Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budaya
2.1.1. Pengertian Budaya
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan berarti
hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli antropologi yang merumuskan
definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis
dalam bukunya: Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar, 2006).
Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan, bahwa kebudayaan
adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan,
kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual
masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan berada dalam tatanan kenyataan yang
ideasional. Atau, kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh anggotaanggota masyarakat dipergunakan dalam proses orientasi, transaksi, pertemuan,
perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata dalam
masyarakat mereka.
ideal. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam
bertindak. 3) Nilai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung
nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu: 1) nilai logika adalah
nilai benar salah; 2) nilai estetika adalah nilai indah tidak indah; dan 3) nilai
etika/moral adalah nilai baik buruk. Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu
nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia. Moral selalu
berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral
berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih
terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Nilai religius yang merupakan
nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau
keyakinan manusia. Dapat disimpulkan nilai dalam penelitian ini merupakan motivasi
atau pandangan PUS terhadap baik buruknya metode KB IUD.
2. Sistem Organisasi dan Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan,
organisasi politik, norma atau hukum, perkawinan, kenegaraan, kesatuan hidup dan
perkumpulan. Sistim organisasi adalah bagian kebudayaan yang berisikan semua
yang telah dipelajari yang memungkinkan bagi manusia mengkoordinasikan
perilakunya secara efektif dengan tindakan-tindakan-tindakan orang lain (Syani,
1995).
Kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur
sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang
terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan. Anggota keluarga, sanak saudara, tetangga, dan teman sering kali
memiliki pengaruh yang bermakna dalam pemakaian metode kontrasepsi oleh suatu
pasangan. Pada sebuah studi di India dan Turki, lebih dari separuh wanita yang
diwawancarai mengatakan bahwa pemilihan kontrasepsi mereka dibuat oleh atau
dengan suami. Studi yang sama mendapatkan bahwa persetujuan teman atau sanak
saudara dalam memilih kontrasepsi merupakan hal penting bagi 91% wanita di Turki,
68% di Filipina, 67% di India, dan 54% di Republik Korea (Hartanto, 2006).
Suksesnya suatu program dalam hal ini program Keluarga Berencana,
tergantung dari aktif atau tidak aktifnya partisipasi masyarakat untuk mensukseskan
program tersebut. Sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting
artinya bagi kelancaran dan keberhasilan program dan tercapainya tujuan. Kaitannya
dengan peran serta masyarakat dalam program KB IUD, peranan tokoh masyarakat
dan tokoh agama baik formal maupun non formal sangat penting terutama dalam
memengaruhi, memberi contoh dan menggerakkan keterlibatan seluruh warga
masyarakat di lingkungannya guna mendukung hasil program. Di masyarakat
pedesaan, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan para tokoh
masyarakat masih sangat kuat pengaruhnya, bahkan sering menjadi tokoh panutan
dalam segala kegiatan hidup sehari-hari warga masyarakat (Syani, 1995).
3. Sistem Pengetahuan
Spradlye (dalam Kalangie, 1994) menyebutkan, bahwa pengetahuan budaya
itu bukanlah sesuatu yang bisa kelihatan secara nyata, melainkan tersembunyi dari
pandangan, namun memainkan peranan yang sangat penting bagi manusia dalam
menentukan perilakunya. Pengetahuan budaya yang diformulasikan dengan beragam
ungkapan tradisional itu sekaligus juga merupakan gambaran dari nilai - nilai budaya
yang mereka hayati.
Nilai budaya sebagaimana dikemukan oleh Koentjaraningrat (2002) adalah
konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Dan suatu sistem nilai budaya, yang sifatnya abstrak, biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
4. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sistem mata pencaharian hidup merupakan produk dari manusia sebagai homo
economicus yang mejadikan kehidupan manusia terus meningkat. Dalam tingkat
sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Tetapi dalam
tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah bercocok tanam,
kemudian beternak yang terus meningkat (rising demand) yang kadang-kadang
serakah. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi meliputi jenis pekerjaan
dan penghasilan (Koentrajaningrat, 2002).
secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus
adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni
(sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi (Koentrajaningrat, 2002).
7. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi
hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai
makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak
kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
Kesenian yang meliputi: seni patung/pahat, seni rupa, seni gerak, lukis, gambar, rias,
vocal, musik/seni suara, bangunan, kesusastraan, dan drama (Koentrajaningrat, 2002).
Sehingga dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu umat
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.1.2. Budaya dan Kesehatan
Kebudayaan kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya
terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Sarwono, 1993).
juga
dapat
dijelaskan
dimana
keadaan
masyarakat
yang
menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam
segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Kondisi sosial budaya yang
memungkinkan kaum perempuan berada dalam sub ordinasi, menyebabkan
pengambilan keputusan dalam KB didominasi oleh kaum pria (Pinem, 2009).
2.1.3.1. Budaya Suku Melayu
Pentaloka BKKBN (dalam Ridwan, 2005), menerangkan masyarakat Melayu,
adat yang bersendikan Syara, dan Syara yang bersendikan Qitabullah artinya
sepanjang suatu program atau konsep berterima oleh adat istiadat dan kebiasaan serta
tidak bertentangan dengan ajaran perintah dan norma agama (dalam hal ini agama
islam) maka akan kecil sekali kemungkinannya memperoleh kendala dalam
pemberhasilannya
yaitu upaya
untuk
pembudayaan konsep NKKBS, Maka dari itu sosialisasi KB IUD perlu lebih
ditingkatkan, sehingga pengetahuan masyarakat baik dan menerima metode tanpa
ragu-ragu dan menentukan pilihan pada kontrasepsi IUD.
Pandangan orang tua Melayu terhadap anak seperti dalam ungkapan bahasa
Melayu "tuah ayam karena kakinya, tuah manusia pada anaknya menggambarkan
kedudukan seorang anak dalam kehidupan masyarakat Melayu. Yang dimaksud
dengan "anak ber-tuah" dalam masyarakat Melayu adalah anak yang "menjadi
orang", yang setelah nantinya dewasa menjadi manusia yang sempurna lahir dan
batin, selalu mengingat dan berguna untuk orang tua dan kaum kerabat untuk
seterusnya terhadap bangsa dan negara, serta akan patuh juga yakin dan taat pada
agama dengan melaksanakan semua perintah agama dan menjauhi semua yang
dilarang-Nya.
Dalam konteks NKKBS, pembinaan orang tua terhadap anak teramat penting
untuk dapat terbinanya generasi penerus yang berguna bagi negara, bangsa dan
agama, demikian pula terhadap keluarga, sanak dan handai serta lingkungan sendiri.
Keadaan ini menjurus pada suatu kenyataan umum bahwa keluarga yang besar akan
mengakibatkan kurang terbinanya anak secara baik dan sempurna. Pada umumnya
pula dapat berakibat perlakuan orang tua yang seakan menyia-nyiakan anaknya
seperti yang sering tercermin dalam ungkapan pesimistis "membiarkan anak belayar
dengan perahu bocor, berjalan di rimba tidak berintis".
2.1.3.2. Budaya Suku Batak
Paham mengenai keadaan keluarga yang sejahtera menurut masyarakat Batak
Toba bertumpu pada tiga konsep, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon
(Taufiq, 2011).
1.
Hagabeon
Kesejahteraan bagi orang Batak Toba pertama-tama tidak diukur dari tingkat
pencapaian material berupa harta benda yang bisa dimiliki oleh seseorang atau suatu
keluarga. Persyaratan pertama untuk bisa dikategorikan sejahtera bagi mereka adalah
apabila cucu dan cicit baik dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan. Intisari
dari hagabeon adalah tercapainya kesinambungan garis keturunan, yang bisa
mewariskan nama marga.
Soal kesinambungan keturunan ini merupakan isu yang sangat sentral dalam
kehidupan setiap keluarga Batak Toba. Meskipun seseorang telah memiliki harta yang
berlimpah ruah, tapi tanpa keturunan yang bisa ia peroleh dari perkawinannya maka
nilai dari harta benda tersebut menjadi hambar. Keberadaan anak dalam sebuah keluarga
menjadi syarat mutlak bisa dikatakan gabe atau sejahtera. Dalam konteks yang lebih
sempit lagi, keberadaan anak laki-laki dalam sebuah keluarga sangat penting, karena
menurut adat Batak Toba yang patrilineal anak laki lakilah yang bisa meneruskan
garis keturunan atau marga.
Hamoraon
Hamoraon yang secara harfiah berarti kekayaan yang bersifat material sebagai
yang pertama tercapai. Syarat hamoraon yang dikenal oleh nenek moyang Batak
Toba seperti dalam ungkapan berikut ini: 1) aek ini burta-burta, tu aek ini dolondolon; horbo mu lumuntak-luntak, panulmanmu dumolon-dolon, mengandung makna
sumber penghidupan yang baik dan bisa menjamin terpenuhinya kebutuhan material
anggota sebuah keluarga. 2) Tangkas ma uju purba humamunton Angkola: tangkas
ma hita maduma, gabe jala mamora, artinya keadaan yang sejahtera dan makmur itu
dimungkinkan apabila seseorang atau sebuah keluarga memiliki banyak anak
kemudian juga memiliki banyak harta. 3) Tonggi ma sibahut, tabo ma pora-pora:
gabe ma hita luhut, jala sude ma hita mamora, menggambarkan suatu pengharapan
untuk mencapai keadaan keluarga sejahtera itu adalah keluarga yang memiliki banyak
anak dan kaya harta benada.
3.
Hasangapon
Dalam lingkungan sosial orang Batak Toba yang masih tradisional, jika
seseorang atau sebuah keluarga telah memiliki keturunan dan harta benda maka
peluangnya untuk mencapai hasangapon akan terbuka dengan mudah. Kehormatan,
sebagaimana mereka menghayatinya, antara lain diukur melalui kenyataan bahwa
mereka bisa meneruskan garis keturunan, bukan keluarga yang anggotanya dari
waktu ke waktu semakin sedikit dan terancam punah.
Kehormatan itu, pada kenyataannya juga berkaitan dengan kehadiran anak
laki laki didalam keluarga atau sebuah rumah tangga, karena secara sosial anak laki lakilah yang dianggap bisa meneruskan garis keturunan. Oleh karena itu, hasangapon
hanya dimungkinkan apabila orang memiliki banyak anak dan beberapa di antaranya
harus ada anak laki-laki.
Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan
sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Kebijakan dilakukan dengan upaya peningkatan keterpaduan dan peran serta
masyarakat, pembinaan keluarga, pengaturan kehamilan dengan memperhatikan
agama, kondisi perkembangan sosial ekonomi dan budaya, serta tata nilai yang hidup
dalam masyarakat (UU No 52, 2009).
2.2.3. Tujuan Program Keluarga Berencana
Tujuan keluarga berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar
bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian pertumbuhan
penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini pelaksanaan
program KB Nasional bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki
visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal.
Dengan demikian diharapkan terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan
penduduk, meningkatnya jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan
dasar pertimbangan moral dan agama, serta berkembangnya usaha-usaha yang
membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, serta kematian ibu pada masa
kehamilan dan persalinan (BKKBN, 2007).
Secara umum tujuan lima tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka
mewujudkan visi dan misi program KB adalah membangun kembali dan melestarikan
pondasi yang kokoh bagi pelaksanaan program KB Nasional yang kuat dimasa
3. Terlalu dekat
Tubuh wanita memerlukan waktu untuk memulihkan tenaga dan kekuatan
diantara kehamilan.
4. Terlalu banyak
Seorang wanita dengan anak lebih dari 4 akan lebih sering mengalami
kematian karena perdarahan setelah persalinan dan penyebab lain.
2.2.5. Pasangan Usia Subur (PUS)
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-isteri yang terikat dalam
perkawinan yang sah yang umur isterinya antara 15-49 tahun. PUS merupakan
sasaran utama program KB sehingga perlu diketahui bahwa (Hartanto, 2010):
Hubungan urutan persalinan dengan risiko ibu-anak paling aman pada persalinan
kedua atau antara anak kedua dan ketiga.
1. Jarak kehamilan 24 tahun, adalah jarak yang paling aman bagi kesehatan
ibu-anak.
2. Umur melahirkan antara 2030 tahun, adalah umur yang paling aman bagi
kesehatan ibu-anak.
3. Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: 1) masa menunda
kehamilan (kesuburan), 2) masa mengatur kesuburan (menjarangkan), 3) masa
mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi). Masa reproduksi (kesuburan) ini
merupakan dasar dalam pola penggunaan kontrasepsi rasional.
Peserta KB (Akseptor KB) adalah PUS yang mana salah seorang dari mereka
menggunakan salah satu alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik
melalui program maupun non program (Saifuddin, 2006).
2.2.6. Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan dan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut
(Andrews, 2009).
Tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua
klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi
setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah
sebagai berikut (Jasin, 2000):
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan.
2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat
mencegah kehamilan.
Ada beberapa komponen dalam menentukan keefektifan dari suatu metode
kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan praktis, dan
keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoritical effectiveness) yaitu kemampuan
dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terus-menerus dan sesuai dengan
petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis (use
kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode
efektif) (Hartanto, 2010):
2.2.7.1. Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi
dengan alat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama
terputus (coitus interruptus) dan KB alamiah (metode kalender, metode suhu badan
basal, metode lendir serviks, metode simpto-termal). Sedangkan kontrasepsi dengan
alat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelli
atau tablet berbusa (vaginal tablet).
1. Metode Kalender (Ogino-Knaus)
Menentukan waktu opulasi dari data haid yang dicatat selama 6-12 bulan
terakhir. Tehnik metode kalender, seorang wanita menentukan masa suburnya
dengan: 1) mengurangi 18 hari dari siklus haid terpendek, untuk menentukan awal
dari masa suburnya, 2) mengurangi 11 hari dari siklus haid terpanjang, untuk
menentukan akhir masa suburnya. Efektivitas: angka kegagalan 15-47 kehamilan
pada 100 wanita per tahun.
2. Metode Suhu Badan Basal
Adalah peninggian suhu badan basal 0,2-0,5C pada waktu ovulasi, karena
peninggian kadar hormon progesteron. Tehniknya: mengukur suhu tubuh dengan
menggunakan thermometer, pengukuran dilakukan pada saat klien benar-benar
istirahat. Efektivitas, angka kegagalan 0,3-6,6 kehamilan pada 100 wanita per tahun.
sementara untuk memasang alatnya, perlu dipakai secara konsisten, hati-hati dan
terus menerus pada setiap senggama.
8. Spermisid Vaginal
Adalah zat-zat kimia yang kerjanya melumpuhkan spermatozoa di dalam
vagina sebelum spermatozoa bergerak ke dalam traktus genitalia interna. Keuntungan
spermisid vaginal: aman, sebagai kontrasepsi pengganti bagi wanita dengan
kontraindikasi pemakaian KB Pil, KB IUD dan lalin-lain. Tidak memerlukan
supervisi medik. Kerugian metode adalah angka kegagalan relatif tinggi karena
pemakaian yang tidak konsisten, harus digunakan sebelum senggama, harus diberikan
berulang-kali untuk senggama yang berturut-turut dan dapat menimbulka iritasi.
2.2.7.2. Cara Kontrasepsi Modern/Metode Efektif
Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi hormonal (KB pil, KB suntik
dan KB implant), KB IUD dan kontrasepsi mantap. Berdasarkan lama efektivitasnya,
kontrasepsi dapat dibagi menjadi: 1) MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang),
yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis KB susuk/implant, IUD, MOP, dan
MOW; 2) Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk
dalam kategori ini adalah KB kondom, KB pil, KB suntik, dan metode-metode lain
selain metode yang termasuk dalam MKJP (Andrews, 2009):
1. KB Pil
Adalah tablet yang mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik
disebut Pil Kombinasi dan yang hanya mengandung progesteron sintetik saja disebut
Mini Pil atau Pil Progestin. Cara kerja KB pil: menekan ovulasi, mengubah motilitas
tuba
sehingga
transportasi
sperma
terganggu,
mengganggu
pertumbuhan
dan
Noristerat), dan terdiri atas dua hormon (Cyclofem dan Mesygna). KB Suntikan
sesuai untuk wanita pada semua usia reproduksi yang menginginkan kontrasepsi yang
efektif, reversibel, dan belum bersedia untuk sterilisasi. Depo provera disuntikkan
setiap 3 bulan sedangkan Noristerat setiap 2 bulan. Wanita yang mendapat KB suntik
tidak mengalami ovulasi. Efektivitas KB suntik: dalam teori 99,75%, dalam praktek
95-97%.
Keuntungannya: merupakan metode yang telah dikenal oleh masyarakat,
dapat dipakai dalam waktu yang lama dan tidak memengaruhi produksi air susu ibu.
Baik untuk wanita yang calon Akseptor yang tinggal di daerah terpencil, lebih suka
disuntik daripada makan pil, menginginkan metode yang efektif dan bisa
dikembalikan lagi, mungkin tidak ingin punya anak lagi dan tidak khawatir untuk
tidak mendapat haid.
3. KB Implant (Subdermal)
Adalah 2 atau 6 kapsul kecil yang terbuat dari silikon berisi hormon
levonorgestrel yang ditanam di bawah kulit, secara tetap melepaskan hormon tersebut
dalam dosis kecil ke dalam darah. Bekerja dengan cara mencegah ovulasi, merubah
lendir serviks menjadi kental dan sedikit sehingga menghambat pergerakan
spermatozoa, dan mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit
terjadi implantasi. Efektivitas dalam teori 99,7%, dalam praktek 97-99%.
Keuntungan KB implant yaitu sekali pasang untuk 5 tahun, tidak
memengaruhi produksi ASI, tidak memengaruhi tekanan darah, pemeriksaan panggul
tidak diperlukan sebelum pemakaian. Baik untuk wanita yang ingin metode praktis,
mungkin tidak ingin punya anak lagi, tinggal di daerah terpencil dan tidak khawatir
jika tidak dapat haid.
Copper T 380 A
IUD Copper T 380 A bentuknya mirip huruf T. Bentuk ini terbukti sangat
efektif, aman, dan mudah beradaptasi. Dua faktor yang memperbesar hasil guna
Copper T 380 A adalah: tidak ada IUD lain yang mempunyai luas permukaan
tembaga seperti IUD Copper T 380A (380 mm2), tembaga di kedua lengan IUD ini
menjamin tembaga akan dibebaskan di bagian tertinggi fundus uteri. Cara kerja IUD
antara lain yaitu: untuk menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba
falopii, memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai cavum uteri, mencegah
sperma dan ovum bertemu dengan membuat sperma sulit masuk ke dalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi, memungkinkan
untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
Keuntungan KB IUD adalah 1) aman dan segera dapat bekerja secara efektif,
dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus, tidak perlu kontrasepsi
tambahan, 2) tidak ada interaksi terhadap obat (tidak memengaruhi kualitas dan
volume ASI, 3) daya kerja lama (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu
diganti), 4) setelah dipasang, wanita tidak perlu mengingat apa pun sebagai bentuk
kontrasepsi, 5) tidak memengaruhi hubungan seksual, 6) dapat digunakan sampai
menapouse (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir).
Sedangkan kelemahan dari penggunaan KB IUD yaitu efek samping yang
umum terjadi, seperti: menoragi dan dismenore, sedikit meningkatkan risiko
terjadinya kehamilan ektopik, meningkatkan risiko terjadinya infeksi panggul,
ekspulsi IUD, perforasi uterus, malposisi IUD, dan kehamilan yang diakibatkan oleh
ekspulsi, perforasi, atau malposisi IUD.
Pemasangan IUD tidak dianjurkan pada pasien yang dengan kontraindikasi
absolut seperti: kehamilan ektopik sebelumnya pada ibu nulipara, abnormalitas uterus
(uterus blkor-nuatum), infeksi panggul atau vagina: setelah diatasi IUD dapat
dipasang, kehamilan, perdarahan saluran genitalia yang tidak terdiagnosis: jika
penyebab telah didiagnosis dan diatasi IUD dapat dipasang, alergi terhadap
komponen yang terkandung di dalam IUD, penggantian katup jantung karena
peningkatan risiko infeksi, dan penderita HIV/AIDS karena penurunan sistem
kekebalan tubuh dan peningkatan risiko infeksi akibat pemasangan IUD. Sedangkan
kontraindikasi relatif terjadi pada pasien dengan riwayat infeksi panggul, fibroid atau
endometriosis, ibu nulipara, diabetes, dismenore dan/atau menoragi, dan pengobatan
dengan menggunakan penisilamin dapat mengurangi keefektifan tembaga.
Baik untuk wanita yang menginginkan kontrasepsi dengan tingkat efektifitas
yang tinggi dan jangka panjang, tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan
anak, memberikan ASI, berada dalam masa postpartum dan tidak memberikan ASI,
berada dalam masa pasca aborsi, mempunyai resiko rendah terhadap penyakit
menular seksual (PMS), tidak dapat mengingat untuk minum sebutir pil setiap hari,
lebih menyukai untuk tidak menggunakan metode hormonal atau yang memang tidak
boleh menggunakannya, yang benar-benar membutuhkan alat kontrasepsi darurat.
Waktu penggunaan IUD sebaiknya dilakukan pada saat setiap waktu dalam
siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil. Hari pertama sampai ke-7 siklus
haid, segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca
persalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL).
Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada
gejala infeksi. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi. Waktu
kontrol IUD 1 bulan pasca pemasangan, 3 bulan kemudian, setiap 6 bulan berikutnya,
bila terlambat haid 1 minggu, jika ada perdarahan banyak atau keluhan istimewa
lainnya.
Persyaratan pemakaian, adalah: usia reproduktif, telah mendapat persetujuan
dari suami, pernah melahirkan dan mempunyai anak, telah cukup jumlah anaknya dan
belum memutuskan untuk sterilisasi, tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun,
dianjurkan sebagai pengganti KB pil bagi Akseptor KB yang berumur diatas 30
tahun, menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang, ibu menyusui yang
menginginkan menggunakan kontrasepsi, setelah melahirkan dan tidak menyusui
bayinya, setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi, risiko rendah
dari Infeksi Menular Seksual (IMS), tidak menghendaki metode hormonal, tidak ada
kontraindikasi.
Yang tidak boleh menggunakan IUD, yaitu diketahui atau dicurigai adanya
kehamilan, infeksi panggul (pelvis) yang terus menerus, lecet (erosi) atau peradangan
di leher rahim, diketahui atau dicurigai adanya kanker rahim, perdarahan yang tidak
normal yang belum diketahui penyebabnya, perdarahan haid yang hebat, alergi
terhadap
logam,
kelainan
rahim
(misalnya
rahim
kecil,
endometriosis,
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut
reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena
itu untuk membentuk perilaku seperti perilaku pemakaian alat kontrasepsi IUD perlu
adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku
(Hartanto, 2006).
2.2.8.2. Faktor yang Berkaitan dengan Perilaku Pemakaian IUD
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan
kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat
terhadap lingkungan dalamnya. Kebudayaan mengatur agar manusia harus bertindak
dan berlaku di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat
mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau
mereka berhubungan dengan orang lain (Soekanto, 2007).
Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD tidak
terlepas dari faktor perilaku yang dipengaruhi faktor budaya, dimiliki oleh masingmasing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat
dijelaskan dengan Teori Perilaku Health Beliefe Model, menyatakan bahwa perilaku
manusia akan ada manakala : 1) mereka merasa rentan terhadap suatu permasalahan
kesehatan; 2) mereka merasa berat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi; 3)
meyakini efektifitas dari tindakan yang dilakukan; 4) tidak mahal; dan 5) ada anjuran
petugas (Notoatmodjo, 2007).
individu.
Berdasarkan
perilaku
dan
faktor-faktor
yang
dan
bersikap
individu
tidak
terlepas
dari
fungsi
kebudayaan.
penggunaan kontrasepsi IUD, namun karena peneliti menduga ada beberapa faktor
yang dominan dan juga karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya
membatasi pada beberapa faktor saja. Apabila ada faktor lain diluar dugaan peneliti,
peneliti berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data dengan metode
kuesioner dan wawancara.
Berikut ini adalah kerangka teori acuan penelitian:
Teori Lawrence Green
Koentjaraningrat
Faktor Predisposisi
Koentjaraningrat
-
Pengetahuan
Kepercayaan
Nilai
Sikap
Faktor Budaya:
-
Faktor Pendorong
-
Fasilitas
pelayanan
kesehatan
Penggunaan
Kontrasepsi
IUD
Faktor Penguat
-
Dukungan
Petugas
Kesehatan
Dukungan
Keluarga
Sistim religi
Sistim organisasi
kemasyarakatan:
kekerabatan
sistim
pengetahuan
Sistim
mata
pencaharian
hidup
Sistim teknologi
dan peralatan
Bahasa
Kesenian
Pengetahuan
Kepercayaan
Nilai
Kekerabatan
Penggunaan
Kontrasepsi IUD
- Menggunakan
KB IUD
- Tidak
Menggunakan
KB IUD