perusahaan induk
yang beroperasi di negara yang karakteristiknya menginginkan harga yang tinggi untuk barang
yang ditransfer masuk dan harga yang rendah untuk barang yang ditransfer keluar, sementara
kondisi di negara perusahaan-perusahaan anak menginginkan sebaliknya.
Jika perusahaan induk menjual pada harga yang rendah kepada perusahaan anak dan
membeli dari perusahaan anak dengan harga tinggi, pendapatan akan berpindah ke perusahaan
anak, mengurangi beban pajak secara keseluruhan. Selain itu, dampak penentuan kurs mata uang
asing atas impor dari perusahaan induk dan pembayaran dividen kepada perusahaan induk juga
berkurang, kemampuan perusahaan anak untuk melakukan penetrasi di pasar lokal meningkat,
perusahaan induk kurang dipengaruhi oleh larangan pemerintah atas pengaliran keluar modal,
dan masih banyak lagi.
Alokasi Overhead
Sebagaimana penentuan harga transfer atas barang, alokasi overhead memiliki implikasi
nasional dan internasional. Pada sisi internasional, perusahaan harus memutuskan apa yang akan
dilakukan terhadap overhead perusahaan. Contohnya, markas besar IBM di dunia berada di New
York, tapi operasinya ada di seluruh dunia. Bagaimana IBM mengalokasikan biaya tersebut
kepada operasi-operasinya di berbagai negara, dan apa implikasi pajak dari isu ini? Ini menjadi
isu nyata untuk evaluasi kinerja karena alokasi overhead perusahaan secara langsung mengurangi
laba operasi, yang mengurangi pengembalian atas modal yang diinvestasikan, kemungkinan
besar menekan pengembalian tersebut di bawah biaya modalnya. Dari sisi nasional murni,
20

perusahaan harus berhati-hati dengan konsep umum alokasi overhead dan hal-hal yang
mempengaruhi biaya produk.
Alokasi Lintas Batas atas Pengeluaran / Beban
Jika bukan perbedaan tarif pajak di seluruh dunia, perusahaan dapat mengalokasikan
overhead perusahaan berdasarkan pendapatan penjualan di setiap anak perusahaan atau
berdasarkan beberapa dasar lainnya. Namun tarif pajak yang berbeda membuat situasi menjadi
rumit. Bagi perusahaan yang bermarkas di negara dengan tarif pajak yang tinggi, ada dorongan
untuk membayarkan sebanyak mungkin pengeluaran / beban dari pendapatan perusahaan induk.
Praktik ini cenderung mengakibatkan lebih saji pengeluaran, kurang saji pendapatan, dan kurang
saji pajak di negara perusahaan induk.
Masalah yang timbul dari penggunaan peraturan perpajakan untuk mengalokasikan
overhead adalah bahwa hal itu mengeliminasi kemungkinan-kemingkinan bagi perusahaan untuk
memilih suatu dasar alokasi yang konsisten dengan strategi manufakturnya. Ketika implikasi
pajak diabaikan, overhead dialokasikan secara berbeda. Contohnya, Jepang menemukan kaitan
langsung antara pengalokasian overhead dengan tujuan perusahaan.
Sebagaimana yang ditunjukkan Hiromoto (1988), manajer-manajer Jepang kurang peduli
tentang bagaimana teknik-teknik alokasi mengukur biaya, tapi lebih pada bagaimana teknikteknik alokasi memotivasi karyawan untuk mengurangi biaya. Sebuah contoh mengenai Hitachi,
perusahaan elektronik Jepang. Di satu pabrik yang sangat terotomatisasi, sistem akuntansi biaya
Hitachi mengalokasikan overhead berdasarkan jam tenaga kerja langsung, yang rasanya kurang
masuk akal di sebuah lingkungan yang sangat terotomatisasi. Namun, manajemen Hitachi
berusaha untuk mengurangi tenaga kerja langsung sebagai suatu cara untuk mengurangi biaya,
sehingga mengalokasikan overhead berdasarkan tenaga kerja langsung mendorong manajemen
untuk melakukan otomatisasi dengan lebih cepat.
Menghubungkan Evaluasi dengan Kinerja Secara Tepat
Salah satu aspek yang lebih aneh dari studi empiris yang didiskusikan sebelumnya dalam
chapter ini adalah penemuan bahwa perusahaan-perusahaan multinasional terutama dari negara
Barat mengandalkan ROI sebagai salah satu ukuran kinerja yang paling penting atau utama.
21

Ketika transfer intrakorporasi signifikan dan bukan pada harga arms length, pembilang
pendapatan untuk ROI sangat berubah-ubah dan samar-samar. Selain itu, manajer anak
perusahaan yang evaluasinya didasarkan pada ROI mungkin memilih untuk meminjam dengan
jumlah besar dalam mata uang lokal. Hal ini mempengaruhi kapasitas peminjaman di seluruh
perusahaan dan kemungkinan besar harga sahamnya, dan mungkin membawa laporan keuangan
konsolidasi perusahaan induk pada kerugian mata uang asing yang signifikan jika pinjaman
dalam mata uang yang harganya tetap. Mungkin yang paling penting, ROI tidak tepat untuk
beberapa operasi asing, seperti anak perusahaan yang hanya memproduksi untuk anak
perusahaan lainnya, anak perusahaan penjual membeli semua produknya dari anak perusahaan
lainnya, atau anak perusahaan yang berusaha masuk ke pasar yang sangat kompetitif dan
bermarjin rendah. Masalah yang berkaitan dengan penggunaan ROI sebagai ukuran standar atas
kinerja juga berlaku bagi ukuran lainnya.
ECONOMIC VALUE ADDED
Salah satu alat yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja adalah economic
value added (EVA), yang disebut para ekonom sebagai laba ekonomi. Pada dasarnya, EVA
merupakan laba operasi setelah pajak dikurangi total biaya modal tahunan. Ini merupakan suatu
ukuran atas nilai yang bertambah atau berkurang dari nilai pemegang saham dalam satu periode.
EVA yang positif mensyaratkan bahwa suatu perusahaan memperoleh pengembalian atas asetnya
yang melebihi biaya hutang dan ekuitas, sehingga ditambahkan ke nilai pemegang saham. EVA
merupakan jumlah moneter yang aktual dari nilai tambah, dan mengukur perubahan dalam nilai
untuk satu periode. EVA juga digunakan terutama untuk evaluasi kinerja dan kompensasi
dibandingkan untuk tujuan penganggaran modal. EVA dihitung sebagai berikut:
ROIC

Return on Invested Capital: laba operasi dikurangi pajak tunai yang dibayarkan dibagi

rata-rata modal yang diinvestasikan.


WACC Weighted Average Cost of Capital: (biaya hutang bersih x % hutang yang digunakan) +
(biaya modal bersih x % modal yang digunakan)
AIC

Average Invested Capital: rata-rata ekuitas pemegang saham + rata-rata hutang

EVA = [ROIC WACC] x AIC


22

Walaupun EVA dalam contoh ini tidak dalam jumlah besar, ROIC lebih besar dari biaya
modal, sehingga perusahaan menambahkan nilai pemegang saham. Sekarang beberapa
perusahaan mengungkapkan EVA dalam laporan tahunannya sebuah contoh yang menarik
diberikan oleh Infosys Technologies dari India.
Infosys menghitung EVA dalam laporan keuangan konsolidasinya menurut GAAP India.
Karena Infosys memiliki operasi di luar India, maka ia harus memastikan bahwa informasi
keuangan harus pertama kali dikonversi kembali ke GAAP India, dan kemudian ia harus
menerjemahkan informasi mata uang asing ke dalam rupee India. Perbedaan dalam standar
akuntansi sebagaimana nilai mata uang yang berubah-ubah dapat mempengaruhi perhitungan
EVA. Di samping perbedaan-perbedaan dalam praktik akuntansi ini, globalisasi juga
mempengaruhi

input

yang

dibutuhkan

untuk

menghitung

EVA.

Manajer

harus

mempertimbangkan risiko yang melekat pada investasi internasional untuk memperoleh biaya
yang tepat atas hutang dan ekuitas. Contohnya, biaya ekuitas harus disesuaikan dengan risiko
spesifik negara untuk mencerminkan biaya investasi sebenarnya di negara itu. Karena semua
alasan tersebut, memperoleh EVA secara akurat bagi perusahaan multinasional membutuhkan
pemahaman yang jelas tentang beberapa pasar di mana perusahaan beroperasi.
BALANCED SCORECARD
Konsep Balanced Scorecard merupakan pendekatan lain untuk pengukuran kinerja yang
penggunaannya oleh perusahaan-perusahaan semakin meningkat, terutama di Amerika Serikat
dan Eropa. Pendekatan ini berusaha keras untuk menghubungkan lebih dekat perspektif strategis
dan finansial dari suatu bisnis. Dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992), pendekatan ini
memiliki pandangan yang luas tentang kinerja bisnis. Balanced Scorecard menyediakan sebuah
kerangka kerja untuk melihat strategi penciptaan nilai dari perspektif-perspektif berikut:
1. Finansial pertumbuhan, profitabilitas, dan risiko dari perspektif pemegang saham.
2. Proses bisnis internal prioritas atas berbagai proses bisnis yang menciptakan kepuasan
pelanggan dan pemegang saham.
3. Pembelajaran dan pertumbuhan prioritas untuk menciptakan iklim yang mendukung
perubahan organisasi, inovasi, dan pertumbuhan.

23

Walaupun fokusnya tetap diutamakan pada kinerja keuangan, pendekatan balanced scorecard
mengungkapkan pendorong dari kinerja kompetitif jangka panjang secara sederhana,
pembelajaran dan pertumbuhan membantu menciptakan proses bisnis yang lebih efisien, yang
menciptakan nilai bagi pelanggan, yang memberikan imbalan finansial bagi perusahaan.
Tantangannya adalah untuk mengidentifikasikan secara jelas pendorong-pendorong tersebut,
menyetujui ukuran-ukuran yang relevan, dan untuk mengimplementasikan sistem baru pada
semua level organisasi. Aspek signifikan mengenai pendekatan pengukuran ini adalah bahwa
pendekatan tersebut juga menciptakan suatu fokus bagi masa depan karena ukuran-ukuran yang
digunakan mengkomunikasikan kepada manajer apa yang penting.

DAFTAR PUSTAKA
Radedaugh, Lee H, Sidney J. Gray, & Ervin L. Black. Internasional Accounting and
Multinational Enterprise. 6 th Edition. John Willey & Sons, Inc., USA.

24

You might also like