You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar
bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3
kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan
dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan
biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses
fisiologik.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau
kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas,
kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada
persalinan maupun sesudah lahir.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi
pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga
kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan
kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan
tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada
waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.
1.2 Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan referensi dan tambahan
wawasan terhadap mahasiswa sekaligus dapat membantu proses pembelajaran
matakuliah (Patologi) dalam pokok bahasan Resiko Tinggi pada Bayi Baru Lahir.
Selain itu pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata
kuliah.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standart
yang di berikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 3 kali,selama periode 0 sampai 28 hari setelah lahir,baik di fasilitas
maupun melalui kunjungan rumah.
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standart yang di
berikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali,selama periode 29
hari sampai dengan 11 bulan setelah bayi lahir.
Asuhan BBLN adalah asuhan yang diberikan pada BBL selama jam pertama
setelah kelahiran BBLN. (Sarwono, 2002 : 30 )
Asuhan neonatal asuhan yang diberikan pada bayi yang berusia 0-28 hari (tumbuh
kembang anak :17)
Asuhan neonatal adalah asuhan yang berhubungan dengan 4 minggu pertama
setelah kelahiran. (kamus kedokteran, Dorland :736)
2.2. Rsiko Tinggi Bayi Baru Lahir
Yang termasuk neonatus resiko tinggi yaitu diantaranya sebagai berikut:
1. BBLR
2. asfiksia neonatorum
3. sindrom, gangguan pernafasan
4. ikterus
5. perdarahan tali pusat
6. kejang
7. hypotermi
8. hypertermi
9. hypoglikemi
10 tetanus neonatorum

1. BBLR
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (3).
Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negaranegara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan
90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram

(4)

BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan


disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan

(1,2)

. Angka kejadian di Indonesia sangat

bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%,
hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5
%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).
Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu
yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit
vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab
terjadinya BBLR (3).
(1) Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, preeklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
dengan usia <>
d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol
dan ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,
sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7).
Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara
lain (8):
Hipotermia
Hipoglikemia
Gangguan cairan dan elektrolit
Hiperbilirubinemia
Sindroma gawat nafas
Paten duktus arteriosus
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat
lahir rendah (BBLR) antara lain (3,8):
Gangguan perkembangan
Gangguan pertumbuhan
Gangguan penglihatan (Retinopati)
Gangguan pendengaran
Penyakit paru kronis
Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam
jangka waktu <> dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang (8).
Penatalaksanaan/ terapi
Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 (3):
Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10
hari, dan umur 4-6 minggu)
Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga
berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus
cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang
lebih mampu
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar
mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi
sehat (20-34 tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan
akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil
2. Asfiksia Neonatorum
Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO 2 di
dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia
dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada
janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Gejala Klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100
x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap
refleks rangsangan.
Diagnosis
Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
Pemeriksaan fisik :
Nilai Apgar
Klinis

Detak jantung

Tidak ada

< 100 x/menit

>100x/menit

Pernafasan

Tidak ada

Tak teratur

Tangis kuat

Refleks saat jalan nafas Tidak ada

Menyeringai

Batuk/bersin

dibersihkan
Tonus otot

Lunglai

Fleksi

Biru pucat

(lemah)
Tubuh

Warna kulit

ekstrimitasFleksi kuat gerak


aktif
merahMerah

ekstrimitas biru

seluruh

tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena
resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit
seperti penilaian skor Apgar)
Pemeriksaan penunjang :
-

Foto polos dada

USG kepala

Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penatalaksanaan
Resusitasi

Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

Terapi medikamentosa :

Epinefrin :
Dosis :
-

0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara :
i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander :
Dosis :
-

Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Nalokson :
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Suportif

Jaga kehangatan.

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

3. Sindrom Gangguan Pernafasan


1. Defenisi
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri
dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per
menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium,
interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak Sakit, Ngastiah. Hal 3).
Penyakit Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang
mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi

surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah
cukup menjelang cukup bulan.
2. Patofisiologi
Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang
memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks
yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut
adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan
mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan adalah untuk
merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif
intrathoraks yang lebih besar dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps
paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi
CO2. dan oksidosis.
3. Prognosis
Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta
beratnya penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan
kembang sama dengan bayi prematur lain yang tidak menderita PMH.
4. Gambaran Klinis
PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000
gram. Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak
dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat
pada umur 24-72 jam.
5. Pemeriksaan Diaknostik
Foto thorak
6. Penatalaksanaan
Tindakan yang perlu dilakukan :
1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas
normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
2. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks
terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan
komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.

3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan


hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10
% dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis
50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan
atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
ekstrogen ( surfaktan dari luar).
4. Ikterus
A. Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
lebih 5 mg/dL.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis,
kecuali:

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi
kurang bulan >10 mg/dL.

Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

Terdapat faktor risiko.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum.
Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya
tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak. Kelainan ini dapat
terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap 1 (12 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, kejang; tahap 2 (pertengahan
minggu pertama): tangis melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah
minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: pada tahun pertama: hipotoni,

motorik terlambat. Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan gerakan,


kehilangan

pendengaran

sensorial.

B. Etiologi dan Faktor Risiko


1. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) ->
penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->


glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat


disebabkan oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,


defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra


uterin.

Polisitemia.

Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.

Ibu diabetes.

Asidosis.

Hipoksia/asfiksia.

Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi


enterohepatik.

2. Faktor Risiko
Faktor
a.

risiko

untuk

timbulnya

ikterus

neonatorum:

Faktor Maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

ASI

10

b.

c.

Faktor Perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

Faktor Neonatus

Prematuritas

Faktor genetik

Polisitemia

Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

C. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari
ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam
beberapa minggu.
Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan
pembentukan bilirubin.

E. Penegakan Diagnosis
1. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat
digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus
kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan
metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat
masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif
segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

11

2. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum
bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin
total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)
3. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450
nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang
sedang diperiksa.
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah.
Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus
Hari 1 Bagian tubuh manapun
Berat
Hari 2 Tengan dan tungkai *
Hari 3 Tangan dan kaki
* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai
ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
F. Tata laksana
1. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi
sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat,
dapat dilakukan beberapa cara berikut:

Minum ASI dini dan sering

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

12

Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor
prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama
kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis
dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.

Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg,
lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar,


hentikan terapi sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya
terapi sinar, lakukan terapi sinar

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab
hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji
saring G6PD bila memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia


Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah
ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana
untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi


sinar, lakukan terapi sinar.

Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:

Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar


hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera
rujuk bayi.

13

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk
dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak
hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).

Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:

Persiapkan transfer.

Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas
transfusi tukar.

Kirim contoh darah ibu dan bayi.

Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa


perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.

Nasihati ibu:

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu


mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan
dengan kehamilan berikutnya.

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk


menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada
bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,
kamfer/mothballs, favabeans).

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.

Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan
atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir
sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan
(prolonged jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu


selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan
transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)

Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada


neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.

Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk


mencari penyebab.

14

Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan
kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk
evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.

Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.

Mengenai penatalaksanaan dengan terapi sinar dan transfusi tukar selengkapnya


dimuat terpisah.
G. Efek Hiperbilirubinemia
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan
kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi.
Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis
DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf
(terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan
konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi
ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.
Ensefalopati bilirubin
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat
menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam
bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan
serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan
asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus,
bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular.
Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati
bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik
bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik
yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan
neurologik yang disebabkannya.
H. Pencegahan
Perlu

dilakukan

terutama

bila

terdapat

faktor

risiko

seperti

riwayat

inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan


beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:
1. Primer

15

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir
cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk
menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.
2. Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko
tinggi ikterus neonatorum.
5.Pendarahan Tali Pusat
Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma
pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus
normal. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya
penyakit pada bayi.
ETIOLOGI
1 Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena :

Patus precipitatus

Adanya trauma atau lilitan tali pusat

Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan


pada saat persalinan

Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding


umbilikus atau placenta sewaktu sectio secarea

2 Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :

Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah,


namun perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta.

Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah

Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran


pembuluh darah setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau
terjadi kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah

3 Robekan pembuluh darah abnormal


Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma,
hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik pembuluh darah
seperti :

16

Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan
tidak ada perlindungan jely Wharton

Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi


pada tempat percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya
dalam placenta tidak adda proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini
sering terdapat pada kehamilan ganda

Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang


menghubungkan masing- masing lobus dengan jaringan placenta karena
bagian tersebut sangat rapuh dan mudah pecah

4. Perdarahan akibat placenta previa dan abrotio placenta


Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat membahayakan bayi.
Pada kasus placenta previa cenderung menyebabkan anemia, sedangkan pada
kasus abrutio placenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena
dapat terjadi anoreksia. Pengamatan pada placenta dengan teliti untuk menentukan
adanya perdarahan pada bayi baru lahir, pada bayi baru lahir dengan kelainan
placenta atau dengan sectio secarea apabila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin secara berkala.
PENATALAKSANAAN
1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang
terjadi
2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa tali
pusat.
3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk
dilakukan
rujukan.
6. Kejang
Kejang adalah penyakit pada anak yang disebabkan oleh demam. Sekitar
2-5% anak berumur enam bulan sampai lima tahun umumnya mengalami demam.
Namun, tidak sampai menginfeksi otak anak.
Apa yang harus dilakukan bila anak mengalami kejang demam? Walaupun
kejang demam terlihat sangat menakutkan, sebenarnya jarang sekali terjadi

17

komplikasi

yang

berat,

yang

paling

penting

adalah

tetap

tenang.

Ketika demam, miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya dan
jangan mencoba menahan gerak si anak. Turunkan demam dengan membuka baju
dan menyeka anak dengan air yang sedikit hangat. Setelah air menguap, demam
akan turun. Jangan memberikan kompres dengan es atau alkohol karena anak akan
menggigil dan suhu tubuh justru meningkat, walaupun kulitnya terasa dingin.
Untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dapat diberikan obat, umumnya
kejang demam akan berhenti dengan sendirinya sebelum lima menit.
Apakah anak perlu masuk rumah sakit? Bila kejang berlangsung kurang dari lima
menit, kemudian anak sadar dan menangis, biasanya tidak perlu dirawat. Bila
demam tinggi dan kejang berlangsung lebih dari 10-15 menit atau kejang
berulang, maka Anda harus membawanya ke dokter atau rumah sakit.
Untuk membantu menentukan apa yang akan terjadi pada anak di kemudian hari,
kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang kompleks.
Kejang demam sederhana adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit
dan tidak berulang pada hari yang sama, sedangkan kejang kompleks adalah bila
kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
atau

berulang

dua

kali

atau

lebih

dalam

satu

hari.

Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau


mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga
sangat kecil, sekitar 2-3%. Risiko terbanyak adalah berulangnya kejang demam,
yang dapat terjadi pada 30-50% anak-anak. Risiko-risiko tersebut akan lebih besar
pada kejang yang kompleks.
7. Hypotermi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun
suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5C
(suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36C atau kedua kaki &
tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah
mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36C). Disebut hipotermi berat bila suhu
<32C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang
dapat mengukur sampai 25C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo,

18

2001). Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang
berakhir dengan kematian. (Indarso, F, 2001).
Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997) bahwa hipotermi yaitu kondisi
dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35C.
Etiologi Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
1. aringan lemak subkutan tipis.
2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
4. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada
reaksi kedinginan. (Indarso, F, 2001).
5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi
mengalami hipotermi. ( Klaus, M.H et al, 1998).
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi Akibat yang bisa ditimbulkan
oleh hipotermi yaitu :
1. Hipoglikemi
2. Asidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme
anaerob.
3. Kebutuhan oksigen yang meningkat.
4. Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
5. Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang
menyertai hipotermi berat.
6. Shock.
7. Apnea.
8. Perdarahan Intra Ventricular. (Indarso, F, 2001).
Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas yang mendadak,
berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan
0,5-1C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 C).
(Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya
diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator
apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30C. Radiant Warner
Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakantindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk

19

kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara
manual).
Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa pengelolaan bayi
hipotermi :
1. Bayi cukup bulan -Letakkan BBL pada Radiant Warner. -Keringkan untuk
menghilangkan panas melalui evaporasi. -Tutup kepala. -Bungkus tubuh
segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir
bayi dapat disusukan.
2. Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap letakkan pada radiant warmer
sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di atas.
-Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan
servo controle.
3. Bayi yang sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit
36,5 C. Tutup kepala. Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant
warner. Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5C. Dengan dinding
double. - Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban sangat tinggi,
dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas berlebihan). Bila
temperatur

sulit

dipertahankan,

kelembaban

dinaikkan.

Temperatur

lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi.


Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi : Mempertahankan Suhu Tubuh
Untuk Mencegah Hipotermi Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa untuk
mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermi adalah :
1. Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari 7
rantai hangat ;
a. Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.
b. Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir
dengan handuk yang kering dan bersih.
c. Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dengan
keduanya diselimuti (Metode Kangguru).
d. Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat
merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan :
-Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI

20

diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam
dekapan ibu agar tetap hangat.
e. Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu
rujukan.
f. Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.
g. Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan.
Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh normal Untuk
mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong
persalinan harus menunda memandikan bayi.
2. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah
metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan
keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat.
3. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang
diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu.
Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai bulibuli panas, bahaya luka bakar. (4)Biasanya bayi hipotermi menderita
hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering
mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak
60-80 ml/kg per hari.
8. Hypertermi
kenaikan suhu tubuh diatas 410 C (rectal). Merupakan keadaan gawat darurat
medik dengan angka kematian yang tinggi terutama pada bayi sangat muda, usia
lanjut dan penderita-penderita penyakit jantung.
Hiperpirexia terjadi karena produksi panas berlebihan, terhambatnya pengeluaran
panas atau kerusakan thermoregulator. Setiap kenaikan 10 C suhu tubuh akan
menaikkan metabolisme + 13%, sehingga pada suhu 40,50 C metabolisme meningkat
50%, konsumsi oksigen meningkat, terjadi metabolisme anaerob dan asidosis
metabolik. Suhu > 410 C anak bisa mengalami kejang, sedangkan suhu > 420 C
dapat

menyebabkan

denaturasi

dan

kerusakan

Akibat yang bisa terjadi pada hiperpirexia :


1.

Renjatan / Hipovolemia

2.

Gangguan fungsi jantung

21

sel

secara

langsung.

3.

Gangguan fungsi koagulasi

4.

Gangguan fungsi ginjal

5.

Nekrosis hepatosellular

6.

Hiperventilasi, yang dapat menyebabkan hipokapnea, alkalosis dan tetani.

PENGOBATAN
Antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas karena
panas merupakan usaha pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat menutupi
kemungkinan komplikasi. Pengobatan terutama ditujukan terhadap penyakit penyebab
panas.
Antipiretika.
Parasetamol

10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat diberikan secara oral atau

Metamizole ( novalgin )

10 mg/kg BB/kali per oral atau intravenous.

Ibuprofen

: 5-10 mg/kg BB/ kali, per oral atau rektal.

rektal).

Pendinginan Secara fisik


Merupakan terapi pilihan utama. Kecepatan penurunan suhu > 0,10 C/menit
sampai

tercapai

suhu

38,50

C.

Cara-cara

physical

cooling/compres

Evaporasi : penderita dikompres dingin seluruh tubuh, disertai kipas angin untuk
mempercepat penguapan. Cara ini paling mudah, tidak invasif dan efektif. Cara lain
yang bisa digunakan : kumbah lambung dengan air dingin, infus cairan dingin, enema
dengan air dingin atau humidified oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.
Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks vasokonstriksi dan shivering
yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan produksi panas yang merugikan
tubuh.

Untuk

mengurangi

dampak

ini

dapat

diberi

- Diazepam : merupakan pilihan utama dan lebih menguntungkan karena mempunyai


efek

antikonvulsi

dan

tidak

punya

efek

hipotensi.

- Chlorpromazine
9. Hypoglikemi
Pengertian
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari
45 mg/dL (2.6 mmol/L).

22

Patofisiologi

Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.

Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga
respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta
terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi
(transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.

Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak
dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat
bahkan sampai kematian.

Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes
melitus.

Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup


selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.

Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena
meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya

pada asfiksia,

hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.


Diagnosis
Anamnesis

Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan

Riwayat bayi prematur

Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus

Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia

Bayi dari ibu diabetes (IDM)

Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)

Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)

Bayi prematur dan lewat bulan

Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

Bayi puasa

23

Bayi dengan polisitemia

Bayi dengan eritroblastosis

Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan


beta blocker

Gejala Klinis/Pemeriksaan Fisik


Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas

Jitteriness

Sianosis

Kejang atau tremor

Letargi dan menyusui yang buruk

Apnea

Tangisan yang lemah atau bernada tinggi

Hipotermia

RDS

Diagnosis Banding
insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia,
abnormalitas

metabolik

(hipokalsemia,

hiponatremia,

hipernatremia,

hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).


Penyulit
- Hipoksia otak
- Kerusakan sistem saraf pusat
Tatalaksana
a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam
3 hari pertama :

Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam


Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kali pemeriksaan

Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia

Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan


hipoglikemia selesai

24

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).

c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :

ASI teruskan

Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)
- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
- Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
d. Kadar glukosa normal IV teruskan

IV teruskan

Periksa kadar glukosa tiap 12 jam

Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas

Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)


konsultasi endokrin
terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2
mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon,
diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)
10. Tetanus Neonatorum
Tetanus Noenatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi <
1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani (kuman yang mengeluarkan
toksin yang menyerang sistem syaraf pusat)
Patofisiologi: spora clostridium tetani masuk ke dalam tali pusat yang belum puput.
Masa inkubasi:
1. 3- 28 hari dengan rata- rata 6 hari.
2. Apabila masa inkubasi < 7 hari biasanya penyakit lebih parah dan angka
kematisnnya tinggi

25

Epidemiologi:

Angka kematian kasus tinggi

Tetanus Neonatorum yang dirawat angka kematiannya mendekati 100%,


terutama dengan masa inkubasi <>

Angka kematian tetanus neonatorum yang dirawat di RS di Indonesia


bervariasi dengan kisaran 10,8- 55%

Faktor risiko:

Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil tidak dilakukan atau tidak lengkap

Pemberian tidak sesuai dengan program

Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat- syarat 3 bersih

Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kebersihan

Gejala klinik tetanus neonatorum:


1. Bayi yang semula dapat menetek tiba- tiba sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring
2. Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
3. Kejang terutama bila kena rangsang cahaya, suara, sentuhan
4. Kadang- kadng disertai sesak nafas dan wajah membiru
Penanganan tetanus neonatorum:

Mengatasi kejang dengan injeksi anti kejang

Menjaga jalan nafas tetap bebas dan pasang spatel lidah agar tidak tergigit

Mencari tempat masuknya kuman tetanus, biasanya di tali pusat atau di telinga

mengobati pnyebab tetanus dengan anti tetanus serum dan antibotik

Perawatan adekuat : kebutuhan O2, makanan, cairan dan elektrolit

Tempatkan di ruang yang tenang dn s

26

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terjadinya kematian bayi baru lahir masih tinggi di indonesia oleh karena
itu kita sebagai petugas kesehatan harus mampu mendeteksi dini adanya
komplikasi pada bayi baru lahir sehingga kita dapat membuat perencanaan dan
penatalaksanaan dari komplikasi tersebutsehingga dapat memberikan pertolongan
segera serta dapat mencegah terjadinya kematian.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah laksanakanlah
penatalaksanaan yang sebaik- baiknya pada Bayi baru lahir, sehingga pada
akhirnya akan dapatmenurunkan angka kematian Bayi baru lahir.
Bagi Mahasiswa
Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat melakukan
pengkajianyang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu
memberikan asuhan yang kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan
dapat mengaplikasikan ilmu yangdiperolehnya selama proses pembelajaran di
lapangan.
Bagi Institusi
Pendidikan

Diharapkan

bimbingan

yang

seoptimal

mungkin

dalam

membimbingmahasiswa dalam memberikan asuhan kebidanan bagi pasien,


sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan teori dan praktek yang telah
diperolehnya.
Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan kepada klien agar menerapkan asuhan kebidanan yang telah
diberikan baik berupatindakan pencegahan maupun dalam pelaksanaannya

27

DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, Dkk: 2010, Asuhan Neonatus , Yogyakarta, Graha Ilmu.

Mochtar, Rustam: 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta, EGC.

Prawirohardjo, Sarwono: 2009, Ilmu Kebidanan asuhan neonatus, Jakarta, PT.


Bina Pustaka.

Prawirohardjo, Sarwono: 2009, Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal


Dan Neonatal, Jakarta, PT. Bina Pustaka.

Sastrawinata, Sulaiman: 1983, Obstetri Fisiologi, Bandung, Eleman.

Sulaiman, Ali: 2001, Kapita Selekta Kedokteran asuhan neonatus Jilid I,


Jakarta, Media Aesculapius

http//www.asuhan neonatus .comedikit sinar.

28

You might also like