You are on page 1of 9

MAKALAH INFERTILITAS

23 Jun 2012 Tinggalkan Sebuah Komentar


by dieena in Essay
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran.Namun
sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong 50% pasangan infertililitas untuk
memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di salah artikan sebagai
ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau kemandulan pada kenyataannya
dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai kekurangmampuan pasangan untuk
menghasilkan keturunan, jadi bukanlah ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya, adalah:
faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%, dan hal
lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada
perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi atau karena gangguan proses
ovulasi.
1. Tujuan
1. Mengetahui penyebab dari infertilitas
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab serta diagnosis endometriosis
3. Mengetahui gejala dari infertilitas
4. Mengetahui pencegahan serta pengobatan infertilitas

1. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari infertilitas?
2. Apa faktor-faktor penyebab serta diagnosis infertilitas?
3. Bagaimana gejala dari endometrriosis?
4. Bagaimana pencegahan serta pengobatan infertilitas?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Infertilitas
Infertilitas ialah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah
1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dalam bentuk apapun.
1. Secara medis, infertilitas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu (Djuwantono,2008)
Infertilitas primer berarti pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah memiliki
anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan
alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
Infertilitas sekundar berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan
seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi
dalam bentuk apapun.
Sebanyak 60%-70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun pertama
pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia pernikahan.
Sebanyak 10-20% sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak akan
pernah memiliki anak (Djuwantono,2008).
Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertile, bukan tidak mungkin kondisi infertile
sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat dipahami
karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru
merupakan kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua
factor yang harus dipenuhi adalah: (1) suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang
sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria (spermatozoa) ke
dalam organ reproduksi istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat
sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi
oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat perkembangan janin,
embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Apabila salah satu dari dua factor
yang telah disebutkan tersebut tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut
tidak akan mampu memiliki anak.
Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pasangan
suami-istri dianggap infertile apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Djuwantono,2008)
1. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak
2. Selama 1 tahun atau lebih berhubungan seks, istri belum mendapatkan kehamilan

3. Frekuensi hubungan seks minimal 2-3 kali dalam setiap minggunya


Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat atau metode kontrasepsi, baik kondom,
obat-obatan, dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah kehamilan.
Hal-hal yang paling penting dalam berhasil atau tidaknya pengobatan infertilitas antara lain
(Permadi,2008)
1.
2.
3.
4.
5.

Ketepatan diagnosis penyebab infertilitas


Kondisi penyakit yang menjadi penyebab infertilitas
Usia pasien
Ketepatan metode pengobatan
Kepatuhan pasien dalam berobat

1. Penyebab Infertilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi infertilitas, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Umur
Lama infertilitas
Stress
Lingkungan
Hubungan seksual
Kondisi reproduksi wanita, meliputi cervix, uterus, dan sel telur
Kondisi reproduksi pria, yaitu kualitas sperma dan seksualitas

(1) Umur
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan
cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi
wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah
fase pubertas sampai sebelum fase menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat bereproduksi, yang ditandai
dengan haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin
sekunder, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan
timbunan lemak di pinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun fase
menopause adalah fase di saat haid berhenti. Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun.
Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche
sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel
telur. Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun
simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga
kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun
menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45
tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi.
Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat
menstruasi hari ke-2 atau ke-3.

(2) Lama Infertilitas


Berdasarkan laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan masalah
infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit pada organ
reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya jenis pengobatan yang sesuai dengan
pasangan tersebut.
(3) Stress
Stres memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi pengaturan hormon
reproduksi.
(4) Lingkungan
Paparan terhadap racun seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah menguap, silikon,
pestisida, obat-obatan (misalnya: obat pelangsing), dan obat rekreasional (rokok, kafein, dan
alkohol) dapat mempengaruhi sistem reproduksi. Kafein terkandung dalam kopi dan teh.
(5) Hubungan Seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi, posisi, dan
melakukannya tidak pada masa subur.
(6) Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap hari
akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali
seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan
matang.
(7) Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi adalah
masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu
sel telur yang menunggu di saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi).
Oleh karena itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas.
Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah. Sebagai
tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung. Dianjurkan,
setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan
memberi waktu pada sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.
(8) Masa Subur
Marak di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan seksual wanita
harus orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma
bertemu. Hal yang juga perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme.
Satu sel telur dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu 14 hari sebelum
menstruasi berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di
saluran telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur.

Menentukan Kesuburan Pria


Sperma merupakan cairan yang tersusun dari berbagai produk organ-organ pada sistem
reproduksi pria. Secara lebih rinci, komposisi di dalamnya antara lain: 1) spermatozoa, 2)
cairan yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar tambahan yang mengandung nutrisi dan
pelindung spermatozoa serta pelumas.
Berdasarkan komposisi tersebut, analisis sperma mampu menghasilkan data yang akurat dan
dapat dijadikan analisis kesuburan seorang pria. Sebagai contoh, dapat digambarkan hal-hal
sebagai berikut (Herlianto,1971)
1. Apabila sperma memiliki volume, warna, dan kekentalan yang normal, tetapi
spermatozoa tidak ditemukan sama sekali, jumlahnya kurang dari jumlah normal,
memiliki bentuk yang tidak lazim, atau belum mencapai kematangan, hal tersebut
merupakan indikasi bahwa terdapat gangguan pada testis.
2. Apabila sperma mengandung spermatozoa dalam jumlah dan bentuk yang normal,
tetapi memiliki volume, warna serta kekentalan yang tidak normal, hal tersebut
merupakan indikasi adanya gangguan pada kelenjar-kelenjar tambahan. Gangguan
pada kelenjar tambahan juga dapat diindikasikan dengan banyak ditemukannya
spermatozoa yang mati. Hal tersebut secara logis berhubungan dengan fungsi cairan
yang dihasilkan kelenjar tambahan sebagai nutrisi dan pelindung spermatozoa.
3. Apabila saat ejakulasi sperma tidak dikeluarkan sama sekali, hal tersebut
mengindikasikan kemungkinan terjadinya gangguan multifaktorial, antara lain
gangguan pada saluran keluar sperma yang disertai gangguan pada testis maupun
kelenjar-kelenjar tambahan. Sumbatan (obstruksi) atau tidak terdapatnya saluran
sperma tertentu merupakan akibat dari kelainan sejak lahir (Kongenital) juga memiliki
kemungkinan untuk menjadi penyebab tidak dikeluarkannya sperma sama sekali.
Berdasarkan fakta ilmiah tersebut, analisis sperma dapat menjadi sebuah tes kesuburan yang
dapat diandalkan untuk menemukan gangguan pada sistem reproduksi pria yang pada
akhirnya mengakibatkan infertilitas (Permadi,2008).
1. Normozoozpermia : karakteristik normal
2. Ologozoospermia : konsentrasi spermatozoa kurang dari 20 juta per ml
3. Asthenozoospermia : jumlah sperma yang masih hidup dan bergerak secara aktif,
dalam waktu 1 jam setelah ajakulasi, kurang dari 50%
4. Teratozoospermia : jumlah sperma dengan morfologi normal kurang dari 30%
5. Oligoasthenoteraatozoospermia : kelainan campuran dari 3 variabel yang telah
disebutkan sebelumnya
6. Azoospermia : tidak adanya spermatozoa dalam sperma
7. Aspermia : sama sekali tidak terjadi ejakulasi sperma
Menguji Kesuburan Seorang Wanita
Sistem reproduksi wanita dapat dibagi berdasarkan fungsi utama dari tiap organ yang
menyusunnya. Fungsi utama tersebut antara lain (Permadi,2008)

Produksi dan pematangan sel telur di ovarium


Penghantaran sel telur yang telah matang ke tempat terjadinya pembuahan (ampulla
tuba) dan zigot yang dihasilkan ke rahim

Implantasi zigot dan perkembangan embrio hingga menjadi bayi dalam rahim

Dengan memahami hal tersebut, prinsip pemeriksaan kesuburan yang dapat dilakukan adalah
dengann memeriksa baik tidaknya fungsi utama organ-organ reproduksi dijalankan. Dengan
demikian, prinsip-prinsip utama pemeriksaan kesuburan wanita adalah (Permadi,2008)

Memeriksa apakah ovarium mampu menghasilkan sel telur matang dan


melepaskannya saat ovulasi
Memeriksa ada tidaknya sumbatan dalam tuba
Memeriksa ada tidaknya kelainan dalam rahim yang mampu menghambat terjadinya
implantasi dan perkembangan janin

Obat-obat Infertilitas Pria adalah dengan terapi dan menggunakan obat-obat lain yang juga
sering diberikan dokter sebagai obat pendukung dalam meningkatkan kesuburan adalah
vitamin dan antibiotic. Pada umumnya, vitamin yang diberikan dokter adalah vitamin E.
vitamin E telah terbukti memiliki efek antioksidan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup sel-sel tubuh, termasuk kerja sel yang berkaitan dengan produksi dan
perkembangan spermatozoa hingga matang (Permadi,2008).
Antibiotik hanya diberikan apabila sang pria terbukti mengalami infeksi pada organ ataupun
saluran reproduksinya. Antibiotik hanya diberikan atas instruksi dokter dan digunakan sesuai
dengan petunjuk penggunanya (Permadi,2008).
Akibat dari pemakaian antibiotik yang tidak sesuai dengan aturan pakai adalah kuman
penyebab infeksi yang menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Dengan demikian, hal
tersebut justru menyebabkan bertambah parahnya kondisi sakit yang ada (Permadi,2008).
D. Diagnosis
Seorang wanita dengan gejala yang khas atau infertilitas yang tidak bisa dijelaskan biasanya
diduga menderita endometriosis. Sebagai tambahan pemeriksaan laboratorium tertentu bisa
membantu seperti kadar Ca 125 dalam darah dan aktivitas endometrial aromatase. Tapi alat
diagnosa yang paling dapat dipercaya adalah dengan laparoskopi, yang dilakukan dengan
memasukkan alat laparoskop melalui sayatan kecil di bawah pusar. Dengan alat ini dokter
dapat melihat organ-organ panggul, kista dan jaringan endometriosis secara langsung.
Berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda-tanda serta pemeriksaan bimanual
saja, diagnosis endometriosis sukar dibuat. Hal ini disebabkan karena endometriosis sering
menyerupai penyakit lain seperti dismenorea primer, radang pelvis, perlekatan pelvis, uterus
miomatus, sindroma kongesti pelvis, salfingitis ismika nodosa, penyakit gastro intestinal,
penyakit traktus urinarius dan neoplasma. Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesa dan
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan laparaskopi. Kuldoskopi kurang
bermanfaat terutama jika cavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis
yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae post perineum, parut laparatomi, dan
sebagainya, biopsis dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila
ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid, dapat menjadi petunjuk tentang
adanya endometriosis pada rektosigmoid atau pada kandung kencing. Sigmoidoskopi dan
sitoskopi dapat memperlihatkan tempat perdarahan pada waktu haid. Differensial diagnosis,
Adenomiosis uteri, radang pelvis dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran

dalam mendiagnosis. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis,
kista ovarium, karsinoma.
Gejala Endometriosis bisa timbul di berbagai tempat dan mempengaruhi gejala yang
ditimbulkan. Tempat yang paling sering ditemukan adalah di belakang rahim, pada jaringan
antara rektum dan vagina dan permukaan rektum. Tapi kadang-kadang ditemukan juga di
tuba, ovarium, otot-otot pengikat rahim, kandung kencing dan dinding samping panggul.
Mengikuti siklus menstruasi, setiap bulan jaringan di luar rahim ini mengalami penebalan dan
perdarahan. Perdarahan ini tidak mempunyai saluran keluar seperti darah menstruasi, tapi
terkumpul dalam rongga panggul dan menimbulkan nyeri. Jaringan endometriosis dalam
ovarium menyebabkan terbentuknya kista coklat. Akibat peradangan jaringan secara kronis,
terbentuk jaringan parut dan perlengketan organ-organ reproduksi. Sel telur sendiri terjerat
dalam jaringan parut yang tebal sehingga tidak dapat dilepaskan. Sepertiga penderita
endometriosis tidak mempunyai gejala apapun selain infertilitas.
Penderita yang lain mengalami berbagai gejala dengan gejala utama nyeri. Beratnya
endometriosis tidak berhubungan dengan derajat nyeri,bisa jadi endometriosis yang berat
hanya menimbulkan nyeri ringan. Gejala yang sering timbul :
1. Nyeri, hebatnya nyeri ditentukan oleh lokasi endometriosis

nyeri pada saat menstruasi


nyeri selama dan sesudah hubungan intim
nyeri ovulasi nyeri pada pemeriksaan dalam oleh dokter

1. Perdarahan

perdarahan banyak dan lama pada saat menstruasi


spotting sebelum menstruasi
menstruasi yang tidak teratur
darah menstruasi yang berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir
menstruasi

1. Keluhan buang air besar dan kecil

nyeri pada saat buang air besar


darah pada feces
diare, konstipasi dan kolik
nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air kecil Pencegahan dan Pengobatan
Endometriosis.
Pencegahan Endometriosis

Medis berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk
endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan
sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh
sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan
hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap
endometriosis, melainkan menghindari terjaidnya infertilitas sesudah endometriosis,

melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul. Selain itu jangan
melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat
menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.

Pengobatan Endometriosis

Pengobatan yang diberikan tergantung pada gejala, rencana mempunyai anak, usia dan
luasnya daerah yang terkena. Pengelolaan endometriosis dengan obat-obatan tidak
menyembuhkan, endeometriosis akan kambuh setelah pengobatan dihentikan. Pada wanita
dengan endometriosis ringan sampai berat, terutama dengan kasus infertilitas, maka
diperlukan pembedahan untuk membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis dan
mengembalikan fungsi reproduksi.
Macam pengobatan hormonal untuk terapi endometriosis
1. Androgen, yaitu preparat yang dipakai adalah metiltestoteran sublingual dengan dosis
5-10 mg perhari. Biasanya diberikan 10 mg per hari pada bulan pertama dilanjutkan
dengan 5 mg perhari selama 2-3 bulan berikutnya. Kekurangan adalah:
a) Timbulnya efek samping maskulinisasi terutama pada dosis melebihi 300 mg perbulan/
pada terapi jangka panjang.
b) Masih mungkin terjadi ovulasi, terutama pada dosis 5 mg per hari.
c) Bila terjadi kehamilan akan menimbulkan cacat bawaan pada janin. Keuntungan adalah:
1) Digunakan untuk mengurangi nyeri/ dispaneuri.
2) Meningkatkan libido.
1. Estrogen-progesteron, terapi standar yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol,
kekurangan adalah terjadi mual, muntah dan perdarahan. Keuntungan adalah
dilaporkan bahwa dengan terapi ini 30 %, penderita menyatakan keluhannya bekurang
dan 18 % secara obyektif mengalami kesembuhan.
2. Progestogen, dosis yang dipakai adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 per hari
atau noretiston asetat 30 mg per hari kekurangan adalah menghambatan ovulasi,
sedangkan keuntungannya adalah terjadinya kehamilan lagi setelah terapi yaitu ratarata sebesar 26 %.
3. Danazol, dosis yang dianjurkan untuk endometriosis ringan atau sedang adalah 400
mg/ hari. Sedangkan untuk yang berat diberikan sampai dengan 800 mg perhari.
Kekurangan adalah terjadi acne, kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan berat
badan dan edema. Sedangkan keuntungannya dapat mengurangi ukuran
endometrioma dan menghilangkan rasa nyeri.
4. Pembedahan
1. Pembedahan konservatif dilakukan pada pasien dengan intentilitas dan sudah
tua, yaitu dengan merusak seluruh endometriosis dan memperbaiki keadaan
pelvis dengan cara neuroktomi presakral.
2. Pembedahan definitif dilakukan pada pasien yang tidak ingin hamil atau
beberapa gejala. Jenis pemebdahannya yaitu histerektomi total, salpingi,
ooforektomi bilateral, dan eksisi tempat endometriosis. Perlu diingat terlebih

dulu harus ditentukan apakah fungsi ovarium dipertahankan atau tidak. Fungsi
ovarium dipertahankan pada endometriosis dini, tidak adanya gejala dan
pasien usia muda yang masih punya anak. Fungsi ovarium dihentikan bila
endometriosis sudah menyerang pelvis secara luas khususnya pada wanita usia
lanjut.
3. Pembedahan Radikal
Pembedahan dilakukan dengan mengangkat rahim dan ovarium di samping membersihkan
jaringan endometriosisnya. Hal ini hanya dilakukan pada wanita dengan endometriosis hebat
yang tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan lain dan tidak lagi mengharapkan
kehamilan. Setelah dilakukan pembedahan diberikan terapi pengganti estrogen, karena
pengangkatan rahim dan ovarium menimbulkan akibat yang sama dengan menopause. Terapi
pengganti ini diberikan 4-6 bulan setelah pembedahan agar semua jaringan endometriosis
yang tersisa sudah habis dan tidak terbentuk kembali di bawah pengaruh estrogen.

You might also like