Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A.
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama
: Tn. M
Umur
: 53 tahun
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
No. CM
: 14-15-288846
Tgl masuk
: 8 Desember 2014
B.
ANAMNESIS
1.
Keluhan Utama :
Muntah darah dan BAB berwarna hitam
2.
darah terjadi 1 hari sebelum masuk ke RS. Muntah terjadi sebanyak 1x 1 gelas belimbing kecil.
Badan lemas, aktivitas menurun (kegiatan sehari hari hanya tidur dan duduk), mudah lelah,
nggliyer, mual, dada berdebar-debar .Muntah timbul secara spontan tanpa didahului dengan
mual dan terjadi secara terus menerus. Selain itu, keluhan yang dialami adalah BAB berwarna
gelap dan kehitam-hitaman yang timbul setelah pasien muntah darah. Dalam 1 hari pasien bisa
BAB 2x , BAB agak cair tetapi masih terdapat ampas, tidak terdapat lendir dan darah, tidak ada
nyeri saat BAB. BAK 3kali dalam 1 hari 1 gelas belimbing, warna kadang-kadang seperti teh,
tidak ada darah, dan tidak nyeri saat BAK.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan perutnya begah dan terasa penuh. Apabila
diisi makanan/minuman dalam jumlah yang sedikit, cepat merasa kenyang. Kadang-kadang juga
mengeluhkan nyeri pada perutnya. Nyeri dirasakan di daerah ulu hati dan menjalar sampai
perut kanan atas.
3.
4.
C.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Tampak lemes
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi : 64x/ menit,
Inspeksi :
> Bentuk dada normal, retraksi (-) simetris (-),ketinggalan gerak (-), spider nevi (-)
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi
> S1=S2 murni, reguler, suara tambahan S3(-)S4(-), Gallop(-), bising (-)
Kesan : tidak ditemukan abnormalitas pada paru dan jantung
ABDOMEN
Inspeksi :
> Dinding perut lebih tinggi dibandingkan dinding dada, scar(-)
Auskultasi :
> Peristaltik (+) N
Palpasi :
> Distensi (+), Nyeri tekan epigastrik (+), defans muskular (-), turgor baik
Perkusi :
> Timpani (+)
EKSTREMITAS
Edema (-)
Palmar eritem (-)
Akral hangat
Sianosis (-)
Capillarry refill < 2s
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
V.
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
Hepatitis B
Anemia
VI.
PLANNING
Supportif :
Medikamentosa
Infus Asering 20 tpm
Injeksi Asam Traneksamat 3x500mg
Injeksi Ranitidin 2x1A
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hematemesis Melena
A. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang berasal dari
dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Hal tersebut mengakibatkan muntah
darah (hematemesis) dan berak darah berwarna hitam seperti aspal (melena).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam
bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau
khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya darah pada
usus halus.
B.
ETIOLOGI
Kelainan di esophagus
a.
atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat
penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting
menentukan penyebab perdarahan agar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.
Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan perdarahan
cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya mendadak dan masif, tanpa
didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna kehitaman dan tidak akan membeku
karena sudah tercampur asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena.
b.
Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena daripada
hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis. Hanya
sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada panendoskopi jelas terlihat
gambaran karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak di
sepertiga bawah esophagus.
c.
Sindrom Mallory-Weiss
Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus tanpa darah).
Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa daerah kardia atau
esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena laserasi aktif disertai ulserasi,
maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah sehingga
tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di submukosa esophagus/
kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien berulangkali
muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada hiperemesis
gravidarum.
d.
Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah tidak
sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut mengandung asam sitrat dan
asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esophagus dan lambung. Penderita
juga mengeluh nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada dan epigastrium.
e.
kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hemetemesis.
Tukak esophagus jarang menimbulkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak
lambung dan duodenum.
2.
Kelainan di lambung
a.
lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya
obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya.
Obat-obatan lain yang juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan
kortikosteroid, butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat
tersebut menimbulkan hiperasiditas.
Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan
saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,
sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat erosi.
Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus
lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali minum obatobatan tersebut, disertai nyeri dan perih di ulu hati.
b.
Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di angulus dan
prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung akut biasanya
bersifat dangkal dan multipel yang dapat digolongkan sebagai erosi.
Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri dan pedih di ulu
hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum hematemesis rasa
nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat, namun setelah muntah darah rasa nyeri
dan pedih tersebut berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul
melena.
c.
Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan keluhan
rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang mengalami
hematemesis, tetapi sering melena.
3.
Kelainan di duodenum
a.
Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi terletak di bulbus.
C.
PATOFISIOLOGI
Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada faktorfaktor penyebab perdarahan, yaitu :
1.
varises esophagus
2.
Purpura (ITP)
3.
Teori erosi
Teori erupsi
tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang berat, dan
lain-lain
D.
MANIFESTASI KLINIS
2.
Kecepatan perdarahan
3.
4.
hidroklorida dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi
segera setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa
waktu kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau hitam. Bekuan
darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas.
Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah proksimal ligamentum
Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal di bawah duodenum jarang
masuk ke dalam lambung.
pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah
menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat
mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac
output) dan peningkatan tahanan perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi
darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop, kepala terasa ringan, mual, perspirasi
(berkeringat), dan haus. Jika darah keluar 40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi
dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita teraba dingin.
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang
disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi normal, dipertimbangkan lesi Dieulafoy
(adanya arteri submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna
intermiten yang banyak).
E. DIAGNOSIS
1.
Anamnesis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.
Pemeriksaan fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik, pemeriksaannya meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
Produksi urin
Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >
100 x/menit
b.
Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
c.
d.
Akral dingin
e.
Kesadaran turun
f.
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut(9):
a.
Hematemesis
b.
Hematokezia
c.
Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
d.
Hipotensi persisten
e.
Keadaan hemodinamik
Hemodinamik stabil
Hipotensi ortostatik
Renjatan (syok)
Renjatan + penurunan kesadaran
Moribund (physiology futility)
c.
Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan
interpretasi :
1)
2)
d.
e.
Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran
Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
Elektrolit : Na, K, Cl
d.
e.
f.
Perdarahan SCBA
Hematemesis dan/atau
melena
Berdarah
Meningkat >35
Hiperaktif
Perdarahan SCBB
Hematokezia
Jernih
<35
Normal
B. SIROSIS HEPATIS
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan
dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsy hati.
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah
seperti aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) mulai
dari esofagus sampai duodenum.
B. ETIOLOGI
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh :
1.
2.
Alkohol.
3.
4.
5.
7.
8.
Malnutrisi.
9.
keganasan.
2.
4.
2.
3.
4.
Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas dan
kandung empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari
usus halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak
mempunyai katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan
sisanya oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang
selanjutnya ke vena kava inferior.
Sistem porta kadang terhambat oleh gumpalan besar dalam vena porta atau
cabang utamanya, hal ini dikarenakan terjadinya fibrosis hati pada penderita sirosis
hepatis. Bila sistem porta terhambat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui
sistem porta ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi
porta dan tekanan kapiler dalam dinding usus meningkat 15-20 mmHg diatas normal.
Penderita sering meninggal dalam beberapa jam karena kehilangan cairan yang banyak
dari kapiler ke dalam lumen dan dinding usus.
Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan
aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi
aliran darah dalam sistim portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau
cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati
yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi
presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik
(supra hepatik).
Studi terakhir menyebutkan bahwa ketidakseimbangan antara endotelin-1 dan
oksida nitrik dapat merupakan penyebab terpenting peningkatan tahanan intrahepatik
yang merupakan komponen kritis dari sebagian besar hipertensi portal.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Apabila varises tersebut
pecah akan mengakibatkan perdarahan/ hematemesis melena.
2.
3.
gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma,
kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal.
Diagnosa perdarahan SCBA ditegakkan melalui
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
C. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologik
3. Pemeriksaan endoskopik
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning han
A. Anamnesis
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau
kesadarannya menurun dapat diambil allo anamnesa dari pengantarnya. Beberapa hal
yang perlu ditanyakan antara lain :
penyakit hati seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?
sebelumnya?
Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?
Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?
B. Pemeriksaan fisik
Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa
keadaan umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
badan dan apakah ada tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau
kegagalan fungsi hati berupa koma. Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau
syok perlu segera ditolong dan diatasi dahulu syoknya, sedangkan pemeriksaan
penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai keadaan umum membaik. Bila dugaan
penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises esofagus, perlu dicari tanda-tanda
sirosis hati dengan hipertensi portal seperti: hepatosplenomegali, ikterus, asites, edema
tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding
perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di daerah epigastrium, perlu
dipikirkan kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati lobus kiri.
Pemeriksaan laboratorik.
Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari
Pemeriksaan radiologik.
Pemeriksaan endoskopik.
Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah dapat
dilakukan di beberapa rumah-sakit besar di Indonsia. Dari publikasi pengarangpengarang luar negeri dan juga ahli-ahli di Indonsia terbukti pemeriksaan endoskopik ini
sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Tergantung
ketrampilan dokternya, endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat
sewaktu perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti.
Pada endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari perdarahan yang sedang
berlangsung. Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada varises esofagus
yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser endoskopik pada
perdarahan lambung dan esofagus. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga
dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi.
bila diduga penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak
langsung member informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan
hipertensi portal, keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan
persiapan sesudah perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop ultrasonografi,
suatu alat endoskop mutakhir dengan transducer ultrasonografi yang berputar di ujung
endoskop, maka keganasan pada lambung dan pancreas juga dapat dideteksi.
Pemeriksaan scanning hati hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar yang mempunyai
bagian kedokteran nuklir. Dengan pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan
hipertensi portal atau suatu keganasan di hati dapat ditegakkan.
E.PENANGANAN PERDARAHAN SCBA
A. Tindakan umum
1. Resusitasi
2. Lavas lambung
3. Hemostatika
4. Antasida dan simetidin
E. Tindakan khusus
Medik intensif
1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik
2. Sterilisasi dan lavement usus
3. Beta bloker
4. Infus vasopresin
5. Balontamponade
6. Sklerosis varises endoskopik
7. Koagulasi laser endoskopik
8. Embolisasi varises transhepatik
C. Tindakan bedah
1. Tindakan bedah darurat
2. Tindakan bedah elektif
A. Tindakan Umum
Resusitasi
Infus/Transfusi darah
Penderita dengan perdarahan 500 1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%,
Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai
sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari
1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan
diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar.
Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan transfusi sampai 40 50% dari
volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80 100 tetes atau dapat lebih
cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan
tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC,
defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer.
Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc,
selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi
agregasi trombosit.
Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk
mencegah terjadinya keracunan asam sitrat.
Hemostatika
per oral.
Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam.
B. Tindakan khusus
Medik Intensif
Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik Bila perdarahan tetap
berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul Noradrenalin atau
Aramine 2 4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan bubuk trombin (Topostasin)
misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang menyemprotkan
larutan thrombin melalui saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di lambung,
sehingga di bawah pengawasan endoskopik dapat mengikuti langsung apakah
perdarahannya berhenti dan apakah terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang
perlu aspirasi dengan endoskop.
Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus perlu
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati hepatik yang
disebabkan antara lain oleh peningkatan produksi amoniak pada pemecahan
protein darah oleh bakteri usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan :
Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya Neomisin 4
Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk larutan
400 cc yang bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipa
nasogastrik. Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12 24
jam. Untuk pencegahan ensefalopati hepatic dapat diberi infus Aminofusin Hepar 1000
1500 cc per hari. Bila penderita telah berada dalam keadaan prekoma atau koma
hepatikum, dianjurkan pemberian infus Comafusin Hepar 1000 1500 cc per hari.
Beta Bloker
Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol,
oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada penderita
sirosis hati, akibat penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke hati dan
gastrointestinal akan berkurang. Obat golongan beta bloker ini tidak dapat diberikan
pada penderita syok atau payah jantung, juga pada penderita asma dan penderita
gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok.
Infus Vasopresin
Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem baskuler
sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang selanjutnya
menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan
mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalam
lambung dan duodenum juga ikut berhenti.
telah diendoskopi.
gumpalan darah.
Balon SB sebelum dipasang harus dites tidak bocor dan kemudian diolesi dengan
penderita disuruh menelan sampai SB Tube masuk ke lambung, hingga garis ukuran pipa
bagian luar menunjukkan 50 cm dekat lubang hidung.
perlahan-lahan ke luar sampai balon lambung mencapai kardia dan terasa adanya
tahanan pada penarikan lebih lanjut. Angka pada garis ukuran SB Tube di lubang hidung
berkisar antara 40 - 45 cm.
obat -obatan dapat dilakukan melalui pipa sentral. Sekret di hipofaring perlu diaspirasi
secara berkala.
dari dikontrol tiap-tiap jam dengan lavas lambung apakah terjadi perdarahan ulang. Bila
terjadi perdarahan ulang, balon SB Tube yang belum ditarik keluar itu dapat segera
dikembangkan kembali. SB Tube dipasang maksimal48 jam.
Menurut laporan peneliti -peneliti, pemasangan SB Tube dapat
menghentikan 55 - 92% perdarahan varises esofagus, tetapi 25 - 60% penderita
kemudian mengalami perdarahan ulang, sedangkan mortalitas berkisar antara 20 - 60%.
Komplikasi
pemasangan SB Tube adalah obstruksi laring serta asfiksi akibat migrasi balonke
hipofaring dan ulserasi esofagus, karena pemasangan terlalu lama.
C. Tindakan Bedah
Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan
perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat, seperti
pintasan portosistemik atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus.
Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli atau duodeni serta keganasan SMBA yang
tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan tindakan bedah. Bila tidak diperlukan
tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita membaik dan pemeriksaan
diagnostic telah selesai dilakukan, dapat dilakukan tindakan bedah elektif setelah 6
minggu.
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan muntah darah, warna merah kehitaman. Muntah
darah terjadi 1 hari sebelum masuk ke RS. Muntah terjadi sebanyak 1x 1 gelas
belimbing kecil. Badan lemas, aktivitas menurun (kegiatan sehari hari hanya tidur dan
duduk), mudah lelah, nggliyer, mual, dada berdebar-debar .Muntah timbul secara
spontan didahului dengan mual.
Selain itu, keluhan yang dialami adalah BAB berwarna gelap dan kehitamhitaman yang timbul setelah pasien muntah darah. Dalam 1 hari pasien bisa BAB 2x ,
BAB agak cair tetapi masih terdapat ampas, tidak terdapat lendir dan darah, tidak ada
nyeri saat BAB. BAK 3kali dalam 1 hari 1 gelas belimbing, warna kadang-kadang seperti
teh, tidak ada darah, dan tidak nyeri saat BAK.
Pasien juga mengeluhkan perutnya begah dan terasa penuh. Apabila diisi
makanan/minuman dalam jumlah yang sedikit, cepat merasa kenyang. Kadang-kadang
juga mengeluhkan nyeri pada perutnya. Nyeri dirasakan di daerah ulu hati dan menjalar
sampai perut kanan atas. Pasien juga positif hepatitis B.
Pemeriksaan fisik : kesadaran kompos mentis, suhu 37 oC dan nadi 89x/menit,
TD: 100/60mmHg. Pada mata konjungtiva anemis, sklera ikterik. Pada abdomen tampak
dinding perut lebih tinggi dari dinding dada dan terdapat yyeri tekan epigastrik.
Pada hasil laboratorium di dapatkan penurunan kadar Hemoglobin 8,5,
Trombosit 72 dan peningkatan SGOT 53. HbsAg +
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien
didiagnosis Sirosis Hepatis dengan Hematemesis Melena dan Anemia
Penatalaksanaan pada pasien ini Infus Asering 20tpm, Injeksi Asam Traneksamat
3x500mg, Injeksi Ranitidin 2x1A, Injeksi Ondansetron 2x1A. Peroral diberikan Curcuma
2x1tab, Sucralfat 3x1 dan karena Hb pasien turun, maka pasien Transfusi PRC 2 kolf.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
2. Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 2007 / Bandung
3. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 2001
4. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta 2006
6. Sherlock S, Dooley J. The portal venous system and portal hypertension. In:
Sherlock S, editor. Disease of the liver and billary system. 11th ed. Paris:
Blackwell Publishing; 2002.p.147-86.
7. Krige J, Urda K, Kotze. Variceal reccurance, rebleeding,
and
survival
after
D,
Nagorni
A,
Bjelakov
esophageal varisces in patient with liver cirrhosis and portal hypertension. Facta
Universitatis. J Medicine and Biology 2006;13(1):164-7.