You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU SALURAN EMPEDU (CHOLEDOCHOLITHIASIS)


RUANG KEMUNING 2 RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Disusun oleh :
Twenty Sulastri S.

220112140027

Risqy Ita Ramadhani

220112140028

Febriani Ratna Ayu Lestari

220112140049

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
BATU SALURAN EMPEDU (CHOLEDOCHOLITHIASIS)
A. Anatomi Fisiologi
Kandung empedu normal berbentuk kista berdinding tipis menempel pada bagian bawah
dan medial dari lobus kanan hepar. Kadang-kadang intrahepatik. Duktus sistikus berhubungan
dengan kandung empedu dan bersama duktus hepatikus membentuk duktus choledochus.

Duktus choledochus berjalan ke arah kaudal akhirnya berhubungan dengan duktus pankreatikus
dan berakhir pada papilla vateri di dalam duodenum. Duktus pankreatikus biasanya bergabung
dengan duktus choledochus proksimal dari papilla. Kecuali distal, duktus biliaris mempunyai
jaringan elastik lain dari pada dinding otot. Di distal ada otot (oddis) sphincter melibatkan
duktus dalam area pendek tepat proksimal dari papilla.
Fungsi kandung empedu adalah tempat penyimpangan dan pemekatan empedu. Kontraksi
kandung empedu dan relaksasi sphincter oddi diatur oleh hormon cholecystokinin yang
disebabkan oleh dinding duodenum sebagai reaksi dari lemak intramural dan asam amino.
Kantung empedu adalah sebuah kantung kecil di bawah hati. Kantung ini berisi cairan yang
di hasilkan oleh hati yang kita sebut cairan EMPEDU ( Bile) yang berguna untuk memecahkan
lemak (kholesterol) pada usus, sehingga kholesterol terpecah menjadi lebih ringan dan kecil dan
mudah di serap oleh usus. Warna kantung empedu adalah hijau dan berukuran sekitar 7-10 cm

dan biasanya berisi 50 ml cairan empedu. Seperti kantung, dia bisa besar jika terisi oleh cairan
empedu dan bisa kempis jika cairan empedu di kirim ke usus 12 jari.

Saat sebelum makan dimana produksi cairan empedu di produksi, maka kantung empedu akan
penuh, saat makan, kantong empedu mendapat signal dari usus 12 jari, maka ia seakan diremas
untuk mengeluarkan cairan empedu ke usus 12 jari.
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan merupakan
suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Pada umumnya
komposisi utama batu adalah kolesterol. Choledocholithiasis pada anak adalah adanya
batu dalam saluran empedu yang terjadi pada anak.
Letak batu di saluran empedu yaitu di saluran empedu utama atau di duktus
choledochus (choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali
ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di
saluran empedu intrahepatal (intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.
Sebagian besar batu yang terletak di duktus choledochus berasal dari kandung
empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
Choledocholithiasis biasanya disertai dengan kalkulus cholecystitis. Batu yang ada dapat
tunggal atau ganda, berbentuk bulat atau oval. Batu dapat terletak di ampula vateri.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan gangguan pada empedu dan salurannya :
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (duktus koledokus)
b.

Batu empedu (kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu

c.

Radang empedu (kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu

d.

Radang saluran empedu (kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu

2. Etiologi
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi
mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur,
hormon wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan
berat badan yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor
genetik.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
o Infeksi kandung empedu
o Usia yang bertambah
o Obesitas
o Wanita
o Kurang makan sayur
o Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
3. Klasifikasi
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Tipe kolesterol
Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu kolesterol
adalah akibat gangguan hati yang kenaikan sekresi kolesterol hingga kadarnya di atas
nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu dan penurunan produksi empedu.
b. Tipe pigmen empedu
1) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Cabilirubinate sebagai komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses
hemolitik atau infestasi Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam
empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang
mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin. Bentuk lebih besar , berlapis-lapis,
ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
2) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.Tterbentuk di
dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi

c. Tipe campuran
4. Patogenesis
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol :
a. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
b. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
c. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,
malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim -glucuronidase bakteri dan
manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien
di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase
bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat
dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet
rendah protein dan rendah lemak.
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya.
Faktor predisposisi yang penting adalah :

Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu


Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada
pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung
empedu .

Statis empedu
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden
yang tinggi pada kelompok ini.

Infeksi kandung empedu


Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus.
Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih

sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan
pembentukan batu.
5. Manifestasi Klinis
Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent
stone) tidak memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru
memberikan gejala ikterus cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya
sementara, karena yang sering menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan
sumbatan lengkap.
Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling
ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang
larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini
jika obstruksi biliaris berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal. Di samping adanya regurgitasi gas berupa flatus dan
sendawa.
Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit atau mata
menguning merupakan suatu tanda penting untuk obstruksi biliaris. Dan pada
choledocholithiasis atau pankreatitis sering ditemukan pula adanya ikterus, feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang
disebut clay-colored. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin
berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika didapatkan demam dan
menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis ascendes.

GEJALA AKUT

6.
TANDA :

1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan

spasme
2. Usaha inspirasi dalam saat diraba

pada kuadran kanan atas


3. Kandung empedu membesar dan

nyeri

GEJALA KRONIS
TANDA:
1. Biasanya tak tampak gambaran pada

abdomen

K
o
m
pl
ik
as
i

2. Kadang terdapat nyeri di kuadran

kanan atas
3. Pada palpasi teraba nyeri tekan di

epigastrium dan perut kanan atas

4. Ikterus ringan

GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang

menetap cholecystitis akut


sering disertai sumbatan batu
dalam duktus sistikus
1. Mual dan muntah
2. Febris (38,5C)

GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :

abdomen bagian atas (mid


epigastrium), bisa juga di kiri dan
prekordial. Sifat : terpusat di
epigastrium menyebar ke arah
skapula kanan dan punggung,
berlangsung lebih dari 30 menit dan
kurang dari 12 jam
2. Nausea dan muntah
3. Intoleransi dengan makanan

berlemak
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)

Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang

paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus
sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara,
intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding kandung
empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis,
atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.
7. Prognosis
Prognosis choledocholithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi.
Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran
biliaris dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan
yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim
pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya :
o Meningkatnya serum kolesterol
o Meningkatnya fosfolipid
o Menurunnya ester kolesterol
o Meningkatnya protrombin serum time
o Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase
(serum

glumatic-pyruvic

transaminase

dan

serum

glutamic-oxaloacetic

transaminase) meningkat pada pasien choledocholithiasis dengan komplikasi


cholangitis, pankreatitis atau keduanya.
o Menurunnya urobilirubin
o Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau
inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.
o Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat yaitu pankreatitis akut
akibat komplikasi choledocholithiasis atau bila ada batu di duktus utama.
o Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.
o Leukosit : 12.000 15.000 /iu (N : 5000 10.000 iu).
o Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
o Amilase serum meningkat.( N: 17 115 unit/100ml).

o Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena


obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar :
2 6 mnt).
o USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu
empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur
diagnostik)
o Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan
untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus
duodenum.
o PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras
untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
o Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di
sistim billiar.
o CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
o Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran
pada saluran atau pembesaran pada gallblader.
b. Pemeriksaan Radiologis
Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya :
- Digunakan pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography dan
-

percutaneous transhepatic cholangiography


Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang sangat tinggi untuk mendeteksi

choledocholithiasis dan sebagai akses dalam memberikan terapi


Merupakan suatu tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya pankreatitis,

hemoragik dan sepsis.


c. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen kadang-kadang ditemukan batu yang radioopak. Batu
radioopak merupakan batu pigmen hitam yang bisa dideteksi oleh x-ray, sedangkan
batu pigmen coklat tampak radiolusen dan tidak bisa dideteksi dengan sinar x-ray.
Batu berpigmen hitam biasanya ditemukan pada kandung empedu dan batu berpigmen
coklat lebih sering terlihat di saluran empedu. Oleh karena itu, dilakukan ERCP yang
tampak jelas adanya batu di duktus choledochus. Demikian pula PTC dapat membantu
menentukan diagnosis, yaitu akan tampak batu radiolusen di duktus choledochus.
Sering pula ditemukan gambaran batu di kandung empedu. Sebagaimana diketahui

sebagian besar di duktus choledochus berasal dari kandung empedu yang mengalami
migrasi.
d. Ultrasonografi
Batu yang terletak di dalam saluran empedu utama yang mengakibatkan sumbatan,
secara USG akan tampak pelebaran saluran empedu. Letak saluran empedu secara
anatomi di depan dan berjalan sejajar dengan vena porta, sehingga tampaknya seperti
ada dua saluran. Diameter saluran empedu yang normal kurang dari 3 mm, dan
diameter saluran empedu utama yang kurang dari 8 mm. Saluran empedu yang
melebar diameternya akan melebihi ukuran normal. Untuk usia dekade di atas 60
tahun dilatasi saluran empedu > 6 mm + 1 mm, dan > 10 mm post-cholecystectomy.
Pada choledocholithiasis, akan tampak pelebaran duktus choledochus dan juga tampak
massa gema padat dengan densitas meninggi disertai bayangan akustik. Selain
daripada itu juga terlihat dilatasi saluran empedu intrahepatik dan pembesaran
kandung empedu. Gambaran USG demikian merupakan tanda khas dari cholestacys
ekstrahepatal.
Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan
dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang
berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada
dinding bawah bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic
enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus choledochus melebar atau
tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak terlebih
dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus choledochus, maka setelah fatty meal tersebut
akan terlihat lebih lebar; sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, di
mana elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi
lebih kecil. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan
distensi.
e. CT Scan Abdominal
CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan komposisi
batu, dan kadang-kadang kurang sensitif daripada US untuk kalkulus yang memiliki
keuntungan visualisasi pada bagian distal biliaris ketika dikaburkan oleh US. CT bisa
juga mendeteksi dengan akurat adanya tumor obstruktif.

Gambaran CT untuk choledocholithiasis yaitu : Target sign, lebih rendah dan berada
di sekelilingi empedu atau mukosa.
Rim sign : densitas batu berada diluar garis kulit yang tipis.
f. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)
ERCP menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi choledocholithiasis. Karena
ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris.
Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran
maupun kematian.
ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa
bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris
memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada
sesuai dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan
penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah
fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting,
keuntungannya memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu
biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan
eksternal dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.
Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya
untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak
boleh makan atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan
prosedur, atau untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan
prosedur dan juga operator harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya
terhadap iodine.
g. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama
seperti ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi
ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena
mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat
sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal
tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP
merupakan non-invasif dan tidak menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang
terbatas terhadap yang diamati. MRCP memainkan peranan penting atau fundamental
untuk diagnosis pasien yang memiliki kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis,

situasi ini sama seperti ERCP yang mengalami kegagalan untuk mendeteksi
choledocholithiasis. Sebagai tambahan, MRCP juga memiliki peranan penting untuk
mengkonfirmasi adanya eliminasi choledocholithiasis yang spontan sesudah ERCP
dan sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis dengan pembedahan gastritis
atau kandung empedu.
h. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)
PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
pemeriksaan ERCP (misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD
bagian distal atau kurang berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan
penyakit batu intrahepatik yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan
needle yang panjang dan besar untuk dimasukkan ke dalam duktus intrahepatik dan
cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC yaitu tidak terjadi koagulopati dan ukuran
duktus intrahepatik yang normal menyulitkan pemeriksaan ini. Antibiotik propipaktik
direkomendasikan untuk faktor risiko cholangitis. Angka kecacatan rata-rata 10 %, dan
kematian 1%. Komplikasi PTC adalah perdarahan, luka pada duktus, kebocoran
kandung empedu, dan cholangitis. Keberhasilan pemeriksaan ini antara 75-85%.
i. Cholecystography
Cholecystography sukar menemukan batu di duktus choledochus. Oral
cholecystography ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan
perubahan kontras nontoxic iodinated organic compound diberikan oral yang diserap
di dalam usus kecil, diekskresi oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan
kesempatan untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur sebelum
operasi.
Intravenous cholecystography dikerjakan sebagai pengganti oral cholecystography.
Bahan kontras dipergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine
50%).
9. Penatalaksanaan
Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi spasmoanalgetik untuk
mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila memperlihatkan peradangan, dapat diberi
antibiotik.
Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi
sfingterotomi.

Pembedahan

pengangkatan

batu

dari

duktus

choledochus

(choledocholitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena

bila tidak dikeluarkan akan timbul serangan kolik dan peradangan berulangkali, yang
nantinya dapat memperburuk kondisi penderita. Batu di dalam saluran empedu
dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan
melalui mulut bersama skopnya.
Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang
kandungan lemak tinggi. Manajemen terapi :
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

C. PENGKAJIAN
1

Aktivitas dan istirahat:

subyektif : kelemahan

Obyektif : kelelahan

Sirkulasi :

Obyektif : Takikardia, Diaphoresis

Eliminasi :

Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces

Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine

pekat .
4

Makan / minum (cairan)


Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.

Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.

Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.

Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).

Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.

Obyektif :

Kegemukan.

Kehilangan berat badan (kurus).

Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :

Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.

Nyeri apigastrium setelah makan.

Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.

Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6

Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.

Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung
perdarahan ( defisiensi Vit K ).

Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung
empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian
bawah.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri akut b.d obstruksi saluran empedu
2. Pola nafas tidak efektif b.d nyeri
3. Cemas b.d perubahan status kesehatan
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO. DX
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1
Setelah
dilakukan
tindakan MANAJEMEN NYERI
keperawatan selama
Definisi : mengurangi nyeri

dan

...... x24 jam pasien dapat mengontrol


nyeri
dengan indikator:
Mengenali faktor penyebab
Mengenali onset (lamanya sakit)
Menggunakan metode pencegahan
Menggunakan metode nonanalgetik
untuk mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai
kebutuhan
Mencari bantuan tenaga kesehatan
Melaporkan gejala pada tenaga
kesehatan
Menggunakan sumber-sumber yang
tersedia
Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalaman nyeri
sebelumnya
Melaporkan nyeri sudah terkontrol

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama
..pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas,

menurunkan tingkat
nyeri yang dirasakan pasien.
Intervensi :
lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan
menemukan dukungan
kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan
kebisingan
kurangi faktor presipitasi
pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
ajarkan tentang teknik non farmakologi
berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
evaluasi keefektifan kontrol nyeri
tingkatkan istirahat
NIC:
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Pasang mayo bila perlu

dibuktikan dengan kriteria


hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dg
mudah, tidakada pursed
lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)

Lakukan fisioterapi dada jika perlu


Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
Berikan bronkodilator :
-..
.
Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas
3
Setelah
dilakukan
tindakan PENGURANGAN CEMAS
keperawatan selama
Definisi: rasa takut, cemas, merasa dalam
.......x24 jam pasien dapat mengontrol bahaya atau
cemas
ketidaknyamanan terhadap sumber yang
dengan indikator::
tidak
monitor intensitas kecemasan
diketahui
menyingkirkan tanda kecemasan
Intervensi :
menurunkan stimulus lingkungan gunakan pendekatan yang menenangkan
ketika
pahami perspektif pasien terhadap
cemas
situasi stres
merencanakan strategi koping untuk temani pasien untuk memberikan
situasi penuh stres
keamanan dan
menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi takut
mengurangi cemas
berikan informasi mengenai diagnosis,
tidak ada manifestasi perilaku
tindakan, prognosis
kecemasan
dorong keluarga untuk menemani anak
melaporkan kebutuhan tidur adekuat
lakukan backrup
dengarkan dengan penuh perhatian
identifikasi tingkat kecemasan

bantu pasien mengenai situasi yang


menimbulkan kecemasan
dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
berikan obat untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Gore-Levine. Choledocholithiasis. In : High-Yield Imaging Gastrointestinal [serial on the
internet]. Elsevier Inc ; 2011

[Cited2/15/2011].

Available

from

http://www.expertconsulbook.com/expertconsult/ob/book.do?
Verma D, Kapadia A, Eisen Glenn M, Adler D G. EUS vs MRCP for detection of
Choledocholithiasis. the American Society
for
Gastrointestinal
Endoscopy

2006;

Vol.64,

No.2:248-254.

Hadi Sujono. GASTROENTERONOLOGI. Bandung : Penerbit P.T. Alumni. 1999.p.778-781


Lesmana Laurentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Keempat - Jilid I. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006.p.479-481.
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa
AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.
Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 251.
Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone,
Melborne : 74 76.
Vorvick Linda, Zieve David. Choledocholithiasis. Washington ; U.S. National Library
ofMedicine NIH (National Institutes of Health) [serial on the internet]. 2008 [Cited 2/15/2011].
Available from :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00274.htm

You might also like