You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

A.

STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama

: Tn. M

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki


Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Repaking, Wonosegoro, Boyolali

No. CM

: 14-15-288846

Tgl masuk

: 8 Desember 2014

B.

ANAMNESIS

1.

Keluhan Utama :
Muntah darah dan BAB berwarna hitam

2.

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan muntah darah, warna merah kehitaman. Muntah

darah terjadi 1 hari sebelum masuk ke RS. Muntah terjadi sebanyak 1x 1 gelas belimbing kecil.
Badan lemas, aktivitas menurun (kegiatan sehari hari hanya tidur dan duduk), mudah lelah,
nggliyer, mual, dada berdebar-debar .Muntah timbul secara spontan tanpa didahului dengan
mual dan terjadi secara terus menerus. Selain itu, keluhan yang dialami adalah BAB berwarna

gelap dan kehitam-hitaman yang timbul setelah pasien muntah darah. Dalam 1 hari pasien bisa
BAB 2x , BAB agak cair tetapi masih terdapat ampas, tidak terdapat lendir dan darah, tidak ada
nyeri saat BAB. BAK 3kali dalam 1 hari 1 gelas belimbing, warna kadang-kadang seperti teh,
tidak ada darah, dan tidak nyeri saat BAK.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan perutnya begah dan terasa penuh. Apabila
diisi makanan/minuman dalam jumlah yang sedikit, cepat merasa kenyang. Kadang-kadang juga
mengeluhkan nyeri pada perutnya. Nyeri dirasakan di daerah ulu hati dan menjalar sampai
perut kanan atas.
3.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan serupa sebelumnya
Pasien positif menderita hepatitis B
Riwayat penyakit jantung, DM, HT, asma disangkal

4.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengeluh keluhan yang serupa
Riwayat penyakit jantung, HT, DM , asma dalam keluarga disangkal

C.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Tampak lemes
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi : 64x/ menit,

Respirasi : 24x/ menit


Suhu : 36C

Kepala dan Leher


Mata : Ca+/+, Si +/+, mata cekung (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-)
Telinga : discharge (-)
Mulut : Bibir kering (+), lidah kotor (-), faring tidak hiperemis, sianosis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran limfonodi, JVP tidak meningkat, tiroid tidak membesar
DADA
Paru Paru

Inspeksi :

> Bentuk dada normal, retraksi (-) simetris (-),ketinggalan gerak (-), spider nevi (-)

Palpasi :

> Vokal fremitus(+)N, simetris kanan kiri(+)

Perkusi :

> Suara sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi :

> Vesikuler (+), suara tambahan (-)

Jantung

Inspeksi :

> Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi :

> ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

> Batas atas

: SIC 3 linea midclavicularis (s)

> Batas bawah : SIC 7 linea midclavicularis (s)


> Batas kanan : SIC 4 linea midclavicularis (s)
> Batas kiri : SIC 5 linea midclavicularis (s)

Auskultasi

> S1=S2 murni, reguler, suara tambahan S3(-)S4(-), Gallop(-), bising (-)
Kesan : tidak ditemukan abnormalitas pada paru dan jantung

ABDOMEN

Inspeksi :
> Dinding perut lebih tinggi dibandingkan dinding dada, scar(-)

Auskultasi :
> Peristaltik (+) N

Palpasi :
> Distensi (+), Nyeri tekan epigastrik (+), defans muskular (-), turgor baik

> Hepar tidak teraba membesar


> Lien sulit dinilaI

Perkusi :
> Timpani (+)

Kesan : tidak ditemukan abnormalitas pada abdomen

EKSTREMITAS

Edema (-)
Palmar eritem (-)
Akral hangat
Sianosis (-)
Capillarry refill < 2s

D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

V.

DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja :

Hepatitis B

Sirosis Hepatis dengan Hematemesis Melena

Anemia

VI.

PLANNING

Supportif :

Istirahat yang cukup


Pengaturan makan yang cukup dan seimbang (DIET) rendah garam, kalori, protein.

Medikamentosa
Infus Asering 20 tpm
Injeksi Asam Traneksamat 3x500mg
Injeksi Ranitidin 2x1A

Injeksi Ondansetron 2x1A


PO:
Curcuma 2x1
Sucralfat 3x1
Transfusi PRC 2 kolf

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hematemesis Melena

A. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang berasal dari
dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Hal tersebut mengakibatkan muntah
darah (hematemesis) dan berak darah berwarna hitam seperti aspal (melena).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam
bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau
khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya darah pada
usus halus.

B.

ETIOLOGI

Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :


1.

Kelainan di esophagus

a.

Pecahnya varises esophagus


Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif, kehilangan darah

gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises esofagus atau lambung


biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis.
Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen
di Amerika Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat
mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya
hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi
lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang menimbulkan varises yang akan
menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan SCBA pada
pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih
separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum

atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat
penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting
menentukan penyebab perdarahan agar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.
Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan perdarahan
cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya mendadak dan masif, tanpa
didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna kehitaman dan tidak akan membeku
karena sudah tercampur asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena.
b.

Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena daripada

hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis. Hanya
sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada panendoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak di
sepertiga bawah esophagus.
c.

Sindrom Mallory-Weiss
Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus tanpa darah).

Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa daerah kardia atau
esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena laserasi aktif disertai ulserasi,
maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah sehingga
tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di submukosa esophagus/
kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien berulangkali
muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada hiperemesis
gravidarum.
d.

Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah tidak

sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut mengandung asam sitrat dan
asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esophagus dan lambung. Penderita
juga mengeluh nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada dan epigastrium.

e.

Esofagitis dan tukak esophagus


Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten atau

kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hemetemesis.
Tukak esophagus jarang menimbulkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak
lambung dan duodenum.
2.

Kelainan di lambung

a.

Gastritis erosiva hemoragika


Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa

lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya
obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya.
Obat-obatan lain yang juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan
kortikosteroid, butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat
tersebut menimbulkan hiperasiditas.
Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan
saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,
sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat erosi.
Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus
lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali minum obatobatan tersebut, disertai nyeri dan perih di ulu hati.
b.

Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di angulus dan

prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung akut biasanya
bersifat dangkal dan multipel yang dapat digolongkan sebagai erosi.
Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri dan pedih di ulu
hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum hematemesis rasa
nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat, namun setelah muntah darah rasa nyeri
dan pedih tersebut berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul
melena.

c.

Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan keluhan

rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang mengalami
hematemesis, tetapi sering melena.
3.

Kelainan di duodenum

a.

Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi terletak di bulbus.

Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena, sedangkan sebagian kecil


mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan, pasien mengeluh nyeri dan pedih di perut
atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam saat sedang tidur
pulas sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih, pasien biasanya
mengkonsumsi roti atau susu.
b.

Karsinoma papilla Vateri


Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di ampula

menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas yang umumnya


sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat
menimbulkan perdarahan tersembunyi (occult bleeding), sangat jarang timbul
hematemesis. Selain itu pasien juga mengeluh badan lemah, mual dan muntah.

C.

PATOFISIOLOGI

Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :


1.

Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya

anemia defisiensi Fe+)


2.

Perdarahan masif dengan renjatan

Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada faktorfaktor penyebab perdarahan, yaitu :
1.

Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya

varises esophagus

2.

Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia

Purpura (ITP)
3.

Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada

hemophilia, sirosis hati, dan lain-lain


Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy (pecahnya varises
esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan perifer akibat
hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel hati).
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori :
1.

Teori erosi

pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan

kasar (berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID


2.

Teori erupsi

karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan

tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang berat, dan
lain-lain

D.

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada :


1.

Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus

2.

Kecepatan perdarahan

3.

Penyakit penyebab perdarahan

4.

Keadaan penderita sebelum perdarahan


Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam

hidroklorida dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi
segera setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa
waktu kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau hitam. Bekuan
darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas.
Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah proksimal ligamentum
Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal di bawah duodenum jarang
masuk ke dalam lambung.

Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya


mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis.
Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung atau duodenum.
Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat menyebabkan melena jika
waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Diperkirakan darah
dari duodenum dan jejunum akan tertahan di saluran cerna selama 68 jam untuk
merubah warna feses menjadi hitam. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama
4872 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses warna hitam
tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah sebanyak 60 mL cukup
untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja warna hitam. Kehilangan
darah akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat menimbulkan melena lebih dari
tujuh hari. Setelah warna tinja kembali normal, hasil tes untuk adanya perdarahan
tersamar dapat tetap positif selama 710 hari setelah episode perdarahan tunggal.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga terbentuk
hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau khas.
Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam/ gelap yang muncul setelah
orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Perdarahan gastrointestinal
sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult bleeding yang positif, menunjukkan
penyakit serius yang harus segera diobservasi.

pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah
menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat
mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac
output) dan peningkatan tahanan perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi

darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop, kepala terasa ringan, mual, perspirasi
(berkeringat), dan haus. Jika darah keluar 40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi
dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita teraba dingin.

Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang
disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi normal, dipertimbangkan lesi Dieulafoy
(adanya arteri submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna
intermiten yang banyak).

E. DIAGNOSIS
1.

Anamnesis

a.

Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi


perdarahan

b.

Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga

c.

Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain

d.

Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom


Mallory-Weiss)

e.

Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan


nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)

f.

Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)

g.

Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal


kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat

h.

Riwayat tranfusi sebelumnya

2.

Pemeriksaan fisik

Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik, pemeriksaannya meliputi :
a.

Tekanan darah dan nadi posisi baring

b.

Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi

c.

Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)

d.

Kelayakan napas dan tingkat kesadaran

e.

Produksi urin

Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)


mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda(9) :
a.

Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >
100 x/menit

b.

Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.

c.

Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit

d.

Akral dingin

e.

Kesadaran turun

f.

Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)

Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut(9):
a.

Hematemesis

b.

Hematokezia

c.

Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih

d.

Hipotensi persisten

e.

Tranfusi darah > 800 1000 ml dalam 24 jam

Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi


jumlah perdarahan, dengan criteria :
Perdarahan (%)
<8
8 15
15 25
25 40
>40

Keadaan hemodinamik
Hemodinamik stabil
Hipotensi ortostatik
Renjatan (syok)
Renjatan + penurunan kesadaran
Moribund (physiology futility)

Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah :


a.

Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali,

eritema palmaris, edema tungkai)


b.

Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik

c.

Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan

interpretasi :
1)

Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif

2)

Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)

d.

Suhu badan dan perdarahan di tempat lain

e.

Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran

cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)


3.

Pemeriksaan Penunjang

a.

Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi

b.

Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan primer

atau sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT


c.

Elektrolit : Na, K, Cl

d.

Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT

e.

EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis

f.

Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai pengobatan

endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi prognostik dengan


mengidentifikasi stigmata perdarahan

F. BEDA PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA) DENGAN BAWAH


(SCBB)
Perbedaan
Manifestasi klinik
umumnya
Aspirasi nasogastrik
Rasio (BUN : kreatinin)
Auskultasi usus

Perdarahan SCBA
Hematemesis dan/atau
melena
Berdarah
Meningkat >35
Hiperaktif

Perdarahan SCBB
Hematokezia
Jernih
<35
Normal

B. SIROSIS HEPATIS
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan
dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsy hati.
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah
seperti aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) mulai
dari esofagus sampai duodenum.

B. ETIOLOGI
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh :
1.

Hepatitis virus B/C.

2.

Alkohol.

3.

Metabolik : DM, hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson

4.

Perlemakan hati (kolestasis hati)

5.

Obstruksi aliran vena hepatik : Penyakit vena oklusif, perikarditis konstriktiva,

payah jantung kanan.


6.

Gangguan imunologi: Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.

7.

Toksik dan obat: metotrexat (MTX), INH, metildopa.

8.

Malnutrisi.

9.

Infeksi seperti malaria, sistosomiasis.

Hematemesis melena dapat disebabkan oleh :5


1.

Kelainan pada esophagus : varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss,

keganasan.
2.

Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragika, ulkus peptikum

ventrikuli dan duodeni, keganasan,polip.


3.

Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni.

4.

Penyakit sistemik : uremia.

Penyebab hematemesis melena yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah :


1.

Pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 40 - 55%

2.

Gastritis hemoragika dengan20 - 25%

3.

Ulkus peptikum dengan 15 - 20%

4.

Sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya.

C. PATOGENESIS HEMATEMESIS MELENA PADA SIROSIS HEPATIS


Jika sel-sel parenkim hati hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa
yang akhirnya akan berkontraksi disekitar pembuluh darah, sehingga sangat
menghambat darah porta melalui hati. Proses penyakit ini dikenal sebagai sirosis hati.
Penyakit ini lebih umum disebabkan oleh alkoholisme, tetapi penyakit ini juga dapat
mengikuti masuknya racun seperti karbon tetraklorida, penyakit virus seperti hepatitis
infeksiosa, obstruksi duktus biliaris, dan proses infeksi di dalam duktus biliaris.
Berdasarkan penelitian terakhir, terdapat peran sel stelata dalam pathogenesis
sirosis hati. Dalam keadaan normal sel stelata berperan dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis
menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu secara
terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses
berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stelata, dan jaringan hati
yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas dan
kandung empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari
usus halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak
mempunyai katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan
sisanya oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang
selanjutnya ke vena kava inferior.
Sistem porta kadang terhambat oleh gumpalan besar dalam vena porta atau
cabang utamanya, hal ini dikarenakan terjadinya fibrosis hati pada penderita sirosis
hepatis. Bila sistem porta terhambat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui
sistem porta ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi
porta dan tekanan kapiler dalam dinding usus meningkat 15-20 mmHg diatas normal.
Penderita sering meninggal dalam beberapa jam karena kehilangan cairan yang banyak
dari kapiler ke dalam lumen dan dinding usus.
Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan
aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi
aliran darah dalam sistim portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau
cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati
yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi
presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik
(supra hepatik).
Studi terakhir menyebutkan bahwa ketidakseimbangan antara endotelin-1 dan
oksida nitrik dapat merupakan penyebab terpenting peningkatan tahanan intrahepatik
yang merupakan komponen kritis dari sebagian besar hipertensi portal.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Apabila varises tersebut
pecah akan mengakibatkan perdarahan/ hematemesis melena.

D. DIAGNOSIS HEMATEMESIS DAN MELENA


Diagnosis pada gejala muntah darah dan buang air berdarah bertujuan mencari
tahu tentang :
1.

Kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut.

2.

lokasi yang tepat dari sumber perdarahannya.

3.

sifat perdarahannya.(sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit) derajat

gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma,
kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal.
Diagnosa perdarahan SCBA ditegakkan melalui
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
C. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologik
3. Pemeriksaan endoskopik
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning han

A. Anamnesis
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau
kesadarannya menurun dapat diambil allo anamnesa dari pengantarnya. Beberapa hal
yang perlu ditanyakan antara lain :

Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena

penyakit hati seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?

Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernahmengalami

sebelumnya?

Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah

minum alkohol atau jamu-jamuan?

Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?

Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi

terus menerus tetapi sedikit-sedikit?

Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?

B. Pemeriksaan fisik
Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa
keadaan umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
badan dan apakah ada tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau
kegagalan fungsi hati berupa koma. Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau
syok perlu segera ditolong dan diatasi dahulu syoknya, sedangkan pemeriksaan
penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai keadaan umum membaik. Bila dugaan
penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises esofagus, perlu dicari tanda-tanda
sirosis hati dengan hipertensi portal seperti: hepatosplenomegali, ikterus, asites, edema
tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding
perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di daerah epigastrium, perlu
dipikirkan kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati lobus kiri.

C. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan laboratorik.
Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari

lengkap tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti


berikut: golongan darah, Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, morfologi darah tepi dan fibrinogen. Pemeriksaan tes
faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GT kolinesterase, protein total,
albumin, globulin, HBSAg, AntiHBS . Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi
kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok adalah: kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas
darah, gula darah sewaktu, amoniak.

Pemeriksaan radiologik.

Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti.


Mula-mula dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium, diikuti
dengan pemeriksaan lambung dan doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda.
Pemeriksaan dilakukan dalam berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah
1/3 distal esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung,
doudenum.

Pemeriksaan endoskopik.
Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah dapat

dilakukan di beberapa rumah-sakit besar di Indonsia. Dari publikasi pengarangpengarang luar negeri dan juga ahli-ahli di Indonsia terbukti pemeriksaan endoskopik ini
sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Tergantung
ketrampilan dokternya, endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat
sewaktu perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti.
Pada endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari perdarahan yang sedang
berlangsung. Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada varises esofagus
yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser endoskopik pada
perdarahan lambung dan esofagus. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga
dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi.

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati


Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnose hematemesis/melena

bila diduga penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak
langsung member informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan
hipertensi portal, keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan
persiapan sesudah perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop ultrasonografi,
suatu alat endoskop mutakhir dengan transducer ultrasonografi yang berputar di ujung
endoskop, maka keganasan pada lambung dan pancreas juga dapat dideteksi.
Pemeriksaan scanning hati hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar yang mempunyai

bagian kedokteran nuklir. Dengan pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan
hipertensi portal atau suatu keganasan di hati dapat ditegakkan.
E.PENANGANAN PERDARAHAN SCBA
A. Tindakan umum
1. Resusitasi
2. Lavas lambung
3. Hemostatika
4. Antasida dan simetidin

E. Tindakan khusus
Medik intensif
1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik
2. Sterilisasi dan lavement usus
3. Beta bloker
4. Infus vasopresin
5. Balontamponade
6. Sklerosis varises endoskopik
7. Koagulasi laser endoskopik
8. Embolisasi varises transhepatik

C. Tindakan bedah
1. Tindakan bedah darurat
2. Tindakan bedah elektif

A. Tindakan Umum

Resusitasi

Infus/Transfusi darah

Penderita dengan perdarahan 500 1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%,
Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai
sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari
1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan
diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar.
Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan transfusi sampai 40 50% dari
volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80 100 tetes atau dapat lebih
cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan
tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC,
defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer.
Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc,
selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi
agregasi trombosit.
Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk
mencegah terjadinya keracunan asam sitrat.

Lavas Lambung Dengan Air Es


Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk
aspirasi isi lambung dan lavas air es, mula-mula setiap 30 menit 1 jam. Bila air kurasan
lambung tetap merah, penderita terus dipuasakan. Sesudah air kurasan menjadi merah
muda atau jernih, maka disarankan dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat
menentukan lokasi perdarahannya.
Pada perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es,
diperlukan tindakan medik intensif yang akan dibicarakan kemudian. Sedangkan pada
perdarahan ulkus peptikum, gastritis hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan
berhenti dapat mulai diberi susu + aqua calcis 50 100 cc/jam, dan secara bertahap
ditingkatkan pada diit makanan lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1 2 jam.

Hemostatika

Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10 40 mg sehari


parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi kompleks protrombin.
Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom dapat pula diberikan.

Antasida Dan Simetidin


Pemberian antasida secara intensif 10 15 cc setiap jam disertai simetidin 200
mg tiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam lambung
yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus peptikum dan gastritis
hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan dalam dosis lebih rendah
setiap 3 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per oral 200 mg tiap 4 6
jam.
Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :

Sucralfate sebanyak 1 2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian

per oral.

Pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.

Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam.

B. Tindakan khusus
Medik Intensif
Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik Bila perdarahan tetap
berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul Noradrenalin atau
Aramine 2 4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan bubuk trombin (Topostasin)
misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang menyemprotkan
larutan thrombin melalui saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di lambung,
sehingga di bawah pengawasan endoskopik dapat mengikuti langsung apakah
perdarahannya berhenti dan apakah terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang
perlu aspirasi dengan endoskop.

Sterilisasi usus dan lavement usus

Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus perlu
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati hepatik yang
disebabkan antara lain oleh peningkatan produksi amoniak pada pemecahan
protein darah oleh bakteri usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan :

Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya Neomisin 4

x 1 gram atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga pembuatan amoniak oleh bakteri


usus berkurang.

Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk larutan

400 cc yang bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipa
nasogastrik. Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12 24
jam. Untuk pencegahan ensefalopati hepatic dapat diberi infus Aminofusin Hepar 1000
1500 cc per hari. Bila penderita telah berada dalam keadaan prekoma atau koma
hepatikum, dianjurkan pemberian infus Comafusin Hepar 1000 1500 cc per hari.

Beta Bloker
Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol,
oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada penderita
sirosis hati, akibat penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke hati dan
gastrointestinal akan berkurang. Obat golongan beta bloker ini tidak dapat diberikan
pada penderita syok atau payah jantung, juga pada penderita asma dan penderita
gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok.

Infus Vasopresin
Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem baskuler
sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang selanjutnya
menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan
mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalam
lambung dan duodenum juga ikut berhenti.

Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus yang


perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara pemberian
vasopresin ialah 20 unit dilartkan dalam 100 200 cc Dextrose 5%, diberikan dalam 10
20 menit intravena. Efek samping pada pemberian secara cepat ini yang pernah
dilaporkan adalah angina pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan kardiak arest
pada penderita -penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vaso kontriksi
dari vasopressin pada arteri koroner. Selain itu juga ada penderita yang mengeluh
tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian
infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu 0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam
pertama dan bila perdarahan berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit
untuk 8 jam berikutnya.
Pada cara pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek
sampingyang ditemukan. Efek vasopresin dalam menghentikan perdarahan SCBA
berkisar antara 35 - 100%, perdarahan ulang timbul pada 21 - 100% dan mortalitas
berkisar pada 21 - 80%. Balontamponade Tamponade dengan balon jenis Sengstaken
Blakemore Tube atau Linton Nachlas Tube diperlukan pada penderita penderita varises
esofagusyang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dan pemberian
infus vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini merupakan pilihan pertama pada
penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat diberikan infus vasopresin.
Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon di daerah
kardia dan esofagus yang akan menekan dan dengan demikian menghentikan
perdarahan di esophagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon, masing-masing untuk
lambung dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya dari 1 balon yang
mengkompresi daerah distal esofagus dan kardia.
Protokol pemasangan SB Tube :

Penderita secara klinis menderita perdarahan varises esofagus, bila mungkin

telah diendoskopi.

Keadaan umum cukup baik, tidak koma/syok/gelisah dan kooperatif.

Pemasangan dilakukan sedini mungkin, kurang dari 12 jam setelah dirawat.

Sebelumnya dilakukan lavas lambung untuk mengeluarkan isi lambung terutama

gumpalan darah.

Pemasangan dilakukan oleh dokter atau perawat yang berpengalaman.

Balon SB sebelum dipasang harus dites tidak bocor dan kemudian diolesi dengan

salep zylocain atau parafin.

SB Tube dimasukkan secara perlahan-lahan melalui lubang hidung, sambil

penderita disuruh menelan sampai SB Tube masuk ke lambung, hingga garis ukuran pipa
bagian luar menunjukkan 50 cm dekat lubang hidung.

Balonlambung dikembangkan dengan 30 - 50 cc udara dan SB Tube ditarik

perlahan-lahan ke luar sampai balon lambung mencapai kardia dan terasa adanya
tahanan pada penarikan lebih lanjut. Angka pada garis ukuran SB Tube di lubang hidung
berkisar antara 40 - 45 cm.

SB Tube difiksasi dengan plester, balon esofagus kemudian dikembangkan

dengan 100 - 200 cc udara tergantung ukuran SB Tube.

Penderita dipuasakan selama SB Tube terpasang. Lavas lambung dan pemberian

obat -obatan dapat dilakukan melalui pipa sentral. Sekret di hipofaring perlu diaspirasi
secara berkala.

Pemasangan SB Tube berkisar antara 12 - 24 jam, kemudian dicoba dikempeskan

dari dikontrol tiap-tiap jam dengan lavas lambung apakah terjadi perdarahan ulang. Bila
terjadi perdarahan ulang, balon SB Tube yang belum ditarik keluar itu dapat segera
dikembangkan kembali. SB Tube dipasang maksimal48 jam.
Menurut laporan peneliti -peneliti, pemasangan SB Tube dapat
menghentikan 55 - 92% perdarahan varises esofagus, tetapi 25 - 60% penderita
kemudian mengalami perdarahan ulang, sedangkan mortalitas berkisar antara 20 - 60%.

Komplikasi
pemasangan SB Tube adalah obstruksi laring serta asfiksi akibat migrasi balonke
hipofaring dan ulserasi esofagus, karena pemasangan terlalu lama.

Sklerosis varises endoskopik


Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus dengan
penyuntikan bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol, sodium morrhuate
melalui esofagoskop kaku atau serat optik. Karena pemakaian esofagoskop kaku
membutuhkan anestesi umum, dan sebagai komplikasi dapat terjadi ruptur esofagus,
maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang lebih banyak digunakan endoskop serat
optik baik yang umum maupun yang khusus dengan 2 saluran, sehingga sewaktu
penyuntikan dilakukan melalui saluran pertama, penghisapan perdarahan yang mungkin
terjadi dapat dilakukan melalui saluran kedua. Teknik penyuntikan dapat paravasal atau
intravasal. Terapi ini dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti, tetapi
tergantung dari keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang
mengalami perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini
perdarahan dapat dihentikan pada 80 - 100%, perdarahan ulang terjadi pada 10 - 40%
sedangkan mortalitas selama dirawat mencapai 30%.
Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB Tube atau infus vasopresin, terapi
sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises yang luas umumnya
membutuhkan 2 - 3 x terapi dengan jangka waktu 7 - 10 hari. Mortalitas penderita yang
diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4 - 14%. Komplikasi metoda ini yang
pernah dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur dan stenosis dari
esophagus , effusi pleura, mediastinitis.

Koagulasi laser endoskopik


Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik
gagal dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat diterapkan
terapi koagulasi dengan Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik. Ada ahli yang
melaporkan keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127 penderita). Hanya alat ini sangat
mahal. Demikian juga perdarahan SMBA lainnya seperti pada ulkus peptikum dan
keganasan ternyata dapat dihentikan dengan koagulasi laser endoskopik.

Embolisasi varises transhepatik


Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati
sampai mencapai vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin
tersebut
sepanjang vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan kontras
angiografin. Pada transhepatik portalvenografi ini akan terlihat vena-vena kolateral
utama termasuk varises esofagus. Selanjutnya sebanyak 30 50 cc Dextrose 50%
disuntikkan melalui kateter diikuti dengan suntikan trombin, ditambah gel foam atau
otolein.
Perdarahan varises esofagus umumnya segera berhenti. Metoda ini belum
banyak laporannya dalam kepustakaan, karena tekniknya sukar dan sering mengalami
kegagalan yang disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites. Komplikasi yang
membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas tusukan jarum tersebut.
Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul varises esofagus
yang baru.

C. Tindakan Bedah
Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan
perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat, seperti
pintasan portosistemik atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus.
Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli atau duodeni serta keganasan SMBA yang
tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan tindakan bedah. Bila tidak diperlukan
tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita membaik dan pemeriksaan
diagnostic telah selesai dilakukan, dapat dilakukan tindakan bedah elektif setelah 6
minggu.

PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan muntah darah, warna merah kehitaman. Muntah
darah terjadi 1 hari sebelum masuk ke RS. Muntah terjadi sebanyak 1x 1 gelas
belimbing kecil. Badan lemas, aktivitas menurun (kegiatan sehari hari hanya tidur dan
duduk), mudah lelah, nggliyer, mual, dada berdebar-debar .Muntah timbul secara
spontan didahului dengan mual.
Selain itu, keluhan yang dialami adalah BAB berwarna gelap dan kehitamhitaman yang timbul setelah pasien muntah darah. Dalam 1 hari pasien bisa BAB 2x ,
BAB agak cair tetapi masih terdapat ampas, tidak terdapat lendir dan darah, tidak ada
nyeri saat BAB. BAK 3kali dalam 1 hari 1 gelas belimbing, warna kadang-kadang seperti
teh, tidak ada darah, dan tidak nyeri saat BAK.
Pasien juga mengeluhkan perutnya begah dan terasa penuh. Apabila diisi
makanan/minuman dalam jumlah yang sedikit, cepat merasa kenyang. Kadang-kadang
juga mengeluhkan nyeri pada perutnya. Nyeri dirasakan di daerah ulu hati dan menjalar
sampai perut kanan atas. Pasien juga positif hepatitis B.
Pemeriksaan fisik : kesadaran kompos mentis, suhu 37 oC dan nadi 89x/menit,
TD: 100/60mmHg. Pada mata konjungtiva anemis, sklera ikterik. Pada abdomen tampak
dinding perut lebih tinggi dari dinding dada dan terdapat yyeri tekan epigastrik.
Pada hasil laboratorium di dapatkan penurunan kadar Hemoglobin 8,5,
Trombosit 72 dan peningkatan SGOT 53. HbsAg +
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien
didiagnosis Sirosis Hepatis dengan Hematemesis Melena dan Anemia
Penatalaksanaan pada pasien ini Infus Asering 20tpm, Injeksi Asam Traneksamat
3x500mg, Injeksi Ranitidin 2x1A, Injeksi Ondansetron 2x1A. Peroral diberikan Curcuma
2x1tab, Sucralfat 3x1 dan karena Hb pasien turun, maka pasien Transfusi PRC 2 kolf.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
2. Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 2007 / Bandung
3. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 2001
4. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta 2006
6. Sherlock S, Dooley J. The portal venous system and portal hypertension. In:
Sherlock S, editor. Disease of the liver and billary system. 11th ed. Paris:
Blackwell Publishing; 2002.p.147-86.
7. Krige J, Urda K, Kotze. Variceal reccurance, rebleeding,

and

survival

after

endoscopic injection sclerotherapy in 287 alcoholic cirrhotic patients with


bleeding esophageal varisces. J Ann Surg 2006;244(5):764-70.
8. Benedeto

D,

Nagorni

A,

Bjelakov

G. Predictive factors of bleeding from

esophageal varisces in patient with liver cirrhosis and portal hypertension. Facta
Universitatis. J Medicine and Biology 2006;13(1):164-7.

You might also like